www.gorengx.blogspot.com
.....
www.berasx.blogspot.com
......
Tampilkan postingan dengan label mata 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mata 5. Tampilkan semua postingan
Rabu, 06 April 2022
mata 5
April 06, 2022
mata 5
GLAUKOMA
foto glaukoma kongenital
foto neovaskularisasi pada iris
foto katarak hipermatur dengan glaukoma fakolitik
foto edema kornea pada glaukoma primer sudut tertutup.akut
foto glaukoma fakolitik
glaukoma adalah neuropati optik yang dipicu oleh tekanan intraokular (TIO) yang tinggi, yang ditandai dengan kelainan jangkauan pandang dan atrofi papil saraf optik. Jadi, di sini TIO tidak disarankan bisa selalu tinggi, namun TIO tinggi untuk masing masing pasien . contoh, untuk populasi normal TIO sebesar 18 mmHg masih normal, namun pada masing masing pasien tertentu tekanan sebesar itu sudah mampu memicu glaukoma ( glaukoma tekanan rendah atau glaukoma normotensi ),
glaukoma dinamakan pencuri penglihatan sebab gejala tanda awal
glaukoma itu tidak bisa dirasakan oleh pasien , proses awal hingga terjadinya kebutaan berjalan sangat lama. namun ketika pasien sudah merasakan penglihatannya sudah sangat menurun, penyakit ini sudah terlanjur parah, akhirnya pasien menjadi benar-benar buta, kebutaan yang terjadi pada glaukoma bersifat permanen, jadi tidak seperti katarak yang bisa dipulihkan dengan pembedahan, kunci pada pengobatan glaukoma ini adalah
deteksi dini dan pencegahan, karena kerusakan saraf mata bersifat permanen, pengobatan glaukoma ialah dengan menurunkan TIO ke tingkat aman cara menurunkan TIO dengan cara menurunkan produksi dan atau menambah pembuangan humor aqueus, pemakaian obat mencegah kebutaan,
glaukoma yaitu kenaikan tekanan intraokular yang cukup tinggi untuk memicu kerusakan nervus optikus. dahulu kenaikan di atas 20 sampai 24 mmhg adalah khas untuk glaukoma. banyak macam glaukoma dan cara pewarisannya,
dua bentuk glaukoma yang paling sering , yaitu glaukoma sudut tertutup primer. dan glaukoma sudut terbuka kronis,
glaukoma sudut tertutup primer
contoh uji keluarga derajat satu (orang tua, kakak, adik, atau.pasien anak) dari penderita glaukoma sudut tertutup primer memperlihatkan bahwa prevalensinya adalah 5.%. ini meningkat bila yang diperiksa berusia lebih dari 50 tahun, yaitu menjadi 10 %. makin jauh hubungan keluarga, makin kecil
frekuensinya. maka glaukoma sudut tertutup primer diwariskan secara polifaktorial ,poligenik , glaukoma sudut terbuka kronis
ada hubungan antara kepekaan terhadap kortikosteroid dan kejadian glaukoma sudut terbuka kronis pada masing masing pasien yang peka terhadap pemberian kortikosteroid tetes mata 4 kali sehari satu tetes selama 2 bulan akan memperlihatkan kenaikan tekanan intraokular, ternyata ada pasien yang sangat peka, ada yang agak peka ada yang tidak peka terhadap penetesan steroid. maka kepekaan terhadap steroid ini adalah faktor risiko untuk terjadinya glaukoma sudut terbuka kronis disamping faktor risiko lain
contoh uji keluarga memperlihatkan bahwa 5.% anggota keluarga derajat 1 penderita glaukoma jenis ini juga menderita glaukoma. frekuensi tadi meningkat menjadi 7,% bila kelompok usia dibawah 60. tahun tidak dimasukkan dalam penilaian. contoh uji lain memperlihatkan bahwa 60% penderita
glaukoma juga memiliki riwayat keluarga glaukoma, glaukoma sudut terbuka kronis adalah penyakit genetik. ini diwariskan secara polifaktorial poligenik ,
cairan akuos mengisi camera oculi posterior (COP) dan camera oculi anterior (COA) , cairan akuos diproduksi oleh prosesus siliaris dan kemudian dicurahkan ke COP. COP dibatasi oleh permukaan belakang iris, lensa,korpus siliaris, badan kaca, dari COP, cairan akuos dialirkan menuju ke COA melalui pupil. COA dibatasi oleh permukaan depan iris, kapsul lensa, kornea. pada tepi COA terdapat sudut iridokorneal (sudut antara kornea dan iris ), pada
apeksnya ada kanalis schlemm. COA dihubungkan dengan kanalis schlemm melalui anyaman trabekulum , dari COA, cairan akuos dibuang melalui trabekulum menuju kanalis schlemm, kemudian ke sistem vena episklera untuk kembali ke jantung, fungsi cairan akuos adalah memberikan nutrisi ke organ avaskular yaitu kornea dan lensa, mempertahankan bentuk bola mata,
pada glaukoma, perjalanan cairan akuos tidak lancar sehingga terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan, volume cairan akuos sangat menentukan TIO, bila produksinya berlebih atau pembuangannya terganggu maka TIO akan meningkat, tekanan yang tinggi dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah dengan besar yang sama, termasuk ke belakang, saraf optik yang berada di belakang akan terdesak dan lambat laun akan mengalami atrofi, gangguan dinamika cairan akuos akan memicu perubahan TIO. kenaikan TIO juga terjadi karena adanya hambatan pada pembuangan cairan akuos. hambatan ini dapat terjadi sebelum anyaman trabekulum, pada anyaman trabekulum, kanalis schlemm (80-89%), saluran kolektor, vena episklera, akibat yang muncul oleh glaukoma dapat dinilai dari
