Kamis, 05 Oktober 2023
Saraf
Oktober 05, 2023
saraf
Kompetensi klinis yaitu kompetensi yang harus dikuasai oleh lulusan dokter sebagai syarat untuk melakukan praktik kedokteran , dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI),mewajibkan beberapa kompetensi klinis yang harus dikuasai oleh lulusan sesudah mengikuti pendidikan dokter. Di dalam SKDI tahun 2012, ada 275 ketrampilan
klinik dan 736 daftar penyakit yang harus dikuasai oleh lulusan dokter. Dari 736 daftar penyakit itu , ada 144 penyakit yang harus dikuasai penuh oleh
lulusan dokter sebab diharapkan dokter dapat mendiagnosa penyakit itu secara tuntas (level kompetensi 4) dan 261 penyakit yang harus dikuasai lulusan untuk dapat mendiagnosanya sebelum merujuknya, apakah merujuk dalam keadaaan gawat darurat maupun bukan
gawat darurat (level kompetensi 3).
Kompetensi
Level 3 A : Lulusan dokter mampu membuat diagnosa klinik pada keadaan yang bukan gawat darurat. mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien ,
Level 3 B : Lulusan dokter mampu memberi
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
Level 4 : Lulusan dokter mampu membuat diagnosa klinik pengobatan: penyakit itu secara mandiri .
AIDS DENGAN KOMPLIKASI
HIV AIDS masih ada Keterlibatan system
syaraf pada infeksi HIV terjadi secara langsung efek virusnya atau tidak langsung efek infeksi oportunistik efek imunokompromis. Manifestasi neurologi pada infeksi HIV yang simptomatik ada pada 10 - 25% pasien. dimana obat antiretroviral sudah tersedia, manifestasi neurologi berwujud disfungsi kognitif ( Demensia AIDS). Di Asia dan Afrika, lebih ke arah infeksi oportunistik contoh neurotuberkulosis, toksoplasmosis,meningitis
kryptococal , meningitis bakteria fulminan,
neurosifilis, Infeksi oportunistik SSP yang paling sering pada penderita HIV yaitu ensefalitis toksoplasma.Gejala yang dikeluhkan pasien dengan toksoplasma serebri yaitu:
kebingungan yang meningkat,
masalah penglihatan, masalah berbicara , berjalan, mual mules perih kembung , perubahan kepribadian,demam,
berat yang tidak respon terhadap pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang atau fokal, hemiparesis, kelesuan, Tidak semua pasien menunjukan tanda infeksi. pusing , rasa
bingung menunjukan adanya perkembangan ensefalitis fokal dan terbentuknya abses sebagai efek terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini selalu yaitu kekambuhan efek hilangnya kekebalan pada penderita ,
yang semasa mudanya sudah berkaitan dengan parasit ini. gejala fokalnya cepat berkembang dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan kesadaran. Pasien HIV AIDS dengan meningitis bakteri, meningitis TB, mengalami hemiparesis,penurunan kesadaran, kejang,sefalgia, febris,
Pemeriksaan Fisik:
Pada pemeriksaan n.kranialis ada ketidaknormalan, meningeal sign (+),
Pemeriksaan penunjang:
Pada HIV AIDS dengan komplikasi ini disarankan pemeriksaan darah rutin dan jumlah CD4+. Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit
T menjadi prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. oportunistik infeksi yang mungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL yaitu pneumocystis carinii, CD4 < 100 sel/mL yaitu toxoplasma gondii dan CD4 < 50 yaitu M. Avium Complex, sehingga diindikasikan untuk pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis dan candida species memicu infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL. Untuk meningitis bakteri atau meningitis TB dilakukan lumbal pungsi, namun tidak semua pasien berhasil dilakukan lumbal pungsi /LP.
Penegakkan diagnosa dilakukan dengan keluhan pasien, keluhan sebab infeksi HIV AIDS ditambah keluhan gangguan SSP . Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mengarah kearah diagnosa diperlukan untuk menentukan
diagnosa.
Khusus untuk toksoplasma serebri dilakukan pemeriksaan antaralain:
-Pemeriksaan Serologi
diperoleh seropositif dari antioToxoplasma gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dilakukan dengan enzyme linked immunosorbentassay (ELISA) atau indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi,
Titer IgG mencapai puncak dalam 1 sampai 2 bulan sesudah terinfeksi lalu bertahan seumur hidup .
- Pemeriksaan CT scan menunjukan fokal edema dengan bercak hiperdens multiple biasanya ada lesi berbentuk cincin ( multiple ringoenhancing lesions) pada korteks atau basal ganglia atau penyengatan homogen dan
ditambah edema vasogenik pada jaringan sekitarnya.
-Untuk diagnosa pasti dilakukan melalui biopsi otak .
- Pemeriksaan cairan serebrospinal
menunjukan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi protein.
-Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii juga positif pada
cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti ada infeksi aktif sebab tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak sesudah infeksi akut.
pengobatan:
a. Terapi ensefalitis toksoplasma dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap akut dan terapi maintenance :
1. tahap akut
Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi sulfadiazin dan regimen standar pirimetamin , Kedua obat ini dapat melalui sawar darah otak. Toxoplasma gondii, memerlukan vitamin B untuk
hidup. Pirimetamin menghambat perolehan vitamin B oleh tokso. Toxoplasma gondii. Sulfadiazin menghambat pemakaian nya.
-Kombinasi pirimetamin 50o100mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin 1 sampai. 2 g tiap 6 jam.
- Pemberian asam folat 10- 20 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang (efek pirimetamin)
-Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberi kombinasi clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam, dengan pirimetamin 50- 100 mg perhari ,
-Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, diganti dengan atovaquone 750 mg tiap 6 jam,
atau Azitromycin 1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, Terapi ini diberi selama 4 -6
minggu atau 3 minggu sesudah perbaikan gejala klinis.
- Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total kurang dari 1200. Pada pasien ini, CD442, sehingga diberi ARV.
-Kortikosteroid diberi pada pasien dengan ensefalitis toksoplasma dengan edema serebral dan ipertensi intrakranil,
2. Terapi maintenance
Penelitian randomized prospektif tidak menunjukan hasil menonjol antara outcome yang memakai pirimetaminoklindamisin dengan pirimetaminosulfadiazin,
Prognosis :
Toxoplasmosis yaitu pemicu gangguan neurologi terbanyak pada pasien HIV AIDS. Jika tidak terdeteksi dini dan tidak diterapi dengan kuat dapat. memicu nilai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
POLIOMIELITIS
Polio (Poliomielitis) yaitu infeksi virus akut sangat menular, yang predileksinya menyerang batang otak dan anterior horn cells of the spinal cord
dengan efek kelemahan atau kelumpuhan otot yang sifatnya permanen. pemicu penyakit ini yaitu virus polio yang bisa menular melalui melalui tinja percikan ludah penderita penderita. Virus masuk melalui mulut dan hidung, berkembangbiak di dalam saluran pencernaan, tenggorokan lalu diserap dan diserbarkan melalui pembuluh getah bening, sistem pembuluh darah ,
berwujud pasien dengan poliomyelitis beragam mulai dari yang ringan sampai yang berat. Masa inkubasi penyakit ini 9 sampai 12 hari, lalu muncul mendadak gejala dengan 3 pola dasar pada infeksi polio, yaitu : infeksi Paralitik
infeksi subklinis, infeksi non-paralitik ,
-Infeksi subklinis (95% masalah biasanya yaitu infeksi subklinis) Tanpa gejala atau gejala berlangsung selama kurang dari 72 jam), berwujud : mual mules perih kembung,tenggorokan tampak merah, demam ringan tidak enak badan nyeri tenggorokan
-Poliomielitis non-paralitik ( 1% dari seluruh infeksi, berlangsung selama 1 sampai 2
minggu) Demam sedang, diawali dengan demam tinggi mencapai 39 C , lalu suhu menjadi normal, namun lalu naik kembali (dromedary chart),nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut
kejang , nyeri otot, kaku kuduk, kekakuan otot belakang leher, mual mules perih kembung berat
kelelahan yang luar biasa,
-Gejala klinis sama dengan non paralitik ditambah dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet atau kranial. Gejala ini bisa menghilang selama beberapa hari dan lalu muncul mendadak kembali ditambah kelumpuhan (paralitik) yaitu berwujud flaccid paralysis yang biasanya simetris dan unilateral ,biasanya yang terkena yaitu tungkai. organ lain yang dapat terkena kelumpuhan contoh atonia usus, vesika urinaria, kadang ileus paralitik. dapat dibedakan atas 4 bentuk sesuai dengan tingginya lesi pada SSP:
-- Bulbar
Dengan gejala kelemahan motorik satu atau lebih syaraf kranial dengan atau tanpa gangguan pusat vital seperti pernafasan, sirkulasi dan suhu
tubuh. jika n.IX,X,XII terkena maka kemungkinan terjadi sumbatan jalan nafas mungkin terjadi.
-- Bulbospinal
Gejala campuran bentuk spinal dan bulbar.
--Ensefalitik
Gejala berwujud kesadaran menurun, tremor kadang kejang,
--Spinal
Dengan gejala kelemahan otot perut, kelemahan otot punggung, kelemahan otot diafragma, kelemahan otot leher,dan atau ekstremitas terutama ekstremitas bawah (quadriceps femoris). Sifat kelumpuhan ini yaitu asimetris.
Pemeriksaan Fisik
Pada tipe poliomielitis non paralitik : pemeriksaan kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinsky (+) , tanda Tripod (+) , anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedang kedua lengan menunjang ke
belakang pada tempat tidur. Hear drop test (+), reflex tendon normal. Pada tipe paralitik , berwujud khas untuk kerusakan LMN, kelemahan otot (+) pemeriksaan n,reflex tendon menurun, tonus menurun, cranialis tidak normal pada bagian yang terkena, tremor (+)
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan CSS menunjukan pleiositosis, PMN meningkat di awal namun segera berubah menjadi dominan limfosit. Sesudah 10 sampai 14 hari jumlah sel normal kembali. Pada stadium awal, kadar protein normal lalu naik. Glukosa normal. Pemeriksaan darah tepi dalam batas
normal, pemeriksaan urin dapat terjadi albuminuria ringan,
Hapusan tenggorok pada minggu pertama penyakit dan pemeriksaan tinja diisolasi adanya virus polio. Namun, pada cairan serebrospinal (CSS) jarang dapat diisolasi adanya virus ini.
dipikirkan Pemeriksaan serologi berwujud tes netralisasi memakai serum tahap akut dan konvalesen ,Dinyatakan positif jika ada kenaikan titer 4x atau lebih. Pemeriksaan ini bersifat khusus dalam melakukan diagnosa poliomyelitis.
diagnosa Banding
gejala penyakit ini sama dengan gejala efek infeksi coxsackievirus.
diagnosa poliomyelitis berdasar keluhan pasien, akan sangat nyata jika dalam bentuk paralitik, ditambah dengan pemeriksaan fisik yang mendukung kearah penyakit itu . diagnosa pasti dilakukan jika ada adanya virus pada
hapusan nasofaring atau pada tinja.Tidak ada pengobatan spesifik terhdap penyakit ini. pengobatan: bersifat simptomatis dan suportif lebih mempertahankan fungsi
respirasi. pengobatan: menurut tipenya:
Paralitik : Harus dirawat di RS,antisipasi paralisis pernafasan. Jika terjadi
paralisis kandung kemih diberi stimulant parasimpatetik berwujud bethanechol (urecholine) 5 -10 mg oral atau 2,5 mg/Sc.
Subklinis : istirahat selama demam. Jika perlu diberi analgetik, sedative.
Non paralitik : Pemberian analgetik dapat diikuti dengan pembalut hangat , fisioterapi ,mandi air panas,
Prognosis bergantung pada tipe penyakitnya. Pada bentuk paralitik terutama yang menyerang bulbar, biasanya memiliki prognosis buruk sebab kegagalan fungsi pusat pernafasan yang memerlukan bantuan ventilasi jangka panjang atau infeksi sekunder pada jalan nafas. Dapat terjadi Post polio sindrom yang muncul mendadak beberapa tahun sesudah infeksi pertama , yang ditandai dengan kelemahan nyeri otot ,Namun hal ini tidak memerlukan pengobatan khusus
SPONDILITIS TB
Spondilitis TB atau tuberkulosis spinal dengan nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis yaitu infeksi radang pada corpus vertebra yang dipicu Mycobacterium
tuberculosis. Pada masalah pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada 9 % masalah. walau setiap tulang atau sendi dapat terkena, namun tulang yang memiliki fungsi untuk menahan beban dan memiliki pergerakan tinggi lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain , tulang belakang yaitu area yang paling sering terkena tuberkulosa tulang 55% diikuti oleh tulang panggul, tulang lutut dan tulang lain di kaki, sedang tulang tangan. dan tulang di lengan jarang terkena. Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi sebab penyebaran hematogen
atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa bersifat tenang, Sumber infeksi yang paling sering yaitu berasal
dari system pulmoner dan genitourinarius.
Pasien Spondilitis TB mengalami gejala gejala penyakit sistemik seperti keringat malam, demam
kehilangan berat badan , cachexia riwayat batuk
ebih dari 3 minggu berdahak atau berdarah ditambah nyeri dada.
tidak ada Manifestasi klinis spondilitis TB pada bayi di bawah 1 tahun. Penyakit ini baru muncul mendadak sesudah anak belajar berjalan ,Gejala
pertama spondilitis TB biasanya adanya nyeri tulang belakang , adanya benjolan pada tulang belakang, nyeri menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal muncul mendadak sebagai nyeri di area telinga atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di
bagian torakal bawah maka nyeri berwujud nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini hanya mereda saat beristirahat. Keluhan deformitas pada tulang belakang (kyphosis) terjadi pada 85% masalah ditambah oleh muncul mendadak nya gibbus yaitu
punggung yang membungkuk dan membentuk sudut, yaitu lesi yang tidak stabil ,Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis). Terjadi 40% masalah. Defisit antara lain: nyeri radikular , sindrom kauda equina , paraplegia, paresis, hipestesia, Nyeri radikuler menunjukan adanya gangguan pada radiks (radikulopati). Spondilitis TB servikal jarang terjadi,
namun manifestasinya lebih berbahaya sebab dapat memicu disfagia , stridor, tortikollis, suara serak efek gangguan n. laringeus. Jika n. frenikus terganggu, pernapasan terganggu , muncul mendadak sesak napas ( Millarasthma). gejala awal spondilitis servikal yaitu kaku leher, Abses terjadi pada tulang belakang yang menjalar
ke rongga dada bagian bawah atau ke bawah ligamen inguinal.
Pemeriksaan Fisik :
ada pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel di subkutan. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki pendek, nyeri di punggung. Rigiditas pada leher
bersifat asimetris , muncul mendadak torticollis
Abses yang besar, terutama pada anak, akan mendorong dorong trakhea ke sternal notch
sehingga akan memicu kesulitan menelan dan muncul stridor respiratoar. Infeksi di regio torakal memicu punggung tampak menjadi lebih kaku.jika berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya.Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya
sementara tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku , adanya deformitas, berwujud : spondilolistesis, dislokasi , kifosis (gibbus/angulasi tulang belakang),skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, gibbus menampakan diri dengan penonjolan-penonjolan bagian posterior tulang belakang ke arah dorsal efek angulasi kifotik vertebra. Palpasi :
- jika ada abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa sedikit hangat (dinamakan cold abcess, yang
membedakan dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di retropharynx di sisi leher (di belakang otot sternokleidomastoideus) atau area lipat paha, fossa iliaka, tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar dinding dada. bahwa tidak ada kaitan antara
ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.
-Spasme otot protektif ditambah keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.
Perkusi :
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness,
Pemeriksaan Penunjang
-- Laboratorium :
-Cairan serebrospinal dapat tidak normal (pada masalah dengan meningitis tuberkulosa). Cairan serebrospinal akan tampak: Xantokrom, jika dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal,
Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear). Pada tahap akut responnya bisa berwujud neutrofilik seperti pada meningitis piogenik Kandungan protein meningkat. Kandungan gula normal pada tahap awal namun jika berwujud kuat ,ulangi pemeriksaan,
-Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD) positif. Hasil yang positif dapat muncul mendadak pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium.Laju endap darah meningkat (tidak ), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam.
-Kultur urin pagi (membantu jika terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan bilas lambung (hasil positif jika ada keterlibatan paru-paru yang aktif).
-Apus darah tepi menunjukan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat relatif ,
--Radiologis
Gambarannya beragam tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
a. Foto rontgen dada dilakukan pada pasien untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di paru (40% masalah memiliki foto rontgen yang tidak normal ).
Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan psoas. Tampak bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi,
Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat sesudah 3 - 8 minggu onset penyakit. Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus atau
prosesus spinosus.
-Neddle biopsi / operasi eksplorasi (costotransversectomi) dari lesi spinal diperlukan pada masalah yang sulit namun memerlukan
pengalaman,
- diagnosa dapat dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi pus paravertebral yang diperiksa secara mikroskopis untuk mencari basil
tuberkulosa dan granuloma, lalu dapat diinokulasi di dalam guinea babi.
- Computed Tomography – Scan (CT) untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga
yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan. Gambaran CT scan pada spondilitis TB tampak kalsifikasi pada psoas ditambah dengan adanya kalsifikasi periperal.
-Magnetic Resonance Imaging (MRI)
bermanfaat untuk membedakan komplikasi yang bersifat kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang.
Penegakan diagnosa seperti pada penyakit melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, diikuti dengan pemeriksaan penunjang. Anamese berwujud nyeri punggung belakang yaitu keluhan yang paling awal, sering tidak dan membuat diagnosa yang dini menjadi sulit. Maka dari itu, setiap pasien TB paru dengan keluhan nyeri punggung harus dicurigai mengidap
spondilitis TB sebelum terbukti sebaliknya.
diagnosa Banding:
- Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid).
-Tumor ( eosinophilic granuloma, aneurysma bone cyst , Ewing’s sarcoma,leukemia, Hodgkin’s disease,)
-Infeksi piogenik contoh : sebab suppurative spondylitis/ staphylococcal, Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen menunjukan adanya infeksi piogenik. keterlibatan dua atau lebih corpus vertebra.yang berdekatan menunjukan adanya infeksi tuberkulosa dibandingkan infeksi bakterial lain.
Metastase memicu destruksi dan kolapsnya corpus vertebra namun berbeda dengan spondilitis tuberkulosa sebab ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara radiologis kelainan sebab infeksi memiliki bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.
pengobatan:
Tujuan terapi pada masalah spondilitis tuberkulosa yaitu :
Mencegah deformitas atau defisit neurologis ,Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakitUntuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa
terbagi menjadi :
-Pemberian terapi anti tuberkulosa semua tuberkulosa termasuk tuberkulosa tulang belakang. Regimen 4 macam obat termasuk etambutol, INH, rifampisin, dan pirazinamid ,
memerlukan pengobatan rutin hanya 6-,9 bulan,
selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama pengobatan berdasar perbaikan gejala klinis atau stabilitas klinik pasien. obat yang biasa dipakai untuk pengobatannya :
-Ethambutol (EMB)
Bersifat ekstraseluler,bakteriostatik intraseluler . Efek samping : adanya central scotoma, toksisitas okular (optic neuritis) dengan muncul mendadaknya kondisi buta warna, berkurangnya ketajaman penglihatan Dipakai secara hati-hati
untuk pasien dengan insufisiensi ginjal. Dosis : 15-25 mg/kg/hari
-Streptomycin (STM)
Bersifat bakterisidal . Efek samping : ototoksisitas (kerusakan syaraf VIII), nausea dan vertigo (terutama sering mengenai pasien lanjut usia)Dipakai secara hati-hati untuk pasien dengan insufisiensi ginjal. Dosis : 15 mg/kg/hari – 1
g/kg/hari Istirahat tirah baring, Istirahat
dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang akut atau tahap aktif
-Isoniazid (INH) Bersifat bakterisidal baik di intra atau ekstraseluler. Efek samping :
hepatitis pada 1% masalah yang mengenai lebih banyak pasien berusia lanjut usia, peripheral neuropathy sebab defisiensi piridoksin secara relatif (bersifat reversibel dengan pemberian suplemen piridoksin). Dosis INH yaitu 5 mg/kg/hari – 300 mg/hari
-Rifampin (RMP).Bersifat bakterisidal, efektif pada tahap multiplikasi cepat atau lambat dari basil, baik di intra atau ekstraseluler. Efek samping dose dependent peripheral neuritis, perdarahan pada traktus gastrointestinal, cholestatic jaundice, trombositopenia , Hepatotoksisitas meningkat jika dikombinasi dengan INH. Dosisnya : 10 mg/kg/hari – 600 mg/hari.
