Tampilkan postingan dengan label saraf. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label saraf. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Oktober 2023

Saraf

















Kompetensi klinis yaitu  kompetensi yang harus dikuasai oleh lulusan dokter sebagai syarat untuk melakukan praktik kedokteran ,  dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI),mewajibkan beberapa kompetensi klinis yang harus dikuasai oleh lulusan sesudah mengikuti pendidikan dokter. Di dalam SKDI tahun 2012, ada  275 ketrampilan
klinik dan 736 daftar penyakit yang harus dikuasai oleh lulusan dokter. Dari 736 daftar penyakit itu , ada  144 penyakit yang harus dikuasai penuh oleh
lulusan dokter sebab  diharapkan dokter dapat mendiagnosa  penyakit itu  secara  tuntas (level kompetensi 4) dan 261 penyakit yang harus dikuasai lulusan untuk dapat mendiagnosanya sebelum  merujuknya, apakah merujuk dalam keadaaan gawat darurat maupun bukan
gawat darurat (level kompetensi 3).
Kompetensi
Level 3 A : Lulusan dokter mampu membuat diagnosa klinik  pada keadaan yang bukan gawat darurat. mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien ,
Level 3 B : Lulusan dokter mampu  memberi
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. 
Level 4 : Lulusan dokter mampu membuat diagnosa klinik pengobatan: penyakit itu  secara mandiri .



AIDS DENGAN KOMPLIKASI

HIV AIDS  masih ada  Keterlibatan system
syaraf pada infeksi HIV  terjadi secara langsung efek  virusnya atau tidak langsung efek  infeksi oportunistik efek  imunokompromis. Manifestasi neurologi pada infeksi HIV yang simptomatik ada  pada 10 - 25% pasien.  dimana obat antiretroviral sudah tersedia, manifestasi neurologi berwujud disfungsi kognitif ( Demensia AIDS). Di Asia dan Afrika, lebih ke arah infeksi oportunistik contoh  neurotuberkulosis, toksoplasmosis,meningitis
kryptococal , meningitis bakteria fulminan, 
neurosifilis, Infeksi oportunistik SSP yang paling sering pada penderita HIV yaitu  ensefalitis toksoplasma.Gejala yang dikeluhkan pasien dengan toksoplasma serebri yaitu: 
kebingungan yang meningkat,
masalah penglihatan, masalah berbicara , berjalan,  mual mules perih kembung , perubahan kepribadian,demam,
berat yang tidak respon terhadap pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang  atau fokal, hemiparesis, kelesuan, Tidak semua pasien menunjukan tanda infeksi. pusing , rasa
bingung  menunjukan adanya perkembangan ensefalitis fokal dan terbentuknya abses sebagai efek  terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini  selalu yaitu  kekambuhan efek  hilangnya kekebalan pada penderita ,
yang semasa mudanya sudah  berkaitan dengan parasit ini. gejala  fokalnya cepat  berkembang dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan kesadaran. Pasien HIV AIDS dengan meningitis bakteri, meningitis TB,  mengalami hemiparesis,penurunan kesadaran, kejang,sefalgia, febris, 
Pemeriksaan Fisik: 
Pada pemeriksaan n.kranialis  ada   ketidaknormalan, meningeal sign (+),
Pemeriksaan penunjang: 
Pada  HIV AIDS dengan komplikasi ini  disarankan pemeriksaan darah rutin dan jumlah CD4+. Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit
T  menjadi prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. oportunistik infeksi yang mungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL yaitu  pneumocystis carinii, CD4 < 100 sel/mL yaitu  toxoplasma gondii  dan CD4 < 50 yaitu  M. Avium Complex, sehingga diindikasikan untuk pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis dan candida species  memicu  infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL. Untuk meningitis bakteri atau meningitis TB  dilakukan lumbal pungsi, namun tidak semua pasien berhasil dilakukan  lumbal pungsi /LP. 
Penegakkan diagnosa  dilakukan dengan keluhan pasien, keluhan sebab  infeksi HIV AIDS ditambah  keluhan gangguan SSP . Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang  mengarah kearah diagnosa  diperlukan untuk  menentukan
diagnosa.
Khusus untuk toksoplasma serebri  dilakukan pemeriksaan antaralain:
-Pemeriksaan Serologi
diperoleh seropositif dari antioToxoplasma gondii IgG dan IgM. Deteksi juga  dilakukan dengan enzyme linked immunosorbentassay (ELISA) atau indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi,
 Titer IgG mencapai puncak dalam 1 sampai 2 bulan sesudah  terinfeksi lalu bertahan seumur hidup .
- Pemeriksaan CT scan menunjukan fokal edema dengan bercak hiperdens multiple  biasanya ada  lesi berbentuk cincin ( multiple ringoenhancing lesions) pada korteks atau basal ganglia atau penyengatan homogen dan
ditambah edema vasogenik pada jaringan sekitarnya.
-Untuk diagnosa pasti dilakukan melalui biopsi otak  .
- Pemeriksaan cairan serebrospinal
menunjukan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi protein.
-Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
  untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii  juga positif pada
cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti ada  infeksi aktif sebab  tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak sesudah  infeksi akut.
pengobatan:
a. Terapi ensefalitis toksoplasma dibagi menjadi 2 tahap, yaitu  tahap akut dan terapi maintenance :
1. tahap akut
Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi sulfadiazin dan regimen standar pirimetamin , Kedua obat ini dapat melalui sawar  darah otak. Toxoplasma gondii, memerlukan vitamin B untuk
hidup. Pirimetamin menghambat perolehan vitamin B oleh tokso. Toxoplasma gondii. Sulfadiazin menghambat pemakaian nya.
-Kombinasi pirimetamin 50o100mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin 1 sampai. 2 g tiap 6 jam.
- Pemberian asam folat 10- 20 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang (efek pirimetamin) 
-Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberi  kombinasi clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam, dengan pirimetamin 50- 100 mg perhari ,
-Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin,  diganti dengan atovaquone 750 mg tiap 6 jam,
atau  Azitromycin 1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam,  Terapi ini diberi  selama 4 -6
minggu atau 3 minggu sesudah  perbaikan gejala klinis.
- Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total kurang dari 1200. Pada pasien ini, CD442, sehingga diberi  ARV.
-Kortikosteroid  diberi  pada pasien dengan ensefalitis toksoplasma dengan edema serebral dan ipertensi intrakranil,
2. Terapi maintenance
Penelitian randomized prospektif tidak menunjukan hasil menonjol antara outcome yang memakai  pirimetaminoklindamisin dengan pirimetaminosulfadiazin,
Prognosis : 
Toxoplasmosis yaitu pemicu gangguan neurologi terbanyak pada pasien HIV AIDS. Jika tidak terdeteksi dini dan tidak diterapi dengan kuat dapat. memicu  nilai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.


POLIOMIELITIS
Polio (Poliomielitis) yaitu  infeksi virus akut sangat menular, yang predileksinya menyerang batang otak dan anterior horn cells of the spinal cord 
dengan efek  kelemahan atau kelumpuhan otot yang sifatnya permanen. pemicu penyakit ini yaitu  virus polio yang bisa  menular melalui  melalui tinja percikan ludah penderita penderita. Virus masuk melalui mulut dan hidung, berkembangbiak di dalam saluran pencernaan, tenggorokan  lalu diserap dan diserbarkan melalui pembuluh getah bening, sistem pembuluh darah ,
berwujud pasien dengan poliomyelitis beragam mulai dari yang ringan sampai yang  berat. Masa inkubasi penyakit ini  9 sampai 12 hari, lalu muncul mendadak  gejala dengan 3 pola dasar pada infeksi polio, yaitu : infeksi Paralitik
infeksi subklinis, infeksi non-paralitik ,
-Infeksi subklinis (95% masalah biasanya yaitu infeksi subklinis) Tanpa gejala atau gejala berlangsung selama kurang dari 72 jam), berwujud :  mual mules perih kembung,tenggorokan tampak merah, demam ringan tidak enak badan nyeri tenggorokan
-Poliomielitis non-paralitik ( 1% dari seluruh infeksi, berlangsung selama 1 sampai 2
minggu) Demam sedang, diawali dengan demam tinggi mencapai 39 C , lalu suhu menjadi normal, namun lalu naik kembali (dromedary chart),nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut
 kejang , nyeri otot, kaku kuduk, kekakuan otot belakang leher,  mual mules perih kembung berat 
 kelelahan yang luar biasa,
 -Gejala  klinis sama dengan non paralitik ditambah dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet atau kranial. Gejala ini bisa menghilang selama beberapa hari dan lalu muncul mendadak   kembali ditambah kelumpuhan (paralitik) yaitu berwujud flaccid paralysis yang biasanya simetris dan  unilateral ,biasanya yang terkena yaitu  tungkai. organ lain yang dapat terkena kelumpuhan contoh atonia usus,  vesika urinaria,  kadang ileus paralitik. dapat dibedakan atas 4 bentuk sesuai dengan tingginya lesi pada SSP:
-- Bulbar
Dengan gejala kelemahan motorik satu atau lebih syaraf kranial dengan atau tanpa gangguan pusat vital seperti pernafasan, sirkulasi dan suhu 
tubuh. jika n.IX,X,XII terkena maka kemungkinan terjadi sumbatan jalan nafas mungkin  terjadi.
-- Bulbospinal
Gejala campuran bentuk spinal dan bulbar.
--Ensefalitik
Gejala berwujud kesadaran menurun, tremor kadang kejang,
--Spinal
Dengan gejala kelemahan otot  perut, kelemahan otot  punggung,  kelemahan otot  diafragma, kelemahan otot leher,dan atau ekstremitas terutama ekstremitas bawah (quadriceps femoris). Sifat kelumpuhan ini yaitu  asimetris.
Pemeriksaan Fisik
Pada tipe poliomielitis non paralitik : pemeriksaan kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinsky (+) , tanda Tripod (+) , anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedang kedua lengan menunjang ke
belakang pada tempat tidur. Hear drop test (+), reflex tendon normal. Pada tipe paralitik , berwujud khas untuk kerusakan LMN, kelemahan otot (+) pemeriksaan n,reflex tendon menurun, tonus menurun, cranialis tidak normal  pada bagian yang terkena, tremor (+)
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan CSS  menunjukan pleiositosis, PMN meningkat di awal namun segera berubah menjadi dominan limfosit. Sesudah 10 sampai 14 hari jumlah sel normal kembali. Pada stadium awal, kadar protein normal lalu naik. Glukosa normal. Pemeriksaan darah tepi dalam batas
normal, pemeriksaan urin dapat terjadi albuminuria ringan,
Hapusan tenggorok pada minggu pertama penyakit dan pemeriksaan tinja  diisolasi adanya virus polio.  Namun, pada cairan serebrospinal (CSS) jarang dapat diisolasi adanya virus ini. 
dipikirkan Pemeriksaan serologi berwujud tes netralisasi memakai serum tahap akut dan konvalesen ,Dinyatakan positif jika ada  kenaikan titer 4x atau lebih. Pemeriksaan ini bersifat khusus  dalam melakukan diagnosa poliomyelitis.
diagnosa Banding
gejala penyakit ini sama dengan gejala efek  infeksi coxsackievirus.
diagnosa poliomyelitis berdasar  keluhan pasien, akan sangat nyata jika dalam bentuk paralitik, ditambah dengan pemeriksaan fisik yang mendukung kearah penyakit itu . diagnosa pasti dilakukan jika ada  adanya virus pada
hapusan nasofaring atau pada tinja.Tidak ada pengobatan spesifik terhdap penyakit ini. pengobatan: bersifat simptomatis dan suportif  lebih   mempertahankan fungsi
respirasi. pengobatan: menurut tipenya:
Paralitik : Harus dirawat di RS,antisipasi paralisis pernafasan. Jika terjadi
paralisis kandung kemih  diberi  stimulant parasimpatetik berwujud bethanechol (urecholine) 5 -10 mg oral atau 2,5 mg/Sc.
Subklinis : istirahat selama demam. Jika perlu diberi  analgetik, sedative.
Non paralitik : Pemberian analgetik dapat diikuti dengan pembalut hangat , fisioterapi ,mandi air panas, 
Prognosis bergantung pada tipe penyakitnya. Pada bentuk paralitik terutama yang  menyerang bulbar, biasanya memiliki prognosis buruk sebab  kegagalan fungsi pusat pernafasan yang memerlukan bantuan ventilasi jangka panjang  atau infeksi sekunder pada jalan nafas. Dapat terjadi Post polio sindrom yang muncul mendadak  beberapa tahun sesudah  infeksi pertama , yang ditandai dengan kelemahan nyeri otot ,Namun hal ini tidak memerlukan pengobatan khusus



SPONDILITIS TB
Spondilitis TB atau tuberkulosis spinal  dengan nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis yaitu  infeksi  radang pada corpus vertebra yang dipicu  Mycobacterium
tuberculosis. Pada  masalah pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada  9 % masalah. walau  setiap tulang atau sendi dapat terkena, namun  tulang yang memiliki fungsi untuk menahan beban  dan memiliki pergerakan tinggi  lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain , tulang belakang yaitu area  yang paling sering terkena tuberkulosa tulang  55%  diikuti  oleh tulang panggul, tulang lutut dan tulang lain  di kaki, sedang tulang tangan. dan  tulang di lengan  jarang terkena. Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi sebab  penyebaran hematogen
atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa  bersifat tenang, Sumber infeksi yang paling sering yaitu  berasal
dari system pulmoner dan genitourinarius.
Pasien Spondilitis TB  mengalami gejala  gejala penyakit sistemik seperti keringat malam, demam
kehilangan berat badan , cachexia  riwayat batuk
ebih dari 3  minggu berdahak atau berdarah ditambah nyeri  dada.
tidak  ada   Manifestasi klinis  spondilitis TB pada bayi di bawah 1 tahun. Penyakit ini baru muncul mendadak  sesudah  anak belajar berjalan ,Gejala
pertama spondilitis TB biasanya  adanya nyeri tulang belakang , adanya benjolan pada tulang belakang, nyeri  menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal muncul mendadak    sebagai nyeri di area  telinga  atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di
bagian torakal bawah maka nyeri  berwujud nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini  hanya mereda  saat  beristirahat. Keluhan deformitas pada tulang belakang (kyphosis) terjadi pada 85% masalah ditambah oleh muncul mendadak  nya gibbus yaitu
punggung yang membungkuk dan membentuk sudut, yaitu lesi yang tidak stabil ,Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis). Terjadi  40% masalah. Defisit   antara lain: nyeri radikular , sindrom kauda equina , paraplegia, paresis, hipestesia, Nyeri radikuler menunjukan adanya gangguan pada radiks (radikulopati). Spondilitis TB servikal jarang terjadi,
namun manifestasinya lebih berbahaya sebab  dapat memicu  disfagia , stridor, tortikollis, suara  serak efek  gangguan n. laringeus. Jika n. frenikus terganggu, pernapasan terganggu , muncul mendadak   sesak  napas ( Millarasthma).  gejala awal spondilitis servikal yaitu  kaku leher, Abses  terjadi pada tulang belakang yang  menjalar
ke rongga dada bagian bawah atau ke bawah ligamen inguinal.
Pemeriksaan Fisik : 
ada  pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel di subkutan. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki pendek, nyeri di punggung. Rigiditas pada leher 
bersifat asimetris , muncul mendadak    torticollis 
Abses yang besar, terutama pada anak, akan mendorong dorong trakhea ke sternal notch
sehingga akan memicu  kesulitan menelan dan  muncul stridor respiratoar. Infeksi di regio torakal  memicu  punggung tampak menjadi lebih kaku.jika berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya.Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya
sementara tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku , adanya deformitas,  berwujud : spondilolistesis,  dislokasi , kifosis (gibbus/angulasi tulang belakang),skoliosis, bayonet  deformity, subluksasi,  gibbus menampakan diri dengan  penonjolan-penonjolan bagian posterior tulang belakang ke arah dorsal efek  angulasi kifotik vertebra. Palpasi :
- jika ada  abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa sedikit hangat (dinamakan  cold abcess, yang
membedakan dengan abses  piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di retropharynx  di sisi leher (di belakang otot sternokleidomastoideus) atau   area  lipat paha, fossa iliaka, tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar dinding dada. bahwa tidak ada kaitan antara
ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.
-Spasme otot protektif ditambah keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.
Perkusi :
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness,
Pemeriksaan Penunjang
-- Laboratorium :
-Cairan serebrospinal dapat tidak normal  (pada masalah dengan meningitis tuberkulosa). Cairan serebrospinal akan tampak: Xantokrom, jika dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal,
Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear). Pada tahap akut responnya bisa berwujud neutrofilik seperti pada meningitis piogenik  Kandungan protein meningkat. Kandungan gula normal pada tahap awal namun jika berwujud  kuat ,ulangi pemeriksaan,
-Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD) positif. Hasil yang positif dapat muncul mendadak   pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium.Laju endap darah meningkat (tidak ), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam.
-Kultur urin pagi (membantu jika terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan bilas  lambung (hasil  positif  jika ada  keterlibatan paru-paru yang aktif).
-Apus darah tepi menunjukan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat relatif ,
--Radiologis
Gambarannya beragam tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
a. Foto rontgen dada dilakukan pada  pasien untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di paru (40%  masalah memiliki foto rontgen yang tidak normal ).
Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan psoas. Tampak  bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi,
Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di  tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat sesudah  3 - 8 minggu onset penyakit. Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus atau
prosesus spinosus. 
-Neddle biopsi / operasi eksplorasi (costotransversectomi) dari lesi spinal  diperlukan pada masalah yang sulit namun memerlukan
pengalaman,
- diagnosa  dapat  dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi pus paravertebral yang   diperiksa secara mikroskopis untuk mencari basil
tuberkulosa dan granuloma,  lalu dapat diinokulasi di dalam guinea babi.
- Computed Tomography – Scan (CT)  untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga
yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan. Gambaran CT scan pada spondilitis TB tampak kalsifikasi pada psoas ditambah dengan adanya kalsifikasi periperal.
-Magnetic Resonance Imaging (MRI)
bermanfaat   untuk membedakan komplikasi yang bersifat kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang.
Penegakan diagnosa seperti pada penyakit  melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, diikuti dengan pemeriksaan penunjang. Anamese berwujud nyeri punggung belakang yaitu  keluhan yang paling awal, sering tidak  dan membuat diagnosa yang dini menjadi sulit. Maka dari itu, setiap pasien TB paru dengan keluhan nyeri punggung harus dicurigai mengidap
spondilitis TB sebelum terbukti sebaliknya.
diagnosa Banding: 
- Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid).
-Tumor ( eosinophilic granuloma, aneurysma bone cyst , Ewing’s sarcoma,leukemia, Hodgkin’s disease,)
-Infeksi piogenik contoh : sebab suppurative spondylitis/  staphylococcal, Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen menunjukan adanya infeksi piogenik.  keterlibatan dua atau lebih corpus vertebra.yang berdekatan  menunjukan adanya infeksi tuberkulosa dibandingkan infeksi bakterial lain.
Metastase  memicu  destruksi dan  kolapsnya corpus vertebra namun berbeda dengan spondilitis tuberkulosa sebab  ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara radiologis kelainan sebab  infeksi memiliki bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.
pengobatan:
Tujuan terapi pada masalah spondilitis tuberkulosa yaitu  :
 Mencegah deformitas atau defisit neurologis ,Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakitUntuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa
terbagi menjadi :
-Pemberian terapi anti tuberkulosa semua tuberkulosa  termasuk tuberkulosa tulang belakang. Regimen 4 macam obat termasuk etambutol, INH, rifampisin, dan pirazinamid , 
memerlukan pengobatan rutin hanya 6-,9 bulan,
selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama pengobatan  berdasar perbaikan gejala klinis atau stabilitas klinik pasien. obat yang biasa dipakai untuk pengobatannya :
-Ethambutol (EMB)
Bersifat  ekstraseluler,bakteriostatik intraseluler . Efek samping : adanya central scotoma, toksisitas okular (optic neuritis) dengan muncul mendadaknya kondisi buta warna, berkurangnya ketajaman penglihatan  Dipakai secara hati-hati
untuk pasien dengan insufisiensi ginjal. Dosis : 15-25 mg/kg/hari
-Streptomycin (STM)
Bersifat bakterisidal . Efek samping : ototoksisitas (kerusakan syaraf VIII), nausea dan vertigo (terutama sering mengenai pasien lanjut usia)Dipakai secara hati-hati untuk pasien dengan insufisiensi ginjal. Dosis : 15 mg/kg/hari – 1
g/kg/hari Istirahat tirah baring, Istirahat 
dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada  keadaan yang akut atau tahap aktif
-Isoniazid (INH) Bersifat bakterisidal baik di intra atau  ekstraseluler. Efek samping :
hepatitis pada 1% masalah yang mengenai lebih banyak pasien berusia lanjut usia, peripheral neuropathy sebab  defisiensi piridoksin secara relatif (bersifat reversibel  dengan pemberian suplemen piridoksin). Dosis INH yaitu  5 mg/kg/hari – 300 mg/hari
-Rifampin (RMP).Bersifat bakterisidal, efektif pada tahap multiplikasi cepat atau  lambat dari basil, baik di intra atau  ekstraseluler. Efek samping  dose dependent peripheral neuritis, perdarahan pada traktus gastrointestinal, cholestatic jaundice, trombositopenia ,  Hepatotoksisitas meningkat jika dikombinasi dengan INH. Dosisnya : 10 mg/kg/hari – 600 mg/hari.
-Pyrazinamide (PZA) Berpenetrasi baik ke dalam cairan serebrospinalis. Efek samping :
Hepatotoksisitas dapat muncul mendadak   efek  dosis tinggi obat ini yang dipakai  dalam jangka yang panjang ,Asam urat akan meningkat, namun  kondisi gout jarang tampak. Dosis : 15-30mg/kg/hari,
Terapi operatif
Intervensi operasi  bermanfaat untuk   pasien yang memiliki lesi   kompresif secara radiologis dan memicu  muncul mendadak  nya kelainan
neurologis. Tindakan operasi juga dilakukan jika sesudah  3- 4 minggu pemberian terapi obat antituberkulosa dan tirah baring (terapi konservatif) dilakukan namun tidak memberi respon yang baik sehingga lesi spinal efektif diterapi dengan operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi “pus” tuberkulosa, mengambil sekuester tuberkulosa dan tulang  yang terinfeksi dan memfusikan segmen tulang belakang yang terlibat. Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB yang
mengalami paraplegi yaitu  laminektomi, costrotransversectomi, dekompresi anterolateral
Prognosis spondilitis TB beragam tergantung dari manifestasi klinik yang terjadi.Prognosis bertambah baik jika pengobatan lebih cepat dilakukan,Prognosis yang buruk berkaitan dengan TB milier, dan meningitis TB, dapat terjadi sekuele antara lain  retardasi mental, gangguan bergerak tuli, buta, paraplegi,  Mortalitas yang tinggi terjadi pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun 