adanya gangguan pandangan. pada fase awal, yang terganggu
adalah lapang pandang perifer. pada saat ini pasien tidak sadar akan kerusakan yang terjadi karena tidak mempengaruhi tajam penglihatan pusat. makin lama akan meluas ke tengah sampai lapang pandangan sangat sempit (penglihatan lubang jarum / pinhole vision), sampai benar-benar hilang (buta),
produksi berlebih dan pembuangan terganggu atau
produksi cairan akuos yang meningkat namun aliran dan pembuangannya normal, dapat menaikkan TIO, hambatan pada aliran humor aqueus juga meningkatkan TIO, contohnya blokade hambatan pada pupil, dengan faktor predisposisi yaitu kontak iris dengan lensa luas sehingga terjadi blokade aliran dari COP ke COA seperti pada sinekia posterior, dan iris perifer terdesak ke arah
sudut iridokorneal sehingga sudut itu tertutup, midriasis akan memicu sudut iridokorneal tertutup, pada pemberian sulfas atropin yang memicu midriasis, iris menutup sudut bilik mata depan sehingga aliran cairan akuos terganggu,
pada orang tua yang mengalami katarak imatur/insipien yang memicu intumesensi lensa (lensa membengkak karena cairan meresap ke dalamnya), bilik mata dipersempit ke depan dan memicu glaukoma sudut tertutup, pembuangan cairan akuos terdiri dari 2 aliran yaitu aliran uveoskleral (6– 15%) dan aliran trabekular (83 – 89%) , penanganannya dengan menurunkan TIO dengan obat hingga ± 20 – 50% TIO awal. jangkauan pandang diperiksa setiap 6-12 bulan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, perlu operasi filtrasi (pembuatan saluran), operasi ini dilakukan bila TIO tidak dapat diatasi sesudah pemberian obat obatan, cara filtrasi antara lain sklerostomi termal, trabekulektomi ,trepanasi, sklerektomi,
glaukoma digolongkan menjadi glaukoma sekunder sudut tertutup, glaukoma kongenital,glaukoma primer sudut terbuka, glaukoma primer sudut tertutup, dan glaukoma sekunder sudut terbuka,
glaukoma primer sudut terbuka dinamakan glaukoma primer karenapemicunya tidak diketahui /idiopatik. kelainannya bersifat genetik yang diturunkan secara multifaktorial atau bersifat poligenik, sudut’ disini adalah sudut iridokorneal, paling sedikit 90 % dari masalah glaukoma primer adalah sudut terbuka, jadi, pada glaukoma sudut terbuka iris tidak menutupi trabekulum, hambatan aliran cairan akuos terjadi pada trabekulum itu sendiri, yaitu pada celah-celah trabekulum yang sempit sehingga cairan akuos tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas, sempitnya celah-celah trabekulum itu dipicu oleh timbunan-timbunan matriks interseluler,
glaukoma primer sudut terbuka kebanyakan bersifat bilateral, perjalanannya .sangat lamban, tenang, tidak memicu keluhan sehingga sulit dilakukan pemeriksaan pada stadium dini. kalau pasien sudah mulai mengeluh
dan datang ke tenaga medis, biasanya penyakitnya sudah dalam kondisi
lanjut dimana jangkauan pandangannya sudah sangat sempit, dengan gejala tidak ada atau cuma sekedar hanya rasa tidak nyaman pegal-pegal di mata, kesulitan berjalan ,kalau naik/ turun tangga tidak mampu memandang obyek benda disampingnya, akibat hilangnya jangkauan pandang perifer, penglihatan tetap jelas pada fase awal, karena penglihatan pusat belum terlibat,
mata bisa tampak tenang, tampak di luar mata terlihat normal biasa-biasa saja, tidak tampak mata merah, kornea jernih, COA dalam, pupil normal, Funduskopi menampakkan atrofi papil saraf optik (CD ratio > 0,6), CD ratio adalah perbandingan antara diskus dan cupping/lekukan dan diskus pada papil saraf
optik. Semakin luas lekukan (semakin besar CD ratio), menandakan
atrofi semakin parah, TIO biasanya >21 mmHg, dengan tanda-tanda papil granulomatosa yaitu lamina kribrosa nampak jelas, atrofi retina, Dan hasil pemeriksaan neurooftalmologis menampakkan adanya skotoma , kelainan jangkauan pandang, kemudian lama kelamaan jangkauan pandang mulai menyempit.
glaukoma primer sudut tertutup akut
pada glaukoma primer sudut tertutup, trabekulum tertutup oleh iris, sehingga aliran cairan akuos terhambat, perjalanannya akut dan memicu gejala berat, kenaikan TIO terjadi secara mendadak karena terhambatnya aliran cairan akuos ke trabekulum, faktor predisposisi kondisi ini antara lain bilik mata depan
yang dangkal contohnya pada penderita sudut iridokorneal sempit dan penderita hiperopia ,
gejala-gejalanya antara lain mual dan muntah, penglihatan menurun, seperti melihat pelangi di sekitar lampu,mata merah, rasa sakit pada mata yang berdenyut, sakit kepala sebelah, hiperemia konjungtiva, dan edema kornea (keruh seperti kaca es) , spasme palpebra, pada tahap awal, penurunan visus bukan karena kerusakan saraf optik melainkan karena kekeruhan kornea.
bilik depan dangkal dan pupil luas karena kelumpuhan m. sphincter pupillae. pada serangan yang sudah terjadi berulang .ulang, lensa menjadi keruh katarak yang tampak di atas permukaan kapsula lensa depan setengah bercak putih (dinamakan glaukoma flecken).