-Pyrazinamide (PZA) Berpenetrasi baik ke dalam cairan serebrospinalis. Efek samping :
Hepatotoksisitas dapat muncul mendadak efek dosis tinggi obat ini yang dipakai dalam jangka yang panjang ,Asam urat akan meningkat, namun kondisi gout jarang tampak. Dosis : 15-30mg/kg/hari,
Terapi operatif
Intervensi operasi bermanfaat untuk pasien yang memiliki lesi kompresif secara radiologis dan memicu muncul mendadak nya kelainan
neurologis. Tindakan operasi juga dilakukan jika sesudah 3- 4 minggu pemberian terapi obat antituberkulosa dan tirah baring (terapi konservatif) dilakukan namun tidak memberi respon yang baik sehingga lesi spinal efektif diterapi dengan operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi “pus” tuberkulosa, mengambil sekuester tuberkulosa dan tulang yang terinfeksi dan memfusikan segmen tulang belakang yang terlibat. Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB yang
mengalami paraplegi yaitu laminektomi, costrotransversectomi, dekompresi anterolateral
Prognosis spondilitis TB beragam tergantung dari manifestasi klinik yang terjadi.Prognosis bertambah baik jika pengobatan lebih cepat dilakukan,Prognosis yang buruk berkaitan dengan TB milier, dan meningitis TB, dapat terjadi sekuele antara lain retardasi mental, gangguan bergerak tuli, buta, paraplegi, Mortalitas yang tinggi terjadi pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun
-ENSEFALOPATI
Ensefalopati yaitu penyakit bukan sebagai penyakit tunggal yang mengenai otak namun suatu sindrom yang memicu disfungsi otak secara global. Dimana sindrom ini dipicu
oleh pemicu baik organik atau inorganik. Diantara pemicunya yaitu sebab keracunan (ammonia,merkuri, timbal), alkoholik atau penyakit sistemik/metabolik yang mendasari (hipertensi, uremia, sirosis hepatis, gagal ginjal), hipertensi, trauma,tumor otak.infeksi (contoh akibat Salmonella typhi), anoksia, defisiensi nutrisi ( ensefalopati Wernicke yang dipicu sebab kekurangan vitamin B1), Kerusakan yang terjadi pada otak bersifat permanen.Gejala bervariasi mulai dari yang ringan
seperti kehilangan ingatan , perubahan kepribadian, hambatan berkonsentrasi sampai
demensia, kejang, koma bahkan kematian. kadang ensefalopati mirip stroke seperti kelemahan sesisi tubuh termasuk merot atau gangguan
bicara.pemeriksaan neurologi ada myoclonus, asterixis ( tonus otot hilang),nistagmus, tremor, kejang. Perubahan pola pernapasan Cheyne stoke respiration.
Pada pemeriksaan fisik ada tanda berwujud inkordinasi, ataxia kesulitas berjalan, gangguan penglihatan, gangguan gerakan bola mata.
Pemeriksaan penunjang diantaranya:
- Laboratorium darah (kimia klinis seperti glukosa darah, fungsi ginjal),elektrolit,-Cairan serebrospinal melalui lumbal pungsi untuk mengetahui adanya infeksi intrakranial,
-Brain imaging seperti CT Scan, MRI,
-EEG ,-Laboratorium darah rutin (untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi),
-pungsi Lumbal,
Penegakan diagnosa ensefalopati dilakukan dari anamese pasien, keluhan pasien, sejak kapan muncul mendadak dan riwayat penyakit metabolik mungkin menjadi pemicu, riwayat konsusmsi alcohol, obat, infeksi yang menyertai. Hal lain yang dapat membantu diagnosa yaitu dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang mengarah ke ensefalopati.
pengobatan: ensefalopati bergantung dari pemicu yang mendasarinya, contoh
uremia ensefalopati efek gagal ginjal, maka terapinya yaitu dialisis atau transplantasi ginjal. ensefalopati efek anoksia , terapi yang diperlukan yaitu terapi oksigen,
pada prinsinya pengobatan: pasien dengan ensefalopati yang pertama yaitu primary survey
ABCD. Jika airway pasien terganggu, intubasi endotrakeal dapat dilakukan
Beberapa ensefalopati bersifat reversible, namun lainnya berkembang memburuk dan memicu perubahan struktur yang permanen pada otak, bahkan memicu kematian. Hal ini tergantung dari pemicu yang mendasari ensefalopati itu sendiri.
-KOMA
Koma suatu keadaan di mana pasien mengalami penurunan kesadaran dan tidak dapat dibangunkan secara kuat dengan stimulus kuat yang sesuai. Pasien mungkin masih dapat meringis atau melakukan gerakan stereotipik, namun tidak dapat melakukan lokalisasi nyeri dan gerakan defensif yang sesuai. Seiring dengan
semakin dalamnya koma, pada akhirnya pasien tidak merespons terhadap rangsangan
sekuat apapun. Paisen koma memiliki GCS < 7. Koma dapat terjadi efek gengguan
fungsi baik pada brainsterm reticular activating system diatas midpons atau pada kedua hemisfer serebri yang mengatur kesadaran. Faktor pemicu koma dibagi 4 kelompok, yaitu ensefalopati difus,psikiatrik, lesi supratentorial, lesi subtentorial , ensefalopati difus,
- ensefalopati penyebab difus Meningits, ensefalitis, hipoglikemia, Global cerebral iskemik, hepatik ensefalopati, hiponatremi, hipertermi, kejang prolonged, intoksikasi obat, hiperosmolar.
- Psikiatrik penyebab Reaksi konversi, depresi, stupor katatonik,
-lesi supratentorial penyebab Hematom subdural, hematom epidural, kontusio serebri, Hematom intraserebral, abses otak,stroke,tumor otak,
-lesi subtentorial penyebab Trombosis/ emboli arteri basilar, Perdarahan pons,perdarahan cerebellar, subdural dan epidural hematom fosa posterior,
Manifestasi klinis koma efek lesi kompresi di susunan saraf pusat dapat muncul mendadak secara berbeda-beda, tergantung dari lokasi di susunan saraf pusat dan juga proses terjadinya lesi itu . Manifestasi klinis lesi kompresi
pada hemisfer serebri yang berjalan lambat, baik oleh sebab tumor, hematoma atau abses, dapat menjadi tidak jelas. ini dipicu oleh sebab
kemampuan jaringan otak di hemisfer serebri yang sangat elastis, sehingga mampu untuk bertahan terhadap tekanan dan tarikan dalam jumlah besar selama masih dapat dikompensasi oleh pemindahan likuor. Diensefalon dapat
mengalami kompresi oleh masa di area thalamus (biasanya tumor atau perdarahan) atau di sisterna suprasellar ( adenoma hipofisis ,kraniofaringioma, atau tumor sel germinal). Tumor supraselar memicu gangguan lapangan pandang khas (hemianopsia bitemporal), Tumor supraselar memicu penurunan kesadaran, jika meluas lebih lanjut ke arah sinus kavernosus memicu cedera nervus okulomotorik dan cabang oftalmik nervus
trigeminal. Tumor supraselar yang merusak batang hipofisis dapat memicu berbagai gangguan endokrin seperti galaktore , amenore, diabetes insipidus, panhipopituitarism pada wanita. Penekanan terhadap otak tengah dorsal oleh masa dari area pineal juga menekan area pretektal, sehingga selain memicu penurunan
kesadaran, lesi itu juga memicu beberapa neuroooftalmologis diagnostik. Pupil pada masalah ini dapat menjadi non-responsif terhadap
rangsang cahaya (refleks cahaya negatif) dan sedikit membesar ditambah gangguan gerakan bola mata vertikal terganggu, konvergensi, nistagmus konvergen dan kadang nistagmus refrakter (sindroma Parinaud). Lesi masa
di area fosa posterior paling banyak berasal dari serebelum dan memicu koma dengan secara langsung menekan batang otak. Manifestasi
klinis lesi di area ini digambarkan dengan lesi yang mengenai area pons, di mana terjadi diameter pupil yang kecil namun reaktif, gangguan refleks vestibulokoklear dan juga postur deserebrasi. Lesi di area ini dapat memicu penekanan ke atas dan memicu herniasi batang otak melalui nodus supratentorial, jika ini terjadi pupil dapat menjadi asimetris dan non-
reaktif.
Manifestasi klinis koma efek herniasi unkal memberi gambaran penurunan kesadaran secara bertahap pada tahap awal yang ditambah atau didahului oleh dilatasi pupil unilateral. Dilatasi pupil sering terjadi ipsilateral terhadap masa dan terjadi efek kompresi N.III oleh girus unkal yang menekan. Manifestasi klinis koma efek herniasi sentral memberi manifestasi klinik berwujud penurunan kesadaran , kebingungan, apati ,ditambah dengan pernapasan Cheyne Stokes
Setiap pasien dengan koma metabolik memiliki berwujud yang khas, tergantung dari penyakit pemicunya, kedalaman koma dan komplikasi yang dipicu oleh keadaan komorbid atau pengobatan. Pasien dengan penyakit
otak metabolik juga sering mengalami kejang fokal atau umum yang tidak dapat dibedakan dengan kejang efek penyakit otak struktural,
Pemeriksaan Lateralisasi ini dipakai untuk menentukan etiologi. tanda fraktur basis crani
Temukan adanya otorrea CSF ,racoon eye , battle sign, hemotimpani atau rhinorrea ,
Derajat Kesadaran
Ditentukan dengan skala koma Glasgow Coma Scale. Tanda vital (RR, suhu,Tekanan darah, nadi)
Respirasi
Cepat atau lambat, penyakit otak metabolik hampir selalu memicu kelainan pernapasan baik dari sisi kedalaman atau irama. Kebanyakan perubahan ini terjadi secara non- dan yaitu bagian dari penekanan batang otak yang lebih
luas. pasien dalam keadaan stupor atau koma ringan seringkali menampilkan gambaran pernapasan Cheyne Stokes. Hipoglikemia dan kerusakan anoksik lebih sering lagi memicu hiperpnea transien, sedang ketoasidosis diabetik dan pemicu koma lainnya yang menghasilkan asidosis metabolik menunjukan pernapasan lambat dan dalam , Pada pasien dengan koma dalam, keadaan pupil menjadi kriteria klinis yang paling penting dan mampu membedakan antara kerusakan struktural dengan penyakit metabolik. Adanya refleks cahaya pupil yang tetap terjaga, walau ditambah dengan depresi pernapasan, respons kalorik vestibuloookular negatif,
kekakuan deserebrasi atau flasiditas motorik menandakan koma metabolik. Sebaliknya, jika asfiksia, ingesti antikolinergik atau glutetimid dan
penyakit pupil sebelumnya dapat disingkirkan, ketiadaan refleks cahaya pupil menandakan adanya penyakit struktural dibanding metabolik,
Bola mata bergerak secara acak pada koma metabolik ringan dan lalu diam pada posisi depan seiring dengan mendalamnya koma.
Pasien dengan penyakit otak metabolik memperlihatkan 2 tipe kelainan motorik:
-gerakan tidak bertujuan khas yang hampir patognomonik untuk penyakit otak metabolik. Kelainan motorik difus ,sering ada pada koma metabolik dan menggambarkan derajat dan
distribusi depresi SSP.
-kelainan non- dari kekuatan, tonus dan refleks
termasuk juga kejang fokal dan umum;
Paratonia dan refleks primordial (mencucur, menghisap dan menggenggam) ada pada demensia dan koma ringan. Dengan penekanan batang otak yang semakin lanjut rigiditas fleksor dan ekstensor dan kadang flasiditas . kondisi rigiditas ini kadang ada asimetrik. Kelemahan fokal juga seringkali ada pada
pasien dengan penyakit otak metabolik. Tremor, asteriksis dan mioklonus multifokal yaitu manifestasi terutama dari penyakit otak metabolik; ketiga manifestasi di atas jarang ada pada lesi struktural fokal kecuali memiliki komponen toksik atau infeksi, Pemeriksaan untuk diagnosa koma yaitu : analisis kimiawio toksikologik darah dan urin, pencitraan CT scan atau MRI kranial, EEG , pemeriksaan likuor serebrospinalis. Analisis gas darah arterial membantu pada pasien dengan penyakit paru dan kelainan asam basa. Gangguan metabolik yang sering dilihat pada praktek klinis
memerlukan pemeriksaan fungsi ginjal (BUN) , hati (NH3), elektrolit, glukosa, kalsium,osmolaritas,
diagnostik pasien koma, mengacu pada berikut:
Anamnesis (dari keluarga, teman, pendamping)
-Penyakit medis terdahulu ( gagal ginjal, penyakit jantung,diabetes),
-Riwayat kesehatan kejiwaan,
-Akses terhadap obat ( sedatif, psikotropika),
- onset koma (mendadak, gradual)
-Keluhan terkini ( kelemahan fokal, vertigo,depresi)
-Trauma terkini,Pemeriksaan fisik umum :
gejala vital,gejala trauma,gejala penyakit sistemik akut atau kronik ,gejala pemakaian obat (bekas jarum, bau alkohol),Rigiditas nukal (pastikan cedera servikal sudah disingkirkan)
Pemeriksaan neurologis:
Respons okulovestibular,Respons korneal,Pola pernapasan,Respons motorik,Refleks tendon dalam, Tonus otot skeleta, Respons verbal,Bukaan mata,Fundus optikus,Respons pupil,Gerakan mata spontan, Respons okulosefalik (singkirkan dahulu cedera servikal),
Pemeriksaan Penunjang
Elektrolit (Na, K,Ca,Mg), CT Scan atau MRI kranial,Lumbal pungsi, EEG, Pemeriksaan darah dan urin rutin,Pemeriksaan fungsi liver,Pemeriksaan fungsi ginjal, Gula darah,Analisa gas darah,
diagnosa Banding:
--penyakit yang memicu iritasi meningeal, dengan atau tanpa demam, dengan peningkatan leukosit atau eritrosit di likuor serebrospinal, biasanya tanpa tanda neurologis fokal, lateralisasi atau tanda batang otak lainnya. Pencitraan dengan
CT scan atau MRI, disarankan mendahului pungsi lumbal, dapat normal atau tidak normal .
-- penyakit yang tidak menunjukan gejala neurologis fokal atau lateralisasi, biasanya dengan fungsi batang otak normal. Pencitraan CT scan dan konten selular likuor serebrospinal juga normal.Gangguan metabolik: anoksia, asidosis diabetik, uremia, gagal hati, Intoksikasi: alkohol, barbiturat dan obat sedatif lainnya,defisiensi nutrisi berat, keracunan karbon monoksida, penyakit tiroid , ensefalopati Hashimoto, opiat .
hiperglikemia non-ketotik hiperosmolar, hipo , hipernatremia, hipoglikemia, krisis Addisonian,
Renjatan oleh sebab sebab apapun.
Keadaan pasca kejang dan status epileptikus non-konvulsif dan konvulsif.
Ensefalopati hipertensif dan eklamsia.
Hipertermia dan hipotermia.
Infeksioinfeksi berat: sindrom Waterhouse Friderischsen,pneumonia, peritonitis, demam tifoid, malaria,septikemia, Kontusio serebri,Hidrosefalus akut, -Peradangan menings sebab neoplasma atau parasit.
-kadang trauma,Perdarahan subarakhnoid dari ruptur aneurisma, malformasi arteriovenosa
-Meningitis bakterial akut,
- Ensefalitis viral tertentu,
--penyakit yang memicu gejala fokal batang otak atau lateralisasi serebral, dengan atau tanpa perubahan di likuor serebrospinalis.Pencitraan CT scan dan MRI biasanya tidak normal .
Tumor otak.Perdarahan pontin atau serebelum.Lainolain: trombosis vena korteks, beberapa bentuk ensefalitis viral (herpetik), Perdarahan hemisferik atau infark luas. Infark batang otak oleh sebab trombosis arteri basilar atau embolisme.Abses otak, empiema subdural, ensefalitis herpetika.Perdarahan epidural dan subdural dan kontusio serebri. infark embolik fokal sebab endokarditis bakterialis, leukoensefalitis hemoragik akut, ensefalomielitis diseminata pasca infeksi, limfoma intravaskular, purpura trombotik trombositopenik, embolisme lemak luas ,
Tatalaksana kegawat daruratan:
Pastikan oksigenasi ( airway pasien paten)
Pertahankan sirkulasi,Pasang iv line, kateter
Kendalikan gula darah, Turunkan tekanan intrakranial, Hentikan kejang,obati infeksi,
Kendalikan kelainan asam basa dan elektrolit,
Kendalikan suhu tubuh,Berikan tiamin, Berikat antidotum (flumazenil, nalokson .),Kendalikan agitasi,Amankan oksigenasi, Pasien koma idealnya harus mempertahankan Pao2 lebih tinggi dari 100 mmHg dan PaCo2 antara 35 dan 40mmHg.
Pertahankan tekanan darah arterial rerata (mean arterial pressure/MAP; 1/3 sistolik + 2/3 diastolik) antara 70 dan 80mmHG dengan memakai obat
hipertensif dan atau hipotensif seperlunya. Secara umum, hipertensi tidak boleh diterapi langsung kecuali tekanan diastolik di atas 120mmHg. Pada pasien lansia dengan riwayat hipertensi kronik, tekanan darah tidak boleh diturunkan melebihi
level dasar pasien itu , oleh sebab hipotensi relatif dapat memicu hipoksia serebral. Pada pasien muda dan sebelumnya sehat, tekanan sistolik di atas 70 atau 80 mmHg biasanya cukup, jika ada peningkatan TIK maka MAP yang lebih tinggi harus di capai (contoh di atas 65 mmHg).
Kadar glukosa harus dipertahankan secara ketat antara 80 dan 110mg/dL,bahkan sesudah episode hipoglikemia yang diterapi dengan glukosa prinsiip hati-hati harus diterapkan untuk mencegah hipoglikemia ulangan. Infus glukosa dan air ( 25 g dekstrosa 5% atau 10%) disarankan untuk diberi sampai situasi stabil. Pada pasien stupor atau koma dengan riwayat alkoholisme kronik dan atau malnutrisi. Pada pasien seperti di atas, loading glukosa memicu ensefalopati Wernicke akut, oleh sebab itu disarankan untuk memberi 50 sampai 100 mg tiamin saat atau sesudah pemberian glukosa. Turunkan tekanan intrakranial Hentikan kejang
Kejang berulang dengan etiologi apapun dapat memicu kerusakan otak dan harus dihentikan. Kejang umum dapat diterapi dengan lorazepam
(sampai 0,1mg/kg) atau diazepam (0,1 -0,3mg/kg) intravena.
Beragam infeksi dapat memicu delirium atau koma, dan infeksi dapat mengakserbasi coma dari sebabosebab lainnya. Kultur darah harus diambil padasemua pasien demam dan hipotermik tanpa sebab yang jelas. Pasien lansia atau dengan penekanan sistem imun harus diberi ampicillin untuk meliputi Listeria monocytogenes. penambahan deksametason untuk pasien dengan infeksi Listeria menurunkan komplikasi jangka panjang. Pemberian antiviral untuk herpes simpleks (asiklovir 10mg/kg setiap 8 jam)
disarankan jika ada kecurigaan klinis, ini disebab kan infeksi dengan virus itu sering memicu penurunan kesadaran. Pada pasien dengan
penekanan sistem imun, infeksi dengan jamur dan parasit lainnya juga dipikirkan, namun oleh sebab perjalanan penyakitnya lebih lambat
pengobatan dapat menunggu pemeriksaan pencitraan dan likuor serebrospinalis.