-ENSEFALOPATI
Ensefalopati yaitu  penyakit   bukan sebagai penyakit tunggal yang mengenai otak namun suatu sindrom yang  memicu  disfungsi otak secara global. Dimana sindrom ini dipicu  
oleh pemicu baik organik atau inorganik. Diantara pemicunya yaitu  sebab  keracunan (ammonia,merkuri, timbal), alkoholik atau penyakit sistemik/metabolik yang mendasari (hipertensi, uremia, sirosis hepatis, gagal ginjal), hipertensi, trauma,tumor otak.infeksi (contoh  akibat Salmonella typhi), anoksia, defisiensi nutrisi ( ensefalopati Wernicke yang dipicu  sebab  kekurangan vitamin B1), Kerusakan yang terjadi pada otak bersifat permanen.Gejala bervariasi mulai dari yang ringan
seperti kehilangan ingatan , perubahan kepribadian,  hambatan berkonsentrasi  sampai 
demensia, kejang, koma bahkan kematian. kadang ensefalopati  mirip  stroke seperti kelemahan sesisi tubuh termasuk merot atau gangguan
bicara.pemeriksaan neurologi  ada  myoclonus, asterixis ( tonus otot hilang),nistagmus, tremor, kejang. Perubahan pola pernapasan Cheyne stoke respiration.
Pada pemeriksaan fisik ada  tanda berwujud inkordinasi, ataxia kesulitas berjalan, gangguan penglihatan, gangguan gerakan bola mata. 
Pemeriksaan penunjang diantaranya:
- Laboratorium darah (kimia klinis seperti glukosa darah, fungsi ginjal),elektrolit,-Cairan serebrospinal melalui lumbal pungsi untuk mengetahui adanya infeksi intrakranial,
-Brain imaging seperti CT Scan, MRI,
-EEG ,-Laboratorium darah rutin (untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi),
-pungsi Lumbal,
Penegakan diagnosa  ensefalopati dilakukan dari anamese pasien, keluhan pasien, sejak kapan  muncul mendadak  dan riwayat penyakit metabolik mungkin menjadi pemicu, riwayat konsusmsi alcohol, obat,  infeksi yang menyertai. Hal lain yang dapat membantu diagnosa yaitu  dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang mengarah ke ensefalopati.
pengobatan: ensefalopati bergantung dari pemicu yang mendasarinya, contoh 
uremia ensefalopati efek  gagal ginjal, maka terapinya yaitu  dialisis atau transplantasi ginjal. ensefalopati efek  anoksia , terapi yang diperlukan yaitu  terapi oksigen, 
 pada prinsinya pengobatan: pasien dengan ensefalopati yang pertama yaitu  primary survey
ABCD. Jika airway pasien terganggu, intubasi endotrakeal dapat dilakukan   
Beberapa ensefalopati  bersifat reversible, namun lainnya  berkembang memburuk dan memicu  perubahan struktur yang permanen pada otak, bahkan memicu  kematian. Hal ini tergantung dari pemicu yang mendasari ensefalopati itu sendiri.


-KOMA
Koma  suatu keadaan di mana pasien mengalami  penurunan kesadaran dan tidak dapat dibangunkan secara kuat dengan stimulus kuat yang sesuai. Pasien mungkin masih dapat meringis atau melakukan gerakan stereotipik, namun tidak dapat melakukan lokalisasi nyeri dan gerakan defensif yang sesuai. Seiring dengan
semakin dalamnya koma, pada akhirnya pasien tidak merespons terhadap rangsangan
sekuat apapun. Paisen koma memiliki GCS < 7. Koma dapat terjadi efek  gengguan
fungsi baik pada brainsterm reticular activating system diatas midpons atau  pada kedua hemisfer serebri yang mengatur kesadaran. Faktor pemicu koma  dibagi 4 kelompok, yaitu ensefalopati difus,psikiatrik, lesi supratentorial, lesi subtentorial , ensefalopati difus,
- ensefalopati penyebab difus  Meningits, ensefalitis, hipoglikemia,  Global cerebral iskemik, hepatik ensefalopati, hiponatremi, hipertermi, kejang prolonged, intoksikasi obat, hiperosmolar.
- Psikiatrik penyebab Reaksi konversi, depresi, stupor katatonik,
-lesi supratentorial  penyebab Hematom subdural, hematom epidural, kontusio serebri, Hematom intraserebral, abses otak,stroke,tumor otak,
-lesi subtentorial penyebab Trombosis/ emboli arteri basilar, Perdarahan pons,perdarahan cerebellar, subdural dan epidural hematom fosa posterior,
Manifestasi klinis koma  efek  lesi kompresi di susunan saraf pusat dapat muncul mendadak   secara berbeda-beda, tergantung dari lokasi di susunan saraf pusat dan juga proses terjadinya lesi itu . Manifestasi klinis lesi kompresi
pada hemisfer serebri yang berjalan lambat, baik oleh sebab  tumor, hematoma atau  abses, dapat menjadi tidak jelas.  ini dipicu  oleh sebab 
kemampuan jaringan otak di hemisfer serebri yang sangat elastis, sehingga mampu untuk bertahan terhadap tekanan dan tarikan dalam jumlah besar selama masih dapat dikompensasi oleh pemindahan likuor. Diensefalon dapat
mengalami kompresi oleh masa di area  thalamus (biasanya tumor atau perdarahan) atau di sisterna suprasellar ( adenoma hipofisis ,kraniofaringioma, atau tumor sel germinal).  Tumor supraselar  memicu  gangguan lapangan pandang khas (hemianopsia bitemporal),  Tumor supraselar  memicu  penurunan kesadaran,  jika meluas lebih lanjut ke arah sinus kavernosus  memicu  cedera nervus okulomotorik dan cabang oftalmik nervus
trigeminal. Tumor supraselar yang merusak batang hipofisis dapat memicu  berbagai  gangguan endokrin seperti  galaktore , amenore, diabetes insipidus, panhipopituitarism  pada wanita. Penekanan terhadap otak tengah dorsal oleh masa dari area  pineal juga menekan area  pretektal, sehingga selain memicu  penurunan
kesadaran, lesi itu  juga memicu  beberapa  neuroooftalmologis diagnostik. Pupil pada masalah ini dapat menjadi non-responsif terhadap
rangsang cahaya (refleks cahaya negatif) dan sedikit membesar ditambah  gangguan gerakan bola mata vertikal  terganggu,  konvergensi, nistagmus konvergen dan kadang nistagmus refrakter (sindroma Parinaud). Lesi masa
di area  fosa posterior paling banyak berasal dari serebelum dan memicu  koma dengan secara langsung menekan batang otak. Manifestasi
klinis lesi di area  ini  digambarkan dengan lesi yang mengenai area  pons, di mana terjadi diameter pupil yang kecil namun reaktif, gangguan refleks vestibulokoklear dan juga postur deserebrasi. Lesi di area  ini dapat memicu  penekanan ke atas dan memicu  herniasi batang otak melalui nodus supratentorial, jika ini terjadi pupil dapat menjadi asimetris dan non-
reaktif.
Manifestasi klinis koma  efek  herniasi unkal memberi gambaran penurunan kesadaran secara bertahap pada tahap awal yang ditambah atau didahului oleh dilatasi pupil unilateral. Dilatasi pupil  sering terjadi ipsilateral terhadap masa dan terjadi efek  kompresi N.III oleh girus unkal yang menekan. Manifestasi klinis koma  efek  herniasi sentral memberi manifestasi klinik berwujud  penurunan kesadaran , kebingungan, apati  ,ditambah dengan pernapasan Cheyne Stokes
Setiap pasien dengan koma metabolik memiliki berwujud yang khas, tergantung dari penyakit pemicunya, kedalaman koma dan komplikasi yang dipicu  oleh keadaan komorbid atau pengobatan. Pasien dengan penyakit
otak metabolik juga sering mengalami  kejang fokal  atau umum yang tidak dapat dibedakan dengan kejang efek  penyakit otak struktural,
Pemeriksaan Lateralisasi ini  dipakai  untuk menentukan etiologi. tanda fraktur basis crani
Temukan adanya otorrea CSF ,racoon eye , battle sign, hemotimpani atau rhinorrea   ,
Derajat Kesadaran
Ditentukan dengan skala koma Glasgow Coma Scale. Tanda vital (RR, suhu,Tekanan darah, nadi)
Respirasi
Cepat atau lambat, penyakit otak metabolik hampir selalu memicu  kelainan pernapasan baik dari sisi kedalaman atau  irama. Kebanyakan perubahan ini terjadi secara non- dan yaitu bagian dari penekanan batang otak yang lebih
luas. pasien dalam keadaan stupor atau koma ringan seringkali menampilkan gambaran pernapasan Cheyne Stokes. Hipoglikemia dan kerusakan anoksik lebih sering lagi memicu  hiperpnea transien, sedang ketoasidosis diabetik dan pemicu koma lainnya yang menghasilkan asidosis metabolik  menunjukan pernapasan  lambat dan dalam , Pada pasien dengan koma dalam, keadaan pupil menjadi kriteria klinis yang paling penting dan mampu membedakan antara kerusakan struktural dengan penyakit metabolik. Adanya refleks cahaya pupil yang tetap terjaga, walau  ditambah dengan depresi pernapasan, respons kalorik vestibuloookular negatif,
kekakuan deserebrasi atau flasiditas motorik    menandakan  koma metabolik. Sebaliknya, jika asfiksia, ingesti antikolinergik atau glutetimid dan
penyakit pupil sebelumnya dapat disingkirkan, ketiadaan refleks cahaya pupil menandakan adanya penyakit struktural dibanding metabolik,
Bola mata  bergerak secara acak pada koma metabolik ringan dan lalu diam pada posisi depan seiring dengan mendalamnya koma.
Pasien dengan penyakit otak metabolik  memperlihatkan 2 tipe kelainan motorik: 
-gerakan tidak bertujuan khas yang hampir patognomonik untuk penyakit otak metabolik. Kelainan motorik difus ,sering ada  pada koma metabolik dan menggambarkan derajat dan
distribusi depresi SSP. 
-kelainan non- dari  kekuatan, tonus dan refleks
termasuk juga kejang fokal dan umum; 
Paratonia dan refleks primordial (mencucur, menghisap dan menggenggam) ada  pada demensia dan koma ringan. Dengan penekanan batang otak yang semakin lanjut rigiditas fleksor dan  ekstensor dan kadang  flasiditas . kondisi rigiditas ini kadang ada  asimetrik. Kelemahan fokal juga seringkali ada  pada
pasien dengan penyakit otak metabolik. Tremor, asteriksis dan mioklonus multifokal yaitu manifestasi terutama dari penyakit otak metabolik; ketiga manifestasi di atas jarang ada  pada lesi struktural fokal kecuali memiliki komponen toksik atau infeksi, Pemeriksaan  untuk diagnosa koma yaitu : analisis kimiawio toksikologik darah dan urin, pencitraan CT scan  atau MRI kranial, EEG , pemeriksaan likuor serebrospinalis. Analisis gas darah arterial  membantu pada pasien dengan penyakit paru dan kelainan asam basa. Gangguan metabolik yang sering dilihat pada praktek klinis
memerlukan pemeriksaan fungsi ginjal (BUN) , hati (NH3), elektrolit, glukosa, kalsium,osmolaritas, 
 diagnostik pasien koma,  mengacu pada berikut:
Anamnesis (dari keluarga, teman, pendamping)
-Penyakit medis terdahulu ( gagal ginjal, penyakit jantung,diabetes),
-Riwayat kesehatan kejiwaan,
-Akses terhadap obat  ( sedatif, psikotropika),
- onset koma (mendadak, gradual)
-Keluhan terkini ( kelemahan fokal, vertigo,depresi)
-Trauma terkini,Pemeriksaan fisik umum :
 gejala vital,gejala trauma,gejala penyakit sistemik akut atau kronik ,gejala pemakaian  obat  (bekas jarum, bau alkohol),Rigiditas nukal (pastikan cedera servikal sudah  disingkirkan)
Pemeriksaan neurologis:
Respons okulovestibular,Respons korneal,Pola pernapasan,Respons motorik,Refleks tendon dalam, Tonus otot skeleta, Respons verbal,Bukaan mata,Fundus optikus,Respons pupil,Gerakan mata spontan, Respons okulosefalik   (singkirkan dahulu cedera servikal),
Pemeriksaan Penunjang
Elektrolit (Na, K,Ca,Mg), CT Scan atau MRI kranial,Lumbal pungsi, EEG, Pemeriksaan darah dan urin rutin,Pemeriksaan fungsi liver,Pemeriksaan fungsi ginjal, Gula darah,Analisa gas darah,  
diagnosa Banding: 
--penyakit yang memicu  iritasi meningeal, dengan atau tanpa demam, dengan peningkatan leukosit atau eritrosit di likuor serebrospinal, biasanya tanpa tanda neurologis fokal, lateralisasi atau tanda batang otak lainnya. Pencitraan dengan
CT scan  atau MRI, disarankan mendahului pungsi lumbal, dapat normal atau  tidak normal .
-- penyakit yang tidak menunjukan gejala neurologis fokal atau lateralisasi, biasanya dengan fungsi batang otak normal. Pencitraan CT scan  dan konten selular likuor serebrospinal juga normal.Gangguan metabolik: anoksia, asidosis diabetik, uremia, gagal hati, Intoksikasi: alkohol, barbiturat dan obat  sedatif lainnya,defisiensi nutrisi berat, keracunan karbon monoksida, penyakit tiroid , ensefalopati Hashimoto,  opiat .
hiperglikemia non-ketotik hiperosmolar, hipo , hipernatremia, hipoglikemia, krisis Addisonian, 
Renjatan oleh sebab  sebab apapun.
Keadaan pasca kejang dan status epileptikus non-konvulsif dan konvulsif.
Ensefalopati hipertensif dan eklamsia.
Hipertermia dan hipotermia.
Infeksioinfeksi berat: sindrom Waterhouse Friderischsen,pneumonia, peritonitis, demam tifoid, malaria,septikemia, Kontusio serebri,Hidrosefalus akut, -Peradangan menings sebab  neoplasma atau parasit.
-kadang trauma,Perdarahan subarakhnoid dari ruptur aneurisma, malformasi arteriovenosa  
-Meningitis bakterial akut,
- Ensefalitis viral tertentu,
--penyakit yang memicu  gejala fokal batang otak atau lateralisasi serebral, dengan atau tanpa perubahan di likuor serebrospinalis.Pencitraan CT scan  dan MRI biasanya tidak normal .
Tumor otak.Perdarahan pontin atau serebelum.Lainolain: trombosis vena korteks, beberapa bentuk ensefalitis viral (herpetik), Perdarahan hemisferik atau infark luas. Infark batang otak oleh sebab  trombosis arteri basilar atau embolisme.Abses otak, empiema subdural, ensefalitis herpetika.Perdarahan epidural dan subdural dan kontusio serebri. infark embolik fokal sebab  endokarditis bakterialis, leukoensefalitis hemoragik akut, ensefalomielitis diseminata pasca infeksi, limfoma intravaskular, purpura trombotik trombositopenik, embolisme lemak luas ,
Tatalaksana kegawat daruratan:
Pastikan oksigenasi ( airway pasien paten)
Pertahankan sirkulasi,Pasang iv line, kateter
Kendalikan gula darah, Turunkan tekanan intrakranial, Hentikan kejang,obati infeksi,
Kendalikan kelainan asam basa dan elektrolit,
 Kendalikan suhu tubuh,Berikan tiamin, Berikat antidotum  (flumazenil, nalokson .),Kendalikan agitasi,Amankan oksigenasi, Pasien koma idealnya harus mempertahankan Pao2 lebih tinggi dari 100 mmHg dan PaCo2 antara 35 dan 40mmHg.
Pertahankan tekanan darah arterial rerata (mean arterial pressure/MAP; 1/3 sistolik + 2/3 diastolik) antara 70 dan 80mmHG dengan memakai obat 
hipertensif dan  atau hipotensif seperlunya. Secara umum, hipertensi tidak boleh diterapi langsung kecuali tekanan diastolik di atas 120mmHg. Pada pasien lansia dengan riwayat hipertensi kronik, tekanan darah tidak boleh diturunkan melebihi
level dasar pasien itu , oleh sebab  hipotensi relatif dapat memicu  hipoksia serebral. Pada pasien muda dan sebelumnya sehat, tekanan sistolik di atas 70 atau 80 mmHg biasanya cukup,  jika ada peningkatan TIK maka MAP yang lebih tinggi harus di capai (contoh  di atas 65 mmHg).
Kadar glukosa harus dipertahankan secara ketat antara 80 dan 110mg/dL,bahkan sesudah  episode hipoglikemia yang diterapi dengan glukosa prinsiip hati-hati harus diterapkan untuk mencegah hipoglikemia ulangan. Infus glukosa dan air ( 25 g dekstrosa 5% atau 10%)  disarankan untuk diberi  sampai situasi stabil. Pada pasien stupor atau koma dengan riwayat alkoholisme kronik dan atau malnutrisi. Pada pasien seperti di atas, loading glukosa  memicu  ensefalopati Wernicke akut, oleh sebab  itu disarankan untuk memberi 50 sampai 100 mg tiamin saat  atau sesudah  pemberian glukosa. Turunkan tekanan intrakranial Hentikan kejang
Kejang berulang dengan etiologi apapun dapat memicu  kerusakan otak dan harus dihentikan. Kejang umum dapat diterapi dengan lorazepam
(sampai 0,1mg/kg) atau diazepam (0,1 -0,3mg/kg) intravena.
Beragam infeksi dapat memicu  delirium atau koma, dan infeksi dapat mengakserbasi coma dari sebabosebab lainnya. Kultur darah harus diambil padasemua pasien demam dan hipotermik tanpa sebab yang jelas. Pasien lansia atau dengan penekanan sistem imun harus diberi  ampicillin untuk meliputi  Listeria monocytogenes.  penambahan deksametason untuk pasien dengan infeksi Listeria menurunkan komplikasi jangka panjang. Pemberian antiviral untuk herpes simpleks (asiklovir 10mg/kg setiap 8 jam)
disarankan jika ada kecurigaan klinis,  ini disebab kan infeksi dengan virus itu  sering memicu  penurunan kesadaran. Pada pasien dengan
penekanan sistem imun, infeksi dengan jamur dan parasit lainnya juga  dipikirkan, namun oleh   sebab  perjalanan penyakitnya lebih lambat
pengobatan dapat menunggu pemeriksaan pencitraan dan likuor serebrospinalis.
Pada keadaan asidosis atau alkalosis metabolik, kadar pH biasanya akan kembali ke normal dengan memperbaiki pemicunya sesegera mungkin sebab  asidosis metabolik dapat menekan fungsi jantung dan alkalosis metabolik dapat mengganggu fungsi pernapasan. Asidosis respiratorik mendahului  kegagalan napas, sehingga harus menjadi peringatan   bahwa  ventilator mekanis  diperlukan. Peningkatan kadar Co2  dapat menaikkan tekanan intrakranial, sehingga harus di jaga dalam kadar senormal mungkin. Alkalosis respiratorik dapat memicu  aritmia jantung dan menghambat usaha penyapihan dari dukungan ventilator. Hipertemia yaitu keadaan yang berbahaya sebab  meningkatkan kebutuhan metabolisme serebral, bahkan pada tingkat yang ekstrim dapat mendenaturasi protein selular otak. Suhu tubuh di atas 38,5°C pada pasien hipertermia harus
diturunkan dengan memakai antipiretik dan jika diperlukan dapat dipakai  pendinginan fisik ( selimut pendingin). Hipotermia menonjol  (di bawah 34°C) dapat memicu  gangguan koagulasi, trombositopenia , leukopenia,pneumonia, aritmia jantung, kelainan elektrolit, hipovolemia, asidosis metabolik, Pasien harus dihangatkan secara bertahap untuk mempertahankan suhu tubuh di atas 35° ,Banyak pasien datang ke unit gawat darurat dalam keadaan koma yang dipicu 
oleh overdosis obat ,obat  sedatif, alkohol, opioid, penenang, opioid dan halusinogen dapat dikonsumsi tunggal atau dengan kombinasi. Kebanyakan masalah overdosis dapat diobati hanya dengan penatalaksaan suportif, bahkan sebab  banyak dari pasien ini memakai obat secara kombinasi pemberian antidotum  sering tidak membantu. Pemberian koktail koma,campuran  flumazenil,dekstrosa, tiamin, naloksone  jarang sekali membantu dan  membahayakan pasien. Meskipun demikian, saat  ada kecurigaan kuat bahwa ada zat  yang sudah  dikonsumsi, maka beberapa antagonis yang   membalikkan efek obat  pemicu koma dapat berguna.  obat  dengan dosis sedatif harus dihindarkan sampai dapat diperoleh diagnosa yang jelas dan pasti bahwa permasalahan yang terjadi  yaitu 
metabolik bukan struktural. Agitasi dapat dikendalikan dengan merawat pasien di dalam ruangan bercahaya , Dosis kecil lorazepam (0,5 sampai 1,0mg per oral) dapat diberi  dengan dosis
tambahan setiap 4 jam sejauh yang diperlukan dapat dipakai  untuk mengendalikan  agitasi. jika ternyata tidak mencukupi, maka dapat diberi  haloperidol 0,5 sampai 1,0mg per oral  atau intramuskular dua kali sehari, dosis tambahan setiap 4 jam dapat diberi sesuai  keperluan, Pada
pasien yang sudah  mengkonsumsi alkohol atau obat  sedatif secara rutin, dosis yang lebih besar  diperlukan oleh sebab  adanya toleransi silang.
 valproat, benzodiazepine, dan atau antipsikotik
 meredakan agitasi saat  obat  primer sudah  gagal. Untuk sedasi jangka waktu  pendek, seperti yang diperlukan untuk melakukan CT scan ,
maka sedasi intravena dengan memakai propofol atau midazolam dapat dipakai , oleh sebab  obat  ini memiliki masa kerja singkat dan midazolam dapat dibalikkan efeknya sesudah  prosedur selesai. Erosi kornea dapat muncul mendadak   dalam jangka waktu 4 sampai 6  jam jika mata
pasien koma terbuka baik secara penuh atau sebagian.  Keratitis efek  paparan
dapat memicu   terjadinya ulserasi kornea bakterial sekunder. Pencegahan terhadap keadaan di atas dapat diperoleh dengan meneteskan air mata buatan setiap 4 jam atau dengan memakai balut korneal polietilen. Memeriksa refleks
kornea dengan kapas berulang  dapat merusak kornea, teknik yang  aman   yaitu   meneteskan tetes mata saline dari jarak 10- 15 cm.
Tatalaksana di Rumah sakit pada pasien dengan keadaan koma yaitu  :
-  Mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik efek 
hambatan yang terjadi  akibat strokenya sendiri,
-Melakukan oksigenasi.
-Prosedur pasien dengan penurunan kesadaran
 Posisi dekubitus lateral untuk hindari obstruksi jalan napas,Pesangan endotracheal tube dan sekresi harus sering dihisap, Pemasangan trakeostomi, jika intubasi lebih dari 3 hari
Pesangan NGT untuk tingkatkan ventilasi
 Lakukan analisa gas darah,
(tekanan darah) Mengusahakan otak tetap memperoleh aliran darah yang cukup. Pemantauan Tekanan darah, Hb, glukosa darah dan keseimbangan elektrolit.
Pemantauan Tekanan darah
Jangan melakukan penurunan tekanan darah dengan cepat pada masa akut sebab  akan menurunkan perfusi ke otak.TD tidak harus diturunkan kecuali pada hipertensi berat, dimana TD lebih dari 180/110 (pasien muda)atau 210/120 (pasien tua),Pemantauan glukosa darah
Hipoglikemi atau hiperglikemia berefek negatif terhadap kenaikan TIK, oleh sebab  itu kadar glukosa harus dijaga anatara 140 sampai 180 mg/dl (fungsi otak)  Memfokuskan pada penurunan kesadaran,mengatasi kejang yang muncul mendadak   dan peningkatan TIK,
Penurunan kesadaran :
 Pemantauan tingkat kesadaran dan tanda vital tiap 2 - 4 jam, Atasi kejang,,Jika terjadi kejang , perlu pemberian diazepam intravena atau
carbamazepin. sesudah  kejang berhenti , pemberian fenitoin iv untuk mengendalikan kejang.
 Jika kejang tidak dapat dikendalikan dengan antikonvulsan, maka diperlukan anestesi barbiturat
Peningkatan TIK:  Edema otak dapat memicu  peningkatan TIK, oleh sebab  itu perlu
diatasi dengan cara: Memposisikan kepala  15- 30
0, Hiperventilasi melalui ventilator Sasaran pC- yang diharapkan yaitu  30-35 mmHg agar
menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral.
- osmoterapi dengan pemberian Manitol 20 %, atau gliserol 50% . Dosis awal manitol 20% 1- 1,5 g/kg beratbadan  IV bolus, diikuti dengan
0,25- 0,5 g/kg beratbadan  IV bolus tiap 4- 6 jam.Namun osmoterapi hanya efektif selama 48-72 jam.Perlu diperhatikan fungsi ginjal dan
tekanan vena sentral pada pasien jantung.
 Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini  dipakai  pada masalah yang refrakter terhadap pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan
pembedahan.  Induksi hipotermi sudah  dipakai  sebagai intervensi neuroproteksi pada pasien. dengan lesi serebral akut.
 kandung kemih : Bertujuan menghindari retensio urin atau  inkontinensia urin,Memasang kateter jika terjadi retensi urin jika kesadaran pasien
terganggu dan tidak dapat berkemih lebih dari 6 jam, Perhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Dehirasi akan meningkatkan kekentalan darah dan menurunkan TD  akan
memperburuk iskemik otak. Hidrasi yang berlebihan efek  pemberian
cairan hipoosmolar juga dapat memperburuk edema otak,Bowel (pencernaan): 
mengusahakan kelancaran defekasi sebab  sembelt dapat meningkatkan TIK.. jika tidak dapat makan per oral, maka dipasang NGT,Cegah perdarahan GI dengan pemberian profilaksis antasida dan anagonis reseptor H2