oftalmoskopi mengungkap bahwa gejala tanda papil yang tidak khas (edema,pucat). tonomoteri menampakkan TIO > 21 mmHg, bisa mencapai 50-60 mmHg, maka pasien segera dilakukan dirawat inap, evaluasi sudut iridokornea, apakah sudut iridokornea bisa terbuka atau tidak,TIO diturunkan ,
dilakukan prevensi usaha sudut tidak menutup lagi yaitu dengan operasi iridektomi, namun bila tidak bisa perlu dilakukan operasi filtrasi contoh trabekulektomi, iris yang memiliki busur singgung yang luas dengan permukaan depan lensa, sehingga menambah resistensi aliran cairan akuos dari COP ke COA, Tekanan di COP akan meningkat dan mendorong iris ke depan (iris bombé), ini memicu bertambah sempitnya sudut iridokorneal dan mungkin terjadi penutupan sudut secara tiba-tiba. faktor predisposisi lain yaitu lensa yang lebih tebal, terletak lebih ke
depan dibandingkan normal. pada kondisi normal, lensa terus membesar sedikit demi sedikit seiring dengan penuaan usia pasien,
faktor pemicu glaukoma tipe ini adalah peningkatan volume cairan akuos yang mendadak di COP, yang mana akan mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata yang memang sudah sempit akan mendadak tertutup, pada pemberian midriatikum, mata dengan sudut iridokorneal yang sempit akan bertambah sempit atau menjadi tertutup bila terjadi dilatasi pupil, dilatasi ini
memicu iris bagian tepi menebal dan menutup sudut ,
glaukoma sekunder
glaukoma sekunder adalah glaukoma yang dipicu karena penyakit lokal pada mata atau penyakit sistemik,
glaukoma sekunder sudut terbuka yaitu terjadi sumbatan cairan akuos pada
anyaman trabekulum atau produksi cairan akuos yang berlebih dan pada glaukoma sekunder ada sebab yang jelas, gejalanya akut contoh yang dipicu uveitis dan dapat pula kronis, yang kronis dapat terjadi pada glaukoma karena pengobatan steroid dalam waktu lama atau sesudah trauma, gejalanya seperti pada glaukoma primer sudut terbuka, antara lain:sedikit atau tidak memicu keluhan ,tidak terasa sakit, mata tenang, glaukoma sekunder sudut terbuka terjadi karena adanya sumbatan pada trabekulum (contoh karena partikel pigmen, protein, zonula lensasumbatan darah, makrofag, sel neoplastik ), sumbatan sesudah trabekulum (contoh sumbatan di kanalis schlemm,
tekanan vena episklera yang meningkat karena trombus ), sumbatan sebelum trabekulum (contoh oleh membran fibrovaskular, lapisan endotel, selaput peradangan ),
glaukoma sekunder dapat dipicu antara lain oleh:
pada uveitis terjadi proses radang, termasuk terbentuknya eksudat-eksudat dan adanya infltrasi sel radang sehingga celah celah trabekulum dapat tertutup yang memicu aliran keluar humor aqueus terhambat, terjadinya sembab trabekulum, sembab badan siliar, iris mengurangi kemampuan pengaliran humor aqueus keluar,
pada katarak yang tidak diobati , lama kelamaan korteks lensa bisa mencair kemudian keluar dari kapsul, produk protein lensa yang keluar dari kapsul berperan sebagai antigen yang kemudian memicu reaksi radang dalam mata (uveitis), debris protein dan sel-sel radang yang tersangkut dalam celah
trabekulum memicu terhambatnya aliran keluar humor aqueus. glaukoma ini dinamakan glaukoma fakolitik,
pengobatan steroid secara topikal pada mata contohnya pada pasien anak yang vernalis, pada pasien dengan pengobatan steroid jangka panjang topikal atau sistemik perlu dilakukan pengawasan tekanan bola mata , steroid sebagai pemicu glaukoma masih belum diketahui, diperkirakan pemakaian steroid dalam waktu lama (lebih dari 2 minggu) memicu kerusakan pada trabekulum,
glaukoma terjadi bila terdapat kerusakan jaringan trabekulum cukup luas sehingga mengganggu aliran keluar cairan akuos, contoh trauma karena benturan, pada glaukoma sekunder sudut tertutup ini, aliran humor aqueus tidak lancar karena tertutupnya trabekulum oleh iris oleh sebab yang jelas ,pemicunya yaitu
tumor intraokular berasal dari uvea menyempitkan rongga bola mata atau mendesak iris ke depan dan menutup COA. contoh: melanoma maligna. melanoma yang berasal dari uvea tumbuh cepat dapat memicu kenaikan TIO, karena penyumbatan vena korteks, perubahan volume, gangguan pada sudut filtrasi, maka perlu tindakan enukleasi,
pada uveitis, glaukoma dapat terjadi karena terbentuknya perlekatan iris dengan permukaan depan lensa (sinekia posterior), ini dipicu oleh eksudat dari iris menghasilkan fibrin yang lengket. sinekia posterior memicu aliran cairan akuos dari COP ke COA terhambat. kemudian terjadi iris bombe yang
akan menutup sudut iridokorneal. uveitis akan memicu perlekatan iris bagian perifer (sinekia anterior) sehingga iris menutupi jaringan trabekulum, penanganan glaukoma sekunder termasuk penanganan untuk glaukoma untuk penyakit yang mendasarinya, jadi penyakit uveitis yang mendasari juga ditangani, luksasi lensa ke depan memicu COA menjadi dangkal, iris akan terdorong ke kornea sehingga menutup jaringan trabekulum. pembengkakan lensa akibat meresapnya cairan ke dalam lensa pada proses katarak mempersempit COA. Penanganannya yaitu dengan pembedahan sesudah glaukoma teratasi,
neovaskularisasi sudut terjadi pada penderita retinopati DM dan penyakit penyakit vaskular retina. bila retinopati terus berlanjut, kemudian akan terjadi iskemik retina, iskemik merangsang terbentuknya pembuluh darah baru yang rapuh (neovaskularisasi), kalau neovaskularisasi ini mencapai iris, maka akan menutup sudut bilik mata sehingga aliran cairan akuos terganggu dan TIO
meningkat, pencegahan yaitu dengan pengobatan fotokoagulasi retina untuk mengurangi tanggapan iskemia, sehingga tidak terjadi neovaskularisasi, tanda dan gejala yaitu pada glaukoma primer sudut tertutup, rasa sakit, mata merah,
glaukoma kongenital yang terjadi pada pasien anak akibat kelainan pembentukan struktur bagian dalam mata. semua glaukoma kongenital dipicu karena outflow yang terhambat dan bukan karena kelebihan produksi.
gejala-gejalanya antara lain gonioskopi tampak sudut terbuka dengan COA yang dalam,mata merah,fotofobia dan mata berair terus epifora, blefarospasme, edema kornea, TIO (30-60 mmHg), ruptur membran descemet ,ruptur epitel, kornea besar ,ekskavasio glaukomatosa, pemeriksaan glaukoma kongenital dengan adanya blefarospasme, epifora, fotofobia , tanda lain contohnya edema kornea dengan ruptur membrana descemet dan pembesaran kornea ditambah peningkatan tekanan intra okuler.
pengobatan glaukoma kongenital bisa diatasi dengan obat-obatan (>3 tahun dengan obat dahulu), contohnya pilokarpinb2% per 6 jam. pilokarpin ini adalah
parasimpatomimetika atau miotika yang beraksi dengan menstimulasi resptor
muskarinik pada sfingter pupil dan korpus siliaris. pada glaukoma sudut terbuka, miotika mengkontraksikan sfingter pupil sehingga menjauhkan tepi iris dari cornea dan sehingga sudutnya jadi terbuka. pada glaukoma sudut tertutup, miotika mengurangi TIO dengan mengkontraksikan musculus cilliaris, yang meningkatkan outflow aqueous ke.trabecular meshwork.