Pada keadaan asidosis atau alkalosis metabolik, kadar pH biasanya akan kembali ke normal dengan memperbaiki pemicunya sesegera mungkin sebab asidosis metabolik dapat menekan fungsi jantung dan alkalosis metabolik dapat mengganggu fungsi pernapasan. Asidosis respiratorik mendahului kegagalan napas, sehingga harus menjadi peringatan bahwa ventilator mekanis diperlukan. Peningkatan kadar Co2 dapat menaikkan tekanan intrakranial, sehingga harus di jaga dalam kadar senormal mungkin. Alkalosis respiratorik dapat memicu aritmia jantung dan menghambat usaha penyapihan dari dukungan ventilator. Hipertemia yaitu keadaan yang berbahaya sebab meningkatkan kebutuhan metabolisme serebral, bahkan pada tingkat yang ekstrim dapat mendenaturasi protein selular otak. Suhu tubuh di atas 38,5°C pada pasien hipertermia harus
diturunkan dengan memakai antipiretik dan jika diperlukan dapat dipakai pendinginan fisik ( selimut pendingin). Hipotermia menonjol (di bawah 34°C) dapat memicu gangguan koagulasi, trombositopenia , leukopenia,pneumonia, aritmia jantung, kelainan elektrolit, hipovolemia, asidosis metabolik, Pasien harus dihangatkan secara bertahap untuk mempertahankan suhu tubuh di atas 35° ,Banyak pasien datang ke unit gawat darurat dalam keadaan koma yang dipicu
oleh overdosis obat ,obat sedatif, alkohol, opioid, penenang, opioid dan halusinogen dapat dikonsumsi tunggal atau dengan kombinasi. Kebanyakan masalah overdosis dapat diobati hanya dengan penatalaksaan suportif, bahkan sebab banyak dari pasien ini memakai obat secara kombinasi pemberian antidotum sering tidak membantu. Pemberian koktail koma,campuran flumazenil,dekstrosa, tiamin, naloksone jarang sekali membantu dan membahayakan pasien. Meskipun demikian, saat ada kecurigaan kuat bahwa ada zat yang sudah dikonsumsi, maka beberapa antagonis yang membalikkan efek obat pemicu koma dapat berguna. obat dengan dosis sedatif harus dihindarkan sampai dapat diperoleh diagnosa yang jelas dan pasti bahwa permasalahan yang terjadi yaitu
metabolik bukan struktural. Agitasi dapat dikendalikan dengan merawat pasien di dalam ruangan bercahaya , Dosis kecil lorazepam (0,5 sampai 1,0mg per oral) dapat diberi dengan dosis
tambahan setiap 4 jam sejauh yang diperlukan dapat dipakai untuk mengendalikan agitasi. jika ternyata tidak mencukupi, maka dapat diberi haloperidol 0,5 sampai 1,0mg per oral atau intramuskular dua kali sehari, dosis tambahan setiap 4 jam dapat diberi sesuai keperluan, Pada
pasien yang sudah mengkonsumsi alkohol atau obat sedatif secara rutin, dosis yang lebih besar diperlukan oleh sebab adanya toleransi silang.
valproat, benzodiazepine, dan atau antipsikotik
meredakan agitasi saat obat primer sudah gagal. Untuk sedasi jangka waktu pendek, seperti yang diperlukan untuk melakukan CT scan ,
maka sedasi intravena dengan memakai propofol atau midazolam dapat dipakai , oleh sebab obat ini memiliki masa kerja singkat dan midazolam dapat dibalikkan efeknya sesudah prosedur selesai. Erosi kornea dapat muncul mendadak dalam jangka waktu 4 sampai 6 jam jika mata
pasien koma terbuka baik secara penuh atau sebagian. Keratitis efek paparan
dapat memicu terjadinya ulserasi kornea bakterial sekunder. Pencegahan terhadap keadaan di atas dapat diperoleh dengan meneteskan air mata buatan setiap 4 jam atau dengan memakai balut korneal polietilen. Memeriksa refleks
kornea dengan kapas berulang dapat merusak kornea, teknik yang aman yaitu meneteskan tetes mata saline dari jarak 10- 15 cm.
Tatalaksana di Rumah sakit pada pasien dengan keadaan koma yaitu :
- Mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik efek
hambatan yang terjadi akibat strokenya sendiri,
-Melakukan oksigenasi.
-Prosedur pasien dengan penurunan kesadaran
Posisi dekubitus lateral untuk hindari obstruksi jalan napas,Pesangan endotracheal tube dan sekresi harus sering dihisap, Pemasangan trakeostomi, jika intubasi lebih dari 3 hari
Pesangan NGT untuk tingkatkan ventilasi
Lakukan analisa gas darah,
(tekanan darah) Mengusahakan otak tetap memperoleh aliran darah yang cukup. Pemantauan Tekanan darah, Hb, glukosa darah dan keseimbangan elektrolit.
Pemantauan Tekanan darah
Jangan melakukan penurunan tekanan darah dengan cepat pada masa akut sebab akan menurunkan perfusi ke otak.TD tidak harus diturunkan kecuali pada hipertensi berat, dimana TD lebih dari 180/110 (pasien muda)atau 210/120 (pasien tua),Pemantauan glukosa darah
Hipoglikemi atau hiperglikemia berefek negatif terhadap kenaikan TIK, oleh sebab itu kadar glukosa harus dijaga anatara 140 sampai 180 mg/dl (fungsi otak) Memfokuskan pada penurunan kesadaran,mengatasi kejang yang muncul mendadak dan peningkatan TIK,
Penurunan kesadaran :
Pemantauan tingkat kesadaran dan tanda vital tiap 2 - 4 jam, Atasi kejang,,Jika terjadi kejang , perlu pemberian diazepam intravena atau
carbamazepin. sesudah kejang berhenti , pemberian fenitoin iv untuk mengendalikan kejang.
Jika kejang tidak dapat dikendalikan dengan antikonvulsan, maka diperlukan anestesi barbiturat
Peningkatan TIK: Edema otak dapat memicu peningkatan TIK, oleh sebab itu perlu
diatasi dengan cara: Memposisikan kepala 15- 30
0, Hiperventilasi melalui ventilator Sasaran pC- yang diharapkan yaitu 30-35 mmHg agar
menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral.
- osmoterapi dengan pemberian Manitol 20 %, atau gliserol 50% . Dosis awal manitol 20% 1- 1,5 g/kg beratbadan IV bolus, diikuti dengan
0,25- 0,5 g/kg beratbadan IV bolus tiap 4- 6 jam.Namun osmoterapi hanya efektif selama 48-72 jam.Perlu diperhatikan fungsi ginjal dan
tekanan vena sentral pada pasien jantung.
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini dipakai pada masalah yang refrakter terhadap pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan
pembedahan. Induksi hipotermi sudah dipakai sebagai intervensi neuroproteksi pada pasien. dengan lesi serebral akut.
kandung kemih : Bertujuan menghindari retensio urin atau inkontinensia urin,Memasang kateter jika terjadi retensi urin jika kesadaran pasien
terganggu dan tidak dapat berkemih lebih dari 6 jam, Perhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Dehirasi akan meningkatkan kekentalan darah dan menurunkan TD akan
memperburuk iskemik otak. Hidrasi yang berlebihan efek pemberian
cairan hipoosmolar juga dapat memperburuk edema otak,Bowel (pencernaan):
mengusahakan kelancaran defekasi sebab sembelt dapat meningkatkan TIK.. jika tidak dapat makan per oral, maka dipasang NGT,Cegah perdarahan GI dengan pemberian profilaksis antasida dan anagonis reseptor H2
PUSING
Neuralgia trigeminal (Tic Douloureux) dijelaskan oleh IASP (International Association for the study of Pain ) sebagai nyeri di wajah yang muncul mendadak , biasanya unilateral. Nyerinya singkat seperti ditusuk disalah satu cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya dipicu oleh stimulus ringan dan muncul mendadak spontan. ada “ trigger area” diplika nasolabialis dan atau dagu pusing Perdossi, neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai serangan nyeri wajah dengan gejala khas berwujud nyeri unilateral, tiba tiba, seperti tersengat aliran listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus. biasanya
terjadi remisi dalam jangka waktu yang beragam. Neuralgia Trigeminal dialami pada wanita usia diatas sekitar 40 tahun dengan rata-rata antara 50 sampai 59 tahun , walau kadang ada pada usia muda terutama jenis sekunder /atipikal ,
Disamping nyeri ada juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial, berwujud gangguan autonom (Horner syndrom),Pasien dengan Neuralgia Trigeminus Idiopatik akan mengalami gejala nyeri yang bersifat
paroxysmal dan terasa diarea sensorik cabang maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.muncul mendadak nya serangan bisa berlangsung 35 menit yang berikutnya menyusul antara beberapa detik sampai menit. Namun , pada pasien dengan neuralgia trigeminus simptomatik , nyeri berlangsung terus menerus dan
terasa diarea cabang nervus infra orbitalis atau optalmikus, Nyeri ini muncul mendadak terus
menerus dengan puncak nyeri lalu hilang muncul mendadak kembali.
Pada pemeriksaan fisik neurologi ada saat terjadi serangan, penderita tampak menderita sedang diluar serangan tampak normal. Reflek
kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral.Membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot pterygoideus. Pemeriksaan fungsi nervus
trigeminus, antaralain: pemeriksaan Reflek cornea, Reflek lakrimasi,Reflek bersin / nasal bechterew,Reflek jaw jerk, pemeriksaan refleks trigeminal , pemeriksaan fungsi metori, pemeriksaan fungsi sensorik,Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CT scan kepala atau MRI kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang tidak terlalu kecil dan aneurisma. MRI bermanfaat sebab dengan alat ini dapat dilihat kaitan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi tumor yang masih kecil, MRI diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang tidak khas penyebaranya atau waktunya maupun yang tidak mempan pengobatan. Indikasi lain contoh pada penderita yang onsetnya masih muda, terutama jika jarang ada, saat remisi dan ada gangguan sensisibilitas yang obyektif. Pada Neuralgia Trigeminal idiopatik, CT Scan dan MRI tidak ada kelainan yang bermakna , juga dengan pemeriksaan arteriography.
Diagnosa neuralgia trigeminal dibuat berdasar anamnesa pasien secara teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan yaitu efek samping, dosis, respons terhadap pengobatan, lokalisasi nyeri , kapan dimulainya nyeri , menentukan interval bebas nyeri,
menentukan lamanya , menanyakan riwayat penyakit lain seperti ada penyakit herpes atau tidak. kriteria diagnostik dari neuralgia trigeminal
- Serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
-. Tidak ada kelainan neurologis.
-. Tersingkirnya masalah nyeri wajah lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus jika diperlukan.
-Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat :
--Nyeri dapat muncul mendadak spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti membasuh wajah , menggosok gigi, makan, mencukur, bercakap cakap,area picu ipsilateral atau kontralateral.
--Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
--Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada cabang mandibularis atau maksilaris.
-- onset dan terminasinya terjadi mendadak , kuat, tajam , superficial, serasa menikam atau membakar.
--Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
-Serangan bersifat stereotipik/ pola serangan sama terus,
Neuralgia trigeminal seharusnya memenuhi seluruh kriteria itu ,
diagnosa Banding :
Kelainan temporomandibuler. Sinusitis, Migrain, Giant cell arteritis,Atypical facial pain,Brainsterm tumor, Post herpetic neuralgia,Cluster headache,Glossopharingeal neuralgia, Neuralgia trigeminal bukan penyakit yang mengancam nyawa.Namun, neuralgia trigeminal cenderung memburuk seiring perjalanan penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya.
pengobatan::
-Terapi non Farmakologik.
Terapi farmakologik efektif namun ada juga pasien yang tidak bereaksi atau muncul mendadak efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi pembedahan. Tindakan operatif yang dapat dilakukan yaitu prosedur ganglion gasseri, terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer
dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian disatal ganglion gasseri yaitu dengan
suntikan streptomisin, lidokain, alkohol. Prosedur pada ganglion gasseri yaitu rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekwensi termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma knife yaitu terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di fossa
posterior. Dekompresi mikrovaskuler yaitu kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior bertujuan memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus.
-Terapi Farmakologik.
Dalam guidelines EFNS ( European Federation of Neurological Society ) disarankan terapi neuralgia trigeminal dengan carbamazepin ( 400-1200mg
sehari dalam 3 dosis ) dan oxcarbazepin ( 600-1800mg sehari dalam 2 dosis) sebagai
terapi lini pertama. sedang terapi lini kedua yaitu baclofen (10 mg 3x sehari) dan lamotrigin (400 mg/hari). Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien disarankan mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya.
Dalam pedoman AANoEFNS (American Academy of Neurologyo European Federation of Neurological Society ) disimpulkan bahwa: carbamazepin efektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen , lamotrigin
mungkin efektif. manfaat terapi obat anti epilepsi yang lain seperti phenytoin,valproat,clonazepam, gabapentin,
CLUSTER HEADACHE
yaitu salah satu contoh dari pusing, dimana nyeri
kepala yaitu rasa nyeri pada seluruh area kepala
dengan batas bawah dari dagu sampai kearea belakang kepala oksipital dan sebagian area tengkuk. nyeri cluster headache seringkali digambarkan sebagai suatu nyeri
yang tajam, menusuk, seperti terbakar, nyeri itu meluas pada sisi kepala yang sama pada periode cluster, dan kadang menetap pada sisi itu seumur hidup pasien (unilateral). Jarang sekali rasa nyeri berpindah ke sisi lain kepala pada periode cluster lalu , letak sekitar periorbital, retroorbital, regio temporal kadang menjalar ke pipi, oksipital dan leher.Cluster headache yaitu sindrom idiopatik serangan berulang dari nyeri periorbital unilateral yang mendadak dan parah.
Tidak seperti migraine dan tipe tension,
cluster headache tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan,perubahan hormonal , stress, .
Cluster headache terjadi pada semua usia namun yang paling sering antara dewasa muda dan usia pertengahan, pasien cluster headache gelisah, cenderung untuk melangkah mondar-mandir
untuk mengurangi rasa sakit. Cluster headache dipicu oleh respon sistem saraf otonom seperti keluarnya air mata berlebihan dan mata merah pada sisi yang sakit. gelisah ,
pusing tipe cluster diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama:
-Tipe kronis, dimana tahap cluster terjadi lebih dari sekali dalam setahun, tanpa ditambah remisi, atau dengan priode bebas nyeri yang kurang dari 1 bulan,
-Tipe episodic, dimana ada setidaknya dua tahap cluster yang berlangsung selama 7 hari hingga 1 tahun, yang diperantarai oleh periode bebas nyeri selama 1 bulan atau lebih lama,
ada gejala keterlibatan fenomena otonom diantaranya yaitu :
diaforesis pada wajah, edema pada palpebra dan sindrom Horner parsial atau komplit ( anhidrosis,ptosis, miosis ), wajah pucat atau flushing , bradikardiju, Pemeriksaan neurologis mendeteksi tanda dari cluster headache. kadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh,
rinorea dan hidung tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva,
diagnosa dilakukan berdasar anamese dimana Cluster headache memiliki ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. diagnosa tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan keparahan , Frekuensi dan lama waktu terjadinya juga faktor penting. Dari pemeriksaan fisik , keterlibatan fenomena otonom yang jelas
yaitu penting pada cluster headache.
Kriteria diagnosa pusing tipe Cluster berdasar International Headache Society,
Pemeriksaan penunjang
perlu menyingkirkan kemungkinan adanya gejala yang mirip cluster headache seperti adanya lesi structural, oleh sebab itu disarankan
pemeriksaan CT Scan dan MRI.
-Tidak memiliki kaitan dengan penyakit lain,
-Serangan berlangsung sekali hingga 8 kali dalam sehari,
-Nyeri hebat atau sangat hebat unilateral pada area orbital, dan atau temporal berlangsung 15 – 180 menit jika tidak ditangani,
-pusing ditambah dengan setidaknya satu dari tanda berikut:
- Ipsilateral perspirasi pada dahi dan wajah,
-Ipsilateral miosis dan/atau ptosis.
-Perasaan gelisah dan tidak dapat beristirahat,
- Ipsilateral injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi,
- Ipsilateral kongesti nasal dan/atau rhinorrhea.
- Ipsilateral edema palpebra,
diagnosa banding:
-. Migren:
Minimal terjadi 5 serangan,pusing berlangsung 4- 72 jam,pusing memiliki 2 diantara karakteristik berikut: Tidak berkaitan dengan gejala lainnya,
-. Tension type headache (TTH)
Kriteriteria diagnosa:
--Tidak ada mual mules perih kembung , Lebih dari 1 keluhan (fotofobia atau fonofobia)
--Tidak berkaitan dengan kelainan lain,
--Minimal 10 episode serangan dengan rataorata kurang lebih 1 hari/bulan (< 12hari/tahun)
-- pusing berlangsung 30 menit – 7 hari
--pusing ada minimal 2 gejala khas: Intensitas ringan atau sedang, Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan atau naik tangga, Lokasi bilateral, Menekan/mengikat (tidak berdenyut),
Tujuan dari pengobatan yaitu menurunkan keparahan nyeri ,memperpendek jangka waktu serangan. obat yang dipakai untuk cluster
headache dibagi menjadi obat profilaktik dan simtomatik , Pengobatan simtomatik termasuk :
1.obat anestesi lokal, contoh lidokain 4 % intranasal. Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf menjadi kurang permeabel
terhadap ionoion. ini mencegah pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga memicu efek anestesi lokal.
2.Antiemetik dan sedatif ,contoh prochlorperazine.
obat profilaksis :
- Kortikosteroid. obat kortikosteroid efektif menghilangkan siklus cluster headache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi
diberi selama beberapa hari lalu diturunkan perlahan. belum diketahui Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster headache ,
-Antikonvulsan, seperti Divalproex sodium dan topiramate. Mekanismenyauntuk mencegah cluster headache masih belum jelas, dicurigai berperan dalam regulasi sensitisasi di pusat nyeri.
-Antidepresan trisiklik,
-Calcium channel blocker ( verapamil/ nimodipin/diltiazem) efektif untuk profilaksis CH, yang bisa dikombinasi dengan ergotamin atau litium.
-Lithium,
3.oksigen. Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 8 liter/menit memberi kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 % ,Efek dari pemakaian nya relatif aman, tidak
mahal, dan efeknya dapat dirasakan sesudah sekitar 15 menit.
4. 5-Hydroxytryptamineo1 (5-HT1) receptor agonists seperti Sumatriptan. obat injeksi sc sumatriptan yang biasa dipakai untuk mengobati migraine, efektif dipakai pada cluster headache. Injeksi 6 mg sc, bisa diulang dalam 24 jam atau nasal spray (20 mg) ,
5.Alkaloid ergot , memicu vasokontriksi pada otot polos di pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi iv atau im dan inhaler, pemakaian intra vena bekerja lebih cepat dibandingkan inhaler dosis harus dibatasi untuk
mencegah terjadinya efek samping , hati-hati pada
penderita hipertensi. Contoh alkaloid ergot yaitu ergotamin dan Dihydroergotamin ,
Prognosis masalah seumur hidup , 85 % pasien clusterheadache berulang cenderung untuk mengalami serangan berulang.
PENYAKIT NEURoVASKULER
TIA ( transient ischemic attack) yaitu serangan disfungsi otak yang fokal dan terjadi sesaat, yaitu bagian klasifikasi dari stroke iskemik. Terjadi
efek gangguan sementara aliran darah keotak. Permulaannya cepat (dari tak ada
gejala sampai gejala maksimum, dicapai dalam waktu kurang dari 5 menit), lamanya biasanya 2-15 menit, kadang sampai 1 hari, Namun, defisit neurologisnya reversiel secara komplet dalam 24 jam. TIA cenderung dialami laki-laki , kecuali pada usia lebih dari 80 tahun (cenderung dialami wanita ). Prevalensi TIA pada penduduk kulit putih lebih tinggi dibandingkan penduduk kulit hitam,
Gejala TIA bergantung pada lokasi yang terkena di otak,menimbulkan gejala :
-kelemahan tungkai unilateral, gangguan Motorik, kelemahan lengan,
-gangguan keseimbangan berwujud hilang keseimbangan satu sisi saat berdiri atau berjalan,
-gangguan pada nervus cranialis berwujud gangguan menelan,hilangnya penglihatan pada satu /kedua mata, diplopia,
-Aphasia (jika hemisfer terkena) berwujud : gangguan pembicaraan, kesukaran membaca, menulis , menghitung,
- gangguan sensorik baik parestesi maupun peningkatan ambang sensasi tungkai, punggung,
(tingling,nyeri) pada muka, lengan,
TIA berlangsung selama 2 sampai 30 menit jarang terjadi lebih dari 1 sampai 2 jam, dasarnya, TIA tidak berlaku lebih dari 24 jam. TIA tidak
memicu kerusakan permanen, sebab darah disuplai ke area penyumbatan dengan cepat. Namun, TIA cenderung berulang. Penderita kemungkinan mengalami serangan dalam 1 hari , 2 atau 3 hari dalam beberapa tahun, area arteri yang terkena menentukan gejala yang terjadi:
-Disfasia, Kebutaan monocular (amaurosis fugax) yang dipicu oleh iskemia retina,Karotis (paling sering), Hemiparesis, Hilangnya sensasi hemisensorik,
-Vertebrobasillar gejala Disfasia, gejala Kebutaan monocular (amaurosis fugax) yang dipicu oleh iskemia retina, Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif, Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut),
Pemeriksaan Fisik
Pada penderita TIA,90% pada pemeriksaan neurologik diperoleh hasil normal.
Tekanan darah tinggi diperoleh pada 11-28 % pasien, selebihnya TD pada tingkat borderline. Pemeriksaan motoric antaralain: patologis, kekuatan otot, tonus otot, reflex fisiologis, Pemeriksaan funduskopi perlu dipikirkan Fundus oculi adanya plaque dari Hollenhorst.