PUSING
Neuralgia trigeminal (Tic Douloureux) dijelaskan  oleh IASP (International Association for the study of Pain ) sebagai nyeri di wajah yang muncul mendadak  , biasanya unilateral. Nyerinya singkat  seperti ditusuk disalah satu cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya dipicu oleh stimulus ringan dan muncul mendadak   spontan. ada  “ trigger area” diplika nasolabialis dan atau dagu  pusing Perdossi, neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai  serangan nyeri wajah dengan gejala khas berwujud nyeri unilateral, tiba tiba, seperti tersengat aliran listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus.  biasanya
terjadi remisi dalam jangka waktu yang beragam. Neuralgia Trigeminal  dialami pada wanita  usia diatas sekitar 40 tahun dengan rata-rata antara 50 sampai 59 tahun , walau  kadang ada  pada usia muda terutama jenis sekunder /atipikal ,
Disamping nyeri ada  juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial, berwujud gangguan autonom (Horner syndrom),Pasien dengan Neuralgia Trigeminus Idiopatik akan mengalami gejala  nyeri yang bersifat
paroxysmal dan terasa diarea sensorik cabang maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.muncul mendadak  nya serangan bisa berlangsung 35 menit yang berikutnya menyusul antara beberapa detik sampai menit. Namun , pada pasien dengan neuralgia trigeminus simptomatik , nyeri berlangsung terus menerus dan
terasa diarea cabang nervus infra orbitalis atau optalmikus, Nyeri ini muncul mendadak   terus
menerus dengan puncak nyeri lalu hilang muncul mendadak   kembali. 
Pada pemeriksaan fisik neurologi ada  saat terjadi serangan, penderita tampak menderita  sedang diluar serangan tampak normal. Reflek
kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral.Membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot pterygoideus. Pemeriksaan fungsi nervus
trigeminus, antaralain: pemeriksaan Reflek cornea, Reflek lakrimasi,Reflek bersin / nasal bechterew,Reflek jaw jerk, pemeriksaan refleks trigeminal , pemeriksaan fungsi metori, pemeriksaan fungsi sensorik,Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CT scan kepala atau MRI kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang tidak terlalu kecil dan aneurisma. MRI  bermanfaat sebab  dengan alat ini dapat dilihat kaitan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi tumor yang masih kecil, MRI  diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang tidak khas penyebaranya atau waktunya maupun yang tidak mempan pengobatan. Indikasi lain contoh  pada penderita yang onsetnya masih muda, terutama jika jarang  ada, saat  remisi dan ada  gangguan sensisibilitas yang obyektif. Pada Neuralgia Trigeminal idiopatik, CT Scan dan MRI tidak ada  kelainan yang bermakna ,  juga dengan pemeriksaan arteriography.
Diagnosa  neuralgia trigeminal  dibuat berdasar  anamnesa pasien secara teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan yaitu efek samping, dosis,  respons terhadap pengobatan, lokalisasi nyeri , kapan dimulainya nyeri , menentukan interval bebas nyeri,
menentukan lamanya , menanyakan riwayat penyakit lain seperti  ada penyakit herpes atau tidak.  kriteria diagnostik dari neuralgia trigeminal
- Serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
-. Tidak ada kelainan neurologis.
-. Tersingkirnya masalah nyeri wajah lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus jika diperlukan.
-Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat :
--Nyeri dapat muncul mendadak   spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti membasuh wajah , menggosok gigi, makan, mencukur, bercakap cakap,area picu  ipsilateral atau kontralateral.
--Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
--Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada cabang mandibularis atau maksilaris.
-- onset dan terminasinya terjadi mendadak , kuat, tajam , superficial, serasa menikam atau membakar.
--Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
-Serangan bersifat stereotipik/ pola serangan sama terus,
Neuralgia trigeminal seharusnya memenuhi seluruh kriteria itu ,
diagnosa Banding : 
Kelainan temporomandibuler. Sinusitis, Migrain, Giant cell arteritis,Atypical facial pain,Brainsterm tumor, Post herpetic neuralgia,Cluster headache,Glossopharingeal neuralgia, Neuralgia trigeminal bukan  penyakit yang mengancam nyawa.Namun, neuralgia trigeminal cenderung memburuk seiring   perjalanan penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya.
pengobatan:: 
-Terapi non Farmakologik.
Terapi farmakologik  efektif namun  ada juga pasien yang tidak bereaksi atau muncul mendadak   efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi pembedahan. Tindakan operatif yang dapat dilakukan yaitu  prosedur ganglion gasseri, terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer
dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian disatal ganglion gasseri yaitu dengan
suntikan streptomisin, lidokain, alkohol. Prosedur pada ganglion gasseri yaitu rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekwensi termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma knife yaitu terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di fossa
posterior. Dekompresi mikrovaskuler yaitu  kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior bertujuan memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus.
-Terapi Farmakologik.
Dalam guidelines EFNS ( European Federation of Neurological Society ) disarankan terapi neuralgia trigeminal dengan carbamazepin ( 400-1200mg
sehari dalam 3 dosis ) dan oxcarbazepin ( 600-1800mg sehari dalam 2 dosis) sebagai
terapi lini pertama. sedang terapi lini kedua yaitu  baclofen (10 mg 3x sehari) dan lamotrigin (400 mg/hari). Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien disarankan  mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya.
Dalam pedoman AANoEFNS (American Academy of Neurologyo European Federation of Neurological Society )   disimpulkan bahwa: carbamazepin efektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen , lamotrigin
mungkin  efektif. manfaat terapi obat  anti epilepsi yang lain seperti  phenytoin,valproat,clonazepam, gabapentin, 


 CLUSTER HEADACHE
yaitu salah satu contoh dari pusing, dimana nyeri
kepala yaitu rasa nyeri pada seluruh area  kepala
dengan batas bawah dari dagu sampai kearea  belakang kepala oksipital dan sebagian area  tengkuk.  nyeri  cluster headache seringkali digambarkan sebagai suatu nyeri
yang tajam, menusuk,  seperti terbakar, nyeri itu   meluas  pada sisi kepala yang sama pada periode cluster, dan kadang  menetap pada sisi itu  seumur hidup  pasien (unilateral). Jarang sekali rasa nyeri berpindah ke sisi lain kepala pada periode cluster lalu , letak sekitar periorbital, retroorbital, regio temporal kadang menjalar ke pipi, oksipital dan leher.Cluster headache yaitu   sindrom idiopatik  serangan  berulang dari  nyeri periorbital unilateral yang mendadak dan parah. 
Tidak seperti migraine dan  tipe tension,
cluster headache  tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan,perubahan hormonal , stress, .
Cluster headache  terjadi pada semua usia  namun yang paling sering antara dewasa muda dan usia pertengahan, pasien cluster headache  gelisah, cenderung untuk melangkah mondar-mandir
untuk mengurangi rasa sakit. Cluster headache  dipicu oleh respon sistem saraf otonom seperti keluarnya air mata berlebihan dan mata merah pada sisi yang sakit.  gelisah ,
pusing tipe cluster  diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama:
-Tipe kronis, dimana tahap cluster terjadi lebih dari sekali dalam setahun, tanpa ditambah remisi, atau dengan priode bebas nyeri yang kurang dari 1 bulan,
-Tipe episodic, dimana ada  setidaknya dua tahap cluster yang berlangsung selama 7 hari hingga 1 tahun, yang diperantarai oleh periode bebas nyeri selama 1 bulan atau lebih lama,
ada   gejala keterlibatan fenomena otonom diantaranya yaitu :
diaforesis pada wajah, edema pada palpebra dan sindrom Horner parsial atau komplit ( anhidrosis,ptosis, miosis ), wajah pucat atau  flushing , bradikardiju, Pemeriksaan neurologis    mendeteksi tanda dari cluster headache. kadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh,
rinorea dan hidung tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva,
diagnosa dilakukan berdasar  anamese dimana Cluster headache memiliki ciri khas tipe nyeri dan pola serangan.  diagnosa tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan keparahan , Frekuensi dan lama waktu terjadinya juga  faktor  penting. Dari pemeriksaan fisik , keterlibatan fenomena otonom yang jelas
yaitu   penting pada cluster headache.
Kriteria diagnosa pusing tipe Cluster berdasar  International Headache Society,
Pemeriksaan penunjang
perlu menyingkirkan kemungkinan adanya gejala yang mirip cluster headache seperti adanya lesi structural, oleh sebab  itu  disarankan
pemeriksaan CT Scan dan MRI.
-Tidak memiliki kaitan dengan penyakit lain,
-Serangan  berlangsung sekali hingga 8 kali dalam sehari,
-Nyeri hebat atau sangat hebat unilateral pada area orbital, dan atau temporal  berlangsung 15 – 180 menit jika tidak ditangani,
-pusing ditambah dengan setidaknya satu dari tanda berikut:
- Ipsilateral perspirasi pada dahi dan wajah,
-Ipsilateral miosis dan/atau ptosis.
-Perasaan gelisah dan tidak dapat beristirahat,
- Ipsilateral injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi,
- Ipsilateral kongesti nasal dan/atau rhinorrhea.
- Ipsilateral edema palpebra,
diagnosa banding: 
-. Migren: 
Minimal terjadi 5 serangan,pusing berlangsung 4- 72 jam,pusing memiliki 2 diantara karakteristik berikut: Tidak berkaitan dengan gejala lainnya,
-. Tension type headache (TTH)
Kriteriteria diagnosa:
 --Tidak ada    mual mules perih kembung , Lebih dari 1 keluhan (fotofobia atau fonofobia)
--Tidak berkaitan dengan kelainan lain,
--Minimal 10 episode serangan dengan rataorata kurang lebih 1 hari/bulan (< 12hari/tahun)
-- pusing berlangsung 30 menit – 7 hari
--pusing ada  minimal 2 gejala khas: Intensitas ringan atau sedang, Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan atau naik tangga, Lokasi bilateral, Menekan/mengikat (tidak berdenyut),
Tujuan dari pengobatan yaitu   menurunkan keparahan nyeri ,memperpendek jangka waktu serangan. obat yang dipakai  untuk cluster
headache  dibagi menjadi obat  profilaktik dan simtomatik , Pengobatan simtomatik termasuk :
1.obat anestesi lokal, contoh  lidokain 4 % intranasal. Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf menjadi kurang permeabel
terhadap ionoion.  ini mencegah pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga memicu  efek anestesi lokal.
2.Antiemetik dan sedatif ,contoh  prochlorperazine.
obat profilaksis :
- Kortikosteroid. obat kortikosteroid  efektif menghilangkan siklus cluster headache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi
diberi  selama beberapa hari lalu  diturunkan perlahan. belum diketahui Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster headache ,
-Antikonvulsan, seperti Divalproex sodium dan topiramate. Mekanismenyauntuk mencegah cluster headache masih belum jelas, dicurigai berperan dalam regulasi sensitisasi di pusat nyeri.
-Antidepresan trisiklik,
-Calcium channel blocker ( verapamil/ nimodipin/diltiazem) efektif untuk profilaksis CH, yang bisa dikombinasi dengan ergotamin atau litium.
-Lithium,
3.oksigen. Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 8 liter/menit memberi kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 % ,Efek dari pemakaian nya relatif aman, tidak
mahal, dan efeknya dapat dirasakan sesudah  sekitar 15 menit.
4. 5-Hydroxytryptamineo1 (5-HT1) receptor agonists seperti Sumatriptan. obat injeksi sc sumatriptan yang biasa dipakai  untuk mengobati migraine,  efektif dipakai  pada cluster headache. Injeksi 6 mg sc, bisa diulang dalam 24 jam atau nasal spray (20 mg)  ,
5.Alkaloid ergot , memicu  vasokontriksi pada otot polos di pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi iv atau im dan inhaler, pemakaian  intra vena bekerja lebih cepat dibandingkan inhaler dosis harus dibatasi untuk
mencegah terjadinya efek samping , hati-hati pada
penderita   hipertensi. Contoh alkaloid ergot yaitu ergotamin dan Dihydroergotamin ,
Prognosis  masalah seumur hidup , 85 % pasien  clusterheadache berulang cenderung untuk mengalami serangan berulang.



PENYAKIT NEURoVASKULER
TIA ( transient ischemic attack) yaitu  serangan disfungsi otak yang fokal dan terjadi sesaat,  yaitu bagian klasifikasi dari stroke iskemik. Terjadi
efek  gangguan sementara aliran darah keotak. Permulaannya cepat (dari tak ada
gejala sampai gejala maksimum, dicapai dalam waktu kurang dari 5 menit), lamanya  biasanya 2-15 menit,   kadang sampai 1 hari, Namun, defisit neurologisnya reversiel secara komplet dalam 24 jam. TIA  cenderung dialami laki-laki , kecuali pada usia  lebih dari 80 tahun (cenderung dialami wanita ).  Prevalensi TIA pada penduduk kulit putih lebih tinggi  dibandingkan  penduduk kulit hitam,
Gejala TIA bergantung pada lokasi yang terkena di otak,menimbulkan gejala :
-kelemahan tungkai unilateral, gangguan Motorik, kelemahan lengan, 
 -gangguan keseimbangan berwujud hilang keseimbangan  satu sisi saat berdiri atau berjalan,
-gangguan pada nervus cranialis berwujud gangguan menelan,hilangnya penglihatan pada satu /kedua mata, diplopia, 
-Aphasia (jika hemisfer  terkena) berwujud : gangguan pembicaraan, kesukaran membaca, menulis , menghitung,
- gangguan sensorik baik parestesi maupun peningkatan ambang sensasi tungkai, punggung,
(tingling,nyeri) pada muka, lengan, 
TIA  berlangsung selama 2 sampai 30 menit  jarang terjadi lebih dari 1 sampai 2 jam, dasarnya, TIA tidak berlaku lebih dari 24 jam. TIA tidak
memicu  kerusakan permanen, sebab  darah disuplai ke area  penyumbatan dengan cepat. Namun, TIA cenderung berulang. Penderita kemungkinan mengalami  serangan dalam 1 hari , 2 atau 3 hari dalam beberapa tahun, area  arteri yang terkena  menentukan gejala yang terjadi:
-Disfasia, Kebutaan monocular (amaurosis fugax) yang dipicu  oleh iskemia retina,Karotis (paling sering), Hemiparesis, Hilangnya sensasi hemisensorik,
 -Vertebrobasillar gejala Disfasia, gejala Kebutaan monocular (amaurosis fugax) yang dipicu  oleh iskemia retina, Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif, Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut), 
Pemeriksaan Fisik
Pada penderita TIA,90%  pada pemeriksaan neurologik diperoleh hasil normal.
Tekanan darah tinggi diperoleh pada 11-28 % pasien, selebihnya TD pada tingkat borderline.  Pemeriksaan motoric antaralain: patologis, kekuatan otot, tonus otot, reflex fisiologis, Pemeriksaan funduskopi  perlu dipikirkan Fundus oculi adanya plaque dari Hollenhorst.
Pemeriksaan penunjang : 
-Pemeriksaan Angiografi serebral ( vertebral /Carotis ) untuk memperoleh gambaran tentang pembuluh darah yang terganggu atau jika scan tak jelas. 
-Pemeriksaan MR angiography, CT angigraphy atau doppler  ditujukan bagi pasien iskemi sirkulasi serebri bagian anterior.
-Pemeriksaan EKG,Pemeriksaan Computerized tomography angiography (CTA) scanning. Scanning kepala yang noninvasif mengevaluasi arterioarteri pada leher dan otak.memakai Xorays dan CT scan kepala,  disuntikkan kontras ke pembuluh darah.
- Pemeriksaan untuk menentukan faktor resiko, seperti; gambaran darah,komponen kimia darah, gas darah , elektrolit ,gula darah, darah rutin (HB),
hematokrit, leukosit, eritrosit, LED, hitung jenis , 
-Pemeriksaan CT Scan membantu diagnosa dan membedakannya dengan perdarahan
terutama pada tahap akut,
Diagnosa didasarkan atas hasil anamnesis, yaitu  adanya keluhan/ gejala defisit neurologik yang mendadak, tanpa trauma kepala dan ada  pemeriksaan fisik yang mengarah ke diagnosa,
diagnosa banding: 
Gangguan system labirin,Tumor otak dengan gejala mirip  TIA, Migrain komplikata,
 pengobatan TIA   untuk mengurangi serangan TIA,faktor resiko terjadinya stroke,serangan jantung, 
pengobatan TIA  Terdiri dari:
- Hanya cocok untuk masalah tertentu, contoh  dengan carotid endartectomy, carotid artery stenting. sesudah  terjadi TIA atau stroke minor, 
diperlukan intervensi bedah untuk membersihkan ateroma pada arteri karotis berat yang simtomatik (stenosis lebih dari 70%),Pembedahan,
-Hati hati dalam menurunkan tekanan darah secara mendadak, sebab  akan memperparah
iskemik otak,
-Berbeda dengan stroke akut, TIA ini tidak memerlukan terapi trombolitik,Pengobatan untuk mengurangi resiko terjadinya pembentukan bekuan darah. diberi  antikoagulan memakai heparin iv untuk mencapai APTT 1,5 - 2,5 kali kontrol, diikuti warfarin oral untuk mencapai INR 2- 3,5. diberi   antiplatelet dengan Aspirin 75- 300 mg per hari atau clopidogrel.
-Mengurangi faktor resiko lain maka  diberi  statin , contoh  atorvastatin 80mg/hari,
Prognosis: 55% dari stroke muncul mendadak   dalam satu tahun sesudah  TIA. Kemungkinan muncul mendadak  nya stroke pada 6 bulan sesudah  TIA pertama yaitu  20%. sesudah  6 bulan kemungkinan muncul mendadak  nya stroke ± 5% per tahun. Pada tahun pertama sesudah  TIA kemungkinan stroke 20%, pada tahun ketiga 39%  pada tahun kelima 49%.