Inhibitor karbonat anhidrase 10-20 mg/kgnberatbadan /hari, dibagi 3-4 kali tetes mampu menurunkan TIO dengan menghambat sekresi aqueous. Penyekat-β mampu menurunkan tio dengan menurunkan sekresi aquous,
leukokoria sama dengan white pupil dimana reflek fundus yang melewati pupil pada pemeriksaan oftalmoskop tampak putih. pemicu leukokoria antara lain: perdarahan vitreous, toksokariasis, retinoblastoma, katarak kongenital,
retinopati prematuritas, uveitis, penyakit coat, PHPV , retinal displasia,
operasi adalah pilihan utama, terutama usia <3 tahun. antara lain pemasangan implan,goniotomi, trabekulotomi,trabekulektomi,
Klasifikasi Glaukoma Kongenital:
glaukoma kongenital sekunder; dipicu karena kelainan,pembentukan di bagian lain dari bilik depan mata sehingga,memicu gangguan pada sudut mata depan (retinoblastoma,PHPV RLF,rubella).glaukoma kongenital sekunder bisa dipicu oleh fibrolasia retrolental, tumor
(retinoblastoma, xantogranuloma juvenil), dan inflamasi. bisa muncul karena inflamasinya sendiri, bisa juga karena pemakaian kortikosteroid (antiinflamasi) dalam waktu lama. mekanisme steroid memicu glaukoma masih belum jelas. selain itu glaukoma tipe ini juga bisa dipicu oleh trauma (bisa karena
trabecular meshwork tersumbat eritrosit karena ada perdarahan,contoh hifema, dan uveitis. pada uveitis anterior kronik bisa terbentuk jaringan parut yang menutup sudut.
-glaukoma kongenital primer akibat kelainan,pembentukan sudut bilik mata depan. oleh karenanya patogenesisnya berkisar pada struktur dari sudut bilik mata depan,terjadi pada usia baru lahir sampai usia 3 tahun.
glaukoma kongenital berkaitan dengan kelainan kongenital; glaukoma kongenital yang berkembang lambat.,glaukoma kongenital primer bisa terjadi bilateral. diameter kornea >12 mm dicurigai adanya glaukoma. membrana descemet bisa ruptur karena
peregangan kornea yang memicu influx humor aquous mendadak ke dalam stroma cornea. edema stroma yang kronik memicu sikatriks permanen. sikatriks ini dinamakan striae haab (penampakan garis horizontal kurvilinear sebagai bekas robekan membrane descement). mata dengan glaukoma kongenital primer lebih miopik, dan ambliopia.
pemeriksaan banding kondisi ini adalah kornea, keratitis rubella, megalokornea, trauma, mukopolisakaridosis yang terdiri atas antara lain sindrom marfan
sindrom hurler’s,
glaukoma kongenital berkaitan dengan kelainan kongenital
glaukoma jenis ini berkembang lambat. pada sindrom marfan terjadi dislokasi lensa superior , nasal, koloboma uvea, glaukoma sekunder,kelainan refraksi berat,megalokornea, katarak, pada sindrom sturge-weber glaukoma terjadi pada waktu lahir, dengan adanya angioma jenis port-wine stain, dan hemangioma koroid. akibatnya tekanan vena meninggi, ditambah trabeculodisgenesis.
kondisi aniridia, 70% memicu glaucoma pada masa pasien anak awal. terjadi karena ada sisa jaringan iris/jaringan fibrosa yang menempel pada kornea (sinekia anterior), sehingga memicu glaukoma sudut tertutup. glaukoma kongenital berkaitan dengan disgenesis iridokorneal, contohnya pada sindrom axenfeld-rieger,aniridia anomali peters, , glaukoma kongenital ini bisa terkait dengan kelainan kromosom lain. kelainan struktural yang bisa memicu glaukoma ini antara lain sferofakia. infeksi rubella
sindrom lowe memicu glaukoma kongenital, defek serebral, retardasi mental, kerdil, katarak, penyakit ginjal pada neurofibromatosis, patogenesis glaukoma adalah obstruksi outflow karena ada jaringan neurofibromatosa di sudut iridokorneal. selain itu mungkin juga ada anomali sudut terkait dengan uvea ektropion kongenital. penebalan neurofibromatosa korpus siliaris memicu sinekia anterior.
pada homosistinuria kelainan autosomal resesif dan dipicu karena kekurangan sistationin--sintetase, terjadi akumulasi homosistin dan metionin. secara fenotip mirip sindrom marfan, namun ada kecenderungan trombosis. kelainan
oftalmik adalah ektopia lentis.
penyakit coat ditandaai adanya vasa retina yang tidak normal yang pada pemeriksaan fundus tampak eksudat subretina berwarna kuning. eksudasi pada umumnya pada lokasi makula yang bisa berakhir dengan fovea yang terlepas dan eksudat subretina menjadi organisasi. kalau ini terjadi maka peluang kesembuhan visus akan menjadi sangat buruk.
umumnya penyakit coat lebih sering kali unilateral. lebih sering terjadi
pada usia 8 – 10 tahun. eksudasi subretina diduga berasal dari kebocoran vasa-vasa yang tidaknormal , sehingga dasar pemeriksaan penyakit coat adalah adanya pembuluh darah tidaknormal yang mungkin sangat kecil dan sulit dideteksi. pemeriksaan flouresein angiografi dapat menampakkan adanya kebocoran dari vasa yang mengalami telangiektasi. pemeriksaan banding antara lain hemangioma kavernosa retina, retinitis , retinoblastoma, PHPV - ROP, massive retinal fibrosis, eales disease, leukemia,
PHPV (persistent hyperplastic primary vitreous) atau persistent fetal vasculature PHPV biasanya tidak diturunkan , kongenital, unilateral,
tidak berkaitan dengan penyakit sistemik. penyakit ini dengan gejala tanda
papila bergmeister. ada sisa arteria hyaloidea, bercak-bercak mittendorf, biasanya terjadi mikroftalmos, ini untuk membedakan dengan adanya retinoblastoma yang sangat jarang terjadi mikroftalmos, camera oculi anterior
menjadi dangkal, dan terjadi glaukoma sudut tertutup yang dipicu karena invasi fibrovaskuler melalui lensa karena adanya defek pada kapsul posterior lensa. bisa terjadi ablasio retina perifer dan posterior. arteri hyaloidea kadang menjadi untaian jaringan fibrosa yang tebal. prosesus siliaris memanjang dan tampak melewati pupil yang dilatasi pembuluh darah radier tampakbjelas pada permukaan iris. plak retrolental tampak paling padat pada lokasi pusat dan dapat mengandung jaringan kartilago maupun fibrovaskular. plak eksentrik juga dapat muncul. pengobatan dilakukan operasi katarak sekaligus dilakukan eksisi membran, jaringan retrolental dapat dikauter dan diambil dengan ocutome, diikuti pemasangan lensa kontak dan penanganan ambliopia, contohnya oklusi mata yang sehat.