Pemeriksaan penunjang :
-Pemeriksaan Angiografi serebral ( vertebral /Carotis ) untuk memperoleh gambaran tentang pembuluh darah yang terganggu atau jika scan tak jelas.
-Pemeriksaan MR angiography, CT angigraphy atau doppler ditujukan bagi pasien iskemi sirkulasi serebri bagian anterior.
-Pemeriksaan EKG,Pemeriksaan Computerized tomography angiography (CTA) scanning. Scanning kepala yang noninvasif mengevaluasi arterioarteri pada leher dan otak.memakai Xorays dan CT scan kepala, disuntikkan kontras ke pembuluh darah.
- Pemeriksaan untuk menentukan faktor resiko, seperti; gambaran darah,komponen kimia darah, gas darah , elektrolit ,gula darah, darah rutin (HB),
hematokrit, leukosit, eritrosit, LED, hitung jenis ,
-Pemeriksaan CT Scan membantu diagnosa dan membedakannya dengan perdarahan
terutama pada tahap akut,
Diagnosa didasarkan atas hasil anamnesis, yaitu adanya keluhan/ gejala defisit neurologik yang mendadak, tanpa trauma kepala dan ada pemeriksaan fisik yang mengarah ke diagnosa,
diagnosa banding:
Gangguan system labirin,Tumor otak dengan gejala mirip TIA, Migrain komplikata,
pengobatan TIA untuk mengurangi serangan TIA,faktor resiko terjadinya stroke,serangan jantung,
pengobatan TIA Terdiri dari:
- Hanya cocok untuk masalah tertentu, contoh dengan carotid endartectomy, carotid artery stenting. sesudah terjadi TIA atau stroke minor,
diperlukan intervensi bedah untuk membersihkan ateroma pada arteri karotis berat yang simtomatik (stenosis lebih dari 70%),Pembedahan,
-Hati hati dalam menurunkan tekanan darah secara mendadak, sebab akan memperparah
iskemik otak,
-Berbeda dengan stroke akut, TIA ini tidak memerlukan terapi trombolitik,Pengobatan untuk mengurangi resiko terjadinya pembentukan bekuan darah. diberi antikoagulan memakai heparin iv untuk mencapai APTT 1,5 - 2,5 kali kontrol, diikuti warfarin oral untuk mencapai INR 2- 3,5. diberi antiplatelet dengan Aspirin 75- 300 mg per hari atau clopidogrel.
-Mengurangi faktor resiko lain maka diberi statin , contoh atorvastatin 80mg/hari,
Prognosis: 55% dari stroke muncul mendadak dalam satu tahun sesudah TIA. Kemungkinan muncul mendadak nya stroke pada 6 bulan sesudah TIA pertama yaitu 20%. sesudah 6 bulan kemungkinan muncul mendadak nya stroke ± 5% per tahun. Pada tahun pertama sesudah TIA kemungkinan stroke 20%, pada tahun ketiga 39% pada tahun kelima 49%.
HEMATOM INTRASEREBRAL
Hematoma intraserebral yaitu perdarahan dalam jaringan otak sebab pecahnya arteri dalam jaringan otak. dipicu aneurisma serebral, tumor otak , cedera otak traumatic, tekanan darah tinggi kronik (pemicu terbanyak) , malformasi arteriovenosa (AVM),
Gejala perdarahan / hematom intraserebral ditandai dengan adanya gejala stroke seperti hemiplegi (gangguan fungsi motorik/sensorik pada satu sisi tubuh), adanya peningkatan TIK seperti pusing hebat,mual mules perih kembung,kesulitan berbicara, Gejala lain yang menyertai yaitu penurunan kesadaran,kejang,
Pemeriksaan :
Tanda tanda peningkatan TIK,Defisit neurologi fokal, dilakukan pemeriksaan nervus kranialis,
Pemeriksaan derajat kesadaran secara kualitatif dinyatakan sebagai : samnolen,
apatis, sopor, dan koma. kriteria kuantitatif dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Kriteria GCS antaralain:
Fleksi tidak normal (dekortikasi: tangan satu atau
keduanya posisi kaku diatas dada
dan kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)3,
Ekstensi tidak normal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal dan kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)2,
Bingung (disorientasi)/ bicara mmengacau 4,
Mengucapkan kata kata tidak dimengerti
tidak teratur (dengan substansi tidak jelas dan non- kalimat, contoh “aduh… bapak..”) 3,
Mengerang saja 2,
Tidak bersuara 1,
Tidak ada respon motorik 1,
Tidak membuka mata (tidak bereaksi) 1,
Respon Motorik Terbaik (M) Mengikuti perintah 6,
Melokalisir rangsangan nyeri 5,
Menarik ekstremitas yang dirangsang (fleksi normal) 4,
Respon Verbal Terbaik (V) (kemampuan berkomunikasi) Bicara terarah (orientasi baik) 5,
Derajat Kesadaran Reaksi Score,
Respon Membuka Mata ( E ) ,Membuka mata spontan 4,Membuka mata terhadap suara 3,
Membuka mata terhadap rangsangan nyeri 2,
Pemeriksaan penunjang :
-Pemeriksaan Arteriografi menunjukan adanya efek massa, letak, luas hematoma namun tidak dapat menunjukan kelainan otak yang terjadi dan pemicu hematoma ,
-Pemeriksaan Angiografi ini hanya dilakukan pada pasien yang mengalami hemiparesis (kelumpuhan salah satu anggota tubuh) dengan kecurigaan adanya hematoma. jika ada kelainan di dalam otak akan terlihat adanya
pergeseran lokasi pembuluh darah. Pemeriksaan ini bermanfaat jika CT scan tidak ada.
-Pemeriksaan Foto polos kepala ini untuk melihat pergeseran fraktur tulang tengkorak, namun tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan
intracranial.
-Pemeriksaan. CT scan kepala dapat dilihat seluruh struktur anatomis kepala, untuk mengetahui, menentukan lokasi dan ukuran dari
perdarahan intracranial,
-Pemeriksaan Arteriografi menunjukan adanya efek massa, letak, luas hematoma namun tidak dapat menunjukan kelainan otak yang terjadi dan pemicu hematoma ,
Dalam menentukan diagnosa, membedakan jenis atau pemicu intraserebral hematom dalam hal ini yang dipicu sebab stroke, maka dipakai
Algoritma Gajahmada dan Skor Siriraj
Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X mual mules perih kembung) + (2 X sakit
kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) – (3 X ateroma) – 12 . jika skor yang diperoleh < 1 maka diagnosanya stroke non perdarahan dan
jika diperoleh skor ≥ 1 maka diagnosanya stroke perdarahan.
jika ada pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran, pusing dan ada reflek babainski atau dua dari ketiganya maka stroke hemoragik. Jika ada penurunan
kesadaran atau pusing ini yaitu stroke non hemoragik. sedang jika hanya diperoleh reflek babinski positif atau tidak diperoleh penurunan kesadaran, pusing dan reflek babinski maka
stroke non hemoragik.
pengobatan:
Pada pasien yang gelisah dapat diberi obat penenang, haloperidol. Untuk pusing dapat diberi obat analgetik, Pada pasien dengan kesadaran menurun kebutuhan kalori meningkat sebab ada keadaan katabolik. Perlu diberi makanan. melalui sonde lambung, Meningkatkan jalan nafas dan pola nafas yang efektif,Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, Nutrisi,Mempertahankan perfusi otak / Jaringan serebral Tekanan darah perlu diperhatikan supaya tidak menurun. Jika ada syok dan pendarahan, harus segera diatasi dan menghindari terjadinya infeksi pada otak. Pasien dengan kesadaran menurun perlu diberi tindakan dengan cara meninggikan posisi kepala 15- 30 derajat posisi setengah terlentang untuk menurunkan tekanan vena jugularis, menghindarkan yang dapat meningkatkan tekanan intracranial,
operasi bergantung dari letak lesi, jika hematom terjadi pada lobus maka operasi bermanfaat pada lesi yang ada pada kedalaman 1 cm dari
permukaan dan dilakukan dalam 12 jam pertama.
Medikamentosa
-Acetaminophen, untuk menghindari hipertermi dan meringankan pusing.
- Antikonvulsan diberi jika ada kejang atau perdarahan lobus. H2 antagonis atau PPI diberi jika ada ulkus stress sebagai profilaksis,
- Terapi antihipertensi untuk menurunkan TD pada tahap akut.
-Manitol efektif dalam menurunkan TIK.
Prognosis :
Resiko mortalitas meningkat jika lesi terjadi di batang otak.Hematom intraserebral yang mengenai medulla oblongata bersifat fatal, terlebih jika mengenai n.X yang berperan pada fungsi sirkulasi darah dan respirasi. Hematom intraserebral spontan ,memiliki resiko mortalitas 34- 55% dalam 30 hari sesudah kemunculan,
PERDARAHAN SUBARACHNOID
Pendarahan subarakhnoid yaitu kemunculan saat adanya darah pada rongga subarakhnoid yang dipicu oleh proses patologis.Perdarahan
subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yaitu bagian selaput yang membungkus otak (meninges).Keluhan berkaitan dengan pecahnya aneurisma yang besar yaitu perubahan memori , perubahan kemampuan konsentrasi,mendadak pusing hebat , Sering ditambah , mual mules perih kembung, fotofobia dan gejala neurologis akut fokal maupun global, Etiologi yang paling sering memicu perdarahan
subarakhnoid yaitu ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV). Perdarahan Subarachnoid menduduki 8- 18% dari seluruh masalah GPD0 (Gangguan Peredaran Darah otak). Prevalensi
kemunculanya nya sekitar 62% muncul mendadak pertama kali pada usia 45 -60 tahun. Dan jika
pemicunya yaitu MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Pasien mungkin akan mengalami penurunan kesadaran , kejang , sesudah kemunculanya , sebab adanya peningkatan tekanan intrakranial atau ireversibel pada masalah parah. Gangguan autonom seperti bradikardia atau takikardia, hipotensi / hipertensi,banyak keringat, suhu badan naik, gangguan pernapasan, sebelum muncul mendadak tanda dan gejala klinis parah dan mendadak tadi, sudah ada tanda peringatan yang tidak memperoleh perhatian oleh penderita maupun yang merawatnya. gejala peringatan tadi muncul mendadak beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan parah,
Pemeriksaan kesadaran dengan GCS, Tanda rangsang meningeal (+) dengan berbagai pemeriksaan neurologis kaku kuduk, tanda peningkatan TIK (+),pada funduskopi, diperoleh 15% pasien mengalami edema papil beberapa
jam sesudah perdarahan dan perdarahan retina berwujud perdarahan subhialoid (15%) yang yaitu gejala karakteristik sebab pecahnya aneurisma di
arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna. gangguan fungsi autonom berwujud takikardia /bradikardia ,hipotensi atau hipertensi, 76% masalah. Aneurisma di area persimpangan antara arteri komunikans posterior dan arteri
karotis interna dapat memicu paresis n. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau deviasi inferolateral. Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat memicu paresis n. VI.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan CT Scan : sebab kepekaanya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; kepekaanya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama sesudah serangan, namun akan turun 50% pada 1
minggu sesudah serangan, CT Scan perdarahan subarachnoid skor Fisher juga bisa dipakai untuk mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasar muncul mendadak nya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan.
Tabel Skor Fisher
Skor Diskripsi adanya darah berdasar CT scan kepala
Skor 3 : ada jendalan dan/atau lapisan vertical ada darah tebal dengan ukuran >1 mm
Skor 4 : ada jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secaradifus atau tidak ada darah
Skor 1 : Tidak terdeteksi adanya darah
Skor 2 : Deposit darah difus atau lapisan vertical ada darah ukuran <1 mm, tidak ada jendalan
Angiografi : Digitalosubtraction cerebral angiography yaitu baku emas untuk deteksi aneurisma serebral, namun CT angiografi lebih
sering dipakai sebab non-invasif dan peka dan spesifisitasnya lebih tinggi..
Pungsi Lumbal : Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah selanjutnya yaitu pungsi. Membuktikan adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal,
diagnosa berdasar dari anamese yang biasanya diawali dengan nyeri kepala akut atau penurunan kesadaran ditambah dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang CT Scan,diagnosa banding:
hemicranial,.non-hemorrhagic stroke,
Migraine,.Cluster headache,Paroxysmal
pengobatan:
yang pertama yaitu identifikasi sumber
pendarahan yang kemungkinan bisa diintervensi dengan intravaskuler /pembedahan , Kedua yaitu manajemen komplikasi. Langkah pertama, konsultasi dengan dokter spesialis bedah saraf untuk tindakan lebih lanjut pada aneurisma intracranial. Pasien perdarahan subaraknoid harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) untuk
pemantauan kondisi hemodinamiknya, pasien dikelola di Neurology Critical Care Unit yang akan memperbaiki klinis.
Langkah pertama antaralain :
-Pasien istirahat total,
- Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasif terhadap central venous pressure dan/atau pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan.
-Pencegahan perdarahan berulang, tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan jika perlu, diberi obat antihipertensi intravena, seperti
labetalol dan nikardipin untuk mencegah pecahnya kembali aneurisma yanglain.
- Analgesik sering kali diperlukan; obat narkotika dapat diberi berdasar indikasi.
-Koreksi hiperglikemia dan hipertermia, sebab dapat memperburuk keadaan.
-Profilaksis terhadap trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera dengan peralatan kompresif sekuensial; heparin subkutan
dapat diberi sesudah dilakukan pengobatan: terhadap aneurisma.
-Calcium channel blocker dapat mengurangi risiko komplikasi iskemik, disarankan nimodipin oral..
-Jika diketahui pemicunya yaitu aneurismia maka tindakan surgical mengamankan aneurisma yang ruptur perlu dilakukan, yaitu microsurgical
clipping dan endovascular coiling; microsurgical clipping ,
"Manajemen komplikasi"
-The American Heart Association menyarankan pemberian rutin profilaksis bangkitan untuk semua pasien perdarahan subaraknoid. Namun, fenitoin profilaksis berkaitan dengan perburukan luaran neurologis dan kognitif. pemberian obat antiepilepsi harus hati-hati dan lebih tepat diberi pada pasien yang memperoleh serangan di rumah sakit atau pada pasien yang mengalami serangan onset lambat epilepsi sesudah pulang dari rumah sakit.
-Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita deteriorasi mental akut, harus dilakukan pemeriksaan ulang CT scan kepala untuk mencari pemicunya, dan pemicu yang paling sering yaitu hidrosefalus. Maka perlu dilakukan drainase ventrikuler eksternal sementara atau dengan ventricular shunt permanen,
-Berkaitan dengan respons stres. Insulin diberi untuk mempertahankan kadar glukosa darah tetap aman dalam kisaran 90- 126 mg/dL. Pemantauan
kadar glukosa darah intensif pada pasien dengan terapi insulin harus dilakukan.
-Komplikasi lain yang sering terjadi yaitu aritmia kardial , peningkatan kadar enzim jantung, pneumonia, sepsis, Kepala pasien harus dipertahankan pada posisi 30^ di tempat tidur, segera diberi terapi antibiotik kuat jika ada pneumonia bakterial. Profilaksis dengan kompresi pneumatik harus dilakukan untuk mengurangi risiko Deep Vein Thrombosis (DVT ) dan emboli
pulmonum. Antikoagulan yaitu kontraindikasi pada tahap akut pendarahan.
-Vasospasme dan perdarahan ulang yaitu komplikasi yang paling sering terjadi. Tanda dan gejala vasospasme berwujud perubahan status
mental, defisit neorologis fokal; jarang terjadi sebelum hari 3, puncaknya pada hari ke 6- 8, jarang sesudah hari ke- 17. oleh sebab itu biasanya anti vasospasme seperti profilaksis nimodipin dalam 12 jam sesudah diagnosa
dilakukan, dengan dosis 60 mg setiap 4 jam per oral atau melalui tabung nasogastrik selama 21 hari.
-Untuk mencegah perdarahan berulang, tekanan darah sistolik harus dipertahankan diatas 100 mmHg selama kurang lebih 21 hari.
Prognosis
Perdarahan subarachnoid ini berpotensi memicu
tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas. sebab intervensi dini dapat memberi hasil lebih baik, pasien dengan keluhan pusing berat dengan
onset baru ditambah penurunan kesadaran diduga mengalami perdarahan subaraknoid. Skala Hunt dan Hess bisa dijadikan panduan dalam praktek klinis. Nilai tinggi pada skala Hunt dan Hess yaitu indikasi perburukan luaran.
Tabel Skala Hunt dan Hess
derajat. I
berwujud
Asimtomatik atau ringan dan iritasi meningeal
derajat II
berwujud:
sedang atau berat ( terhebat seusia
hidupnya), meningismus, deficit saraf kranial (paresis nervus abdusen sering ada )
derajat III
berwujud
Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
derajat IV
berwujud
Stupor, deficit neurologis berat (contoh , hemiparesis),
manifestasi otonom
derajat V
berwujud
Koma, desebrasi.
ENSEFALOPATI HIPERTENSI
Hypertensive Encephalopathy (HE) atau ensefalopati hipertensi yaitu sindrom klinik akut reversibel yang dipresipitasi oleh kenaikan tekanan darah mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak. Biasanya penyakit ini pada dewasa yaitu komplikasi dari hipertensi kronik yang tidak terkendali . Dapat terjadi
secara mendadak terutama pada pasien eklampsia/glomerulonefritis, HE dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. ensefalopati hipertensi dikaitkan dengam perkembangan maligna dai hipertensi dimana sudah terjadi komplikasi pada retinal. Sehingga
ensefalopati ini yaitu gejala neurologi yang juga dikaitkan dengan hipertensi emergensi, Ensefalopati hipertensi dapat yaitu komplikasi dari berbagai penyakit antara lain penyakit toxemia akut, pheokromositoma, sindrom cushing,ginjal kronis, stenosis arteri renalis, glomerulonefritis akut dan pemakaian obat seperti aminophylin, phenylephrine, eklampsia, gagal ginjal
akut pada anak – anak. Ensefalopati hipertensi lebih sering ada pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama. kemunculanya ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala antaralain:, pandangan kabur, diplopia, hemianopia, kejang fokal/umum, defisit neurlogik fokal, berwujud hemiparesis, afasia, sakit kepala yang bertambah berat, / mual mules perih kembung, hilang keseimbangan, gangguan pendengaran, gejala neurologis pingsan, koma, penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul mendadak jika sudah terjadi hipertensi maligna atau tekanan diastolik >125mmHg ditambah gangguan pada jantung, ginjal, perdarahan retina, eksudat, papiledema, kadang jika tidak
ditangani dapat berakhir dengan kerusakan organ contoh gejala kardiovaskular seperti CHF,angina, dyspnea, atau kerusakan ginjal seperti hematuria dan gagal ginjal akut. Perlu dicari dan disingkirkan gejala sistemik yang memicu ensefalopati,
Anamnesa : saat penderita datang, dilakukan anamnesa singkat, Riwayat hipertensi : lama dan beratnya, Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun, Riwayat obat anti hipertensi yang dipakai dan kepatuhannya, Gejala sistem saraf : Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang), rasa melayang, perubahan mental, ansietas, Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis, Riwayat kehamilan : tanda eklampsi,
Gejala sistem kardiovascular (adanya edema paru, nyeri dada, payah jantung, kongestif)
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik diperoleh TD dalam kategori hipertensi berat, tanda peningkatan TIK (+), pemeriksaan kesadaran, pemeriksaan neurologi,funduskopi untuk melihat ada tidaknya perdarahan retina dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra kranial.
Pemeriksaan penunjang:
Foto rontgen thoraks, Pemeriksaan CT Scan atau MRI, sering ada adanya edema teutama
area parietoooccipital, Pemeriksaan ginjal, jika disinyalir pemicu dari ginjal. contoh biopsi renal, IVP,renal angiography, Pemeriksaan darah rutin, elektrolit, Pemeriksaan urin : urinalisis dan kultur urin, Pemeriksaan enzim jantung, Pemeriksaan EKG,
diagnosa banding :
Lesi massa SSP, Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau yang memiliki gejala mirip . Stroke iskemik atau hemoragik, Stroke trombotik akut, Perdarahan intracranial, Encephalitis, Hipertensi intracranial,
pengobatan:
Perlu dirawat di ICU dengan pengawasan Tekanan arteri, obat antihipertensi, Jika diberi obat ini harus dijaga supaya penurunan TD tidak terlalu banyak guna menjaga iskemia otak. Tujuannya menurunkan MA P tidak lebih dari 25 % pertama pengobatan pada 2 jam dan targeynya 160/100 mmHg dalam 4 jam. obat yang dipakai seperti : Sodium nitroprusid memiliki onset yang cepat, namun kontraindikasi untuk pasien dengan kenaikan TIK . labetolol dosis 20o80 mg iv sebagai initial terapi sebab sifatnya non selektif beta blocking, diberi dengan iv dengan dosis
inisial 0,25 ug/kg/menit dan dapat dinaikkan sampai 10 ug/kg/menit, Nicardipin /Nitroglyserin, dalam dosis bolus 5o15 mg/h IV dan dosis maintenance 3- 5 mg/h, Kejang dapat diatasi dengan diazepam, Edema otak diberi manitol 20% dosis 0,25o1 g/kg beratbadan .