HEMATOM INTRASEREBRAL
Hematoma intraserebral yaitu  perdarahan dalam jaringan otak sebab pecahnya arteri dalam jaringan otak.  dipicu aneurisma serebral, tumor otak ,  cedera otak traumatic, tekanan darah tinggi kronik (pemicu terbanyak) , malformasi arteriovenosa (AVM), 
Gejala perdarahan / hematom intraserebral ditandai dengan adanya gejala stroke seperti hemiplegi (gangguan fungsi motorik/sensorik pada satu sisi tubuh), adanya peningkatan TIK seperti pusing hebat,mual mules perih kembung,kesulitan berbicara, Gejala lain yang  menyertai yaitu   penurunan kesadaran,kejang,
Pemeriksaan :
Tanda tanda peningkatan TIK,Defisit neurologi fokal, dilakukan pemeriksaan nervus kranialis,
Pemeriksaan  derajat kesadaran secara kualitatif dinyatakan sebagai : samnolen,
apatis, sopor, dan koma. kriteria kuantitatif dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Kriteria GCS antaralain: 
Fleksi tidak normal  (dekortikasi: tangan satu atau
keduanya posisi kaku diatas dada
dan  kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)3,
Ekstensi tidak normal  (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal dan  kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)2,
Bingung (disorientasi)/ bicara mmengacau 4,
Mengucapkan kata kata tidak dimengerti
 tidak teratur (dengan substansi tidak jelas dan non- kalimat, contoh  “aduh… bapak..”) 3,
Mengerang saja 2,
Tidak bersuara 1,
Tidak ada respon motorik 1,
Tidak membuka mata (tidak bereaksi) 1,
Respon Motorik Terbaik (M) Mengikuti perintah 6,
Melokalisir rangsangan nyeri 5,
Menarik ekstremitas yang dirangsang (fleksi normal) 4,
Respon Verbal Terbaik (V) (kemampuan berkomunikasi) Bicara terarah (orientasi baik) 5,
Derajat Kesadaran Reaksi Score,
Respon Membuka Mata ( E ) ,Membuka mata spontan 4,Membuka mata terhadap suara 3,
Membuka mata terhadap rangsangan nyeri 2,
Pemeriksaan penunjang : 
-Pemeriksaan  Arteriografi menunjukan adanya efek massa, letak,  luas hematoma namun tidak dapat menunjukan kelainan otak yang terjadi dan  pemicu hematoma ,
-Pemeriksaan Angiografi ini hanya dilakukan pada pasien yang mengalami hemiparesis (kelumpuhan salah satu anggota tubuh) dengan kecurigaan adanya hematoma. jika ada kelainan di dalam otak akan terlihat adanya
pergeseran lokasi pembuluh darah. Pemeriksaan ini bermanfaat jika  CT scan  tidak ada.
-Pemeriksaan Foto polos kepala ini untuk melihat pergeseran fraktur tulang tengkorak, namun tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan
intracranial.
-Pemeriksaan. CT scan  kepala dapat dilihat seluruh struktur anatomis kepala, untuk mengetahui, menentukan lokasi dan ukuran dari
perdarahan intracranial,
-Pemeriksaan  Arteriografi menunjukan adanya efek massa, letak,  luas hematoma namun tidak dapat menunjukan kelainan otak yang terjadi dan  pemicu hematoma ,
Dalam menentukan diagnosa, membedakan jenis atau pemicu intraserebral hematom dalam hal ini yang dipicu  sebab  stroke, maka  dipakai
Algoritma Gajahmada dan Skor Siriraj
Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X  mual mules perih kembung) + (2 X sakit
kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) – (3 X ateroma) – 12 . jika skor yang diperoleh < 1 maka diagnosanya stroke non perdarahan dan
jika diperoleh skor ≥ 1 maka diagnosanya stroke perdarahan.
jika ada  pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran, pusing dan ada  reflek babainski atau dua dari ketiganya maka  stroke hemoragik. Jika ada  penurunan
kesadaran atau pusing ini  yaitu stroke non hemoragik. sedang jika hanya diperoleh reflek babinski positif atau tidak diperoleh penurunan kesadaran, pusing dan reflek babinski maka
 stroke non hemoragik.
pengobatan:
Pada pasien yang gelisah   dapat diberi  obat penenang,  haloperidol. Untuk pusing dapat diberi  obat analgetik, Pada pasien   dengan   kesadaran menurun kebutuhan kalori  meningkat sebab  ada  keadaan katabolik. Perlu diberi  makanan. melalui sonde lambung, Meningkatkan jalan nafas dan pola nafas yang efektif,Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, Nutrisi,Mempertahankan perfusi otak / Jaringan serebral Tekanan darah perlu diperhatikan supaya tidak menurun. Jika ada  syok dan pendarahan, harus segera diatasi dan menghindari terjadinya infeksi pada otak. Pasien dengan kesadaran menurun perlu diberi  tindakan dengan cara meninggikan posisi kepala 15- 30 derajat posisi setengah terlentang  untuk menurunkan tekanan vena jugularis,  menghindarkan  yang dapat meningkatkan tekanan intracranial,
operasi bergantung dari letak lesi, jika hematom terjadi pada lobus maka operasi bermanfaat pada lesi yang ada  pada kedalaman 1 cm dari
permukaan dan dilakukan dalam 12 jam pertama.
Medikamentosa
-Acetaminophen, untuk menghindari hipertermi dan meringankan pusing.
- Antikonvulsan diberi  jika ada  kejang atau perdarahan lobus. H2  antagonis atau PPI diberi  jika ada  ulkus stress sebagai profilaksis,
- Terapi antihipertensi untuk menurunkan TD pada tahap akut.
-Manitol efektif dalam menurunkan TIK.
Prognosis :
Resiko mortalitas  meningkat jika lesi terjadi di batang otak.Hematom intraserebral yang mengenai medulla oblongata  bersifat fatal, terlebih jika mengenai n.X yang berperan pada fungsi sirkulasi darah dan respirasi. Hematom intraserebral spontan ,memiliki resiko mortalitas 34- 55% dalam 30 hari sesudah  kemunculan, 




PERDARAHAN SUBARACHNOID
Pendarahan subarakhnoid yaitu  kemunculan  saat adanya darah pada rongga subarakhnoid yang dipicu  oleh proses patologis.Perdarahan
subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter)  yaitu bagian selaput yang membungkus otak (meninges).Keluhan berkaitan dengan pecahnya aneurisma yang besar yaitu  perubahan memori , perubahan kemampuan konsentrasi,mendadak pusing hebat , Sering ditambah ,  mual mules perih kembung, fotofobia dan gejala neurologis akut fokal maupun global,  Etiologi yang paling sering memicu  perdarahan
subarakhnoid yaitu  ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV). Perdarahan Subarachnoid menduduki 8- 18% dari seluruh masalah GPD0 (Gangguan Peredaran Darah otak). Prevalensi
kemunculanya nya sekitar 62% muncul mendadak   pertama kali pada usia 45 -60 tahun. Dan jika
pemicunya yaitu  MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Pasien mungkin akan mengalami  penurunan kesadaran  , kejang , sesudah  kemunculanya , sebab  adanya peningkatan tekanan intrakranial atau ireversibel pada masalah parah. Gangguan autonom seperti bradikardia atau takikardia, hipotensi / hipertensi,banyak keringat, suhu badan naik,  gangguan pernapasan, sebelum muncul mendadak  tanda dan gejala klinis parah dan mendadak tadi, sudah ada  tanda peringatan yang  tidak memperoleh perhatian  oleh penderita maupun  yang merawatnya. gejala peringatan tadi  muncul mendadak  beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan parah,
Pemeriksaan kesadaran dengan GCS, Tanda rangsang meningeal (+) dengan berbagai pemeriksaan neurologis kaku kuduk, tanda peningkatan TIK (+),pada funduskopi, diperoleh 15% pasien mengalami edema papil beberapa
jam sesudah  perdarahan dan perdarahan retina berwujud perdarahan subhialoid (15%) yang yaitu gejala karakteristik sebab  pecahnya  aneurisma di
arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna. gangguan fungsi autonom berwujud takikardia /bradikardia ,hipotensi atau hipertensi, 76% masalah. Aneurisma di area  persimpangan antara arteri komunikans posterior dan arteri
karotis interna dapat memicu  paresis n. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau deviasi inferolateral. Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat memicu  paresis n. VI.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan CT Scan :  sebab  kepekaanya  tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; kepekaanya  mendekati 100% jika dilakukan dalam  12 jam pertama  sesudah  serangan, namun akan turun 50% pada 1
minggu sesudah  serangan,  CT Scan perdarahan subarachnoid skor Fisher juga bisa dipakai  untuk mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasar  muncul mendadak nya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan.
Tabel Skor Fisher
Skor Diskripsi adanya darah berdasar   CT scan kepala
Skor 3 :  ada  jendalan dan/atau lapisan vertical ada  darah tebal dengan ukuran >1 mm
Skor 4 :  ada  jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secaradifus atau tidak ada darah
Skor 1 : Tidak terdeteksi adanya darah
Skor 2 : Deposit darah difus atau lapisan vertical ada  darah ukuran <1 mm, tidak ada jendalan
Angiografi : Digitalosubtraction cerebral angiography yaitu baku emas untuk deteksi aneurisma serebral, namun CT angiografi lebih
sering dipakai  sebab   non-invasif dan peka dan spesifisitasnya lebih tinggi..
Pungsi Lumbal : Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah selanjutnya   yaitu  pungsi. Membuktikan adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal,
diagnosa berdasar  dari anamese yang biasanya diawali dengan nyeri kepala akut atau penurunan kesadaran ditambah dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang CT Scan,diagnosa banding:
hemicranial,.non-hemorrhagic stroke,
Migraine,.Cluster headache,Paroxysmal 
pengobatan:
 yang pertama yaitu  identifikasi sumber
pendarahan yang kemungkinan bisa diintervensi dengan  intravaskuler /pembedahan , Kedua yaitu  manajemen komplikasi. Langkah pertama, konsultasi dengan dokter spesialis bedah saraf  untuk tindakan lebih lanjut pada aneurisma intracranial. Pasien perdarahan subaraknoid harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) untuk
pemantauan kondisi  hemodinamiknya, pasien     dikelola di Neurology Critical Care Unit yang   akan memperbaiki  klinis.
Langkah pertama antaralain :
-Pasien istirahat total,
- Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasif terhadap central venous pressure dan/atau pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan.
-Pencegahan perdarahan berulang, tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan  jika perlu, diberi obat antihipertensi intravena, seperti
labetalol dan nikardipin untuk mencegah pecahnya kembali aneurisma yanglain.
- Analgesik sering kali diperlukan; obat narkotika dapat diberi berdasar  indikasi.
-Koreksi hiperglikemia dan hipertermia, sebab  dapat memperburuk keadaan.
-Profilaksis terhadap trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera dengan peralatan kompresif sekuensial; heparin subkutan
dapat diberi  sesudah  dilakukan pengobatan: terhadap aneurisma.
-Calcium channel blocker dapat mengurangi risiko komplikasi iskemik, disarankan nimodipin oral..
-Jika diketahui pemicunya yaitu aneurismia maka tindakan surgical mengamankan aneurisma yang ruptur perlu dilakukan, yaitu microsurgical
clipping dan endovascular coiling; microsurgical clipping ,
"Manajemen komplikasi"
-The American Heart Association menyarankan  pemberian rutin profilaksis bangkitan untuk semua pasien perdarahan subaraknoid. Namun, fenitoin profilaksis berkaitan dengan perburukan luaran neurologis dan kognitif.  pemberian obat antiepilepsi harus hati-hati  dan lebih tepat diberi  pada pasien yang memperoleh serangan di rumah  sakit atau pada pasien yang mengalami serangan onset lambat epilepsi sesudah  pulang dari rumah sakit.
-Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita deteriorasi mental akut, harus dilakukan pemeriksaan ulang CT scan kepala untuk mencari pemicunya, dan pemicu yang paling sering yaitu  hidrosefalus. Maka perlu dilakukan drainase ventrikuler eksternal sementara atau dengan ventricular shunt permanen,
-Berkaitan dengan respons stres. Insulin diberi  untuk mempertahankan kadar glukosa darah tetap aman dalam kisaran 90- 126 mg/dL. Pemantauan
kadar glukosa darah intensif pada pasien dengan terapi insulin  harus dilakukan.
-Komplikasi lain yang sering terjadi yaitu  aritmia kardial , peningkatan kadar enzim jantung, pneumonia, sepsis,  Kepala pasien harus dipertahankan pada posisi 30^ di tempat tidur,  segera diberi terapi antibiotik kuat jika ada  pneumonia bakterial. Profilaksis dengan kompresi pneumatik harus dilakukan untuk mengurangi risiko Deep Vein Thrombosis (DVT ) dan emboli
pulmonum. Antikoagulan yaitu kontraindikasi pada tahap akut pendarahan.
-Vasospasme dan perdarahan ulang yaitu komplikasi yang paling sering terjadi. Tanda dan gejala vasospasme  berwujud perubahan  status
mental, defisit neorologis fokal; jarang terjadi sebelum hari 3,  puncaknya pada hari ke 6- 8,  jarang sesudah  hari ke- 17. oleh sebab  itu biasanya anti vasospasme seperti profilaksis nimodipin dalam 12 jam sesudah  diagnosa
dilakukan, dengan dosis 60 mg setiap  4 jam per oral atau melalui tabung nasogastrik selama 21 hari.
-Untuk mencegah perdarahan berulang, tekanan darah sistolik harus dipertahankan diatas 100 mmHg selama kurang lebih 21 hari.
Prognosis
Perdarahan subarachnoid ini berpotensi  memicu 
tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas. sebab  intervensi dini dapat memberi hasil lebih baik, pasien dengan keluhan pusing berat dengan
onset baru ditambah penurunan kesadaran  diduga mengalami perdarahan subaraknoid. Skala Hunt dan Hess bisa dijadikan panduan dalam praktek klinis. Nilai tinggi pada skala Hunt dan Hess yaitu indikasi perburukan luaran.
Tabel Skala Hunt dan Hess
derajat. I  
berwujud
 Asimtomatik atau  ringan dan iritasi meningeal
derajat II  
berwujud: 
sedang atau berat ( terhebat seusia 
hidupnya), meningismus, deficit saraf kranial (paresis nervus abdusen sering ada )
derajat III 
berwujud
Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
derajat IV 
berwujud
Stupor, deficit neurologis berat (contoh , hemiparesis),
manifestasi otonom
derajat V 
berwujud
Koma, desebrasi.




ENSEFALOPATI HIPERTENSI
Hypertensive Encephalopathy (HE) atau ensefalopati hipertensi yaitu  sindrom klinik akut reversibel yang dipresipitasi oleh kenaikan tekanan darah mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak. Biasanya penyakit ini pada dewasa yaitu komplikasi dari hipertensi kronik yang tidak terkendali . Dapat terjadi
secara mendadak terutama pada pasien eklampsia/glomerulonefritis, HE dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg.  ensefalopati hipertensi dikaitkan dengam perkembangan maligna dai hipertensi dimana sudah terjadi komplikasi pada retinal. Sehingga
ensefalopati ini yaitu gejala neurologi yang juga dikaitkan dengan hipertensi emergensi,  Ensefalopati hipertensi dapat yaitu komplikasi dari berbagai penyakit antara lain penyakit toxemia akut, pheokromositoma, sindrom cushing,ginjal kronis, stenosis arteri renalis, glomerulonefritis akut  dan pemakaian  obat seperti aminophylin, phenylephrine, eklampsia,  gagal ginjal
akut pada anak – anak. Ensefalopati hipertensi lebih sering ada  pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama. kemunculanya  ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala  antaralain:, pandangan  kabur, diplopia, hemianopia, kejang fokal/umum, defisit neurlogik fokal, berwujud hemiparesis, afasia, sakit kepala yang bertambah berat, / mual mules perih kembung, hilang keseimbangan, gangguan pendengaran, gejala neurologis pingsan, koma,  penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul mendadak  jika sudah  terjadi hipertensi maligna atau tekanan diastolik >125mmHg ditambah gangguan pada jantung,  ginjal, perdarahan retina, eksudat, papiledema, kadang jika tidak
ditangani dapat berakhir dengan kerusakan organ contoh  gejala kardiovaskular seperti CHF,angina, dyspnea, atau kerusakan ginjal seperti hematuria dan gagal ginjal akut. Perlu dicari dan disingkirkan gejala sistemik yang  memicu  ensefalopati, 
Anamnesa : saat penderita datang, dilakukan anamnesa singkat, Riwayat hipertensi : lama dan beratnya, Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun, Riwayat obat anti hipertensi yang dipakai  dan kepatuhannya, Gejala sistem saraf : Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang), rasa melayang, perubahan mental, ansietas, Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis,  Riwayat kehamilan : tanda eklampsi, 
Gejala sistem kardiovascular (adanya edema paru, nyeri dada, payah jantung, kongestif)
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik diperoleh TD dalam kategori hipertensi berat, tanda peningkatan TIK (+), pemeriksaan kesadaran, pemeriksaan neurologi,funduskopi untuk melihat ada tidaknya perdarahan retina dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra kranial.
Pemeriksaan penunjang:
 Foto rontgen thoraks, Pemeriksaan CT Scan atau MRI, sering ada   adanya edema teutama
area  parietoooccipital, Pemeriksaan ginjal, jika disinyalir pemicu dari ginjal. contoh  biopsi renal, IVP,renal angiography, Pemeriksaan darah rutin, elektrolit,  Pemeriksaan urin : urinalisis dan kultur urin, Pemeriksaan enzim jantung, Pemeriksaan EKG, 
diagnosa banding : 
Lesi massa SSP,  Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau yang memiliki gejala mirip . Stroke iskemik atau hemoragik,  Stroke trombotik akut, Perdarahan intracranial, Encephalitis, Hipertensi intracranial,  
pengobatan:
Perlu dirawat di ICU dengan pengawasan Tekanan arteri,  obat antihipertensi, Jika diberi  obat ini harus dijaga supaya penurunan TD tidak terlalu banyak guna menjaga iskemia otak. Tujuannya menurunkan MA P tidak lebih dari 25 % pertama pengobatan pada 2 jam dan targeynya 160/100 mmHg dalam 4 jam. obat yang dipakai seperti : Sodium nitroprusid memiliki onset yang cepat, namun kontraindikasi untuk pasien dengan kenaikan TIK . labetolol dosis 20o80 mg iv sebagai initial terapi sebab  sifatnya non selektif beta blocking, diberi  dengan iv dengan dosis
inisial 0,25 ug/kg/menit dan dapat dinaikkan sampai 10 ug/kg/menit,  Nicardipin /Nitroglyserin,  dalam dosis bolus 5o15 mg/h IV dan dosis maintenance 3- 5 mg/h, Kejang dapat diatasi dengan diazepam, Edema otak diberi  manitol 20% dosis 0,25o1 g/kg beratbadan .
Prognosis
Hipertensi ensefalopati yang tidak ditangani akan memicu  gagal ginjal, stroke, koma atau kematian. Namun dengan pengobatan yang tepat dapat
mengalami perbaikan