retinal displasia dahulu sampai tahun 1950 dinamakan retrolental fibroplasti,
sedang pada saat ini dinamakan retinopaty of prematurity. tahun 1956, kinsey mendapatkan peranan pemberian oksigen secara eksesif sebagai faktor patogenesis. pada tahun 1940 setiap pasien bayi prematur dengan berat badan kurang dari 2500 gram, diberi oksigen dengan konsentrasi 50%, baik ada indikasi medis atau tidak. di amerika sesudah pemberian oksigen dibawah 40% dan hanya atas indikasi medis, ternyata angka kejadian penyakit ini menjadi sangat kecil atau tidak ada lagi. namun sesudah pasien bayi-pasien bayi prematur dengan berat badan 500 – 1500 gram dapat dipertahankan maka kejadian ROP muncul kembali. sekarang diketemukan laser dan cryopengobatan yang bisa memberikan harapan untuk menjaga dan untuk memperbaiki ROP.
perdarahan vitreous dipicu penyakit trauma,pembuluh darah, tumor, peradangan, kebutaan pediatrik. yaitu visus dengan koreksi terbaik pada
mata yang lebih baik adalah 3/60 atau kurang. usaha untuk menangani kebutaan pada pasien anak termasuk pencegahan, penanganan faktor pemicu kebutaannya pemicu kebutaan pada pasien anak adalah: penyakit genetik,trakoma,kekurangan vitamin A yang berkaitan dengan intake gizi, penyakit-penyakit infeksi, campak , katarak, oftalmia neonatorum, kebutaan dipicu oleh
kelainan-kelainan kongenital,nistagmus, ROP , penyakit-penyakit genetik (katarak dan distrofi kornea), gangguan saraf pusat , kekurangan vitamin a, anomali kongenital, distrofi kornea yang diwariskan , kekurangan vitamin A adalah xeroftalmia, dipicu oleh karena pemasukan vitamin A yang kurang, gangguan absorbsi, kekurangan vitamin A memicu perubahan sistem imun termasuk fungsi barier sehingga terjadi perubahan keratinisasi,metaplasi skuamosa , perubahan membrana mukosa yang normal pada saluran urogenital, konjungtiva , saluran napas ,
Klasifikasi xeroftalmia dibagi menjadi 4 stadium ,antaralain :
stadium 1. Rabun senja / Night blindness/ (Xn), stadium 2. wujud Konjungtiva (X1a, X1b), stadium 3. wujud kornea (X2,X3a, X3b), stadium 4. Gejala sisa dari lesi kornea yang aktif dan sikatrik kornea (Xs),
Ulserasi kornea kurang dari 1/3 luas permukaan (X3a/ keratomalasia) yaitu adanya satu atau lebih ulkus.dengan kedalaman yang bermacamragam. biasanya terletak di perifer 1-2 ml dari limbus. ulkus bisa melanjut
menjadi perforasi total atau pembentukan descemetokel dan ulkus yang perforasi akan menjadi sikatrik yang luas dengan iris yang terjepit pada tepi
luka.ulserasi kornea melebihi 1/3 luas permukaan kornea (X3b / keratomalasia) yaitu ulserasi yang melebihi stadium sebelumnya dan memicu nekrosis dan bisa terjadi kornea luluh dengan komplit dan seluruh ketebalan kornea dan berakhir dengan ptisis stafiloma kornea , rabun senja yaitu keterbatasan sensitivitas di ruang gelap. penderita merasa gelap pada sore hari menjelang malam,konjungtiva xerosis (X1b/ bercak Bitot ) yaitu lesi xerosis konjungtiva yang dilapisi lapisan putih suatu material seperti sabun yang berisi diskuamasi epitel yang mengalami keratinisasi dan bakteri.
Xerosis kornea (X2) yaitu adanya keratopati pungtata superfisial dimulai dari bagian bawah dan bila penyakitnya berjalan terus maka akan melibatkan
banyak proporsi permukaan kornea.
Konjungtiva xerosis (X1a) yaitu berkeriputnya lapisan air mata dan kering yang berisi keratinisasi lapisan superfisial epitelium tanpa goblet sel.
fundus xeroftalmi (Xf) pada fundus diperoleh bercak-bercak kuning di dalam retina yang kecil dan tersebar yang terdapat di tepi sampai arkade vaskuler temporal, skar kornea (Xs) yaitu munculnya jaringan parut yang tipis hanya di tepi saja tanpa mengganggu visus ataupun di pusat yang dapat mengganggu visus, bisa melibatkan seluruh ketebalan kornea.
pencegahan dilakukan pemberian vitamin A dosis tinggi ,
pemberian vitamin 200.000 IU dalam bentuk kapsul berbasis minyak diberikan setiap 4-6 bulan kepada pasien anak di atas 12 bulan dan dosis setengahnya
untuk 6-12 bulan, fortifikasi makanan dengan vitamin A seperti penambahan vitamin A pada susu dan mentega. mengkonsumsi makanan bervitamin A seperti tomat wortel yang banyak mengandung preretinol atau beta karoten yang akan dikonversi menjadi retinol ,.pengobatan xeroftalmia berdasar vitamin A yang dilarutkan dalam minyak diberikan secara oral , tidak diberikan secara injeksi. vitamin A yang dilarutkan dalam air bisa dalam bentuk injeksi namun tidak lebih baik dari pada oral ,
untuk pasien sedang hamil yang hanya menderita bintik bitot diobati
dengan dosis 10.000 IU setiap hari selama 2 minggu atau dosis mingguan 25.000 IU setidaknya selama 4 minggu. pemberian dosis memberikan efek teratogenik pada trimester i, namun bila ibu itu menderita lesi kornea
maka diberikan pengobatan yang penuh (200.000 IU dalam 3 dosis), secara langsung, diulang hari berikutnya dan kemudian diulang 2-4 minggu berikutnya.
untuk pasien anak yang mengalami xeroftalmia
pasien anak usia < 12 bulan diberikan 100.000 IU segera kemudian diulang hari berikutnya dan diulang 2-4 minggu berikutnya.