Prognosis
Hipertensi ensefalopati yang tidak ditangani akan memicu gagal ginjal, stroke, koma atau kematian. Namun dengan pengobatan yang tepat dapat
mengalami perbaikan
GANGGUAN SISTEM VASKULER
MENIERE DISEASE
Penyakit Meniere sering dikaitkan dengan perubahan volume cairan di dalam bagian labirin, telinga bagian dalam. pemicu pasti penyakit ini belum diketahui , pengaruh neurokimia dan
hormonal pada darah yang menuju labirin sehingga terjadi gangguan elektrolit, alergi dan autoimun. Terutama pada wanita dewasa.
dipicu oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen endolimfatik di telinga dalam.
Hasil anamese
Gejala penyakit ini antaralain: trias meniere yaitu episode vertigo, gangguan pendengaran tidak teratur (fluctuating hearing loss /SNHL),, perasaan penuh pada telinga.Serangan vertigo ditambah mual mules perih kembung berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. tinnitus (dengung di telinga)
Serangan pertama hebat , ditambah gejala vegetative, serangan lanjutan lebih ringan. Tinitus awalnya nada rendah akhirnya juga nada
tinggi, biasanya unilateral lalu mengenai telinga sebelahnya.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan THT biasanya dalam batas normal, ada adanya nistagmus spontan, tes kalori (+), tes vestibuler function. Tes garpu tala: kesan tuli SNHL. Pemeriksaan neurologi lebih kearah gejala vertigo, contoh :
--Fungsi vestibuler/serebeler
-Uji Unterberger : Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah
lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini ditambah nistagmus dengan
tahap lambat ke arah lesi.
- Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, awalnya /dengan kedua mata terbuka lalu tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20o30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat/menentukan posisinya (contoh dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah lalu kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. sedang pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup., Tandem gait : Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
-Uji BabinskyoWeil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan 5 langkah ke depan dan 5 langkah ke belakang selama setengan menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
-Pastoponting test (Uji Tunjuk Barany).
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, lalu diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulango ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
pemeriksaan khusus otoneurologi
ini untuk menentukan apakah letak lesinya di
sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler:
--. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis semisirkularis lateralis
dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air
hangat (44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus
yang muncul mendadak dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus
itu (normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau
directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis yaitu jika ketidaknormalan
ada di satu telinga, baik sesudah rangsang air hangat maupun air dingin, sedang
directional preponderance yaitu jika ketidaknormalan ada pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukan lesi perifer di labarin atau
n.VIII, sedang directional preponderance menunjukan lesi sentral.
--Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis horizontal, lalu kepalanya
dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat muncul mendadak dan hilangnya vertigo
dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer, vertigo dan nistagmus muncul mendadak sesudah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu
kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang jika tes diulang/ulang beberapa kali
(fatigue). Sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1
menit, jika diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
-Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus itu dapat dianalisis
fungsi pendengaran
Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan sarafosaraf otak lain antaralain: : otot wajah, pendengaran, fungsi menelanacies
visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi,parestesi), serebelar (gangguan cara berjalan, tremor)
Tes Garpu Tala
Tes ini dipakai untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan Schwabach, tesotes
Rinne, Weber,
Pemeriksaan penunjang
Pencitraan CT scan , arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
diagnosa Banding
BPPV, Neuritis Vestibularis, Labirintitis
pengobatan:
Medikamentosa
Pasien harus dirawat di rumah sakit, berbaring dalam posisi yang meringankan keluhan, Fisioterapi, dekompresi ruangan endolimfatik dan pemotongan n.vestibularis,
Terapi : antivertigo (Dramamine, dimenhidrinat 3x50 mg atau prometazin 3x25 mg), sedative (diazepam), General treatment : rendah garam, obat diuretik atau antagonis kalsium dapat
meringankan gejala. Terapi simptomatik : vasodilator (ginkobiloba, papaverin, betahistin atau operasi shunt,
Pada masalah berat atau jika sudah tuli berat dapat dilakukan labirinektomi atau merusak
saraf dengan instilasi aminoglikosida ke telinga dalam (ototoksik lokal).
Prognosis
Penyakit ini awalnya mengenai satu telinga, namun dapat berkembang menjadi kedua telinga. Meskipun demikian, 65- 80% pasien dapat sembuh tanpa bantuk medikasi.
Penyakit ini memiliki prognosis yang beragam.
GANGGUAN PERGERAKAN
PARKINSON
Penyakit Parkinson yaitu sindrom kelainan degeneratif sistem saraf pusat yang merusak motorik penderitanya,memepengaruhi keterampilan, ucapan, dan fungsi lainnya. Kelainan ini muncul mendadak seiring bertambahnya usia. Penyakit parkinson yaitu proses degeneratif yang melibatkan neuron dopaminergik dalam substansianigra (area ganglia basalis yang menghasilkan dan menyimpan neurotransmitter dopamin). area ini berperan dalam sistem ekstrapiramidal yang mengendalikan koordinasi gerakan dan postur tubuh, motorik volunter, gejala : rigiditas, tremor kehilangan keseimbangan, bradikinesia
klasifikasi parkinson antaralain: :
-Primer atau Idiopatik
Parkinson kronis yang sering ada
dinamakan paralis agitans
-Sekunder atau simtomatik memicu sindrom Parkinson, diantaranya: obat zat toksik, penyakit (
ensefalitis viral, sifilis meningoovaskular, pasca ensefalitis).arteriosklerosis, anoksia atau iskemia serebral,
-Paraparkinson ( “Parkinson Plus” )
gejala Parkinson hanya sebagai gambaran dari penyakitsecara keseluruhan. Dari segi terapi dan prognosis perlu dideteksi jenis ini,
contoh hidrosefalus normotensif, penyakit Wilson, Huntington, sindrom Shy Drager,
gejala Parkinson antaralain: :
kegagalan refleks postural, yang memicu gangguan keseimbangan dan jatuh (tidak normal gait dan posture). ini menandakan adanya
kelainan pada serebelar, yaitu adanya ataksia walau sensasi propioseptif normal, ditambah nistagmus.
Bradikinesia, yaitu Perlambatan gerakan fisik dan untuk memulai suatu gerakan menjadi sulit. jika ekstrim, terjadi hilangnya gerakan fisik (Akinesia).
Tremor: biasanya 4-6 Hz tremor, unilateral saat onset. meskipun 30% pasien memiliki sedikit tremor jelas, ini diklasifikasikan sebagai akineticokaku. Tremor ini bermula dari bagian atas lalu ke bagian bawah. Tremor bertambah hebat dalam keaadaan emosi dan
menghilang jika tidur. ini menunjukan adanya kelainan pada ekstrapiramidal sistem, dimana diperoleh gerakan gerakan involunter.
Kekakuan otot /Rigidity, Salah satu gejala dini dari rigiditas yaitu hilangnya gerak asosiasi lengan jika berjalan.
penegakan diagnosa penyakit Parkinson dengan
menemukan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik, yaitu rigiditas, bradikinesia, tremor atau 3 dari 4 tanda motorik, yaitu ketiga tanda diatas ditambah ketidakstabilan postural. selain itu ada Gejala lain yaitu :
Kemunduran dan kekakuan otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir memicu berbicara atau pengucapan kata yang monoton dengan volume kecil.
Bradikinesia memicu kurangnya ekspresi muka dan mimic muka. kulit muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut sebab berkurangnya gerak menelan ludah.Bungkuk, postur maju tertekuk. yang parah, kepala dan bahu atas dapat menjadi bengkok di sudut kanan relatif terhadap batang (camptocormia), Drooling, disfagia, Gangguan ketangkasan motorik halus dan koordinasi motorik; Gangguan koordinasi motorik kasar; Akatisia,
Gangguan postur, : gaya berjalan ditandai dengan langkah singkat, dengan kaki hampir tidak meninggalkan tanah. hambatan kecil cenderung
memicu pasien untuk perjalanan.
Ketidakmampuan untuk duduk diam,
Disfungsi autonom akibat kurangnya progresif selosel neuron di ganglia simpatis. Ini memicu keringat berlebih, air ludah yang berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik,
Penderita penyakit parkinso idiopatik banyak yang menunjukan perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya.
Sedikit ayunan lengan, yaitu salah satu contoh dari bradykinesia, Festination: yaitu kombinasi dari badan yang bungkuk, Cara berjalan yang kaku, kata lain dari akinesia. Cara berjalan yang kaku sebagai ketidakmampuan untuk berjalan.ketidakseimbangan langkah pendek yang membuat gaya berjalan penderita semakin cepat dan cepat bahkan sampai terjatuh.Berjalan tertatih-tatih: gaya berjalan ditandai oleh langkah pendek/singkat,dengan kaki hampir tidak meninggalkan tanah, dengan suara langkah tertatih-tatih yang dapat di dengar.Memutar sekaligus, lebih dari putaran biasa, tidak hanya leher dan badan namun
sampai ke kaki ikut berputar semua. Pada penderita Parkinson, leher danbadannya kaku, sehingga memerlukan banyak langkah kecil untuk melakukan putaran.
Gejala non motorik
Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur ( insomnia ), Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat, Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi,
berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau
anosmia),Gangguan Autonomic Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic. Pengeluaran urin yang banyak,
Gangguan sensasi,kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
penderita sering mengalami pingsan, biasanya dipicu oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan,
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendetaksi hipotensi ortostatik, yang dapat
diperberat oleh medikasi.
Penderita disuruh berdiri dengan tangan
direntangkan dan disuruh dengan cepat membuka dan menutup jari-jari di satu sisi dan pada
waktu yang bersamaan dari angka seratus. Stress ringan ini biasanya sudah menimbulkan
tremor dan rigiditas pada ekstremitas lainnya jika penderita belum berespon baik terhadap medikasi.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan CT scan otak menunjukan atrofi kortikal difus dengan melebarnya sulcus dan hidrosefalus eks vakuo pada masalah yang lanjut.
Pemeriksaan EEG menunjukan perlambatan yang progresif dengan memburuknya penyakit.
Penegakkan diagnosa
Dengan anamnesis diperoleh 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia, atau 3 dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan postural, Gejala klinis (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari:
Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama, Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.Halusinasi (tidak ada kaitan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama,
diagnosa :
-diagnosa “possible”: ada paling sedikit 2 dari gejala dimana salah satu diantaranya yaitu tremor atau bradikinesia dan tidak ada gejala lain, lama gejala kurang dari 3 tahun ditambah respon
jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
diagnosa “probable”: ada paling sedikit 3 dari 4 gejala pertama dan tidak ada gejala lain, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
diagnosa “pasti”: memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan histopatologis yang positif. Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini dipakai stadium klinis, yaitu :
1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, ada gejala yang ringan, ada gejala yang mengganggu namun menimbulkan kecacatan, biasanya ada tremor pada satu anggota gerak, gejala yang
muncul mendadak dapat dikenali orang terdekat
Stadium 2: ada gejala bilateral, ada kecacatan
minimal, sikap/cara berjalan terganggu
Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4: ada gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan walau dibantu. pengobatan:
tatalaksana penyakit Parkinson antaralain: Meningkatkan transmisi dopaminergik dengan jalan: meningkatkan dopamin di sinaps (dengan levodopa), memberi agonis dopamin, meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat reouptake dopamin, menghambat degradasi
dopamin, Manipulasi neurotransmitter non-dopaminergik dengan obat antikolinergik dan obat
lain yang memodulasi sistem non-dopaminergik
Memberi terapi simptomatik terhadap gejala dan tanda yang muncul mendadak . Terapi fisik
dapat diberi pada pasien yang mengalami gejala motorik seperti rigiditas, kekakuan otot.
memberi obat neuroprotektif terhadap progresi dari penyakit Parkinson, Pembedahan ablasi (tallamotomi/pallidotomi), simulasi otak dalam, atau brain graftin, Terapi pencegahan berwujud penghilangan faktor risiko atau pemicu penyakit
Parkinson, Hal diatas dicapai dengan pemberian :
Levodopa
Hipotensi postural, Aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut.
Bentuk yang paling banyak dipakai pengobatan yaitu Lodopa dalam berbagai bentuk. Efek samping levodopa, Neusea, mual mules perih kembung, distress abdominal,
Efek ini diakibatkan oleh efek betaoadrenergik dopamine pada system konduksi jantung. Dapat diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
Diskinesia paling sering ada melibatkan anggota gerak,leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik
terhadap terapi levodopa.
Granulositopenia, fungsi hati tidak normal dan ureum darah yang meningkat yaitu komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. dipakai karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan karbidopa
tidak dapat menembus sawar otak darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar otak darah, untuk lalu dikonversi menjadi dopamine di otak.
Dopamin agonis yaitu ropinirole, piribedil, cabergoline, apomorphine, lisuride, bromocriptine, pergolide, pramipexole,yang efektif.
agonis Dopamin berguna untuk pasien mengalami fluktuasi on off dan dyskinesias sebagai efek dosis tinggi Lodopa. Bromokriptin ini diindikasikan jika terapi dengan levodopa atau karbidopa tidak atau kurang berhasil, atau jika terjadi diskinesia / on off,
Selegiline dan rasagiline mengurangi gejala dengan menghambat omonoamina oksidase B (MAooB), yang menghambat pemecahan dopamin yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolit selegiline termasuk Loamphetamine dan
Lo methamphetamine (jangan dikelirukan dengan isomer dextrorotary lebih terkenal dan kuat).
obat antikolinergik
obat ini akan menghambat sistem kolinergik di ganglia basal. Berkurangnya input inhibisi memicu aktifitas yang berlebihan pada sistem kolinergik. Pada penderita Parkinson yang ringan dengan gangguan ringan, obat antikolinergik paling
efektif. obat antikolinergik memiliki efek samping jika dimakan bersama dengan levodopa. Mulut kering, konstipasi, retensio urin Gangguan memori, gangguan halusinasi, yaitu efek obat antikolinergik.
Amantadin membebaskan sisa dopamine dari simpanan presinaptik di jalur nigrostriatal. obat ini bagi penderita yang tidak mentoleransi dosis levodopa atau bromokriptin yang tinggi. Efek samping Edema di ekstremitas bawah, insomnia, mimpi buruk,
Prognosis
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani pasien sepanjang hidup. Tanpa perawatan, terjadi total disabilitas,
dapat memicu kematian.
EPILEPSI DAN KEJANG LAINNYA
KEJANG
Kejang yaitu perubahan fungsi otak mendadak dan sementara efek dari aktivitas neuronal yang tidak normal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan, Perubahan ini terjadi sebab adanya pergeseran nilai normal yang menyeimbangkan eksitasi dan inhibisi didalam susunan saraf pusat, sebab terlalu banyak faktor yang mempengaruhi nilai normal eksibilitas susunan saraf pusat
maka ada banyak pemicu yang menimbulkan kejang. Kejang dipicu oleh berbagai pemicu. berdasar asal etiologinya, kejang berwujud :
-Kelainan sistemik:
ensefalopati,hipertensi ensefalopati, hipertermia, eklampsia, porfiria , sindrom putus obat, keracunan obat, keadaan hiperosmolar, hepatik,
Hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremi, uremia,
- Kelainan neurologi primer pada otak, Kejang idiopati, Disgenesis korteks serebri, Kejang demam sederhana pada anak, Epilepsi simptomatik, contoh :Infeksi : Meningitis, ensefalitis bakteri virus dan parasit,HIV ensefalopati, Lesi massa , contoh Glioblastoma, astrositoma, meningioma, tumor
merupakan pemicu kejang tersering.Trauma kepala : Perdarahan sub arakhnoid, sub dural atau intra ventricular, Stroke atau malformasi pembuluh darah,
Hasil anamese
diagnosa ditegakan berdasar deskripsi kejang. Gejala kejang sebagai adanya pergerakan
tidak normal perubahan tonus badan dan tungkai diikuti dengan gejala lain, seperti:
--Kejang parsial ( fokal)
-Parsial kompleks Nama lain kejang lobus temporal, ada gangguan kesadaran dan gangguan memori walau pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks meliputi otomatisme atau gerakan otomatik ( automatisme) : mengecap bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang pada tangan, Berbicara tidak jelas, berwujud sensasi epigastrium, halusinasi olfaktori, de javu,
- Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, meliputi satu atau lebih hal berikut ini :
ada gejala psikis seperti de javu, defisit kognitif, gangguan afektif (rasa takut, depresi), halusinasi dan ilusi epilepsi Jacksonian , yakni serangan motorik di otot wajah , mulut, jari, telunjuk
tangan yang diakibatkan kelainan otak organik
contoh tumor .
Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi, Perasaan seperti kebas, tersengat listrik pada bagian tertentu.Tanda atau gejala otonomik: mual mules perih kembung, berkeringat, muka merah, dilatas pupil,
-Kejang parsial dengan kejang generalisata sekunder yaitu kejang parsial yang berkembang menjadi kejang generalisata.
-- Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
Kejang tonik klonik / grand mal
kehilangan kesadaran , biasanya tanpa aura
ada beberapa tahap, diantaranya;
tahap tonik:kehilangan kesadaran, kontraksi tonik, kaku otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung 10 -35 detik.
tahap klonik kontraksi dan relaksasi otot secara bergantian selama 30-65 detik. Mulut kadang berbusa, mengompol, buang air besar yang
tidak terkendali,
tahap recovery Pasien kembali sadar, merasa lemas, letih, orientasi kembali dalam 30 menit.
hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Kejang absens / petit mal
dimulai saat anak anak , akibat keturunan .
Tanpa tanda awal, tiba tiba anak menunjukan pandangan kosong dan berhenti aktivitas berlangsung 15 detik. Awitan dan akhiran cepat, sesudah itu kempali hati-hati dan konsentrasi penuh, Tipe lain : Kejang mioklonik.dinamakan epilepsi mioklonik juvenil, ada gejala yang dinamakan trias sindrom : kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak (mioklonus), pada pagi hari Termasuk kejang generalisata namun jarang, sering terjadi saat bangun Absans pada siang hari.
Kejang atonik : Hilangnya tonus mendadak sehingga memicu kelopak mata turun, kepala menunduk, jatuh ke tanah. Kejang tonik Ditandai dengan kontraksi otot yang terus menerus, tidak ada periode klonik ditambah kehilangan kesadaran, Kejang klonik
Pemeriksaan fisik mendiagnosa kejang, contoh adanya ketidak normalan dermatologi , contoh cafe au lait spot pada neurofibromatosis , adenoma sebaceum dan port wine stain pada sturge weber syndrom ditambah kejang. pemeriksaan neurologi antaralain: status mental,
“gait“ , sensorik, refleks tendon, koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik, Adanya defisit neurologi seperti hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang, papiledem menunjukan adanya lateralisasi / lesi, struktur di area otak yang terbatas,
Pemeriksaan Penunjang:
-Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak
-Uji laboratorium untuk menentukan pemicu kejang, seperti Skrining toksik dari serum dan urin, Kadar gula darah, Kadar kalsium darah, Kadar natrium darah, Kadar magnesium darah, Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler, Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit,
Panel elektrolit,
-Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai membantu mendukung diagnosa klinis dan menetapkan jenis kejang. contoh Kejang
tipe absan pada EEG ada 3 Hz generalisata, kompleks spike wave simetris atau pada tipe mioklonik juvenil ada polyspike wave .
- Pemindaian CT : memakai sinar X yang lebih peka dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
-MRI : untuk memperlihatkan area – area otak yang tidak jelas jika memakai pemindaian CT
diagnosa Banding :
Ekstrapiramidal syndrome, Gangguan vestibular,
Sinkop, Pseudoseizure, Serangan panik/ psikosomatis, TIA, Migren, Tetanus, Movement disorder,
pengobatan:
Pengobatan tahap akut
Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau penggaris, sebab justru benda itu dapat menyumbat jalan nafas.
Jangan memegangi pasien untuk melawan kejang., Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.