GANGGUAN SISTEM VASKULER

MENIERE DISEASE
Penyakit Meniere sering dikaitkan dengan perubahan volume cairan di dalam bagian labirin, telinga bagian dalam. pemicu pasti penyakit ini belum diketahui , pengaruh neurokimia dan
hormonal pada darah yang menuju labirin sehingga terjadi gangguan elektrolit, alergi dan autoimun. Terutama pada wanita dewasa. 
dipicu  oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen endolimfatik di telinga dalam.
Hasil anamese
Gejala penyakit ini antaralain:  trias meniere yaitu episode vertigo, gangguan pendengaran tidak teratur (fluctuating hearing loss /SNHL),, perasaan penuh pada telinga.Serangan vertigo ditambah  mual mules perih kembung berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. tinnitus (dengung di telinga)
Serangan pertama hebat ,  ditambah gejala vegetative, serangan lanjutan lebih ringan. Tinitus awalnya nada rendah akhirnya juga nada
tinggi, biasanya unilateral lalu mengenai telinga sebelahnya.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan THT biasanya dalam batas normal, ada  adanya nistagmus spontan, tes kalori (+), tes vestibuler function. Tes garpu tala: kesan tuli SNHL. Pemeriksaan neurologi lebih kearah gejala vertigo, contoh  :
--Fungsi vestibuler/serebeler
-Uji Unterberger : Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah
lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini ditambah nistagmus dengan
tahap lambat ke arah lesi.
- Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, awalnya /dengan kedua mata terbuka lalu tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20o30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat/menentukan posisinya (contoh  dengan bantuan  titik  cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah lalu kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. sedang pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.,  Tandem gait : Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
-Uji BabinskyoWeil 
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan 5 langkah ke depan dan 5 langkah ke belakang selama setengan menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
-Pastoponting test (Uji Tunjuk Barany).
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, lalu diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa.  Hal ini dilakukan berulango ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
pemeriksaan khusus otoneurologi
 ini  untuk menentukan apakah letak lesinya di
sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler: 
--. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis semisirkularis lateralis
dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air
hangat (44°C) masing-masing  selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus
yang muncul mendadak   dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus
itu  (normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau
directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis yaitu  jika ketidaknormalan
ada  di satu telinga, baik sesudah  rangsang air hangat maupun air dingin, sedang
directional preponderance yaitu jika ketidaknormalan ada  pada arah nistagmus yang sama di masing-masing  telinga. Canal paresis menunjukan lesi perifer di labarin atau
n.VIII, sedang directional preponderance menunjukan lesi sentral.
--Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis horizontal, lalu kepalanya
dimiringkan 45° ke kanan  lalu ke kiri. Perhatikan  saat muncul mendadak   dan hilangnya vertigo
dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer, vertigo dan nistagmus muncul mendadak   sesudah  periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu
kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang jika tes diulang/ulang beberapa kali
(fatigue). Sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1
menit, jika diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
-Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit,  untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus itu  dapat dianalisis 
fungsi pendengaran
Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan sarafosaraf otak lain antaralain: : otot wajah, pendengaran,  fungsi menelanacies
visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi,parestesi),  serebelar (gangguan cara berjalan, tremor)
Tes Garpu Tala
Tes ini dipakai  untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan Schwabach, tesotes
Rinne, Weber, 
Pemeriksaan penunjang
Pencitraan CT scan , arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
 Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
diagnosa Banding
BPPV, Neuritis Vestibularis,  Labirintitis
pengobatan:
Medikamentosa
Pasien harus dirawat di rumah sakit, berbaring dalam posisi yang meringankan keluhan,  Fisioterapi,  dekompresi ruangan endolimfatik dan pemotongan n.vestibularis, 
Terapi  : antivertigo (Dramamine, dimenhidrinat 3x50 mg atau prometazin 3x25 mg), sedative (diazepam), General treatment : rendah garam, obat diuretik atau antagonis kalsium dapat
meringankan gejala. Terapi simptomatik : vasodilator (ginkobiloba, papaverin, betahistin atau operasi shunt, 
 Pada masalah berat atau jika sudah tuli berat dapat dilakukan labirinektomi atau merusak
saraf dengan instilasi aminoglikosida ke telinga dalam (ototoksik lokal).
Prognosis
Penyakit ini awalnya mengenai satu telinga, namun dapat berkembang menjadi kedua telinga. Meskipun demikian, 65- 80% pasien dapat sembuh tanpa bantuk medikasi.
Penyakit ini memiliki prognosis yang beragam.






GANGGUAN PERGERAKAN

PARKINSON
Penyakit Parkinson yaitu  sindrom kelainan degeneratif sistem saraf pusat yang  merusak motorik penderitanya,memepengaruhi keterampilan, ucapan, dan fungsi lainnya. Kelainan ini muncul mendadak  seiring  bertambahnya usia. Penyakit parkinson yaitu proses degeneratif yang melibatkan neuron dopaminergik dalam substansianigra (area  ganglia basalis yang menghasilkan  dan menyimpan  neurotransmitter dopamin). area  ini berperan   dalam sistem ekstrapiramidal yang mengendalikan  koordinasi gerakan dan postur tubuh, motorik volunter,   gejala :  rigiditas,  tremor kehilangan keseimbangan, bradikinesia
 klasifikasi parkinson  antaralain: :
-Primer atau Idiopatik
 Parkinson kronis yang  sering ada   
dinamakan   paralis agitans
-Sekunder atau simtomatik memicu sindrom Parkinson, diantaranya: obat  zat toksik, penyakit (
ensefalitis viral, sifilis meningoovaskular, pasca ensefalitis).arteriosklerosis, anoksia atau iskemia serebral,
-Paraparkinson (  “Parkinson Plus” )
 gejala Parkinson hanya sebagai gambaran dari penyakitsecara keseluruhan. Dari segi terapi dan prognosis perlu dideteksi jenis ini, 
contoh  hidrosefalus normotensif, penyakit Wilson, Huntington, sindrom Shy Drager,
gejala  Parkinson  antaralain: :
kegagalan refleks postural, yang memicu  gangguan keseimbangan dan jatuh (tidak normal  gait  dan posture).  ini menandakan  adanya
kelainan pada serebelar, yaitu  adanya ataksia walau  sensasi propioseptif normal, ditambah nistagmus.
Bradikinesia, yaitu  Perlambatan gerakan fisik dan untuk memulai suatu gerakan menjadi sulit. jika  ekstrim, terjadi hilangnya gerakan fisik (Akinesia).
Tremor: biasanya 4-6 Hz tremor, unilateral saat onset. meskipun    30% pasien memiliki sedikit tremor jelas, ini diklasifikasikan sebagai akineticokaku. Tremor ini  bermula dari bagian atas lalu ke bagian bawah. Tremor  bertambah hebat dalam keaadaan emosi dan
menghilang jika tidur.  ini menunjukan adanya kelainan pada ekstrapiramidal sistem, dimana diperoleh gerakan gerakan involunter.
Kekakuan otot /Rigidity, Salah satu gejala  dini dari rigiditas yaitu hilangnya gerak asosiasi lengan jika berjalan.
 penegakan diagnosa penyakit Parkinson  dengan
menemukan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik, yaitu  rigiditas,  bradikinesia, tremor atau 3 dari 4 tanda motorik, yaitu ketiga tanda diatas ditambah ketidakstabilan  postural.  selain itu  ada  Gejala lain yaitu :
Kemunduran dan kekakuan otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir memicu berbicara atau pengucapan kata yang monoton dengan volume kecil.
Bradikinesia memicu kurangnya ekspresi muka dan mimic muka. kulit muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut sebab  berkurangnya gerak menelan ludah.Bungkuk, postur maju tertekuk.  yang parah, kepala  dan bahu atas dapat menjadi  bengkok di sudut kanan relatif terhadap batang (camptocormia), Drooling, disfagia, Gangguan ketangkasan motorik halus dan koordinasi motorik; Gangguan koordinasi motorik kasar; Akatisia, 
Gangguan postur, : gaya berjalan   ditandai dengan langkah singkat, dengan kaki hampir tidak meninggalkan tanah. hambatan kecil cenderung
memicu  pasien untuk perjalanan.
 Ketidakmampuan   untuk duduk   diam, 
Disfungsi autonom akibat  kurangnya progresif selosel neuron di ganglia simpatis. Ini memicu keringat berlebih, air ludah yang berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik, 
Penderita penyakit parkinso idiopatik banyak yang menunjukan perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya.
Sedikit ayunan lengan, yaitu salah satu contoh dari bradykinesia, Festination: yaitu  kombinasi dari badan yang bungkuk, Cara berjalan yang kaku, kata lain dari akinesia. Cara berjalan yang kaku sebagai ketidakmampuan untuk berjalan.ketidakseimbangan langkah pendek yang  membuat gaya berjalan penderita semakin  cepat dan cepat bahkan sampai terjatuh.Berjalan tertatih-tatih: gaya berjalan ditandai oleh langkah pendek/singkat,dengan kaki hampir tidak meninggalkan tanah, dengan suara langkah tertatih-tatih yang dapat di dengar.Memutar sekaligus, lebih dari putaran biasa, tidak hanya leher dan badan namun
sampai ke kaki ikut berputar semua. Pada penderita Parkinson, leher danbadannya kaku, sehingga memerlukan banyak langkah kecil untuk melakukan putaran.
 Gejala non motorik
Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur ( insomnia ), Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat, Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi, 
berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau
anosmia),Gangguan Autonomic Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic. Pengeluaran urin yang banyak, 
Gangguan sensasi,kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
penderita sering mengalami pingsan, biasanya dipicu  oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan, 
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendetaksi hipotensi ortostatik, yang dapat 
diperberat oleh medikasi.
Penderita disuruh berdiri dengan tangan
direntangkan dan disuruh dengan cepat membuka dan menutup jari-jari  di satu sisi dan pada
waktu yang bersamaan dari angka seratus. Stress ringan ini biasanya sudah   menimbulkan
tremor dan rigiditas pada ekstremitas lainnya jika penderita belum berespon baik terhadap medikasi.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan CT scan  otak menunjukan atrofi kortikal difus dengan melebarnya sulcus dan hidrosefalus eks vakuo pada masalah yang lanjut.
Pemeriksaan EEG  menunjukan perlambatan yang progresif dengan memburuknya penyakit.
Penegakkan diagnosa
Dengan  anamnesis diperoleh 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia, atau 3 dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan  postural, Gejala klinis  (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari:
Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama, Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.Halusinasi (tidak ada kaitan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
 Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama, 
 diagnosa :
-diagnosa “possible”: ada  paling sedikit 2 dari gejala dimana salah satu diantaranya yaitu  tremor atau bradikinesia dan tidak  ada  gejala lain, lama gejala kurang dari 3 tahun ditambah respon
jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
diagnosa “probable”: ada  paling sedikit 3 dari 4 gejala pertama dan tidak ada  gejala lain, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
diagnosa “pasti”: memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan histopatologis yang positif. Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini dipakai  stadium klinis, yaitu :
1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, ada  gejala yang ringan, ada  gejala yang mengganggu namun menimbulkan kecacatan, biasanya ada  tremor pada satu anggota gerak, gejala yang
muncul mendadak   dapat dikenali orang terdekat 
Stadium 2: ada  gejala bilateral, ada  kecacatan
minimal, sikap/cara berjalan terganggu
Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
 Stadium 4: ada  gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan walau  dibantu. pengobatan:
  tatalaksana  penyakit Parkinson antaralain:   Meningkatkan transmisi dopaminergik dengan jalan: meningkatkan dopamin di sinaps (dengan levodopa), memberi agonis dopamin,  meningkatkan pelepasan dopamin,  menghambat reouptake dopamin, menghambat degradasi
dopamin, Manipulasi neurotransmitter non-dopaminergik dengan obat antikolinergik dan obat
lain yang memodulasi sistem non-dopaminergik
Memberi terapi simptomatik terhadap gejala dan tanda yang muncul mendadak . Terapi fisik
dapat diberi  pada pasien yang mengalami gejala motorik seperti rigiditas, kekakuan otot.
memberi obat neuroprotektif terhadap progresi dari penyakit Parkinson,  Pembedahan ablasi (tallamotomi/pallidotomi), simulasi otak dalam, atau brain graftin,  Terapi pencegahan berwujud penghilangan faktor risiko atau pemicu penyakit
Parkinson,  Hal diatas  dicapai dengan pemberian :
 Levodopa
Hipotensi postural, Aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut.
Bentuk yang paling banyak dipakai  pengobatan yaitu  Lodopa dalam berbagai bentuk. Efek samping levodopa, Neusea,  mual mules perih kembung, distress abdominal, 
Efek ini diakibatkan oleh efek betaoadrenergik dopamine pada system konduksi jantung. Dapat diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
Diskinesia  paling sering ada  melibatkan anggota gerak,leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik
terhadap terapi levodopa.
 Granulositopenia, fungsi hati tidak normal  dan ureum darah yang meningkat yaitu komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
 Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase.  dipakai  karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan karbidopa
tidak  dapat menembus sawar otak darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar otak darah, untuk lalu dikonversi menjadi dopamine di otak.
Dopamin agonis   yaitu ropinirole, piribedil, cabergoline, apomorphine,  lisuride,  bromocriptine, pergolide, pramipexole,yang  efektif.
agonis Dopamin  berguna untuk pasien mengalami fluktuasi on off dan dyskinesias sebagai efek  dosis tinggi Lodopa. Bromokriptin  ini diindikasikan jika terapi dengan levodopa atau karbidopa tidak atau kurang berhasil, atau jika terjadi diskinesia / on off, 
Selegiline dan rasagiline mengurangi gejala dengan menghambat omonoamina oksidase B (MAooB), yang menghambat pemecahan dopamin yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolit selegiline termasuk Loamphetamine dan
Lo methamphetamine (jangan dikelirukan dengan isomer dextrorotary lebih terkenal dan kuat).
obat antikolinergik
obat ini akan menghambat sistem kolinergik di ganglia basal. Berkurangnya input inhibisi memicu aktifitas yang berlebihan pada sistem kolinergik. Pada penderita Parkinson yang ringan dengan gangguan ringan, obat antikolinergik paling
efektif. obat antikolinergik memiliki efek samping jika dimakan bersama dengan levodopa. Mulut kering, konstipasi,  retensio urin Gangguan memori, gangguan halusinasi,  yaitu efek obat antikolinergik. 
Amantadin  membebaskan sisa dopamine dari simpanan presinaptik di jalur nigrostriatal. obat ini  bagi  penderita yang tidak  mentoleransi dosis levodopa atau bromokriptin yang tinggi. Efek samping Edema di ekstremitas bawah, insomnia, mimpi buruk,
Prognosis
perjalanan  penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani pasien sepanjang hidup. Tanpa perawatan, terjadi total disabilitas,
dapat memicu  kematian.


EPILEPSI DAN KEJANG LAINNYA

KEJANG
Kejang yaitu  perubahan fungsi otak mendadak dan sementara efek  dari aktivitas neuronal yang tidak normal  dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan,  Perubahan ini terjadi sebab  adanya pergeseran nilai normal yang menyeimbangkan eksitasi dan inhibisi didalam susunan saraf pusat, sebab  terlalu banyak faktor yang  mempengaruhi nilai normal eksibilitas susunan saraf pusat
maka ada banyak pemicu yang  menimbulkan kejang. Kejang dipicu   oleh berbagai pemicu. berdasar  asal etiologinya, kejang  berwujud :
-Kelainan sistemik:
ensefalopati,hipertensi ensefalopati, hipertermia, eklampsia, porfiria , sindrom putus obat, keracunan obat, keadaan hiperosmolar, hepatik, 
Hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremi, uremia, 
- Kelainan neurologi primer pada otak, Kejang idiopati, Disgenesis korteks serebri, Kejang demam sederhana pada anak,  Epilepsi simptomatik, contoh  :Infeksi : Meningitis, ensefalitis bakteri virus dan parasit,HIV ensefalopati,  Lesi massa , contoh  Glioblastoma, astrositoma, meningioma, tumor
merupakan pemicu kejang tersering.Trauma kepala : Perdarahan sub arakhnoid, sub dural atau intra ventricular,  Stroke atau malformasi pembuluh darah, 


Hasil anamese
diagnosa ditegakan berdasar  deskripsi kejang. Gejala kejang sebagai adanya pergerakan
tidak normal  perubahan tonus badan dan tungkai diikuti dengan gejala lain, seperti:

--Kejang parsial ( fokal)

-Parsial kompleks Nama lain kejang  lobus temporal,  ada  gangguan kesadaran dan gangguan memori walau  pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks meliputi  otomatisme atau gerakan otomatik ( automatisme) : mengecap  bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang pada tangan,  Berbicara tidak jelas,  berwujud sensasi epigastrium, halusinasi olfaktori, de javu, 

- Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu,  meliputi  satu atau lebih hal berikut ini :
ada  gejala psikis seperti de javu, defisit kognitif, gangguan afektif (rasa takut, depresi), halusinasi dan ilusi epilepsi Jacksonian ,  yakni  serangan  motorik di otot wajah  ,  mulut, jari, telunjuk 
tangan  yang  diakibatkan  kelainan  otak  organik
contoh   tumor .
Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi, Perasaan seperti  kebas,  tersengat listrik pada bagian tertentu.Tanda atau gejala otonomik:  mual mules perih kembung, berkeringat, muka merah, dilatas pupil, 
-Kejang parsial dengan kejang generalisata sekunder yaitu kejang parsial yang berkembang menjadi kejang generalisata.

-- Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
Kejang tonik klonik / grand mal
 kehilangan kesadaran , biasanya tanpa aura
ada  beberapa tahap, diantaranya;
 tahap tonik:kehilangan kesadaran,  kontraksi tonik, kaku  otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung 10 -35 detik.
tahap klonik kontraksi dan relaksasi otot secara bergantian selama 30-65 detik. Mulut kadang berbusa, mengompol, buang air besar yang
tidak terkendali, 
tahap recovery Pasien kembali sadar, merasa lemas, letih, orientasi kembali dalam 30 menit.
hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Kejang absens / petit mal
dimulai saat anak  anak ,  akibat  keturunan .
Tanpa tanda awal, tiba tiba anak menunjukan pandangan kosong dan berhenti aktivitas berlangsung  15 detik. Awitan dan akhiran cepat, sesudah  itu kempali hati-hati  dan konsentrasi penuh,  Tipe lain : Kejang mioklonik.dinamakan   epilepsi mioklonik juvenil, ada  gejala yang dinamakan   trias sindrom : kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi  mendadak (mioklonus), pada pagi hari Termasuk kejang generalisata namun jarang, sering terjadi saat bangun Absans pada siang hari.
 Kejang atonik : Hilangnya tonus  mendadak sehingga  memicu  kelopak mata turun, kepala menunduk, jatuh ke tanah.  Kejang tonik Ditandai dengan kontraksi otot yang terus menerus, tidak ada periode klonik ditambah kehilangan kesadaran,  Kejang klonik
Pemeriksaan fisik mendiagnosa kejang,  contoh adanya ketidak normalan dermatologi , contoh  cafe au lait spot pada neurofibromatosis , adenoma sebaceum dan port wine stain pada sturge weber syndrom  ditambah kejang. pemeriksaan neurologi antaralain:  status mental,
“gait“ , sensorik,  refleks tendon, koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik, Adanya defisit neurologi seperti hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang, papiledem   menunjukan adanya lateralisasi / lesi, struktur di area otak yang terbatas, 
Pemeriksaan Penunjang: 
-Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan  membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak
-Uji laboratorium  untuk menentukan pemicu kejang, seperti Skrining toksik dari serum dan urin, Kadar gula darah, Kadar kalsium darah, Kadar natrium darah, Kadar magnesium darah, Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler, Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit, 
 Panel elektrolit, 
-Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai  membantu mendukung diagnosa klinis dan menetapkan jenis  kejang. contoh  Kejang
tipe absan pada EEG ada   3 Hz generalisata, kompleks spike wave simetris atau pada tipe mioklonik juvenil ada   polyspike wave .
- Pemindaian CT : memakai   sinar X yang lebih peka  dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
-MRI :  untuk memperlihatkan area  – area  otak yang tidak jelas jika memakai pemindaian CT
diagnosa Banding :
Ekstrapiramidal syndrome, Gangguan vestibular, 
 Sinkop, Pseudoseizure, Serangan panik/ psikosomatis, TIA, Migren, Tetanus, Movement disorder, 

pengobatan:
 Pengobatan tahap akut
Jangan meletakkan benda apapun   dalam mulut sianak seperti sendok atau penggaris, sebab  justru benda itu  dapat menyumbat jalan nafas.
Jangan memegangi pasien untuk melawan kejang., Sebagian besar kejang berlangsung singkat  dan tidak memerlukan penanganan khusus.
 Pasien harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, pasien harus segera di bawa ke fasilitas kesehatan terdekat.  jika kejang masih berlanjut sesudah  5 menit. penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.  Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat, Pemberian oksigen melalui face mask, Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan perrectal (melalui) atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse, Pengawasan gejala depresi pernafasan, Jika kejang yaitu suatu epilepsy maka pilihan obat ditentukan sesuai tipe
sindrom epilepsi. Mayoritas pasien akan terkendali  dengan satu jenis obat (monoterapi), namun ada beberapa pasien yang memerlukan kombinasi obat. Pasien dapat jatuh dalam kondisi epilepsi refrakter, jika: Pseudoseizure, Tidak patuh minum obat, Adanya gangguan otak struktural
minum Alkohol, 


 Antikonvulsan berdasar sindrom epilepsi :

Tipe Kejang : Tonik klonik generalisata
obat  Dosis Inisial :
Natrium valproat 750- 3000 mg/hari,2-3x
Lamotrigin 25 mg, 2x/hari
Fenitoin - = 1000 mg,2-4x/hari
Iv = 1000-1500 mg
Karbamazepin 100 mg, sehari 2x

Tipe Kejang : 
 Parsial 
obat  Dosis Inisial :
Karbamazepin 100 mg, sehari 2x
Natrium valproat 750-3000 mg/hari,2-3x
Fenitoin  - = 1000 mg,2-4x/hari
Iv = 1000-1500 mg
Lamotrigin 25 mg, 2x/hari

Tipe Kejang :  Absans 
obat  Dosis Inisial :
Etosuksimid 15 mg/kg/hari, lalu
dinaikkan 25 mg/hari
Natrium valproat 750-3000 mg/hari,2o3x
Lamotrigin 25 mg, 2x/hari

Tipe Kejang :  Mioklonik 
obat  Dosis Inisial :
Natrium valproat 750o3000 mg/hari,2o3x
Lamotrigin 25 mg, 2x/hari
Klonazepam Dewasa= 0,5 mg/hari
Anak = 0,01- 0,03mg/kg/hari dalam 2-3
dosis
Terapi bedah pada pasien dengan epilepsi yang terus menerus, refrakter terhadap dosis maksimal obat dan  lokasi penyebab  kejang jelas.
Prognosis
Jika kejang yaitu epilepsy maka prognosisnya bergantung dari kekambuhan tipe epilepsy Berkaitan dengan morbiditas, trauma yang muncul mendadak   saat serangan kejang dapat menjadi tinggi jika ditambah kemunculanya  seperti menggigit lidah sendiri, terjatuh sehingga menimbulkan fraktur, hematoma,  dislokasi. Mortalitas berkaitan dengan adanya kematian yang dipicu  sebab  fenomena sudden, unexpected death in epilepsy (SUDEP), namun insidensinya kecil.