pasien anak usia > 12 bulan diberikan 200.000 IU secara langsung , diulang pada hari berikutnya kemudian diulang lagi 2-4 minggu berikutnya,
pada stadium xeroftalmia bila ada lesi pada kornea maka diberi antibiotik
glaukoma kongetinal terjadi karena saluran pembuangan yang tidak
terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali, glaukoma kongenital dibagi menjadi dua, yaitu tipe yang berkaitan dengan kelainan kongenital lain dan tipe infantil ,
glaukoma kongenital primer/glaukoma infantil yaitu bahwa sejak lahir pasien bayi sudah menderita glaukoma, ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut sejak dalam kandungan ( saat janin berusia 7 bulan), pada glaukoma sekunder, sejak lahir penderita memiliki bola mata besar yang dipicu kenaikan TIO saat masih dalam kandungan dan mendesak batas luar mata pasien bayi yang masih lentur, pasien bayi cenderung rewel, karena peningkatan TIO memicu rasa sakit pada mata; pasien bayi akan takut melihat cahaya karena kornea yang keruh memecah sinar yang datang sehingga pasien bayi merasa silau, bila dilakukan pemeriksaan dengan tonometer, menampakkan TIO > 21 mmHg, glaukoma kongenital yang berkaitan dengan kelainan lain yaitu glaukoma berpigmen,sindrom rieger,anomali peter, aniridia, sindrom axenfeld, pengobatan glaukoma kongential yaitu membuat lubang saluran pembuangan, pembuatan lubang dilakukan dengan:
trabekulektomi yaitu pembuatan fistula antara COA dengan ruang subkonjungtiva melalui pengangkatan sebagian jaringan trabekular secara bedah, dilakukan untuk memudahkan drainase humor aqueus pada lnglaukoma. trabekulotomi sama seperti goniostomi, namun pada trabekulotomi tidak dilakukan pengangkatan jaringan trabekulum, namun trabekulumnya cuma hanya sekedar disobek sehingga terjadi hubungan langsung dari COA ke kanalis schlemm, sebelum dilakukan operasi diberi obat untuk menurunkan TIO agar kerusakan saraf optik tidak parah, goniotomi, yaitu operasi membuat torehan sudut, dilakukan untuk sudut terbuka dan kedalaman bilik depan mata yang normal, trabekulektomi adalah prosedur operasi untuk menurunkan TIO dengan
membuat fistula yang mengalirkan humor aquos dari COA kebspatium sub-tenon. ini karena trabeculinya sudah diangkat.bkomplikasinya antara lain COA jadi dangkal dan ada blok pupil.
trabekulotomi yaitu sebuah trabekulotom dimasukkan ke dalam kanal schlemm sampai ujungnya masuk ke COA. humor aquos bisa didrainage.
dilakukan bila goniotomi berulang gagal, goniotomi yaitu kalau sudut ini tertutup contohnya karena perlengketan permukaan posterior kornea dengan permukaan anterior iris sehingga mengobstruksi trabecular meshwork, perlengketan ini diinsisi, diperlukan goniotomi berulang karena sudutnya lengket lagi. namun angka keberhasilannya mengurangi TIO mencapai 89%,
Implan yaitu selang terbuka, ujung yang satu dimasukkan dalam COA, yang memintas aliran aqueous humor ke suatu area yang dienkapsulasi di explan, yang ter;etak 10 – 12 mm posterior limbus. nama implan yaitu ahmed, molteno, baerveldt, krupin,
macam macam pemeriksaan glaukoma,yaitu :
pemeriksaan oftalmoskopi, untuk memeriksa saraf mata (papil saraf optik) apakah mengalami degenerasi/atrofi dan melihat penggaungan (cupping) papil, tanda penggaungan yaitu : diameter vertikal lebih lebar dibandingkan diameter horizontal, pinggir papil temporal menipis, ekskavasi melebar,tanda atrofi papil adalah lamina kribosa tampak jelas ,warna pucat, batas tegas, pembuluh darah seolah menggantung di pinggir dan terdorong ke arah nasal. bila tekanan tinggi akan terlihat pulsasi arteri, oftalmoskopi adalah pemeriksaan paling sensitif untuk saraf mata, .tonometri, untuk mengukur tekanan bola mata, cara tonometri untuk mengetahui TIO yaitu : palpasi adalah cara yang paling mudah namun juga yang paling tidak teliti , bisa dilakukan dengan membandingkan dengan mata pemeriksa,membandingkan antara mata kanan dan kiri ,pasien
diminta melirik ke bawah tanpa menutup mata kemudian letakkan dua jari pemeriksan di atasnya dengan satu jari yang lain menahan secara bergantian, cara pemeriksaan tonometri schiotz yaitu pasien berbaring dan matanya diberi anestesi lokal (pantokain 0,5 %) kemudian tonometer yang telah diberikan beban tertentu diletakkan perlahan di atas kornea. pembacaan pada skala diterjemahkan ke dalam mmhg dengan memakai tabel konversi. kelemahannya bila sklera terlalu lembek (contoh: pasien miop) maka hasil pembacaan menjadi
terlalu rendah. pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan bila ada leukoma kornea dan infeksi luar bola mata , dengan tonometri aplanasi goldman efek-efek resistensi/kekakuan kornea dapat dihilangkan sehingga hasil tepat,
pneumotonomeri nonkontak/air-puff tonometer tidak menyentuh mata, namun cukup mengindra defleksi kornea sebagai reaksi terhadap hembusan udara yang bertekanan,
gonioskopi dapat membedakan glaukoma sudut terbuka atau tertutup dan adanya perlekatan iris bagian perifer , perimetri untuk memeriksa jangkauan pandang, gonioskopi untuk memeriksa saluran pembuangan yaitu dengan memerika sudut bilik mata depan (COA) dengan memakai lensa kontak khusus,
pengobatan glaukoma dibagi menjadi pengobatan operatif dan
medikamentosa , untuk menurunkan TIO , Masing-masing pasien memiliki
ambang toleransi TIO yang berbeda-beda, Target penurunan yaitu
30–50% dari TIO awal. Suatu tekanan sebesar ‘x’ mmHg dapat diketahui aman bagi masing masing pasien dengan cara melakukan evaluasi setiap 6 bulan dengan pemeriksaan jangkauan pandang, Kalau sudah stabil, artinya tidak ada lagi penurunan jangkauan pandang ,berarti TIO sebesar ‘x’ mmHg aman bagi masing masing pasien , prinsip pengobatan glaukoma yaitu semakin tinggi tekanan intraokular (TIO), semakin besar risiko kerusakan, efek samping biaya, karena pengobatan untuk glaukoma dilakukan dalam waktu lama, bahkan seusia hidup, terdapat faktor lain selain TIO dalam glaukoma contohnya pada penderita DM, hipertensi, hipotensi, aliran darahnya buruk sehingga mudah terjadi kerusakan saraf optik, cara menurunkan TIO yaitu dengan menurunkan produksi atau menambah pembuangan cairan akuos. Selain itu bisa dengan merusak badan silier, dengan laser atau krio, dengan membuang cairan akuos ke lokasi lain (operasi filtrasi), betaxolol adalah selektif reseptor-β1 sehingga efek samping sistemiknya cenderung tidak memicu bronkokonstriksi., penyekat reseptor beta menurunkan TIO dengan cara mengurangi produksi cairang akuos oleh korpus siliaris, timolol adalah penyekat beta yang tidak selektif, bekerja pada bronkus (bronkokonstriksi), reseptor di jantung (menurunkan tekanan darah dan memperlambat denyut jantung ) ,