Pasien harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, pasien harus segera di bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. jika kejang masih berlanjut sesudah 5 menit. penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat, Pemberian oksigen melalui face mask, Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan perrectal (melalui) atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse, Pengawasan gejala depresi pernafasan, Jika kejang yaitu suatu epilepsy maka pilihan obat ditentukan sesuai tipe
sindrom epilepsi. Mayoritas pasien akan terkendali dengan satu jenis obat (monoterapi), namun ada beberapa pasien yang memerlukan kombinasi obat. Pasien dapat jatuh dalam kondisi epilepsi refrakter, jika: Pseudoseizure, Tidak patuh minum obat, Adanya gangguan otak struktural
minum Alkohol,
Antikonvulsan berdasar sindrom epilepsi :
Tipe Kejang : Tonik klonik generalisata
obat Dosis Inisial :
Natrium valproat 750- 3000 mg/hari,2-3x
Lamotrigin 25 mg, 2x/hari
Fenitoin - = 1000 mg,2-4x/hari
Iv = 1000-1500 mg
Karbamazepin 100 mg, sehari 2x
Tipe Kejang :
Parsial
obat Dosis Inisial :
Karbamazepin 100 mg, sehari 2x
Natrium valproat 750-3000 mg/hari,2-3x
Fenitoin - = 1000 mg,2-4x/hari
Iv = 1000-1500 mg
Lamotrigin 25 mg, 2x/hari
Tipe Kejang : Absans
obat Dosis Inisial :
Etosuksimid 15 mg/kg/hari, lalu
dinaikkan 25 mg/hari
Natrium valproat 750-3000 mg/hari,2o3x
Lamotrigin 25 mg, 2x/hari
Tipe Kejang : Mioklonik
obat Dosis Inisial :
Natrium valproat 750o3000 mg/hari,2o3x
Lamotrigin 25 mg, 2x/hari
Klonazepam Dewasa= 0,5 mg/hari
Anak = 0,01- 0,03mg/kg/hari dalam 2-3
dosis
Terapi bedah pada pasien dengan epilepsi yang terus menerus, refrakter terhadap dosis maksimal obat dan lokasi penyebab kejang jelas.
Prognosis
Jika kejang yaitu epilepsy maka prognosisnya bergantung dari kekambuhan tipe epilepsy Berkaitan dengan morbiditas, trauma yang muncul mendadak saat serangan kejang dapat menjadi tinggi jika ditambah kemunculanya seperti menggigit lidah sendiri, terjatuh sehingga menimbulkan fraktur, hematoma, dislokasi. Mortalitas berkaitan dengan adanya kematian yang dipicu sebab fenomena sudden, unexpected death in epilepsy (SUDEP), namun insidensinya kecil.
TULANG BELAKANG DAN SUMSUM TULANG BELAKANG
COMPLETE SPINAL CORD TRANSECTION
Termasuk cedera medulla spinalis (Spinal Cord Injury/ SCI) sebagai cedera atau kerusakan pada medulla spinalis yang memicu perubahan fungsional. Complete Spinal cord transection dicirikan dengan hilangnya / disrupsi dari motorik ( kortikospinal anterior dan lateral), fungsi otonom dari level lesi ke bawah, traktus sensorik ( traktur spinotalamik anterior dan lateral),
Gejala pada Complete Spinal cord transection ada 2 tahap, antaralain: tahap arefleksia
(tahap shock spinal) dan tahap hyperrefleksia. Pada tahap arefleksia dari pasien komplit yaitu
tetraplegia (hilangnya fungsi motorik dan atau sensorik pada segmen servikal medulla
spinalis), paraplegia (hilangnya fungsi motorik dan atau sensorik pada segmen torakal, lumbal
atau sacral namun tidak servikal), anestesi pada level dibawah lesi, Syok neurogenik hipotermi, hipotensi tanpa kompensasi takikardi
Gangguan nafas (pada lesi servikal atas),
Hilangnya tonus rectum dan vesika urinariaz
Retensi urin dan usus yang memicu ileus dan priapism. Pada tahap hiperrefleksia , seluruh aktifitas reflex kembali dan tonus meningkat.
Pemeriksaan fisik
Pada setiap trauma medulla spinalis perlu diperiksa neurologis yang lengkap dan detil mengenai fungsi otonom, motorik, sensorik, Pada tahap arefleksia, pemeriksaan fisik diperoleh kelemahan ekstremitas, reflex melemah namun pada tahap hiperrefleksia reflex kembali dan tonus meningkat ditambah babinsky sign (+), reflex achiles, patella, bulbocavernous dan reflex lain kembali dan meningkat. Pada tahap hiperrefleksi ini reflex miksi dan defekasi akan meningkat tidak dapat dikendalikan. Penilaian status neurologis dilakukan untuk menentukan letak lesi baik dalam
menentukan :
1. Level sensorik untuk sisi kanan kirri
Tentukan dermatom intak untuk nyeri dan raba kasar (memiliki nilai 2/normal/intak), dimana fungsi sensorik pada level bawahnya ‘ tidak normal”. memeriksa sensasi pada tusukan (
traktur spinotalamikus), sensasni pada sentuhan halus dan posisi sendi ( kolum posterior)
2. Level motorik
Tentukan otot dengan kekuatan minimal 3, dimana fungsi motorik pada segmen diatas level itu memiliki kekuatan 5.
3. Tentukan apakah cedera komplit atau inkomplit didasarkan ada tidaknya sacral sparing
4. Pemeriksaan refleks, contoh BCR (Bulbocavernous refleks) untuk menentukan
muncul mendadak dan selesainya shok spinal dimana melibatkan MS S2-S4. Refleks lain
contoh refleks abdominal dan anal. Dengan memeriksa dermatom dan miotom dengan cara itu , maka level cedera dapat dinilai. terakhir dari fungsi saraf spinal yang normal dinamakan sebagai level neurologis dari lesi itu .
Pemeriksaan Penunjang
CT Scan, MRI, X foto vertebra lateral dan AP
pengobatan:
Primary survey (ABCD), Secondary survey
Pasien itu dapat mengalami respiratory insufficiency dan syok neurogenic yang memicu hipotensi sehingga harus ditangani untuk mencegah kerusakan efek hipoksia dan hipotensi.
Intubasi dilakukan jika diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi.Jika terjadi syok neurogenik dapat diberi pemberian cairan iv, vasopressor ( alpha dan beta adregenik seperti norepinefrin, epinefrin dan dopamine), atropine untuk meningkatkan nadi dan hindari hipotermi efek vasodilatasi.
Tromboemboli yaitu komplikasi pasien para/tetraplegia, oleh sebab itu pemberian antikoagulan Low Molecular Weight Heparin 72 jam sesudah trauma selama 8- 12 minggu dapat diberi .
Pemberian kortikosteroid Terutama metilprednisolon dosis tinggi. NASCIS 2 (National Acute Spinal Cord Injury Study) menyarankan pemberian bolus 30 mg/kg beratbadan dalam
15 menit lalu dilanjutkan 5,4 mg/kg beratbadan dalam 23 jam yang dimulai dalam 8 jam sesudah cedera MS. bahwa pemberian metilprednisolon dapat diberi mulai 3 jam sesudah trauma harus
dilanjutkan selama 24 jam, sedang jika pemberian dilakukan antara 3- 8 jam pasca trauma harus dilanjutkan selama 48 jam.
Prognosis
kemungkinan sembuh sebesar 6 % , jika terjadi
paralisis komplit dalam 72 jam sesudah injury, angka kesembuhannya 1 %.
NEUROGENIC BLADDER
Kandung kemih neurogenik sebagai disfungsi kandung kemih sebab gangguan syaraf, yaitu kerusakan sistem saraf pusat atau sistem
saraf perifer dan otonom. dalam pengendalian berkemih. ini berwujud kandung kemih tidak mampu berkontraksi dengan baik untuk miksi (underactive bladder) maupun kandung kemih terlalu aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih berdasar refleks yang tak terkendali (overactive bladder). Neurogenic bladder yaitu
kelainan fungsi kandung kemih efek gangguan sistem saraf. pemicu neurogenic bladder antara lain alkoholisme kronis, penyakit kolagen seperti SLE, keracunan logam berat, herpes zoster, gangguan metabolik, trauma pada medulla spinalis, penyakit vaskuler, penyakit infeksius yang akut seperti mielitis transversal, kelainan serebral (stroke, tumor otak, penyakit Parkinson, multiple sklerosis,demensia),
Gejala penyakit ini yaitu inkontinensia urin, volume urine kecil selama berkemih, frekuensi urgensi kemih,infeksi saluran kemih, batu ginjal
dari beratbadan lingurin yaitu suatu keadaan dimana urin menetes pada akhir miksi,
hilangnya sensasi kandung kemih penuh
Pemeriksaan fisik:
Tes tonus sfingter ani, Tes refleks fisiologis tungkai dan Babinski, Kekuatan motorik tungkai bawah, observasi saat pasien berkemih,
dicari defisit neurologis terutama di area panggul dan tungkai bawah. Pemeriksaan refleks lumboosakral, refleks anokutan, dan
bulbokavernosus dilakukan untuk memperkirakan letak lesi dan gangguan berkemih yang mungkin dimuncul mendadak kan. Tes sensasi perianal dan perineal,
Pemeriksaan penunjang, antaralain:
Pemeriksaan pencitraan miksioosistoouretrografi (MSU) untuk melihat refluks vesikoureter, struktur anatomis dinding leher kandung kemih,
keadaan leher kandung kemih dan uretra posterior saat pengisian dan pengosongan kandung kemih.
MSU dilakukan jika ada peningkatan tekanan kandung kemih efek kerja otot detrusor dan sfingter eksterna yang tidak sinergis,diperoleh hasil tidak normal pada pemeriksaan
urogram ekskretori, ada infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan pencitraan seperti CT scan dan magnetic resonance imaging (MRI) dilakukan untuk mengetahui defek pada kolumna vertebralis terutama pada masalah dengan spinal dysraphism. Untuk menilai fungsi kandung kemih dapat dilakukan pemeriksaan urodinamik,
Pemeriksaan ultraosonografi (USG) sebagai penyaring awal dilakukan pra dan pasca miksi, untuk mendeteksi obstruksi sfingter kandung kemih dengan menilai kecepatan aliran dan residu urin, urinalisis, kultur urin, kimia darah, uji fungsi ginjal.
diagnosa dilakukan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah kearah neurogenic bladder.
pengobatan:
kandung kemih neurogenik yaitu pemeliharaan
fungsi ginjal. antaralain: pengosongan kandung kemih dengan baik, penurunan tekanan intravesika, pencegahan infeksi saluran kemih, penanganan
inkontinensia, yang dilakukan dengan terapi medikamentosa atau tindakan urologik antara
lain clean intermittent catheterization (CIC), sistoplastik, atau pemasangan sfingter artifisial. tata laksana awal kandung kemih neurogenik yaitu dengan cara clean intermittent catheterization (CIC). itu untuk mengosongkan kandung kemih secara kuat dan aman. Terapi medikamentosa yang sering dipakai yaitu trospium, propiverin, oksibutinin, tolterodin, penelitian yang dilakukan terhadap oksibutinin
menunjukan hasil memuaskan, meskipun validitasnya masih rendah sebab tidak ada
kelompok kontrol, oksibutinin lebih banyak diberi secara intra vesika dibandingkan per oral sebab lebih dapat ditolerir. Dosisnya antara 0,3 – 0,6 mg/kg beratbadan perhari terbagi dalam 2 – 3 dosis, yang dapat ditingkatkan hingga 0,9 mg/kg beratbadan perhari. Terapi medikamentosa lainnya yaitu obat penghambat reseptor alfaoadrenergik. Ada pengobatan alternatif yaitu injeksi toksin Botulinum. Pada pasien dewasa terapi ini memberi hasil yang menjanjikan namun
pada anak masih jarang dilakukan. Toksin Botulinum disuntikkan langsung pada otot
detrusor dan hasilnya aman dan efektif pada kelompok dewasa. Kegagalan terapi
medikamentosa dalam mengembalikan fungsi kandung kemih bisa dipikirkan tindakan bedah.
Prognosis
tujuan terapi untuk mengantisipasi komplikasinya. Pasien dengan gangguan yang minimal, dengan terapi inkontinensia yang baik dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
NYERI RADIKULER
Nyeri Radicular yaitu nyeri nociceptive yang menjalar dari radiks sampai ke ujung penjalaran syaraf, jika akson distimulasi. pemicunya yaitu aktivasi dari ganglion posteriorbaik secara mekanik,inflamasi, kesusakan ganglion dorsalis efek iskemiik.Kausa dari nyeri ridiculer tidak hanya mengganggu syaraf nociceptive namun juga non nociceptive jadi kualitas nyeri berbeda dengan refered pain.Pangkal nyeri didefinisaikan, namun ujung nyeri tidak dapat didefinisikan dengan pasti. Nyeri terasa dalam, Penjalaran tidak
terlokalisasi menurut dermatom, meliputi nyeri cutaneus
Anamnesis
Keluhan utama : baal,kesemutan, kram, nyeri
Kualitas nyeri : Karakteristik nyeri akut : cram, seperti teriiris pisau, sangat nyeri,
Karakteristik nyeri kronik :nyeri lebih tersa tumpul, terasa terbakar Penjalaran dari pangkal syaraf ke ujung syaraf yang tidak jelas batasnya
Lokasi : Tidak terlokalisir berdasar dermatom
Memperberat : Diprovokasi oleh penekanan mekanik pada syaraf, Gejala penyerta : Dapat ditambah ganguan sensoris (baal, kesemutan ),
kelemahan otot, gangguan miksi, defekasi,ereksi
Riwayat Trauma dan mekanismenya, dugaan adanya keganasan pada tempat lain
Pemeriksaan fisik
Palpasi : ototdi sekitar kolumna vertebralis, apakah ada spasme, tekan tempat keluarnya radiks apakah ada nyeri, Amati postur pasien, apakah terlihat kaku, tubuh condong pada arah tertentu, apakah ada keterbtasan gerak
Motorik : pemeriksaan apakah ada kelemahan gerakan tertentu, untuk menentukan radiks yang terkena, Pemeriksaan reflex fisiologis untuk mengetahui tingkat radiks yang terkena,
Seringkali tidak menganut dermatom yang jelas, sebab dermatomal saling overlapping dan sangat subjektif , Pada nyeri cervical dapat dilakukan test spruling dan kompresi foraminal, Cara: leher ekstensi, lalu rotasi ke salah satu arah, pemeriksa
menundukan/memfleksikan leher maka akan terasan yeri menjalar ke radiks sisi arah rotasi
Pasien dalam keadaan supinasi lalu jika dilakukan distraksi leher perlahan,nyeri berkurang
Pemeriksaan Penunjang;MRI untuk mendeteksi kelainan ligament maupun discus, EMG : untuk membedakan bahwa lesi bersifat neurogenik atau tidak, apakah ada spasme otot, bagaimana level iritasi/kompresi radiks. Juga dapat membedakan iritasi radiks atau iritasi syaraf perifer,
CT scan dan CT Scan Myelografi, untuk mencari herniasidiscus,
Foto polos vertebrae: adakah fraktur, subluksasi, adakah perubahan/degeneratif/pada tulang dilakukan pada post trauma, keganasan, infeksi, Tatalaksana
pemakaian NSAID Injeksi steroid epidural,
mencegah komplikasi/keterlibatan medulaspinalis, dapat berwujud medikamentosa maupun fisioterapi, reduksi atau resolusi rasa nyeri,
perbaikan deficit neurologis, pembatasan aktivitas: pasien dengan radikulopati berat dapat tirah baring pada tahap akut hindari aktivitas yang gerakannya mendadak/gerak berlebihan
memakai cervical collar, corset agar posisi vertebrae fisiologis fisioterapi memakai termoterapi, traksi,
Penyulit: Keterlibatan medulla spinalis, ada deficit neurologis berat
Kriteria rujukan: memerlukan tindakan bedah,
ada red flags, memerlukan fisioterapi kompleks,
HERNIA NUCLEUS PULPOSUS
Hernia yaitu protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan melalui lubang yang tidak normal .Nukleus pulposus yaitu massa setengah cair yang terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus intervertebralis. Hernia Nukleus Pulposus(HNP) yaitu suatu gangguan yang melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol dan menekan kearah kanalis spinalis.
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 4 % dari populasi. Usia yang paling sering yaitu usia 35 – 55 tahun. Pada penelitian HNP sering ada pada tingkat L4-L5;/titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. pasien/dengan herniasi diskus lumbalis, memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 dari usia tua dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5
Sebagian besar mengalami gejala nyeri pinggang menjalar ke tungkai, nyeri pinggang dan nyeri tungkai, onset dapat akut, sebagian besar kronik > 90% Nyeri bersifat mekanik, sebab gerakan akan menambah nyeri, menjalar, seperti
tersetrum. Penjalaran nyeri bersifat dermatomal. Jika ada nyeri non mekanis yaitu nyeri bukan dipicu sebab gerakan(hati-hati tumor/infeksi medulla spinalis), Ada factor risiko untuk terjadinya HNP (mengangkat benda berat, gerakan
pinggang yang berulang, gerakan pinggang mendadak)pemeriksaan fisik
Periksaan motorik , mengetahui adakah paresis atau atropi otot, Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan sensorikhipestesi/anestesi dermatomal, Pemeriksaan nyeri radiculer laseque, contra laseque,sicard, bagard
Pemeriksaan RoM apakah ada gangguan lingkup gerak sendi, dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Harus diekslusikan red flags yaitu
Neoplasma Carcinoma, Fraktur vertebrae,
Periksa juga genital, rectal, Sindrom cauda equine, ada kelainan neurologic berat,
Diagnose Banding :
HNP, Sindroma pyriformois, Facet syndrome: nyeri tidak sampai bawah lutut,
pemeriksaan penunjang:
jika ada indikasi (ada sindrom ridiculer atau ada Red flags dapat ditambah pemeriksaan EMG, kecepatan hantar syaraf,
Myelografi, Myelogram –CT Scan, Foto polos Vertebrae untuk menyingkirkan kelainan tulang,
CT Scan Untuk mencari degenerasi discus, ketinggian discus, sclerosis, hipertrofi,
deteriorasi facet, MRI,
Terapi:
operasi
Microdisectomy, Hemilamynotomy, Central decompresi pada diskus dan fragmentectomy direct Decompresi central memakai laser
nucleoplasty,
Konservasi;
Latihan dan fisioterapi pada otot dan syaraf yang cedera, Mucle relaxan hanya untuk spasme akut,
Nyeri punggung tanpa radiculopati dilakukan ciropraksi 6 bulan pertama Injeksi epidural(steroid, lidocain,opioid) Pada nyeri yang kronik diberi antikonvulsan dan antidepresan , Fisioterapi dengan penghangatan, transcutaneus nerve electrical stimulation pada keadaan kronik,
Bedrest 2 hari, Menurunkan inflamasi dengan NSAID, Penghangatan dan melembabkan, Membatasi latihan yang memberatkan,
Komplikasi:
Gangguan autonom seperti miksi, defekasi, ereksi,
Defisit neurologis, Kelemahan, Gangguan sensorik, Kriteria Rujukan : ada tanda redflags, memerlukan terapi operasi,
NYERI
NYERI NEUROPATIK
Nyeri Neuropati yaitu nyeri yang dipicu oleh neuropati( kerusakan primer dari sistem syaraf).
beralangsung akut maupun kronik, Ditandai dengan rasa tersobek, diikat,alodinia, baal, kurang tangkas, sulit mengenal barang, terbakar,tertusuk, tersetrum, pemicu nyeri neuropati perifer yaitu DM, Neuralgia pasca herpetica, keganasan hematologi, rhematoidartrits,penyalah gunaan obat , nyeri nyeuropati sentral terjadi sebab Jejas medulla spinalis, pasca stroke, nyeri idiopatik, nyeri neuropati perifer berlangsung akut (< 3 bulan, atau kronik > 3 bulan) perlu ditanyakan distribusi nyeri: mononeuropati, mononeuropati multipleks, polineuropati, ditanyakan riwayat penyakit terdahulu riwayat trauma,riwayat
memakai obat tertentu,
Pemeriksaan fisik:
Adakah tanda inveksi, hipotensi ortostatik, endokrinopati, vasculopati,
Pemeriksaan neurologis:
Adakah deformitas pada area yang disyarafi oleh nervus itu, Adakah charchot joint, Tes laseque, reserve laseque, thinel test, phalen test, Tes syaraf autonom, Pemeriksaan nervi cranialis, Pemeriksaan RoM, Pemeriksaan reflex tendon,
Adakah alodinia, hiperallgesia, hipestesia, hiperpatia,disestesia,Lokasi nyeri : mononeuropati/polineuropati, dermatom berapa parestesia,analgesia, hipoalgesia, kausalgia diperiksa memakai jarum, tabung reaksi panas dan dingin
Adakah ulserasi, efek analgesia/hipoalgesia
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan laboratorium sesuai pemicu,
Biopsi syaraf jika perlu, EMG, Kecepatan hantaran syaraf (nerve conduction study), Quantitative sonsory testing,
Diferensial diagnosa:
Nyeri Neuropati perifer, Nyeri Neuropati sentral
Terapi:
Konsultasi dengan bagian terkait sesuai kausa
Penyulit, Deformitas, Ullserasi kaki (sebab DM)
Charchot joint,
Mengurangi nyei dan inflamasi dengan medicamentosa, NSAID, Antidepresan trisiclic,
Antikonvulsan, Antiaritmik, Blok syaraf lokal
Fisioterapi : Splint, TENS, perawatan deformitas,
Kriteria rujukan: Memerlukan fisioterapi kompleks
Penyakit kausa tidakdapat ditangani ,
ada penyulit,
INFEKSI PADA SISTEM SYARAF
MENINGITIS
Meningitis suatu peradangan yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid yang membungkus medula spinalis dan jaringan otak , kemunculanya tertinggi meningitis yaitu antara kelahiran sampai berusia 2 tahun, dengan risiko terbesar sesudah lahir pada 3o8 bulan. Meningkatnya eksposur terhadap infeksi dan masalah sistem kekebalan muncul mendadak saat kelahiran anak akan meningkatkan risiko
meningitis. Meningitis dipicu oleh cacing,protozoa,virus, bakteri, riketsia, jamur, pemicu paling sering yaitu bakteri virus , kelompok usia
dibawah 5 tahun dipicu oleh Pneumococcus, H.influenzae, Meningococcus , kelompok usia 5o20 tahun dipicu oleh Streptococcus,Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis , Pneumococcus, pada usia dewasa (>20 tahun) dipicu oleh Listeria,Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus,pemicu meningitis serosa yang paling banyak ada virus, kuman Tuberculosis , Hasil Anamnesis (Subjective)
pasien dicurigai menderita meningitis jika ada tanda meningitis, yaitu pusing , leher kaku,demam,
gejala pasien meningitis:
Jika pemicunya meningitis Tuberkulosa , maka keluhan yang muncul mendadak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium I atau stadium prodormal selama 2 - 3 minggu dengan gejala ringan nampak seperti gejala infeksi biasa, Pada anak anak, mudah tersinggung, cengeng,opstipasi, pola tidur terganggu gangguan kesadaran berwujud apatis, sering tanpa demam, mual mules perih kembung mual mules perih kembung, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun,
Pada orang dewasa : Kejang,,Gangguan kesadaran berwujud letargi sampai koma, Kadang ada infeksi saluran pernapasan bagian atas (contoh ,sakit tenggorokan,pilek ),Demam, pusing hebat, Leher kaku, mual mules perih kembung, Takut cahaya ( fotofobia ),ada panas yang hilang muncul mendadak , pusing,konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi,
dan sangat gelisah. Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 –3 minggu dengan gejala ditandai dengan pusing parah dan kadang ditambah kejang terutama pada bayi dan anak . gejala rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh menjadi kaku, ada gejala peningkatan intrakranial, ubunoubun menonjol dan
mual mules perih kembung lebih banyak. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan , gangguan kesadaran sampai koma hingga meninggal
dunia.