 TULANG BELAKANG DAN SUMSUM TULANG BELAKANG

COMPLETE SPINAL CORD TRANSECTION
Termasuk cedera medulla spinalis (Spinal Cord Injury/ SCI) sebagai cedera atau kerusakan pada medulla spinalis yang memicu  perubahan fungsional. Complete Spinal cord transection dicirikan dengan hilangnya / disrupsi dari motorik ( kortikospinal anterior dan lateral),  fungsi otonom dari level lesi ke bawah, traktus sensorik ( traktur spinotalamik anterior dan lateral), 
Gejala pada Complete Spinal cord transection ada  2 tahap, antaralain:  tahap arefleksia
(tahap shock spinal) dan tahap hyperrefleksia. Pada tahap arefleksia dari pasien komplit yaitu 
tetraplegia (hilangnya fungsi motorik dan atau sensorik pada segmen servikal medulla
spinalis), paraplegia (hilangnya fungsi motorik dan atau sensorik pada segmen torakal, lumbal
atau sacral namun tidak servikal), anestesi pada level dibawah lesi,  Syok neurogenik hipotermi, hipotensi tanpa kompensasi takikardi
Gangguan nafas (pada lesi servikal atas), 
Hilangnya tonus rectum dan vesika urinariaz
Retensi urin dan usus yang memicu  ileus dan priapism. Pada tahap hiperrefleksia , seluruh aktifitas reflex kembali dan tonus meningkat.
Pemeriksaan fisik
Pada setiap trauma medulla spinalis perlu diperiksa neurologis yang lengkap dan detil mengenai fungsi otonom, motorik, sensorik, Pada tahap arefleksia, pemeriksaan fisik diperoleh kelemahan ekstremitas, reflex melemah namun pada tahap hiperrefleksia reflex kembali dan tonus meningkat ditambah babinsky sign (+), reflex achiles, patella, bulbocavernous dan reflex lain kembali dan meningkat. Pada tahap hiperrefleksi ini reflex miksi dan defekasi akan meningkat  tidak dapat dikendalikan. Penilaian status neurologis dilakukan untuk menentukan letak lesi baik dalam
menentukan :
1. Level sensorik untuk sisi kanan kirri
Tentukan dermatom intak  untuk  nyeri dan raba kasar (memiliki nilai 2/normal/intak), dimana fungsi sensorik pada level bawahnya ‘ tidak normal”. memeriksa sensasi pada tusukan (
traktur spinotalamikus), sensasni pada sentuhan halus dan posisi sendi ( kolum posterior)
2. Level motorik
Tentukan otot dengan kekuatan minimal 3, dimana fungsi motorik pada segmen diatas level itu  memiliki kekuatan 5.
3. Tentukan apakah cedera komplit atau inkomplit didasarkan ada tidaknya sacral sparing
4. Pemeriksaan refleks, contoh  BCR (Bulbocavernous refleks) untuk menentukan
muncul mendadak  dan selesainya shok spinal dimana melibatkan MS S2-S4. Refleks lain
contoh  refleks abdominal dan anal. Dengan memeriksa dermatom dan miotom dengan cara itu , maka level  cedera dapat dinilai. terakhir dari fungsi saraf spinal yang normal dinamakan  sebagai level neurologis dari lesi itu .
Pemeriksaan Penunjang
CT Scan,  MRI, X foto vertebra lateral dan AP
pengobatan:
Primary survey (ABCD), Secondary survey
Pasien itu  dapat mengalami respiratory insufficiency dan syok neurogenic yang memicu  hipotensi sehingga harus ditangani untuk mencegah kerusakan efek  hipoksia dan hipotensi.
Intubasi dilakukan jika  diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi.Jika terjadi syok neurogenik dapat diberi  pemberian cairan iv, vasopressor ( alpha dan beta adregenik seperti norepinefrin, epinefrin dan dopamine), atropine untuk meningkatkan nadi dan hindari hipotermi efek  vasodilatasi.
 Tromboemboli yaitu  komplikasi pasien para/tetraplegia, oleh sebab  itu pemberian antikoagulan Low Molecular Weight Heparin 72 jam sesudah  trauma selama 8- 12 minggu dapat diberi .
Pemberian kortikosteroid Terutama metilprednisolon dosis tinggi.  NASCIS 2 (National Acute Spinal Cord Injury Study) menyarankan  pemberian  bolus 30 mg/kg beratbadan  dalam
15 menit lalu dilanjutkan 5,4 mg/kg beratbadan  dalam 23 jam yang dimulai dalam 8 jam sesudah  cedera MS. bahwa pemberian metilprednisolon dapat diberi  mulai 3 jam sesudah  trauma harus
dilanjutkan selama 24 jam, sedang jika pemberian dilakukan antara 3- 8 jam pasca trauma harus dilanjutkan selama 48 jam.
Prognosis
kemungkinan sembuh sebesar 6 % , jika terjadi
paralisis komplit dalam 72 jam sesudah  injury, angka kesembuhannya 1 %.



NEUROGENIC BLADDER
Kandung kemih neurogenik  sebagai disfungsi kandung kemih sebab  gangguan syaraf, yaitu  kerusakan   sistem saraf  pusat  atau   sistem
saraf  perifer dan otonom. dalam pengendalian berkemih.  ini  berwujud kandung kemih tidak mampu berkontraksi dengan baik untuk miksi (underactive bladder) maupun kandung kemih terlalu aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih berdasar refleks yang tak terkendali (overactive bladder). Neurogenic bladder yaitu 
kelainan fungsi kandung kemih efek  gangguan sistem saraf.  pemicu  neurogenic bladder  antara lain alkoholisme kronis, penyakit kolagen seperti SLE, keracunan logam berat, herpes zoster, gangguan metabolik,  trauma pada medulla spinalis, penyakit vaskuler, penyakit infeksius yang akut seperti mielitis transversal, kelainan serebral (stroke, tumor otak, penyakit Parkinson, multiple sklerosis,demensia), 
Gejala  penyakit ini yaitu  inkontinensia urin, volume urine kecil selama berkemih, frekuensi  urgensi kemih,infeksi saluran kemih, batu ginjal
dari beratbadan lingurin  yaitu suatu keadaan dimana urin menetes pada akhir miksi,
hilangnya sensasi kandung kemih penuh
Pemeriksaan fisik: 
Tes tonus sfingter ani, Tes refleks fisiologis tungkai dan Babinski, Kekuatan motorik tungkai bawah, observasi saat pasien berkemih, 
 dicari defisit neurologis terutama di area  panggul dan tungkai bawah. Pemeriksaan refleks   lumboosakral, refleks   anokutan, dan
bulbokavernosus dilakukan untuk memperkirakan letak lesi dan gangguan berkemih yang mungkin dimuncul mendadak kan. Tes sensasi perianal dan perineal, 
Pemeriksaan penunjang,  antaralain: 
Pemeriksaan pencitraan miksioosistoouretrografi (MSU)  untuk melihat refluks vesikoureter, struktur anatomis dinding  leher kandung kemih, 
keadaan leher kandung kemih dan uretra posterior saat pengisian dan pengosongan kandung kemih.
 MSU dilakukan jika  ada  peningkatan tekanan kandung kemih efek  kerja otot detrusor dan sfingter eksterna yang tidak sinergis,diperoleh hasil tidak normal  pada pemeriksaan
urogram ekskretori, ada  infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan pencitraan seperti CT scan  dan magnetic resonance imaging (MRI) dilakukan untuk mengetahui defek pada kolumna vertebralis terutama pada masalah dengan spinal dysraphism. Untuk menilai fungsi kandung kemih dapat dilakukan pemeriksaan urodinamik, 
 Pemeriksaan ultraosonografi (USG) sebagai penyaring awal dilakukan pra dan pasca miksi, untuk mendeteksi obstruksi sfingter kandung kemih  dengan  menilai  kecepatan  aliran dan residu urin, urinalisis, kultur urin, kimia darah,  uji fungsi ginjal.
diagnosa dilakukan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik  yang mengarah kearah neurogenic bladder.
pengobatan:
 kandung kemih neurogenik yaitu  pemeliharaan
fungsi ginjal. antaralain:  pengosongan kandung kemih dengan baik, penurunan tekanan intravesika, pencegahan infeksi saluran kemih,  penanganan
inkontinensia, yang dilakukan dengan terapi medikamentosa atau tindakan urologik antara
lain clean intermittent catheterization (CIC), sistoplastik, atau pemasangan sfingter artifisial.  tata laksana awal  kandung kemih neurogenik yaitu  dengan cara clean intermittent catheterization (CIC).  itu untuk mengosongkan kandung kemih secara kuat dan aman. Terapi medikamentosa yang sering dipakai  yaitu  trospium,  propiverin, oksibutinin, tolterodin,  penelitian  yang dilakukan terhadap oksibutinin
menunjukan hasil memuaskan, meskipun validitasnya masih rendah sebab  tidak ada 
kelompok kontrol, oksibutinin lebih banyak diberi  secara intra vesika dibandingkan per oral sebab  lebih dapat ditolerir. Dosisnya antara 0,3 – 0,6 mg/kg beratbadan  perhari terbagi dalam 2 – 3 dosis, yang dapat ditingkatkan hingga 0,9  mg/kg beratbadan  perhari. Terapi    medikamentosa lainnya    yaitu  obat penghambat reseptor alfaoadrenergik. Ada pengobatan alternatif yaitu injeksi toksin Botulinum. Pada pasien dewasa terapi ini memberi hasil yang menjanjikan namun
pada anak masih jarang dilakukan. Toksin Botulinum disuntikkan langsung pada otot
detrusor dan hasilnya aman dan efektif pada kelompok dewasa. Kegagalan terapi
medikamentosa dalam mengembalikan fungsi kandung kemih bisa  dipikirkan tindakan bedah.
Prognosis
tujuan terapi   untuk mengantisipasi komplikasinya. Pasien dengan gangguan yang minimal, dengan terapi inkontinensia yang baik dapat meningkatkan kualitas hidupnya.



NYERI RADIKULER
Nyeri Radicular yaitu  nyeri nociceptive yang menjalar dari radiks sampai ke ujung penjalaran syaraf, jika akson distimulasi. pemicunya yaitu  aktivasi dari ganglion posteriorbaik secara mekanik,inflamasi, kesusakan ganglion dorsalis efek  iskemiik.Kausa dari nyeri ridiculer tidak hanya mengganggu syaraf nociceptive namun juga non nociceptive jadi kualitas nyeri berbeda dengan refered pain.Pangkal nyeri  didefinisaikan, namun ujung nyeri tidak dapat didefinisikan dengan pasti. Nyeri terasa dalam, Penjalaran tidak
terlokalisasi menurut dermatom, meliputi  nyeri cutaneus
Anamnesis
 Keluhan utama : baal,kesemutan, kram, nyeri
 Kualitas nyeri : Karakteristik nyeri akut : cram, seperti teriiris pisau, sangat nyeri,
Karakteristik nyeri kronik :nyeri lebih tersa tumpul, terasa terbakar Penjalaran dari pangkal syaraf ke ujung syaraf yang tidak  jelas batasnya
 Lokasi : Tidak terlokalisir berdasar dermatom
 Memperberat : Diprovokasi oleh penekanan mekanik pada syaraf,  Gejala penyerta : Dapat  ditambah ganguan sensoris (baal, kesemutan ),
kelemahan otot, gangguan miksi, defekasi,ereksi
 Riwayat Trauma dan mekanismenya, dugaan adanya keganasan pada tempat lain
Pemeriksaan fisik
Palpasi : ototdi sekitar kolumna vertebralis, apakah ada  spasme, tekan tempat keluarnya radiks apakah ada  nyeri, Amati postur pasien, apakah terlihat kaku, tubuh condong pada arah tertentu, apakah ada keterbtasan gerak
Motorik : pemeriksaan apakah ada kelemahan gerakan tertentu, untuk menentukan radiks yang terkena,  Pemeriksaan reflex fisiologis  untuk mengetahui tingkat radiks yang terkena, 
Seringkali tidak menganut dermatom yang jelas, sebab  dermatomal saling overlapping dan sangat subjektif , Pada nyeri cervical dapat dilakukan test spruling dan  kompresi foraminal, Cara: leher ekstensi, lalu rotasi ke salah satu arah, pemeriksa
menundukan/memfleksikan leher maka akan terasan yeri menjalar ke radiks sisi arah rotasi
Pasien dalam keadaan supinasi lalu jika dilakukan distraksi leher perlahan,nyeri berkurang
Pemeriksaan Penunjang;MRI untuk mendeteksi kelainan ligament maupun discus, EMG : untuk membedakan bahwa lesi bersifat neurogenik atau tidak,  apakah ada spasme otot,  bagaimana level iritasi/kompresi radiks. Juga dapat membedakan iritasi radiks atau iritasi syaraf perifer, 
CT scan dan  CT  Scan Myelografi, untuk mencari herniasidiscus, 
 Foto polos vertebrae: adakah fraktur, subluksasi, adakah perubahan/degeneratif/pada tulang dilakukan pada post trauma, keganasan, infeksi, Tatalaksana
pemakaian  NSAID  Injeksi steroid epidural, 
mencegah komplikasi/keterlibatan medulaspinalis, dapat berwujud medikamentosa maupun fisioterapi,  reduksi atau resolusi rasa nyeri, 
 perbaikan deficit neurologis,  pembatasan aktivitas: pasien dengan radikulopati berat dapat tirah baring pada tahap akut hindari aktivitas yang gerakannya mendadak/gerak berlebihan
 memakai cervical collar, corset agar posisi vertebrae fisiologis fisioterapi memakai termoterapi, traksi,  
Penyulit: Keterlibatan medulla spinalis,  ada  deficit neurologis berat
Kriteria rujukan: memerlukan tindakan bedah, 
 ada  red flags, memerlukan fisioterapi kompleks, 
 
HERNIA NUCLEUS PULPOSUS

Hernia yaitu  protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan melalui lubang yang tidak normal .Nukleus pulposus yaitu  massa setengah cair yang terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus intervertebralis. Hernia Nukleus Pulposus(HNP) yaitu suatu gangguan yang melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol dan menekan kearah kanalis spinalis.
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 4 % dari populasi.  Usia yang paling sering yaitu  usia 35 – 55 tahun.  Pada penelitian HNP  sering ada   pada tingkat L4-L5;/titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1.  pasien/dengan herniasi diskus lumbalis, memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4  dari usia tua dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5
 Sebagian besar mengalami gejala   nyeri pinggang menjalar ke tungkai, nyeri pinggang dan nyeri tungkai,  onset dapat akut,  sebagian besar kronik > 90% Nyeri bersifat mekanik, sebab  gerakan akan menambah nyeri, menjalar, seperti
tersetrum. Penjalaran nyeri bersifat dermatomal.  Jika ada nyeri non mekanis yaitu nyeri bukan dipicu  sebab  gerakan(hati-hati  tumor/infeksi medulla spinalis), Ada factor risiko untuk  terjadinya HNP (mengangkat  benda berat, gerakan
pinggang yang berulang, gerakan pinggang mendadak)pemeriksaan fisik
 Periksaan motorik , mengetahui adakah paresis atau atropi otot,  Pemeriksaan refleks
 Pemeriksaan sensorikhipestesi/anestesi dermatomal,  Pemeriksaan nyeri radiculer laseque, contra laseque,sicard, bagard
 Pemeriksaan RoM apakah ada gangguan lingkup gerak sendi, dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Harus diekslusikan red flags yaitu
Neoplasma Carcinoma, Fraktur vertebrae, 
Periksa juga genital, rectal, Sindrom cauda equine, ada  kelainan neurologic berat,  
Diagnose Banding : 
 HNP,  Sindroma pyriformois, Facet syndrome: nyeri tidak sampai bawah lutut, 
pemeriksaan penunjang:
jika ada  indikasi (ada  sindrom ridiculer atau ada  Red flags dapat ditambah pemeriksaan EMG,  kecepatan hantar syaraf, 
Myelografi,  Myelogram –CT Scan,  Foto polos  Vertebrae untuk menyingkirkan kelainan tulang, 
 CT Scan Untuk mencari degenerasi discus, ketinggian discus, sclerosis, hipertrofi,
deteriorasi facet, MRI,  
 Terapi:
operasi
Microdisectomy, Hemilamynotomy, Central decompresi pada diskus dan fragmentectomy direct Decompresi central memakai laser
nucleoplasty, 
Konservasi;
Latihan dan fisioterapi pada otot dan syaraf yang cedera,  Mucle relaxan hanya untuk spasme akut, 
Nyeri punggung tanpa radiculopati  dilakukan ciropraksi 6 bulan pertama Injeksi epidural(steroid, lidocain,opioid) Pada nyeri yang kronik  diberi  antikonvulsan dan  antidepresan ,  Fisioterapi dengan penghangatan, transcutaneus nerve electrical stimulation pada keadaan kronik, 
Bedrest  2 hari, Menurunkan inflamasi dengan NSAID, Penghangatan dan melembabkan, Membatasi latihan yang memberatkan,  
Komplikasi:
Gangguan autonom seperti miksi, defekasi, ereksi,
 Defisit neurologis, Kelemahan,  Gangguan sensorik,   Kriteria Rujukan : ada  tanda redflags,  memerlukan terapi operasi, 



NYERI


NYERI NEUROPATIK

Nyeri Neuropati yaitu  nyeri yang dipicu  oleh neuropati( kerusakan primer dari sistem  syaraf).
 beralangsung akut maupun kronik,  Ditandai dengan rasa tersobek, diikat,alodinia, baal, kurang tangkas, sulit mengenal barang, terbakar,tertusuk, tersetrum, pemicu nyeri neuropati perifer yaitu    DM, Neuralgia pasca herpetica, keganasan hematologi, rhematoidartrits,penyalah gunaan obat ,  nyeri nyeuropati sentral  terjadi sebab  Jejas medulla spinalis, pasca stroke, nyeri idiopatik, nyeri neuropati perifer berlangsung akut (< 3 bulan, atau kronik > 3 bulan) perlu ditanyakan distribusi nyeri: mononeuropati, mononeuropati multipleks, polineuropati, ditanyakan  riwayat penyakit terdahulu riwayat trauma,riwayat
memakai obat tertentu, 
Pemeriksaan fisik: 
Adakah tanda inveksi, hipotensi ortostatik,  endokrinopati, vasculopati, 
Pemeriksaan neurologis: 
Adakah deformitas pada area yang disyarafi oleh nervus itu, Adakah charchot joint, Tes laseque, reserve laseque, thinel test, phalen test, Tes syaraf autonom,  Pemeriksaan nervi cranialis, Pemeriksaan RoM, Pemeriksaan reflex tendon, 
 Adakah alodinia, hiperallgesia, hipestesia, hiperpatia,disestesia,Lokasi nyeri : mononeuropati/polineuropati, dermatom berapa parestesia,analgesia, hipoalgesia, kausalgia diperiksa memakai jarum, tabung reaksi panas dan dingin
 Adakah ulserasi, efek  analgesia/hipoalgesia



Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan laboratorium sesuai pemicu, 
Biopsi syaraf jika perlu, EMG,  Kecepatan hantaran syaraf (nerve conduction  study),  Quantitative sonsory testing, 
Diferensial diagnosa:
Nyeri Neuropati perifer, Nyeri Neuropati sentral