agen kolinergik menurunkan TIO dengan menaikkan kemampuan aliran keluar cairan akuos. obat ini merangsang saraf parasimpatik sehingga memicu kontraksi m. longitudinalis ciliaris yang menarik taji sklera. ini membuka anyaman trabekular sehingga meningkatkan aliran keluar, agen kolinergi memicu kontraksi m. sfingter pupil sehingga terjadi miosis, contohnya antara lain asetilkolin dan pilokarpin , prostamid contohnya bimatoprost®. yang menaikkan aliran keluar trabekulum dan uveoskleral,
prostaglandin menaikkan aliran keluar uveosklera, prostaglandin menurunkan matriks ekstraselular sekitar otot dan akan menaikkan pengeluaran cairan akuos dengan merelaksasikan m. siliaris , contohnya travaprost® atau latanoprost® .dipakai 1 tetes sehari, namun sangat mahal, inhibitor karbonik anhidrase (CA inhibitor) menurunkan produksi cairan akuosndengan cara menurunkan sekresi bikarbonat yang diikuti penurunan aliran sodium ke COP. Contohnya bronzolamid,Diamox® (asetazolamid), dorsolamid,
pengobatan medikamentosa glaukoma dilakukan untuk
mengurangi volume badan kaca (humor vitreus), untuk mengurangi
volume badan kaca dipakai zat hiperosmotik (untuk menyedot/
menarik air dari vitreus). obat ini untuk kondisi akut dimana TIO sangat tinggi maka disarankan cepat diturunkan, obat hiperosmotik membuat tekanan osmotik darah menjadi tinggi sehingga air di vitreus bisa terserap ke darah, preparat yang diberikan yaitu manitol (5 cc/kg beratbadan IV dalam 1 jam), ginjal bisa baik karena manitol diekskresi lewat ginjal, gliserin (oral),urea (intravena) kontraindikasi pada DM,
agonis adrenergik menurunkan produksi humor aqueus dengan vasokontstriksi vasa yang menuju ke korpus siliaris, menaikkan aliran keluar uveosklera, dan sebagai neuroprotektor namun belum terbukti. contoh obat ini
adalah apraclonidin , bromonidin (selektif agonis adrenergik-α2), dipiverin (agonis adrenergik tidak selektif) ,epinefrin , pembedahan non-penetrasi yang dilakukan untuk glaukoma adalah viskoanalostomi, sklerektomi dalam, pirau tuba (tube shunt) dilakukan dengan implan baerveldt, ahmed, molteno. tuba terbuat dari silikon (karena inert). pirau dipasang dari COA ke subkonjungtiva,
beberapa macam teknik bedah yang dilakukan untuk menangani glaukoma,antaralain :
teknik bedah siklodestruksi adalah cara lain dalam bedah glaukoma yang dilakukan dengan merusak sebagian badan siliar sehingga produksi cairan akuos turun, dapat dilakukan dengan bedah krio atau laser, efek sampingnya kalau terlalu banyak badan siliar yang rusak, matanbisa mengecil karena humor aqueus terlalu sedikit, pada pasien glaukoma yang tidak taat berobat, TIO dapat naik kembali sehingga kerusakan saraf semakin parah, sehingga terjadi kebutaan, teknik bedah trabekulektomi adalah pembuatan lubang yang menghubungkan subkonjungtiva dan COA dengan mengambil sedikit jaringan trabekulum, trabekulosplasti laser (fotokoagulasi) untuk membuat sikatriks di trabekulum, m sikatriks membuat tarikan karena banyak jaringan ikatnya, diharapkan bagian yang tidak terkena laser/tidak terjadi sikatriks akan tertarik
sehingga celah trabekulum melebar. nteknik bedah gonioplasti/iridoplasti untuk membuat sikatriks di iris perifer yang menutup trabekulum sehingga sudut menjadi terbuka, pada masing masing pasien sehat yang bukan penderita glaukoma , kontrol.dilakukan 2 tahun sekali, terutama pada miopia , hiperopia tinggi, riwayat keluarga positif glaukoma, konsumsi steroid dalam waktu lama, diabetes, hipertensi, pernah trauma mata,
REFRAKSI
foto prinsip refraksi pada mata
gangguan penglihatan dapat berkaitan dengan refraksi, mata dianggap sebagai kamera, media refrakta dengan retina sebagai filmnya, media refrakta pada mata dari depan ke belakang terdiri atas kornea, humor aqueus,
lensa, dan humor vitreus, semua media refrakta ini bersifat jernih, memiliki indeks bias berlainan, memiliki kurvatura ,memiliki permukaannya sendiri-sendiri, melekat satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang jumlah kekuatan refraksi totalnya adalah jumlah komponennya,
Indeks bias media refrakta ,antaralain :
Lensa (n=1,42) memicu cahaya lebih difokuskan lagi, Humor aquous (n=1,33) dengan indeks bias sama dengan kornea, sehingga cahaya dari kornea diteruskan begitu saja, .Kornea (n=1,33), adalah permukaan cembung sistem lensa sehingga dapat mengumpulkan cahaya,.badan kaca, memiliki indeks bias lebih kecil dibandingkan lensa sehingga cahaya kembali sedikit disebarkan, bahwa kekuatan refraksi mata diwakili oleh kornea yang bersifat lensa cembung dengan kekuatan 42 dioptri. kornea memiliki daya refraksi yang paling besar. jadi bila kornea rusak, hampir bisa dipastikan visus pasien itu akan turun drastis hingga buta,
sifat bayangan yang terbentuk di retina bersifat 2 dimensi, terbalik, nyata, diperkecil, hitam , namun sesudah impuls dibawa oleh nervus optikus, bayangan yang dipersepsi di pusat penglihatan di otak tetap tegak, 3 dimensi,ukurannya sama, berwarna,
refraksi pada mata
media refrakta tadi adalah satu kesatuan, jadi tidak ada pemisah antara media refrakta yang satu dengan media di belakang atau di depannya. kekuatan refraksi terpusat di kornea sebesar 42 dioptri, pada mata normal, bila
pasien sedang melihat obyek benda dengan jarak tidak terhingga (>6 m) maka bayangan akan jatuh tepat di retina (makula lutea). jarak antara
titik tengah kornea dan makula lutea adalah 2,4 cm, jadi fokusnya yaitu
2,4 cm (bila S0 = ~ maka Si = f).