Pada bayi dan anak : mual mules perih kembung, Kejang,Leher kaku,Nafsu makan dan minum berkurang,Gangguan kesadaran berwujud apati, letargi, koma,Biasanya diawali dari gangguan saluran pernafasan bagian atas,Demam tinggi, , mual mules perih kembung,
Hasil Pemeriksaan rangsangan meningeal pada penderita dengan meningitis biasanya
ada hasil positif . Pemeriksaan itu yaitu antaralain;
-Pemeriksaan tanda pipi menurut Brudzinski. ( Brudzinski III) Penekanan pada kedua pipi atau tepat di bawah os zigomatikum . Tanda ini
positif (+) jika terjadi gerakan fleksi reflektorik pada ekstremitas superior (lengan tangan fleksi)
-Pemeriksaan tanda simfisis pubis menurut Brudzinski ( Brudzisnki IV) Penekanan pada simfisis pubis . Tanda ini positif (+) jika terjadi gerakan fleksi reflektorik pada ekstremitas inferior (kaki)
-Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berwujud rotasi kepala dan fleksi , Tanda kaku kuduk positif (+) jika diperoleh kekakuan pada pergerakan fleksi kepala ditambah rasa nyeri dan spasme otot.Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga diperoleh tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
-Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski)
Pasien berbaring terlentang, salah satu tungkainya diangkat dalam sikap lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Tanda Brudzinski II positif (+) jika pada pemeriksaan terjadi fleksi reflektorik pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
-Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pada sendi panggul lalu ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) jika ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) ditambah spasme otot
paha biasanya diikuti rasa nyeri.
-Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Tanda leher menurut Brudzinski) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien lalu dilakukan fleksi kepala dengan kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) jika pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai/kedua lutut.
Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan EEG
Pada pemeriksaan EEG ada gelombang lambat yang difus di kedua hemisfer, penurunan voltase sebab efusi subdural atau aktivitas delta fokal jika bersamaan dengan abses otak.
-Pemeriksaan CT SCAN dan MRI
Dapat mengetahui adanya edema otak,hidrosefalus atau massa otak yang menyertai meningitis,
-Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, kadar ureum, elektrolit , kultur,Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, Pada meningitis bakterial diperoleh polimorfonuklear leukositosis. Meningitis yang dipicu oleh TBC akan ada peningkatan LED.Pada masalah imunosupresi ada keukopenia.
-Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto X ray thoraks, foto kepala (sinus/ mastoid), disarankan untuk mengidentifikasi fokus primer infeksi.
- Pemeriksaan Pungsi Lumbal
diagnosa pasti meningitis yaitu pemeriksaan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal. Lumbal pungsi dilakukan untuk menganalisa
jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ada adanya peningkatan tekanan intrakranial.
-- Pada Meningitis Purulenta (meningitis sebab Haemophilus influenzae b, Streptococcus pneumonia,Neisseria meningitidies )
ada tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
--Pada Meningitis Serosa (meningitis Tuberkulosa) ada tekanan yang beragam, sel darah putih PMN meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-)cairan jernih,
diagnosa meningitis dilakukan melalui keluhan khas meningitis pasien,pemeriksaan fisik yang mengarah pada perangsangan meningeal dan pemeriksaan penunjang berwujud lumbal pungsi.
diagnosa banding:
-Meningismus
Dapat terjadi iritasi meningeal, pusing, kejang , koma. Meningismus sering terjadi pada bayi dan anak yang lebih besar dengan gejala tiba tiba panas, ada tonsillitis, pneumonia. namun pada pungsi lumbal, CSS tidak ada kuman, sedang kadar glukosa normal.
-Perdarahan subarachnoid
Keduanya memiliki tanda rangsang meningeal positif.
-Pemberian antibiotik harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri pemicunya. Pemberian initial antibiotik secara empiric (empirical
antimicrobial) diberi tanpa harus menunggu hasil kultur cairan serebrospinal. sesudah hasil kutur terbukti adanya spesifik mikroorganisme,
baru diberi terapi antibiotik spesifik
-Istirahat , jika infeksi berat diperlukan perawatan di ruang isolasi. Fungsi respirasi harus dikendalikan ketat, pipa endotrakeal atau
trakeostomi diperlukan jika terjadi distress respirasi. Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu penanganan khusus. Penyulit yaitu edema otak, kekurangan gizi,adanya kejang, hiperpireksia, -Prognosis meningitis tergantung kepada jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberi antibiotik, usia , mikroorganisme pemicu,
banyaknya mikroorganisme dalam selaput otak,
Penderita usia neonatus, anak dan dewasa tua memiliki prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian, penderita yang selamat akan mengalami sequelle (efek sisa). 55 % meningitis purulenta memicu kecacatan seperti gangguan perkembangan mental, ketulian, keterlambatan berbicara , 5 –10% penderita mengalami kematian,
ENSEFALITIS
yaitu radang jaringan otak yang dipicu oleh berbagai mikroorganisme. berdasar pemicuya, ensefalitis dibedakan menjadi :
Ensefalitis supurativa dipicu oleh M.tuberculosa,Staphylococcus aureus, Streptococcus, E.coli ,
ensefalitis syphilis dipicu oleh Treponema
pallidum, ensefalitis virus yang bisa dipicu virus ( herpes simpleks, virus Epsteinobarr , rabies, parotitis, morbili, zosterovarisella, AIDS), ensefalitis parasit yang dipicu ensefalitis, malaria, toxoplasmosis, amoebiasis sebab fungi dan riketsia. Penyakit ini ada pada semua usia mulai dari anak sampai orang dewasa. Pada bayi dan anak kecil ,ensefalitis dapat terjadi
efek komplikasi dari meningitis bakterial (jarang pada dewasa), sinusitis,otitis media,mastoiditis, Anak dibawah 15 tahun, kemunculanya ensefalitis paling sering terjadi sebab frekuensi sinusitis dan mastoiditis masih tinggi. Manifestasi klinis ensefalitis ditandai oleh trias ensefalitis, yaitu kesadaran menurun ,demam, kejang, jika berkembang menjadi abses serebri akan muncul mendadak gejala infeksi umum dan muncul mendadak gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti : pusing yang kronik dan progresif, mual mules perih kembung,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Jika abses terletak pada serebeli, pusing terasa di area suboksipital, dan belakang telinga.
Pemeriksaan Fisik
jika terjadi peningkatan TIK , pada funduskopi tampak adanya edem papil.Adanya defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses, ditandai adanya deficit nervi kraniales pada pemeriksaan afasia, hemianopia, nistagmus, ataksia,n.cranialis, hemiparesis, reflex tendon
meningkat, kaku kuduk,
Pemeriksaan yang disarankan dalam ensefalitis dalam kaitannya untuk mencari pemicu, port d’ entre atau menemukan komplikasi dari ensefalitis
diantaranya yaitu :
-Pemeriksaan EEG
-Pemeriksaan X Foto (thorax atau kepala)
-Pemeriksaan CT scan dengan atau tanpa kontras perlu dilakukan pada semua pasien
ensefalitis. Pada toksoplasma ensefalitis ada gambaran nodular atau ring enhancing lesion.
-Pemeriksaan MRI, lebih peka dari CT Scan.
-Pemeriksaan cairan serobrospinal melalui lumbal pungsi (hati hati jika ada peningkatan TIK). LP sebaiknya dilakukan pada semua pasien yang dicurigai ensefalitis viral.
-Pemeriksaan BUN dan kreatinin , untuk mengetahui status hidrasi pasien
-Pemeriksaan liver function test , untuk mengetahui komplikasi pada organ hepar atau menyesuaikan dosis obat yang diberi .
- Pemeriksaan darah lengkap , kultur darah untuk mendiagnosa pasti pemicu bakteri dan peka.
- Pemeriksaan feses dan urin
-Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA)
-Pemeriksaan titer antibody,
diagnosa dilakukan dari hasil anamesis berwujud gejala trias ensefalitis, gejala peningkatan TIK dan adanya gejala infeksi akut atau kronik yang mungkin mengikuti contoh mastoiditis,otitis media, sinusistis, Pemeriksaan fisik dan
penunjang dapat dipakai melakukan diagnosa.
diagnosa banding:
Hematoma subdural kronik,Tuberkuloma,
Meningitis bacterial, Abses subdural, abses skstradural, Tromboflebitis kortikal, Neoplasma,
pengobatan:
Pengobatan efektif pada stadium awal terbentuknya abses,
-Kortikosteroid
Dapat dipakai deksametason untuk anti inflammatory yang dipakai post infeksi ensefalitis dan acute disseminated ensefalitis.
-.Diuretik
Dapat dipakai Furosemid atau manitol pada pasien hidrosefalus dan kenaikan TIK.
-Antikonvulsan
Dapat dipakai lorazepam jika terjadi kejang.
-Ensefalitis supurativa
-- Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.--Ampisillin 4 x 3o4 g per oral selama 10 hari.
-Ensefalitis syphilis
--Penisillin G 12o24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari
--Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x 500mg oral selama 14 hari. jika alergi penicillin :
--Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
--Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
--Kloramfenikol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu,
--Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari,
- Ensefalitis sebab fungi
-- Amfoterisin 0,1o 0,25 g/kg beratbadan /hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu
-- Mikonazol 30 mg/kg beratbadan intravena selama 6 minggu.
- Riketsiosis serebri
-- Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari
-- Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.
-Ensefalitis virus
Pengobatan simptomatis
--Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg
--Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
-- Pengobatan antivirus diberi pada ensefalitis virus dengan pemicu herpes zosterovaricella.
Dewasa : Asiclovir 10 mg/kg beratbadan intra vena 3 x sehari selama 14 - 21 hari atau 200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
Anak : Asiclovir 10 - 15 mg/kg beratbadan intra vena 3 x sehari ,
-Ensefalitis sebab parasit
--Malaria serebral
Kinin 10 mg/kg beratbadan dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan.
--Toxoplasmosis
Sulfadiasin 100 mg/kg beratbadan per oral selama 1 bulan Pirimetasin 1 mg/kg beratbadan per oral selama 1 bulan Spiramisin 3 x 500 mg/hari
-- Amebiasis
Rifampicin 8 mg/kg beratbadan /hari.
Prognosis tergantung cepat dan tepatnya diagnosa dan pengobatan segera. Angka kematian ensefalitis supurativa dapat mencapai 50%
MALARIA SEREBRAL
yaitu malaria berat dengan penurunan kesadaran, koma yang tidak bisa dibangunkan, jika di nilai dengan skala dari Glasgow Coma Scale (GCS) <
11, atau lebih dari 30 menit sesudah serangan kejang yang tidak dipicu oleh penyakit lain , Hampir semua malaria cerebral dipicu Plasmodium falsiparum. ada gejala malaria seperti demam yang berkelanjutan , lesu, mual mules perih kembung , diare,menggigil , berkeringat, pusing parah, mialgia, letih , penurunan kesadaran
seperti apatis, somnolen, delirium , perubahan tingkah laku, anemia berat ,gagal ginjal,
hipoglikemia, kelainan pada hepar, anemia, demam, kencing hitam,kelainan ginjal, kejang, edema paru, Kelainan neurologi pada orang dewasa berwujud kejang atau gejala neurologi fokal lainnya, berkunjung ke area endemic malaria, riwayat sakit malaria
Pemeriksaan Fisik
Demam (T ≥ 37,5°C). Konjunctiva atau telapak tangan pucat.Pembesaran limpa (splenomegali).,
Pembesaran hati (hepatomegali), penderita malaria berat ada gejala klinis antaralain:
Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom, Tanda dehidrasi: produksi air seni berkurang,mata cekung, turgor , elastisitas kulit berkurang, bibir kering,Pembesaran limpa dan atau hepar.Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria,
Tekanan darah sistolik <70mmHg, Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit,suhu rektal ≥ 40°C, Nadi cepat dan lemah/kecil, gejala anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat., Terlihat mata kuning atau ikterik.
Adanya ronkhi pada kedua paru.
Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.
Meskipun manifestasi klinis malaria serebral bervariasi, namun hanya ada 3 gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu: Kejang dan sekuel neurologik,
koma menetap selama 24 – 72 jam, awalnya dapat dibangunkan, lalu tak dapat dibangukan.
Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik,
diagnosa ada adanya parasitemia dalam preparat darah hapus yaitu pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis. Dapat juga dengan tes diagnosa cepat (Rapid diagnosa Test) dan tes serologi. lalu dapat disarankan pemeriksaan
dalam diagnosa penurunan kesadaran yaitu :
Pemeriksaan cairan serebrospinal, Pemeriksaan fungsi liver dan ginjal, Pemeriksaan elektrolit,
Pemeriksaan GDS, Pemeriksaan Darah rutin (leukosit Hb, hitung trombosit) Analisa kimia / toksikologi darah dan urine; CT scanning / MRI;
Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG);
diagnosa malaria serebral dilakukan jika terjadi penurunan kesadaran dan parasitemia sebagai hal yang patognomonis dalam diagnosa penyakit ini.Kriteria diagnosa lainnnya, yaitu :
Kelainan cairan serebro spinal yang berwujud Nonne positif, Pandi positif lemah, hipoglikemi ringan, Penderita berasal dari area endemis atau berada di area malaria. Demam atau riwayat demam yang tinggi. ada parasit malaria falsiparum dalam sediaan darah tipis/tebal.
Adanya manifestasi serebral berwujud kesadaran menurun dengan atau tanpa .gejala neurologis yang lain, sedang kemungkinan pemicu yang lain sudah disingkirkan.
diagnosa banding
Penurunan kesadaran sebab demam tifoid, demam kuning, sindrom syok dengue. Penurunan kesadaran sebab ensefalopati yang dipicu oleh infeksi bakteri, virus , jamur.Penurunan kesadaran sebab ensefalopati yang dipicu oleh alkoholisme.
pengobatan: malaria serebral antaralain: :
Mengatasi kelainan penyerta seperti kejang, hipoglikemia, gagal ginjal, sembab paru,
Mencegah mengurangi udem otak;Keseimbangan cairan dan elektrolit, asam basa, Menghilangkan parasitemia; Mempertahankan fungsi vital : kesadaran, tanda vital,
Pemberian obat anti malaria cerebral harus sedini mungkin dengan dosis kuat . pemakaian -AM pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa
sebab pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan lama di darah. maka dipilih pemakaian obat perparenteral. obat anti malaria yang dipakai pada malaria serebral yang berat yaitu:
A. Derivat Artemisin
sebab meningkatnya resistensi klorokuin ,maka WHo tahun 2006. menyarankan obat ACT (Artemisin base Combination Therapy) bagi malaria tanpa komplikasi atau malaria berat,
obat antimalaria dosis derivat artemisinin
-kina Loading dose: Kina dihidrokhlorida 20 mg / kg beratbadan diencerkan dalam 10 ml/kg beratbadan (2mg/ml) dektrose 5% atau dalam infuse dektrose dalam 4 jam.
Dosis perawatan : Kina dihidrokhlorida 10 mg /kg beratbadan diencerkan dalam 10 ml/kg beratbadan (1mg/ml ) dektrose 5 % ,pada orang dewasa dosis dapat diulang tiap 8 jam dan pada anak tiap 2 jam, diulang tiap 12 jam, sampai pasien dapat makan.
Kina oral: Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam sampai 7 hari.
Artesunate: 2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV, lalu 1,2 mg/kg sesudah 12 jam, lalu 1,2 mg/kg/hari selama 6 hari, jika pasien dapat makan, obat dapat diberi oral
Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM pada hari I lalu 1,6 mg/kg/hari (biasanya diberi 160 mg dilanjutkan dengan 80 mg) sampai pasien dapat makan, obat dapat diberi dengan kombinasi Amodiaquin dan Artesunat selama 3 hari.
Arteether: 150 mg sekali sehari intramuskular untuk 3 hari.
-Kina (kina HCI/dihidrooklorida/kinin Antipirin)
Kina yaitu obat anti malaria yang efektif untuk semua jenis plasmodium dan efektif sebagai gametocidal dan schizontocidal , Dipilih
sebagai obat untuk malaria berat sebab masih berefek kuat terhadap P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin,
Pemberian dosis tidak berbahaya bagi wanita hamil. jika pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, atau gangguan fungsi hepar/ginjal belum membaik, dosis dapat diturunkan setengahnya
Dosis loading tidak disarankan untuk penderita yang sudah memperoleh kina atau meflokuin 24 jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita dengan pemanjangan QT interval / aritmia., Kina diberi secara intramuskuler jika melalui infus tidak memungkinkan. Dosis loading 20 mg/Kg beratbadan diberi i.m terbagi pada 2
tempat suntikan, lalu diikuti dengan dosis 10 mg/Kg beratbadan tiap 8 jam sampai penderita dapat minum per oral. Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi sebab nya perlu diperiksa gula darah 8 sampai 12 jam,
-jika kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin ,Dosis loading 15mg basa/kg beratbadan dalam 250 cc cairan isotonik diberi dalam
4 jam, diteruskan dengan 7,5mg basa/kg beratbadan dalam 4 jam tiap 8 jam, dilanjutkan sesudah sadar, kinidin efektif jika sudah terjadi resistensi terhadap kina, kinidin lebih toksik terhadap jantung dibandingkan kina.
-Klorokuin masih yaitu -AM yang efektif terhadap P. falciparum yang peka terhadap klorokuin. Keuntungannya tidak memicu hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan. Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/Kg beratbadan dalam 500 ml cairan isotonis dalam 8 jam diulang 3 x. jika cara per infus tidak memungkinkan dapat diberi secara i.m atau subkutan dengan cara 3,5mg/Kg beratbadan klorokuin basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg beratbadan klorokuin tiap 4 jam.