Terapi:
Konsultasi dengan bagian terkait sesuai kausa
Penyulit, Deformitas, Ullserasi kaki (sebab  DM)
Charchot joint, 
Mengurangi nyei dan inflamasi dengan medicamentosa, NSAID, Antidepresan trisiclic, 
Antikonvulsan, Antiaritmik, Blok syaraf lokal
Fisioterapi : Splint, TENS, perawatan deformitas, 
Kriteria rujukan: Memerlukan fisioterapi kompleks
 Penyakit kausa tidakdapat ditangani , 
 ada  penyulit, 
 


INFEKSI PADA SISTEM SYARAF

MENINGITIS
Meningitis suatu peradangan yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid yang membungkus medula spinalis dan jaringan otak , kemunculanya  tertinggi meningitis yaitu  antara kelahiran sampai berusia  2 tahun, dengan risiko terbesar sesudah  lahir pada 3o8 bulan. Meningkatnya eksposur terhadap infeksi dan masalah sistem kekebalan muncul mendadak  saat  kelahiran anak akan meningkatkan risiko
meningitis. Meningitis dipicu   oleh cacing,protozoa,virus, bakteri, riketsia, jamur,  pemicu paling sering  yaitu  bakteri virus , kelompok usia 
dibawah 5 tahun dipicu  oleh Pneumococcus, H.influenzae, Meningococcus , kelompok usia  5o20 tahun dipicu  oleh Streptococcus,Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis , Pneumococcus,  pada usia dewasa (>20 tahun) dipicu  oleh Listeria,Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus,pemicu meningitis serosa yang paling banyak ada   virus, kuman Tuberculosis , Hasil Anamnesis (Subjective)
pasien dicurigai menderita meningitis jika ada  tanda meningitis, yaitu pusing  , leher kaku,demam,
gejala pasien  meningitis:
Jika pemicunya  meningitis Tuberkulosa , maka keluhan yang muncul mendadak   terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium I atau stadium prodormal selama 2 - 3 minggu dengan gejala ringan  nampak seperti gejala infeksi biasa, Pada anak anak, mudah tersinggung, cengeng,opstipasi, pola tidur terganggu  gangguan kesadaran berwujud apatis, sering tanpa demam,  mual mules perih kembung  mual mules perih kembung, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun,  
 Pada orang dewasa : Kejang,,Gangguan kesadaran berwujud letargi sampai koma, Kadang ada   infeksi saluran pernapasan bagian atas (contoh ,sakit tenggorokan,pilek ),Demam, pusing hebat, Leher kaku, mual mules perih kembung, Takut cahaya ( fotofobia ),ada   panas yang hilang muncul mendadak  , pusing,konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi,
dan sangat gelisah. Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 –3 minggu dengan gejala ditandai dengan pusing parah dan kadang ditambah kejang terutama pada bayi dan anak . gejala rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh  menjadi kaku, ada  gejala peningkatan intrakranial, ubunoubun menonjol dan
 mual mules perih kembung lebih banyak. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan , gangguan kesadaran sampai koma hingga meninggal
dunia.
 Pada bayi dan anak :  mual mules perih kembung, Kejang,Leher kaku,Nafsu makan dan minum berkurang,Gangguan kesadaran berwujud apati, letargi,  koma,Biasanya diawali dari gangguan saluran pernafasan bagian atas,Demam tinggi, ,  mual mules perih kembung, 
Hasil Pemeriksaan rangsangan meningeal pada penderita dengan meningitis biasanya
ada  hasil positif . Pemeriksaan itu  yaitu  antaralain;
-Pemeriksaan tanda pipi menurut Brudzinski. ( Brudzinski III) Penekanan pada kedua pipi atau tepat di bawah os zigomatikum . Tanda ini
positif (+) jika terjadi gerakan fleksi reflektorik pada ekstremitas superior (lengan tangan fleksi)
-Pemeriksaan tanda simfisis pubis menurut Brudzinski ( Brudzisnki IV) Penekanan pada simfisis pubis . Tanda ini positif (+) jika terjadi gerakan fleksi reflektorik pada ekstremitas inferior (kaki)
-Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berwujud rotasi kepala dan fleksi , Tanda kaku kuduk positif (+) jika diperoleh kekakuan  pada pergerakan fleksi kepala ditambah rasa nyeri dan spasme otot.Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga diperoleh  tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
-Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski)
Pasien  berbaring  terlentang, salah satu tungkainya diangkat dalam sikap lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Tanda Brudzinski II positif (+) jika pada pemeriksaan terjadi fleksi reflektorik pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
-Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pada sendi panggul lalu ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) jika ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) ditambah spasme otot
paha biasanya diikuti rasa nyeri.
-Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Tanda leher menurut Brudzinski) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah  kepala  dan  tangan  kanan  diatas dada  pasien  lalu dilakukan fleksi kepala dengan kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) jika pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai/kedua lutut.
Pemeriksaan Penunjang : 
- Pemeriksaan EEG
Pada pemeriksaan EEG ada   gelombang lambat yang difus di kedua hemisfer, penurunan voltase sebab  efusi subdural atau aktivitas delta fokal jika bersamaan dengan abses otak.
-Pemeriksaan CT SCAN dan MRI
Dapat mengetahui adanya edema otak,hidrosefalus atau massa otak yang menyertai meningitis,
-Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, kadar ureum, elektrolit , kultur,Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, Pada meningitis bakterial diperoleh polimorfonuklear leukositosis. Meningitis yang dipicu  oleh TBC akan ada  peningkatan LED.Pada masalah imunosupresi ada  keukopenia.
-Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto X ray thoraks, foto kepala (sinus/ mastoid),  disarankan untuk mengidentifikasi fokus primer infeksi.
- Pemeriksaan Pungsi Lumbal
diagnosa pasti meningitis yaitu  pemeriksaan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal. Lumbal pungsi  dilakukan untuk menganalisa
jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ada  adanya peningkatan tekanan intrakranial.
-- Pada Meningitis Purulenta (meningitis  sebab  Haemophilus  influenzae b, Streptococcus pneumonia,Neisseria meningitidies )
ada  tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
--Pada Meningitis Serosa (meningitis Tuberkulosa) ada  tekanan yang beragam, sel darah putih PMN meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-)cairan jernih, 
diagnosa meningitis dilakukan melalui keluhan khas meningitis pasien,pemeriksaan fisik yang mengarah pada perangsangan meningeal dan pemeriksaan penunjang berwujud lumbal pungsi.
diagnosa banding:
-Meningismus
Dapat terjadi iritasi meningeal, pusing, kejang , koma. Meningismus sering terjadi pada bayi dan anak yang lebih besar dengan gejala tiba tiba panas, ada  tonsillitis, pneumonia. namun pada pungsi lumbal, CSS tidak ada  kuman, sedang kadar glukosa normal.
-Perdarahan subarachnoid
Keduanya memiliki tanda rangsang meningeal positif.
-Pemberian antibiotik harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri pemicunya. Pemberian initial antibiotik secara empiric (empirical
antimicrobial)  diberi  tanpa harus menunggu hasil kultur cairan serebrospinal. sesudah  hasil kutur terbukti adanya spesifik mikroorganisme,
baru diberi   terapi antibiotik spesifik 
-Istirahat  , jika infeksi berat  diperlukan perawatan di ruang isolasi. Fungsi respirasi harus dikendalikan ketat, pipa endotrakeal atau
trakeostomi diperlukan jika terjadi distress respirasi. Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu penanganan khusus. Penyulit  yaitu  edema otak, kekurangan gizi,adanya kejang, hiperpireksia, -Prognosis meningitis tergantung kepada jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberi  antibiotik, usia , mikroorganisme pemicu,
banyaknya mikroorganisme dalam selaput otak, 
Penderita usia neonatus, anak  dan dewasa tua memiliki prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian, penderita yang selamat akan mengalami sequelle (efek  sisa). 55  % meningitis purulenta memicu kecacatan seperti gangguan perkembangan mental, ketulian, keterlambatan berbicara  , 5 –10% penderita mengalami kematian,

 ENSEFALITIS
yaitu  radang jaringan otak yang dipicu  oleh berbagai mikroorganisme. berdasar  pemicuya, ensefalitis dibedakan menjadi :
Ensefalitis supurativa dipicu  oleh  M.tuberculosa,Staphylococcus aureus, Streptococcus, E.coli , 
 ensefalitis syphilis  dipicu  oleh Treponema
pallidum, ensefalitis virus yang bisa dipicu    virus ( herpes simpleks, virus Epsteinobarr , rabies, parotitis, morbili, zosterovarisella, AIDS), ensefalitis parasit yang dipicu  ensefalitis,   malaria, toxoplasmosis, amoebiasis  sebab  fungi dan riketsia. Penyakit ini ada   pada semua usia  mulai dari anak  sampai orang dewasa. Pada bayi dan anak kecil ,ensefalitis dapat terjadi
efek  komplikasi dari meningitis bakterial (jarang pada dewasa), sinusitis,otitis media,mastoiditis, Anak dibawah 15 tahun, kemunculanya  ensefalitis paling sering terjadi sebab  frekuensi sinusitis dan mastoiditis masih tinggi. Manifestasi klinis ensefalitis  ditandai oleh trias ensefalitis, yaitu  kesadaran menurun ,demam, kejang, jika berkembang menjadi abses serebri akan muncul mendadak   gejala  infeksi umum dan muncul mendadak  gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti : pusing yang kronik dan progresif, mual mules perih kembung,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Jika abses terletak pada serebeli, pusing terasa di area  suboksipital, dan belakang telinga.
Pemeriksaan Fisik
jika terjadi peningkatan TIK , pada funduskopi tampak adanya edem papil.Adanya defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses, ditandai adanya deficit nervi kraniales pada pemeriksaan  afasia, hemianopia, nistagmus, ataksia,n.cranialis, hemiparesis, reflex tendon
meningkat, kaku kuduk, 
Pemeriksaan yang  disarankan dalam ensefalitis dalam kaitannya untuk mencari pemicu, port d’ entre atau  menemukan komplikasi dari ensefalitis
diantaranya yaitu  :
-Pemeriksaan EEG
-Pemeriksaan X Foto (thorax atau kepala)
-Pemeriksaan CT scan  dengan atau tanpa kontras perlu dilakukan pada semua pasien
ensefalitis. Pada toksoplasma ensefalitis ada  gambaran nodular atau ring enhancing lesion.
-Pemeriksaan MRI, lebih peka  dari CT Scan.
-Pemeriksaan cairan serobrospinal melalui lumbal pungsi (hati hati jika ada peningkatan TIK). LP sebaiknya dilakukan pada semua pasien yang dicurigai ensefalitis viral.
-Pemeriksaan BUN dan kreatinin , untuk mengetahui status hidrasi pasien
-Pemeriksaan liver function test , untuk  mengetahui komplikasi pada organ hepar atau menyesuaikan dosis obat yang diberi .
- Pemeriksaan darah lengkap , kultur darah untuk mendiagnosa pasti pemicu bakteri dan peka.
- Pemeriksaan feses dan urin
-Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA)
-Pemeriksaan titer antibody,
diagnosa dilakukan dari hasil anamesis berwujud gejala trias ensefalitis, gejala peningkatan TIK dan adanya gejala infeksi akut atau kronik yang mungkin mengikuti contoh  mastoiditis,otitis media, sinusistis, Pemeriksaan fisik dan
penunjang dapat dipakai   melakukan diagnosa.
diagnosa banding: 
Hematoma subdural kronik,Tuberkuloma,
 Meningitis bacterial, Abses subdural, abses skstradural, Tromboflebitis kortikal, Neoplasma, 
pengobatan:
Pengobatan  efektif pada stadium awal terbentuknya abses,
-Kortikosteroid
Dapat dipakai  deksametason untuk anti inflammatory yang dipakai  post infeksi ensefalitis dan acute disseminated ensefalitis.
-.Diuretik
Dapat dipakai  Furosemid atau manitol pada pasien hidrosefalus dan kenaikan TIK.
-Antikonvulsan
Dapat dipakai  lorazepam jika terjadi kejang.
-Ensefalitis supurativa
-- Cloramphenicol 4 x 1g/24  jam intra vena selama 10 hari.--Ampisillin 4 x 3o4 g per oral selama 10 hari.
-Ensefalitis syphilis
--Penisillin G 12o24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari 
--Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x 500mg oral selama 14 hari. jika alergi penicillin :
--Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
--Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
--Kloramfenikol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu,
--Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari,
-  Ensefalitis sebab  fungi
-- Amfoterisin 0,1o 0,25 g/kg beratbadan /hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu
-- Mikonazol 30 mg/kg beratbadan  intravena selama 6 minggu.
- Riketsiosis serebri
-- Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari
-- Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.
-Ensefalitis virus
Pengobatan simptomatis
--Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg 
--Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
-- Pengobatan antivirus diberi  pada ensefalitis virus dengan pemicu herpes zosterovaricella.
Dewasa : Asiclovir 10 mg/kg beratbadan  intra vena 3 x sehari selama 14 - 21 hari atau 200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
Anak : Asiclovir 10 - 15 mg/kg beratbadan  intra vena 3 x sehari ,
-Ensefalitis sebab  parasit
--Malaria serebral
Kinin 10 mg/kg beratbadan  dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan.
--Toxoplasmosis
Sulfadiasin 100 mg/kg beratbadan  per oral selama 1 bulan Pirimetasin 1 mg/kg beratbadan  per oral selama 1 bulan Spiramisin 3 x 500 mg/hari
-- Amebiasis
Rifampicin 8 mg/kg beratbadan /hari.
Prognosis tergantung  cepat dan tepatnya  diagnosa  dan pengobatan segera. Angka kematian ensefalitis supurativa dapat mencapai 50% 


MALARIA SEREBRAL
yaitu  malaria berat dengan penurunan kesadaran, koma yang tidak bisa dibangunkan, jika di nilai dengan skala dari Glasgow Coma Scale (GCS) <
11, atau lebih dari 30 menit sesudah  serangan kejang yang tidak dipicu  oleh penyakit lain  , Hampir semua malaria cerebral dipicu  Plasmodium falsiparum. ada  gejala malaria  seperti demam yang berkelanjutan , lesu,   mual mules perih kembung  , diare,menggigil , berkeringat, pusing parah, mialgia,  letih ,  penurunan kesadaran
seperti apatis, somnolen, delirium , perubahan tingkah laku, anemia berat ,gagal ginjal, 
hipoglikemia, kelainan pada hepar, anemia, demam, kencing hitam,kelainan  ginjal, kejang, edema paru, Kelainan neurologi pada orang dewasa  berwujud kejang atau gejala neurologi fokal lainnya,  berkunjung  ke area  endemic malaria,  riwayat sakit malaria 
Pemeriksaan Fisik
 Demam (T ≥ 37,5°C). Konjunctiva atau telapak tangan pucat.Pembesaran limpa (splenomegali).,
Pembesaran hati (hepatomegali), penderita  malaria berat ada  gejala klinis antaralain:
Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
 Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom, Tanda dehidrasi: produksi air seni berkurang,mata cekung, turgor , elastisitas kulit berkurang, bibir kering,Pembesaran limpa dan atau hepar.Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria,
 Tekanan darah sistolik <70mmHg, Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit,suhu  rektal ≥ 40°C, Nadi cepat dan lemah/kecil, gejala anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat., Terlihat mata kuning atau ikterik.
 Adanya ronkhi pada kedua paru.
Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.
Meskipun manifestasi klinis malaria serebral bervariasi, namun hanya ada 3 gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu: Kejang  dan sekuel neurologik,
koma menetap selama 24 – 72 jam, awalnya  dapat dibangunkan, lalu tak dapat dibangukan.
Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik,
diagnosa  ada  adanya parasitemia dalam preparat darah hapus yaitu  pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis. Dapat juga dengan tes diagnosa  cepat (Rapid diagnosa  Test) dan tes serologi. lalu dapat disarankan pemeriksaan
dalam diagnosa penurunan kesadaran yaitu :
Pemeriksaan cairan serebrospinal, Pemeriksaan fungsi liver dan ginjal, Pemeriksaan elektrolit,
 Pemeriksaan GDS, Pemeriksaan Darah rutin (leukosit Hb, hitung trombosit) Analisa kimia / toksikologi darah dan urine; CT scanning / MRI;
 Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG);
 diagnosa malaria serebral dilakukan jika terjadi penurunan kesadaran dan parasitemia sebagai hal yang patognomonis dalam diagnosa penyakit ini.Kriteria diagnosa lainnnya, yaitu :
Kelainan cairan serebro spinal yang berwujud Nonne positif, Pandi positif lemah, hipoglikemi ringan, Penderita berasal dari area  endemis atau berada di area  malaria. Demam atau riwayat demam yang tinggi. ada  parasit malaria falsiparum dalam sediaan darah tipis/tebal.
Adanya manifestasi serebral berwujud kesadaran menurun dengan atau tanpa .gejala  neurologis yang lain, sedang kemungkinan pemicu yang lain sudah  disingkirkan.
diagnosa banding
Penurunan kesadaran sebab  demam tifoid, demam kuning, sindrom syok dengue. Penurunan  kesadaran sebab  ensefalopati yang dipicu  oleh infeksi bakteri, virus , jamur.Penurunan  kesadaran sebab  ensefalopati yang dipicu  oleh alkoholisme.
pengobatan: malaria serebral antaralain:  :
Mengatasi kelainan penyerta seperti kejang, hipoglikemia, gagal ginjal, sembab paru, 
Mencegah mengurangi udem otak;Keseimbangan cairan dan elektrolit, asam basa, Menghilangkan parasitemia; Mempertahankan fungsi vital : kesadaran, tanda vital,
Pemberian obat anti malaria cerebral harus sedini mungkin dengan dosis kuat . pemakaian  -AM pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa
sebab  pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan  lama di darah. maka  dipilih pemakaian obat perparenteral. obat anti malaria yang dipakai  pada  malaria serebral yang berat yaitu:
A. Derivat Artemisin
sebab  meningkatnya resistensi klorokuin ,maka WHo tahun 2006. menyarankan  obat ACT (Artemisin base Combination Therapy) bagi  malaria tanpa komplikasi atau malaria berat,
obat antimalaria dosis derivat artemisinin
-kina Loading dose: Kina dihidrokhlorida 20 mg / kg beratbadan  diencerkan dalam 10 ml/kg beratbadan  (2mg/ml) dektrose 5% atau dalam infuse dektrose dalam 4 jam.
Dosis perawatan : Kina dihidrokhlorida 10 mg /kg beratbadan  diencerkan dalam 10 ml/kg beratbadan  (1mg/ml ) dektrose 5 % ,pada orang dewasa dosis dapat diulang tiap 8 jam dan pada anak  tiap 2 jam, diulang tiap 12 jam, sampai pasien dapat makan.
Kina oral: Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam sampai 7 hari.
Artesunate:  2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV, lalu  1,2 mg/kg sesudah  12 jam, lalu 1,2 mg/kg/hari selama  6 hari, jika pasien dapat makan, obat dapat diberi  oral
Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM pada hari I lalu  1,6 mg/kg/hari (biasanya diberi  160 mg dilanjutkan dengan 80 mg) sampai pasien dapat makan, obat dapat diberi   dengan kombinasi  Amodiaquin dan   Artesunat selama 3 hari.
Arteether: 150 mg sekali sehari intramuskular untuk 3 hari.
-Kina (kina HCI/dihidrooklorida/kinin Antipirin)
Kina yaitu obat anti malaria yang  efektif untuk semua jenis plasmodium dan efektif sebagai gametocidal dan schizontocidal ,  Dipilih
sebagai obat  untuk malaria berat sebab  masih berefek kuat terhadap P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin, 
Pemberian dosis  tidak berbahaya bagi wanita hamil. jika pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, atau gangguan fungsi hepar/ginjal belum membaik, dosis dapat diturunkan setengahnya
Dosis loading tidak disarankan untuk penderita yang sudah  memperoleh kina atau meflokuin 24 jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita dengan pemanjangan QT interval / aritmia., Kina  diberi  secara intramuskuler jika melalui infus tidak memungkinkan. Dosis loading 20 mg/Kg beratbadan  diberi  i.m terbagi pada 2
tempat suntikan, lalu diikuti dengan dosis 10 mg/Kg beratbadan  tiap 8 jam sampai penderita dapat minum per oral. Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi sebab nya perlu diperiksa gula darah 8 sampai 12 jam,
-jika kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin ,Dosis loading 15mg basa/kg beratbadan  dalam 250 cc cairan isotonik diberi  dalam
4 jam, diteruskan dengan 7,5mg basa/kg beratbadan  dalam 4 jam tiap 8 jam, dilanjutkan sesudah  sadar, kinidin efektif  jika sudah terjadi resistensi terhadap kina, kinidin lebih toksik terhadap jantung dibandingkan kina.
-Klorokuin masih yaitu -AM yang efektif terhadap P. falciparum yang peka  terhadap klorokuin. Keuntungannya tidak memicu  hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan. Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/Kg beratbadan  dalam 500 ml cairan isotonis dalam 8 jam diulang 3 x. jika cara per infus tidak memungkinkan dapat diberi  secara i.m atau subkutan dengan cara 3,5mg/Kg beratbadan  klorokuin basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg beratbadan  klorokuin tiap 4 jam.
- Injeksi kombinasi sulfadoksinopirimetamim (fansidar)
-- Ampul 2,5 ml : 500 mg SoD + 25 mg pirimetamin
-- Ampul 2 ml    : 200 mg SoD + 10 mg pirimetamin
Pengobatan lainnya :
--cyclosporine, epineprine , hiperimunglobulin,Heparin, dextran,  tidak terbukti berpengaruh dengan mortalitas.
-- desferioxamin, prostasiklin, asetilsistein,Anti TNF, pentoxifillin,  yaitu obat  yang pernah dicoba untuk malaria serebral,
- AntioKonvulsan (diazepam 10 mg i.v),
-- Pemberian steroid pada malaria serebral, justru  menimbulkan banyak efek samping seperti pneumoni , perdarahan,memperpanjang lamanya koma ,gastro intestinal
Prognosis malaria serebral bergantung kepadatan parasite, semakin padat parasite maka semakin buruk prognosisnya.  bergantung pada kegagalan fungsi organ yang terlibat,bergantung pada ketepatan diagnosa dan pengobatan, makin cepat dan tepat diagnosa dan pengobatan semakin baik
prognosisnya. 