- Injeksi kombinasi sulfadoksinopirimetamim (fansidar)
-- Ampul 2,5 ml : 500 mg SoD + 25 mg pirimetamin
-- Ampul 2 ml : 200 mg SoD + 10 mg pirimetamin
Pengobatan lainnya :
--cyclosporine, epineprine , hiperimunglobulin,Heparin, dextran, tidak terbukti berpengaruh dengan mortalitas.
-- desferioxamin, prostasiklin, asetilsistein,Anti TNF, pentoxifillin, yaitu obat yang pernah dicoba untuk malaria serebral,
- AntioKonvulsan (diazepam 10 mg i.v),
-- Pemberian steroid pada malaria serebral, justru menimbulkan banyak efek samping seperti pneumoni , perdarahan,memperpanjang lamanya koma ,gastro intestinal
Prognosis malaria serebral bergantung kepadatan parasite, semakin padat parasite maka semakin buruk prognosisnya. bergantung pada kegagalan fungsi organ yang terlibat,bergantung pada ketepatan diagnosa dan pengobatan, makin cepat dan tepat diagnosa dan pengobatan semakin baik
prognosisnya.
TETANUS NEONATORUM
yaitu penyakit pada bayi yang baru lahir yang
dipicu oleh infeksi kuman tetanus Clostridium tetani yang masuk melalui tali pusat, efek pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak bersih tidak steril. Kuman menghasilkan tetanopamin yang akan berikatan dengan reseptor di membran prasinaps pada motor neuron, lalu bergerak melalui system transport aksonal retrogard melalui sel neuron hingga ke medulla
spianalis dan batang otak, seterusnya memicu gangguan SSP dan system saraf perifer.
Masa inkubasi 5 sampai 14 hari, namun bisa mencapai 1 sampai 2 hari atau lebih dari 1 bulan. Penyakit ini terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam penyakit muncul mendadak dengan adanya trismus .Gejalya nya yaitu :
Kekakuan yang berat memicu tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pda tumit dan belakang kepala.Ekstermitas biasanya terulur dan kaku,
Trismus ,kekakuan otot rahang, sehingga pasien sukar membuka mulut, kadang ada mulut mencucu seperti mulut ikan. Bayi mendadak panas dan tidak mau minum (sebab tidak dapat menghisap).Kekakuan otot mimik muka dimana dahi berkerut, mata bayi agak tertutup, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka risus sardonikus,Dinding abdomen kaku, mengeras seperti papan dan kadang terjadi
kejang.Kekakuan dinding thoraks, kesulitan bernafas dan batuk, jika kekakuan semakin berat, akan muncul mendadak kejang umum efek rangsangan
seperti dicubit, digerakkan kasar atau terpapar sinar yang kuat.. Bahkan jika sangat berat akan terjadi status epileptikus, adanya kaku kuduk sampai opistotonus (kekakuan otot penunjang tubuh, otot punggung, otot leher, trunk muscle dan sebagainya, perut papan (+),Trismus (lock
jaw, clench teeth).Pasien dengan penyakit ini ada bentuk wajah risus sardonikus,
memperlihatkan adanya lepas muatan unit motorik secara berkelanjutan dan pemendekan atau tanpa interval yang tenang, yang biasanya tampak sesudah potensial aksi.
Pemeriksaan penunjang ,yaitu:
Pemeriksaan Analisa gas darah, Pemeriksaan Gula darah , Pemeriksaan elektromiogram (EMG), Pemeriksaan darah tepi : hitung leukosit normal atau sedikit meningkat. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium,
diagnosa dilakukan berdasar hasil anamesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada tetanus seperti adanya luka dan ketegangan otot terutama pada rahang ,
Diagnosa Banding:
Tetani sebab hipocalsemia,
Meningitis,Meningoenchepalitis,Enchepalitis,
pengobatan::
Pasien dirawat di ICU RS untuk diawasi respirasi dan fungsi sirkulasinya.diberi cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis = 4
: 1 selama 48 sampai 72 jam lalu IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien sudah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering apnea atau kejang , diberi larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). jika sesudah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui eflex diberi tambahan kalium dan protein ,
Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena pelan-pelan selama 2 sampai 3 menit, lalu diberi dosis rumat 8 sampai 10 mg/kg beratbadan /hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan eflex dan diganti setiap 6 jam). jika kejang masih sering muncul mendadak , ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena pelan-pelan dan dalam 24 jam berikutnya diberi tembahan diazepam 5 mg/kg beratbadan /hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kg beratbadan /hari. sesudah keadaan klinis membaik, diazepam diberi per oral dan diturunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau jika makin berat, diazepam diberi per oral dan sesudah bilirubin turun diberi secara intravena.
ATS 10.000 U/hari, diberi selama 2 hari terus-menerus dengan IM. Perinfus diberi 20.000 U sekaligus. Atau diberi tetanus imun globulin
untuk menteralkan toksin Ampisilin 100 mg/kg beratbadan /hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. jika pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. diberi penisilin atau metronidazole selama 7 sampai 10 hari. jika pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberi pada pasien meningitis bakterialis.
Gejala hipeaktifitas otonom diatasi dengan Mg sulfat yang memblokade pelepasan neurotransmiter dan mengendalikan spasme otot. obat lain yang dapat diberi yaitu kombinasi alfa dan beta adregenik reseptor antagonis contoh labetolol (1 mg/menit) atau morfin sulfat (05, - 1 mg/kg/jam), Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.Perhatikan jalan napas dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
Prognosis
Mortalitas penyakit ini dapat mencapai 65 % keatas bergantung pada luasnya keterlibatan otot yang mengalami kejang, adanya demam tinggi dan
masa inkubasi yang pendek. Pasien yang sembuh, sekitar 97 % memiliki sekuele.
PENYAKIT NEURoMUSKULAR DAN NEURoPATI
MIASTENIA GRAVIS
Miastenia gravis yaitu kelainan autoimun yang ditandai oleh kelemahan tidak normal dan progresif pada otot rangka yang dipakai secara terus-menerus ditambah kelelahan, jika penderita beristirahat, maka kekuatan otot akan pulih kembali. sebab adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction. Miastenia gravis, memicu kelumpuhan efek ketidakmampuan sambungan neuromuskular untuk menghantarkan sinyal dari serat saraf ke
serat otot. penyakit ini sering pada usia 20-50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Gejala miastenia gravis antara lain :Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau.Selain itu jika penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.dapat pula muncul mendadak kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup, muncul mendadak kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga muncul mendadak lah kesukaran menelan dan berbicara,
Penderita akan merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan kelemahan ini akan
berkurang jika penderita beristirahat, Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis, Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan itu akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas,
Pada pemeriksaan diperoleh:
Kelemahan otot rahang pada miastenia gravis menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga dagu penderita harus terus ditopang dengan tangan.otot leher mengalami kelemahan, sehingga terjadi gangguan saat fleksi dan ekstensi dari leher. Kelemahan otot dapat muncul mendadak dalam berbagai derajat yang berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal dari tubuh dan simetris di kedua anggota gerak kanan dan kiri. Refleks tendon biasanya masih ada dalam batas normal.kelemahan otot palatum, yang memicu suara penderita seperti berada di hidung dan regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Adanya kelemahan pada otot wajah. Kelemahan otot wajah bilateral akan memicu muncul mendadak nya a maskolike face dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal,
Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia gravis,
Pemeriksaan Penunjang yaitu :
-Pemeriksaan Laboratorium
Antiomuscleospecific kinase (MuSK) antibodies,
Antistriational antibodies, Antioasetilkolin reseptor antibodi, Antistriated muscle (antioSM) antibody,
-Pendekatan Elektrodiagnostik
Pendekatan elektrodiagnostik memperlihatkan defek pada transmisi neuromuscular melalui 2 teknik : Singleofiber Electromyography (SFEMG), memakai jarum singleofiber, yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang
sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berwujud peningkatan jitter dan fiber density yang normal.Repetitive Nerve Stimulation (RNS), pada penderita miastenia gravis ada penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS tidak
ada adanya suatu potensial aksi.
- Imaging
MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak dipakai sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat dipakai jika diagnosa miastenia gravis tidak dapat
dilakukan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari pemicu defisit pada saraf otak.
Chest xoray (foto roentgen thorak), dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum.Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran kecil, sehingga kadang perlu dilakukan chest CT scan untuk mengidentifikasi thymoma pada semua masalah miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.
Untuk menegakan diagnosa miastenia gravis, dilakukan pemeriksaan antaralain;
1.Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara berkelanjutan . Lama
kelamaan akan muncul mendadak ptosis. sesudah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. lalu tampak bahwa suaranya akan
kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.
Untuk memastikan diagnosa miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara lain :
--Uji Kinin, diberi 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam lalu diberi 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). jika kelemahan itu benar dipicu oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala miastenik tidak bertambah berat
--Uji Tensilon (edrophonium chloride), untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, jika tidak ada reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan seharusnya
diperhatikan otot yang lemah seperti contoh kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. jika kelemahan itu benar dipicu oleh miastenia gravis,
maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uiji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, sebab efektivitas tensilon sangat singkat.
--Uji Prostigmin (neostigmin), pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
merhylsulfat secara intramuskular (jika perlu, diberi pula atropin ¼ atau ½ mg). jika kelemahan itu benar dipicu oleh miastenia gravis maka gejala seperti contoh ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama lalu akan lenyap.
2. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis.
pengobatan: Komprehensif
pengobatan: utama miastenia gravis yaitu Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi, Antikolinesterase dipakai pada miastenia gravis ringan. sedang pada pasien dengan miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi dikombinasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada
penderita miastenia gravis. Pengobatan ini digolongkan menjadi terapi yang dapat
memulihkan kekuatan otot secara cepat dan tepat yang memiliki onset lebih lambat namun
memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.
Prognosis
Pada Miastenia gravis ocular, dimana kelemahan pada mata menetap lebih dari 2 tahun, hanya 9- 20% yang berkembang menjadi Miastenia gravis generalisata. Penanganan dengan steroid dan imusupresi masi kontroversial. Pada Miastenia gravis generalisata, membaik dengan pemberian imunosupresi, timektomi, dan pemberian obat yang
disarankan. angka kematian 5 %, membaik 56 % tidak ada perubahan 40 %.,
CARPAL TUNNEL SYNDROM
Sindroma Terowongan Karpal yaitu entrapment neuropathy yang sering terjadi. akibat adanya tekanan terhadap nervus medianus saat melalui terowongan karpal di pergelangan tangan. predisposisi seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin , pemakaian tangan /pergelangan tangan yang berlebihan dan repetitif diduga berkaitan dengan terjadinya sindroma ini. Gejala awal berwujud gangguan sensorik (nyeri, rasa tebal, parestesia dan tingling). Gejala motorik hanya pada stadium lanjut, Pada tahap awal gejala berwujud gangguan sensorik saja. Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan berat. Gejala awal berwujud parestesia, kurang
merasa atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari 4 walau kadang dirasakan mengenai seluruh jar-jari. Keluhan parestesia lebih menonjol dimalam hari. Gejala lainnya yaitu nyeri di tangan
yang dirasakan lebih berat pada malam hari, Rasa nyeri ini berkurang jika penderita memijat mengistirahatkan tangannya atau meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. jika penyakit berlanjut, nyeri bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan menetap. nyeri dapat terasa sampai ke leher, sedang parestesia terbatas di area distal pergelangan tangan, ada pembengkakan dan kekakuan pada jar-jari, tangan dan pergelangan
tangan terutama di pagi hari. Gejala ini berkurang sesudah penderita mulai memakai tangannya. Hipesetesia ada pada area yang impuls
sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.
Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengalami gejala jari-jari menjadi tidak dapat
menyulam atau memungut benda benda kecil. kesulitan saat mencoba memutar tutup botol atau menggenggam . Pada penderita STK pada
tahap lanjut ada atrofi otototot thenar dan otot lainnya diinnervasi oleh nervus medanus .
Pemeriksaan dalam mendiagnosa CTS:
konduksi saraf,, Pencitraan Xoray, Tes fisik, Tes darah, Elektromiografi,
diagnosa Carpal tunnel syndrome secara klinis yaitu ada rasa nyeri berwujud kesemutan, terbakar, dan baal pada jari ke 1,2,3 dan setengah bagian lateral jari 4 dengan onset malam hari atau dini hari. pada keadaan berat nyeri dapat menjalar hingga lengan atas dan ada atrofi otot tenar, diagnosa dapat dilakukan sesudah dilakukan tes provokasi phalen dan tinel positif:
tes tinel: menepuk dengan ringan kulit yang melapisi fleksor retinna kulum untuk
menimbulkan sensasi kejutan listrik pada area yang dipersarafi N.medianus. tes phalen: pergelangan tangan difleksikan secara lembut lalu didiamkan dalam beberapa saat sambil menunggu muncul mendadak gejala. Hasil positif jika ada mati rasa pada area yang dipersarafi nervus medianus. Semakin cepat muncul mendadak gejala kesemutan maka
semakin buruk kondisinya.
pengobatan Komprehensif:
-peregangan: kepalkan tangan kencang selama 5 detik, lalau lepaskan dan ratakan! seluruh jari tahan sampai 5 detik juga, ulangi gerakan sebanyak 5 kali pada masing-masing tangan.
-bidai imobilisasi: bidai membantu mengurangi mati rasa dan membantu pasien/tidur nyenyak pada malam hari.
injeksi kortikosteroid lokal: tidak dipakai dalam pengobatan jangka panjang, hanya terapi awal.
farmakoterapi: AINS dipakai untuk mengurangi nyeri, steroid oral seperti prednisone. pengobatan yang lebih agresif yaitu injeksi kortison untuk mengurangi tekanan/ bengkak,
diagnosa Banding:
tenosinovitis ( de Quervain syndrome)
Cervical syndrome (pada masalah berat retro derajat), Pronator teres syndrome
GUILLAIUN BARRE SYNDROME
Guillain Barre syndrome ( GBS ) yaitu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan sifat berwujud kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif.
Kelainan ini kadang kadang juga menyerang susunan saraf pusat, saraf sensoris, otonom, Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS dipicu sebab hilangnya myelin, material yang membungkus saraf. GBS memicu inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. oleh sebab itu GBS dinamakan Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP), GBS terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun ras. Angka kematian berkisar antara 5 – 9%. pemicu kematian tersering yaitu gagal napas dan gagal jantung, 10 % sembuh dengan cacat yang permanen, GBS yaitu pemicu paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke 4 ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini bersifat bilateral. Refelks fisiologis akan menurun lalu menghilang sama sekali. Kerusakan saraf motorik dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini beragam mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat , muncul mendadak pada 50 % masalah, berwujud facial diplegia, Kelemahan otot pernapasan muncul mendadak 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. progersivitas kelemahan dimulai dari menolak untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia .
Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang menonjol dibandingkan dengan kelemahan otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar. Gejala yang dirasakan penderita berwujud parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Rasa sakit dan kram menyertai kelemahan otot yang terjadi. terutama pada anak
anak. Rasa sakit ini manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak yang memicu kesalahan mendiagnosa. Kelainan saraf otonom menimbulkan takikardi, jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian, hipotensi atau hipertensi, aritmia, cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkendali , kelainan berkeringat. Hipertensi terjadi pada 15 – 35 % pasien sedang aritmia terjadi pada 30 % dari pasien.Kerusakan pada susunan saraf pusat menimbulkan gejala disfagia, kesulitan dalam berbicara, 60 % bilateral facial palsy.Gejala yang menyertai GBS yaitu perasaan tidak dapat menarik napas dalam, penglihatan kabur, kesulitan BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan bernapas, Pada pemeriksaan neurologis ada kelemahan otot yang bersifat paralisis difus,
Refleks tendon menurun atau bahkan menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi menandakan adanya kelemahan pada otot otot intercostal. Tanda rangsangnmeningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ada . Refleks patologis
seperti refleks Babinsky tidak ada . Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal diperoleh adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g / dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien menunjukan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm.
Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS)
Gejala utama
Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa ditambah ataxia,
Gejala tambahan:
Disfungsi saraf otonom, Tidak ada demam, Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4, Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu,
simetris, Adanya gejala sensoris yang ringan
Terkenanya SSP, berwujud kelemahan saraf facialis bilateral,
Pemeriksaan LCS:
Peningkatan protein, Sel MN < 10 /ul,
Pemeriksaan elektrodiagnostik:
adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf,
Gejala yang menyingkirkan diagnosa:
Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul, Gejala sensoris yang nyata Kelemahan yang sifatnya asimetri, Disfungsi vesica urinaria yang persisten,
pengobatan: KomprehensifbPasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda tanda vital. Ventilator harus disiapkan disamping pasien sebab paralisa
yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 jam. ketidakstabilan tekanan darah juga mungkin terjadi.diberikan obat anti hipertensi dan vasoaktive, . Pasien dengan progresivitas yang lambat hanya diobservasi tanpa diberi medikamentosa.Pasien dengan progresivitas cepat diberi obat steroid. steroid ini tidak memberi hasil apapun . Steroid tidak memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan.Plasma exchange therapy (PE) dibuktikan memperpendek lamanya paralisa Waktu efektif untuk melakukan PE yaitu dalam 2
minggu sesudah muncul mendadak nya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 – 50 ml / kg beratbadan ) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia yaitu kontraindikasi dari PE.Gejala yang terjadinya hilang 3 minggu sesudah gejala pertama kali muncul mendadak 3 % pasien dengan GBS dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun sesudah onset pertama. PE dapat mengurangi kemungkinan terjadinya relapsing inflammatory polyneuropathy.
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi itu . IVIg juga mempercepat katabolisme IgG, yang menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu sesudah gejala muncul mendadak dengan dosis 0,4 g / kg beratbadan / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberi hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan hanya memberi PE atau IVIg. Fisiotherapy juga dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot sesudah paralisa. Heparin dosis rendah dapat diberi unutk mencegah thrombosis
Prognosis: 90 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 80 % diantaranya sembuh
total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor masih terjadi pada pasien. Kelainan ini memicu kematian pada 3 % pasien, yang dipicu oleh gagal napas dan aritmia.
TARSAL TUNNEL SYNDROME
Tarsal tunnel syndrome yaitu kelainan pada kaki yang dipicu kompressi dari nervus tibialis atau percabanganya yang melalui sebelah bawah flexor retinaculum setinggi pergelangan kaki atau lebih kedistal. penekanan berasal dari deformitas,
cedera saraf,inflamasi selubung saraf, tumor, kompresi saraf berkaitan dengan sinyal yang dihantarkan sehingga memicu nyeri dan gejala neuropati lain di kaki. Patogenesis tarsal tunnel syndrome sering dipicu faktor mekanik dan vaskuler yang memicu tekanan berulang dan lama pada saraf dan memicu peningkatan tekanan intravesikuler, sehingga aliran vena melambat dan terjadi kerusakan endotel jika keadaan ini terus berlanjut memicu fibrosis epineural keadaan ini akan memicu gangguan mikrovaaskuler yang memicu hilangnya lapisan mielin sehingga terjadi keterlambatan konduksi saraf pada kaki. Iskemik yang terjadi pada sel saraf memicu penyembuhan saraf berlangsung lama dan tidak sempurna.
kesemutan, Rasa terbakar, terjadi saat berdiri, berjalan, sakit bertambah berat jika berjalan dan hilang saat istirahat, atrofi otot kaki yang memicu eversi dan dorsofleksi memperparah gejala.
Pemeriksaan fisik: peka terhadap sentuhan ringan, tusukan peniti dan suhu menjadi berkurang. ada tinel sign yaitu dilakukan perkusi pada terowongan tarsal dengan posisi kaki sedikit dorsofleksi. ada pahlen sign juga yaitu kaki di fleksikan selama 30 detik dan akan muncul mendadak
Pemeriksaan penunjang: magnetic resonance imaging (MRI).pemeriksaan electromyography (EMG) nerve conduction velocit (NVC),
diagnosa tarsal tunnel syndrome dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
diagnosa Banding :
Radiculopathy lumboosacral,
Deep Vein Trombosis, Artritis Gout / Pedis,
Rencana pengobatan: Komprehensif
pengobatan: tarsal tunnel syndrome yaitu dengan medical therapy seperti injeksi lokal steroid dalam kanal tarsal. Terapi awal termasuk pemakaian anestesi lokal dan steroid soluble dapat mengurangi nyeri. saat terapi konservatif gagal maka untuk mengurangi gejala pasien dapat dilakukan intervensi bedah.
Related Posts:
SarafKompetensi klinis yaitu kompetensi yang harus dikuasai oleh lulusan dokter sebagai syarat untuk melakukan praktik kedokteran , dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Standar Kompet… Read More
saraf gangguan Saraf Trigeminal neuralgia adalah penyakit gangguan saraf trigeminal, yaitu gangguan saraf di wajah hingga ke otak,seseorang yang memiliki trigeminal neuralgia akan kerap… Read More