TETANUS NEONATORUM
yaitu  penyakit pada bayi yang baru lahir yang
dipicu  oleh infeksi kuman tetanus Clostridium tetani yang masuk melalui tali pusat, efek  pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak bersih  tidak steril. Kuman menghasilkan tetanopamin yang akan berikatan dengan reseptor di membran prasinaps pada motor neuron, lalu bergerak melalui system transport aksonal retrogard melalui sel neuron hingga ke medulla
spianalis dan batang otak, seterusnya memicu  gangguan SSP dan system saraf perifer.
Masa inkubasi  5 sampai 14 hari, namun bisa  mencapai 1 sampai 2 hari atau  lebih dari 1 bulan. Penyakit ini  terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam penyakit muncul mendadak   dengan adanya trismus .Gejalya nya  yaitu  :
Kekakuan yang berat memicu  tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pda tumit dan belakang kepala.Ekstermitas biasanya terulur dan kaku,
Trismus ,kekakuan otot rahang, sehingga pasien sukar membuka mulut, kadang ada   mulut mencucu seperti mulut ikan. Bayi mendadak panas dan tidak mau minum (sebab  tidak dapat menghisap).Kekakuan otot mimik muka dimana dahi berkerut, mata bayi agak tertutup, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka risus sardonikus,Dinding abdomen kaku, mengeras seperti papan dan kadang terjadi
kejang.Kekakuan dinding thoraks, kesulitan bernafas dan batuk, jika kekakuan semakin berat, akan muncul mendadak   kejang umum efek  rangsangan
seperti dicubit, digerakkan kasar atau terpapar sinar yang kuat.. Bahkan jika sangat berat akan terjadi status epileptikus, adanya kaku kuduk sampai opistotonus (kekakuan otot penunjang tubuh, otot punggung, otot leher, trunk muscle dan sebagainya, perut papan (+),Trismus (lock
jaw, clench teeth).Pasien dengan penyakit ini ada   bentuk wajah risus sardonikus, 
memperlihatkan adanya lepas muatan unit motorik secara berkelanjutan  dan pemendekan atau tanpa interval yang tenang, yang biasanya tampak sesudah  potensial aksi.
Pemeriksaan penunjang ,yaitu: 
Pemeriksaan Analisa gas darah, Pemeriksaan Gula darah , Pemeriksaan elektromiogram (EMG), Pemeriksaan darah tepi : hitung leukosit normal atau sedikit meningkat. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium,
diagnosa dilakukan berdasar hasil anamesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada tetanus seperti adanya luka dan ketegangan otot   terutama pada rahang  ,
Diagnosa Banding:
Tetani sebab  hipocalsemia,  
Meningitis,Meningoenchepalitis,Enchepalitis, 
pengobatan:: 
Pasien dirawat di ICU RS untuk diawasi  respirasi dan fungsi sirkulasinya.diberi  cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis = 4
: 1 selama 48 sampai 72 jam lalu  IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien sudah  dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering apnea atau kejang , diberi  larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). jika sesudah  72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui eflex diberi  tambahan kalium dan protein ,
 Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena pelan-pelan selama 2  sampai 3 menit, lalu diberi  dosis rumat 8 sampai 10 mg/kg beratbadan /hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan eflex dan diganti setiap 6 jam). jika kejang masih sering muncul mendadak  ,  ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena pelan-pelan dan dalam 24 jam berikutnya  diberi  tembahan diazepam 5 mg/kg beratbadan /hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kg beratbadan /hari. sesudah  keadaan klinis membaik, diazepam diberi  per oral dan diturunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau jika makin berat, diazepam diberi  per oral dan sesudah  bilirubin turun  diberi  secara intravena.
 ATS 10.000 U/hari, diberi  selama 2 hari terus-menerus dengan IM. Perinfus diberi  20.000 U sekaligus. Atau diberi  tetanus imun globulin
untuk menteralkan toksin Ampisilin 100 mg/kg beratbadan /hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. jika pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya.  diberi  penisilin atau metronidazole selama 7 sampai 10 hari. jika pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberi  pada pasien meningitis bakterialis.
Gejala hipeaktifitas otonom  diatasi dengan Mg sulfat yang memblokade pelepasan neurotransmiter dan mengendalikan spasme otot. obat lain yang dapat diberi  yaitu  kombinasi alfa dan beta adregenik reseptor antagonis contoh  labetolol (1 mg/menit) atau morfin sulfat (05, - 1 mg/kg/jam), Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.Perhatikan jalan napas dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
Prognosis
Mortalitas penyakit ini dapat mencapai 65 % keatas bergantung pada luasnya keterlibatan otot yang mengalami kejang, adanya demam tinggi dan
masa inkubasi yang pendek. Pasien yang sembuh, sekitar 97 % memiliki sekuele.


PENYAKIT NEURoMUSKULAR DAN NEURoPATI


MIASTENIA GRAVIS
Miastenia gravis yaitu   kelainan autoimun yang ditandai oleh  kelemahan tidak normal  dan progresif pada otot rangka yang dipakai  secara terus-menerus   ditambah  kelelahan,  jika penderita beristirahat, maka  kekuatan otot akan pulih kembali.  sebab  adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction. Miastenia gravis,  memicu  kelumpuhan efek ketidakmampuan sambungan neuromuskular untuk menghantarkan sinyal dari serat saraf ke
serat otot.  penyakit ini  sering  pada usia 20-50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Gejala  miastenia gravis antara lain :Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau.Selain itu jika penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.dapat pula muncul mendadak   kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup,  muncul mendadak   kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga muncul mendadak  lah kesukaran menelan dan berbicara, 
 Penderita akan merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan kelemahan ini akan
berkurang jika penderita beristirahat, Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis, Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan itu  akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas, 
Pada pemeriksaan  diperoleh:
Kelemahan otot rahang pada miastenia gravis menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga dagu penderita harus terus ditopang dengan tangan.otot leher  mengalami kelemahan, sehingga terjadi gangguan saat  fleksi dan ekstensi dari leher. Kelemahan otot dapat muncul mendadak  dalam berbagai derajat yang berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal dari tubuh dan simetris di kedua anggota gerak kanan dan kiri. Refleks tendon biasanya masih ada dalam batas normal.kelemahan otot palatum, yang memicu  suara penderita seperti berada di hidung  dan regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Adanya kelemahan pada otot wajah. Kelemahan otot wajah bilateral akan memicu  muncul mendadak  nya a maskolike face dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal, 
Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia gravis, 
Pemeriksaan Penunjang  yaitu :
-Pemeriksaan Laboratorium
Antiomuscleospecific kinase (MuSK) antibodies, 
Antistriational antibodies, Antioasetilkolin reseptor antibodi,  Antistriated muscle (antioSM) antibody, 
-Pendekatan Elektrodiagnostik
Pendekatan elektrodiagnostik  memperlihatkan defek pada transmisi neuromuscular melalui 2 teknik :  Singleofiber Electromyography (SFEMG), memakai jarum singleofiber, yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang
sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berwujud peningkatan jitter dan fiber density yang normal.Repetitive Nerve Stimulation (RNS), pada penderita miastenia gravis ada  penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS tidak
ada  adanya suatu potensial aksi.
- Imaging
MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak dipakai  sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat dipakai  jika diagnosa miastenia gravis tidak dapat
dilakukan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari pemicu defisit pada saraf otak. 
Chest xoray (foto roentgen thorak), dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum.Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran kecil, sehingga kadang perlu dilakukan chest CT scan  untuk mengidentifikasi thymoma pada semua masalah miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.
Untuk menegakan diagnosa miastenia gravis,  dilakukan pemeriksaan antaralain;
1.Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara berkelanjutan . Lama
kelamaan akan muncul mendadak   ptosis. sesudah  suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. lalu tampak bahwa suaranya akan
kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.
Untuk memastikan diagnosa miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara lain :
--Uji Kinin, diberi  3 tablet kinina masing-masing  200 mg. 3 jam lalu diberi  3 tablet lagi (masing-masing  200 mg per tablet). jika kelemahan itu benar dipicu  oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala  miastenik tidak bertambah berat
--Uji Tensilon (edrophonium chloride), untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, jika tidak ada  reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan seharusnya
diperhatikan otot yang lemah seperti contoh  kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. jika kelemahan itu benar dipicu  oleh miastenia gravis,
maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uiji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, sebab  efektivitas tensilon sangat singkat.
--Uji Prostigmin (neostigmin), pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
merhylsulfat secara intramuskular (jika perlu, diberi  pula atropin ¼ atau ½ mg). jika kelemahan itu benar dipicu  oleh miastenia gravis maka gejala  seperti contoh  ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama lalu akan lenyap.
2. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis.
pengobatan: Komprehensif
pengobatan: utama  miastenia gravis yaitu Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi, Antikolinesterase  dipakai  pada miastenia gravis  ringan. sedang pada pasien dengan miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi  dikombinasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi,  menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada
penderita miastenia gravis. Pengobatan ini  digolongkan menjadi terapi yang dapat
memulihkan kekuatan otot secara cepat dan tepat yang memiliki onset lebih lambat namun
memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.
Prognosis
Pada Miastenia gravis ocular, dimana kelemahan pada mata menetap lebih dari 2 tahun, hanya 9- 20% yang berkembang menjadi Miastenia gravis generalisata. Penanganan dengan steroid dan imusupresi masi kontroversial. Pada Miastenia gravis generalisata, membaik dengan pemberian imunosupresi, timektomi, dan pemberian obat yang
disarankan.  angka kematian 5 %, membaik 56 %  tidak ada perubahan 40 %., 

CARPAL TUNNEL SYNDROM
Sindroma Terowongan Karpal yaitu  entrapment neuropathy yang  sering terjadi. akibat   adanya tekanan terhadap nervus medianus saat  melalui terowongan karpal di pergelangan tangan.  predisposisi seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin , pemakaian  tangan /pergelangan tangan yang berlebihan dan repetitif diduga berkaitan dengan terjadinya sindroma ini. Gejala awal  berwujud gangguan sensorik (nyeri, rasa tebal, parestesia dan tingling). Gejala motorik hanya  pada stadium lanjut,  Pada tahap awal gejala  berwujud gangguan sensorik saja. Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan  berat. Gejala awal  berwujud parestesia, kurang
merasa  atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari 4 walau  kadang dirasakan mengenai seluruh jar-jari. Keluhan parestesia  lebih menonjol dimalam hari. Gejala lainnya yaitu  nyeri di tangan
yang  dirasakan lebih berat pada malam hari, Rasa nyeri ini  berkurang jika penderita memijat  mengistirahatkan tangannya atau  meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi.   jika penyakit berlanjut,  nyeri  bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan  menetap.   nyeri dapat terasa sampai ke leher, sedang parestesia  terbatas di area  distal pergelangan tangan, ada   pembengkakan dan kekakuan pada jar-jari, tangan dan pergelangan
tangan terutama di pagi hari. Gejala ini  berkurang sesudah  penderita mulai memakai  tangannya. Hipesetesia ada  pada area  yang impuls
sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.
Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengalami gejala  jari-jari  menjadi tidak  dapat 
menyulam atau memungut benda benda kecil.  kesulitan  saat mencoba memutar tutup botol atau menggenggam . Pada penderita STK pada
tahap lanjut ada   atrofi otototot thenar dan otot lainnya  diinnervasi oleh nervus medanus .
Pemeriksaan  dalam mendiagnosa CTS:
konduksi saraf,, Pencitraan Xoray, Tes fisik, Tes darah, Elektromiografi, 
diagnosa Carpal tunnel syndrome secara klinis yaitu ada   rasa nyeri  berwujud kesemutan, terbakar, dan baal pada jari ke 1,2,3 dan setengah bagian lateral jari 4 dengan onset malam hari atau dini hari. pada keadaan berat nyeri dapat menjalar hingga lengan atas dan ada  atrofi otot tenar, diagnosa dapat dilakukan sesudah  dilakukan tes provokasi phalen dan tinel positif:
tes tinel: menepuk dengan ringan kulit yang melapisi fleksor retinna kulum untuk
menimbulkan sensasi kejutan listrik pada area yang dipersarafi N.medianus. tes phalen: pergelangan tangan difleksikan secara lembut lalu didiamkan dalam beberapa saat sambil menunggu muncul mendadak   gejala. Hasil positif jika ada  mati rasa pada area yang dipersarafi nervus medianus. Semakin cepat muncul mendadak   gejala kesemutan maka
semakin buruk kondisinya.
 pengobatan Komprehensif: 
-peregangan: kepalkan tangan kencang selama 5 detik, lalau lepaskan dan ratakan! seluruh jari tahan sampai 5 detik juga, ulangi gerakan sebanyak 5 kali pada masing-masing  tangan.
-bidai imobilisasi: bidai  membantu mengurangi mati rasa dan membantu pasien/tidur nyenyak pada malam hari.
 injeksi kortikosteroid lokal: tidak dipakai  dalam pengobatan jangka panjang, hanya terapi awal.
 farmakoterapi: AINS  dipakai  untuk mengurangi nyeri, steroid oral seperti prednisone. pengobatan yang lebih agresif yaitu injeksi kortison untuk mengurangi tekanan/ bengkak, 
diagnosa Banding:
tenosinovitis ( de Quervain syndrome)
Cervical syndrome (pada masalah berat retro derajat), Pronator teres syndrome


 GUILLAIUN BARRE SYNDROME
Guillain Barre syndrome ( GBS ) yaitu   kelainan sistem kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan sifat  berwujud kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif.
Kelainan  ini kadang kadang juga menyerang    susunan saraf pusat,  saraf sensoris, otonom, Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS dipicu  sebab  hilangnya myelin, material yang membungkus saraf. GBS memicu  inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. oleh sebab  itu GBS dinamakan   Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP),  GBS  terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun ras. Angka kematian berkisar antara 5 – 9%. pemicu kematian tersering yaitu  gagal napas dan  gagal jantung,   10 % sembuh dengan cacat yang permanen,  GBS yaitu pemicu paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal,  parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke 4 ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini  bersifat bilateral. Refelks fisiologis akan menurun  lalu menghilang sama sekali. Kerusakan saraf motorik  dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini beragam mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat , muncul mendadak  pada 50 % masalah,  berwujud facial diplegia,  Kelemahan otot pernapasan  muncul mendadak   20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas.  progersivitas kelemahan dimulai dari menolak untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia .
Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang menonjol  dibandingkan dengan kelemahan  otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar. Gejala yang dirasakan penderita  berwujud parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Rasa sakit dan kram   menyertai kelemahan otot yang terjadi. terutama pada anak
anak. Rasa sakit ini  manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak yang  memicu  kesalahan  mendiagnosa. Kelainan saraf otonom menimbulkan takikardi, jarang terjadi  dan dapat menimbulkan kematian,  hipotensi atau hipertensi, aritmia, cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkendali ,  kelainan  berkeringat. Hipertensi terjadi pada 15 – 35 %  pasien sedang aritmia terjadi pada 30 % dari pasien.Kerusakan pada susunan saraf pusat  menimbulkan gejala  disfagia, kesulitan dalam berbicara, 60 % bilateral facial palsy.Gejala  yang  menyertai GBS yaitu  perasaan tidak dapat menarik napas dalam,  penglihatan kabur, kesulitan BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan  bernapas,  Pada pemeriksaan neurologis ada   kelemahan otot yang bersifat paralisis  difus, 
Refleks tendon  menurun atau bahkan menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi menandakan  adanya kelemahan pada otot otot intercostal. Tanda rangsangnmeningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ada . Refleks patologis
seperti refleks Babinsky tidak ada . Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal diperoleh adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g / dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien  menunjukan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm. 
Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS)
Gejala utama
Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa ditambah ataxia, 
Gejala tambahan:
Disfungsi saraf otonom, Tidak ada demam, Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4, Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu, 
simetris, Adanya  gejala sensoris yang ringan
Terkenanya SSP,  berwujud kelemahan saraf facialis bilateral, 
Pemeriksaan LCS: 
Peningkatan protein, Sel MN < 10 /ul, 
Pemeriksaan elektrodiagnostik: 
 adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf, 
Gejala yang menyingkirkan diagnosa:
Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul,  Gejala sensoris yang nyata Kelemahan yang sifatnya asimetri, Disfungsi vesica urinaria yang  persisten, 
pengobatan: KomprehensifbPasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda tanda vital. Ventilator harus disiapkan disamping pasien sebab paralisa
yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 jam. ketidakstabilan  tekanan darah juga mungkin terjadi.diberikan  obat  anti hipertensi dan vasoaktive, . Pasien dengan progresivitas yang lambat  hanya diobservasi tanpa diberi  medikamentosa.Pasien dengan progresivitas cepat  diberi  obat  steroid.  steroid ini tidak memberi hasil apapun . Steroid tidak  memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan.Plasma exchange therapy (PE)   dibuktikan  memperpendek lamanya paralisa Waktu efektif untuk melakukan PE yaitu  dalam 2
minggu sesudah  muncul mendadak nya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 – 50 ml / kg beratbadan ) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya.  Perdarahan aktif, ketidakstabilan  hemodinamik berat dan septikemia yaitu  kontraindikasi dari PE.Gejala yang terjadinya hilang 3 minggu sesudah  gejala pertama kali muncul mendadak  3 % pasien dengan GBS dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun sesudah  onset pertama. PE dapat mengurangi kemungkinan terjadinya relapsing inflammatory polyneuropathy.
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi itu .  IVIg juga  mempercepat katabolisme IgG, yang  menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu sesudah  gejala muncul mendadak  dengan dosis 0,4 g / kg beratbadan  / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberi hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan hanya memberi PE atau IVIg. Fisiotherapy juga  dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas  otot sesudah  paralisa. Heparin dosis rendah dapat diberi  unutk mencegah  thrombosis
Prognosis:  90 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 80 % diantaranya sembuh
total. Kelemahan ringan  atau gejala sisa  seperti dropfoot dan postural tremor masih terjadi pada  pasien. Kelainan ini   memicu  kematian  pada 3 % pasien,  yang dipicu  oleh gagal napas dan aritmia. 



TARSAL TUNNEL SYNDROME
Tarsal tunnel syndrome yaitu  kelainan pada kaki yang dipicu  kompressi dari nervus tibialis atau percabanganya yang melalui sebelah bawah flexor retinaculum setinggi pergelangan kaki atau lebih kedistal. penekanan  berasal dari deformitas,
cedera saraf,inflamasi selubung saraf, tumor,   kompresi saraf berkaitan dengan sinyal yang dihantarkan sehingga memicu  nyeri dan gejala neuropati lain di kaki. Patogenesis tarsal tunnel syndrome  sering dipicu  faktor mekanik dan vaskuler yang memicu  tekanan berulang dan lama pada saraf dan memicu  peningkatan tekanan intravesikuler, sehingga aliran vena melambat dan terjadi kerusakan endotel jika keadaan ini terus berlanjut  memicu  fibrosis epineural keadaan ini akan memicu  gangguan mikrovaaskuler yang memicu  hilangnya lapisan mielin sehingga terjadi keterlambatan konduksi saraf pada kaki. Iskemik yang terjadi pada sel saraf memicu  penyembuhan saraf berlangsung lama dan tidak sempurna.
kesemutan, Rasa terbakar, terjadi saat  berdiri, berjalan, sakit bertambah berat jika berjalan dan hilang saat  istirahat, atrofi otot kaki yang memicu  eversi dan dorsofleksi  memperparah gejala.
Pemeriksaan fisik: peka  terhadap  sentuhan ringan, tusukan peniti dan suhu menjadi berkurang. ada  tinel sign yaitu dilakukan perkusi pada terowongan tarsal dengan posisi kaki sedikit dorsofleksi. ada  pahlen sign juga yaitu kaki di fleksikan selama 30 detik dan akan muncul mendadak   
Pemeriksaan penunjang: magnetic resonance imaging (MRI).pemeriksaan electromyography (EMG) nerve conduction velocit (NVC), 
diagnosa tarsal tunnel syndrome dilakukan berdasar  anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
diagnosa Banding :
Radiculopathy lumboosacral, 
Deep Vein Trombosis, Artritis Gout / Pedis, 
Rencana pengobatan: Komprehensif
pengobatan: tarsal tunnel syndrome yaitu dengan medical therapy seperti injeksi lokal steroid dalam kanal tarsal. Terapi awal termasuk pemakaian  anestesi lokal dan steroid soluble  dapat mengurangi nyeri. saat  terapi konservatif gagal maka untuk mengurangi gejala pasien dapat dilakukan intervensi bedah.