P = 1/f
= 1/0,024 m
= 42 D
maka pada emetropia aksis mata adalah 24 mm, fokus tepat di retina, sehingga bayangan jelas saat melihat jauh,
pada hiperopia dimana aksis mata kurang dari 24 mm, fokus jatuh di belakang retina (secara imajiner) dan cahaya yang sampai di retina belum terfokus
(prefocus), dan bayangan di retina kabur saat melihat jauh,
chucky berkacamata -3 D (myopia), berarti f = 1/P = 1/3 = 0,33
m = 33 cm. artinya chucky tidak bisa melihat benda sejauh lebih dari
33 cm tanpa kacamata,
pada miopia aksis mata panjangnya lebih dari 24 mm, fokus jatuh di depan retina sehingga cahaya yang sampai retina sudah menyebar sesudah fokus, dan bayangan di retina kabur saat melihat jauh,
mata skematik tereduksi gullstrand yaitu dibuat model mata tereduksi dimana nilai-nilai matematis untuk karakteristik optis mata ditentukan. contohnya, pada mata skematik tereduksi kornea dianggap sebagai satu-satunya media refraksi. titik nodus (n) adalah titik pusat kelengkungan kornea. titik focus (f) dihitung dari depan apex kornea dengan jarak yang sama dengan jarak antara
titik n dan macula lutea (F’). index bias mata dianggap 1,33.
visus dan kartu snellen adalah perbandingan jarak pasien terhadap huruf
optotip snellen yang masih bisa ia lihat jelas dengan jarak yang bisa dilihat mata normal. baik buruknya visus ditentukan oleh pusat penglihatan , pusat kesadaran, alat dioptri, sel-sel reseptor cahaya di retina, lintasan visual,
bahwa mata pasien bisa melihat sesuatu pada jarak tertentu seperti cahaya jauh tak terhingga (∞) , jari bisa dilihat jelas hingga jarak 60 m; lambaian tangan hingga 300 m,
prof. hermann snellen dari belanda menciptakan alat uji penglihatan jauh yang dikenal dengan optotip snellen/kartu snellen, kartu ini terdapat huruf , angka yang disusun berdasar daya pisah konus di retina. dua titik yang terpisah dapat dibedakan oleh mata dengan syarat 2 konus yang diselingi 1 konus disarankan bisa terangsang. lebar 1 konus = 2 mikron, berarti jaraknya adalah 4 mikron. kalau sinar yang datang ke retina dipantulkan lagi oleh 2 konus yang diselingi 1 konus keluar bola mata, maka sinar ini akan berpotongan tepat dibelakang lensa (titik nodus, pada mata skematik titik ini adalah titik pusat kelengkungan
kornea) dan membentuk sudut sekitar 1 menit. bila sinar yang berpotongan ini diperpanjang ke depan maka pada jarak 60 m, jarak kedua sinar tadi adalah sama dengan diameter jari telunjuk (1,8 cm). bila terus diperpanjang 300 m di
depan mata, maka jarak kedua sinar tadi sama dengan diameter tangan (9 cm),
Diameter jari ini kemudian diturunkan dalam bentuk angka sebagai patokan dipakai huruf “E”. diameter jari telunjuk ini sesuai dengan lebar balok buruf snellen yang paling besar (paling atas) yaitu 1,8 cm. huruf snellen ini
diletakkan 60 m di depan pasien, karena ruang pemeriksaan tidak seluas lapangan sepakbola, maka dibuat 6 m jaraknya, dan huruf e-nya diperkecil jadi 1,8 mm. kalau pasien bisa melihat huruf ini, dikatakan visusnya 6/6. kalau pasien hanya bisa melihat huruf yang paling atas, visusnya dikatakan 6/60. untuk keperluan pengukuran visus yang besarnya 6/60 sampai 6/6, maka
dibuatlah urutan huruf snellen, ternyata bahwa ukuran konus <2 μm dan basilus hanya 1 μm, sehingga daya pisah terbaik bukan 1 menit, namun bisa sampai 0,5 menit. maka visus terbaik yang bisa dicapai mata adalah 6/3. namun patokan visus terbaik 6/6 masih tetap dipakai, kalau huruf paling atas tidak dapat dibaca, maka pasien diminta untuk menghitung jari pada jarak 5m, 4m, 3m, 2m, 1m, dan visusnya masing-masing dikatakan 5/60, 4/60, 3/60, 2/60, dan 1/60. bila pasien tidak mampu melihat jari pada jarak 1 m, maka dipakai
lambaian tangan pada jarak 1m. bila pasien bisa melihat arahngerak tangan dikatakan visusnya 1/300. Kalau masih tidak bisa juga,ndipakai rangsang cahaya senter pada jarak 1 m, kalau bisanmeilhat dikatakan visusnya 1/∞, namun kalau tidak bisa melihat apa apa, maka visusnya nol atau buta. untuk pasien yang tidak bisa membaca, dipakai optotipe snellen bertuliskan huruf e (e-chart) dengan berbagai posisi arah kaki huruf E (atas, bawah, kanan, kiri),
Pasien diminta menampakkan arah kaki huruf E dengan jari tangannya. Visus 1/60 dinamakan juga FC=1 atau CF1; visus 1/300 dinamakan juga HM=1; visus 1/∞ dinamakan juga LP; dan visus 0 dinamakan NLP (FC: finger counting; CF: counting finger; HM: hand movement atau hand motion; LP: light perception; dan NLP: no lightperception),
ametropia adalah lawan emetropia,
pasien dengan mata yang benar-benar emetrop sempurna sangat jarang. masing masing pasien yang tidak berkacamata bisa jadi hiperopia laten yang bisa dikompensasi dengan akomodasi, ametropia dipicu , antaralain :
- aksis anteroposterior, pada pasien bayi biasanya hiperopia karena bola
matanya masih kecil, visus akan normal pada usia sekitar 5 tahun, - kurvatura kornea. - indeks bias media refrakta, contohnya pada penderita dm, kadar gula di vitreus bisa berubah-ubah, jadi index biasnya juga berubah-ubah, akibatnya visusnya bisa naik turun,-posisi lensa, terlalu ke depan atau ke belakang, mempengaruhiaksis anteroposterior,
menentukan ukuran kelainan refraksi yaitu dengan cara pertama dinamakan trial and error, cara ini mudah dilakukan pada pasien yang hanya menderita miopia atau hiperopia saja, tanpa astigmatisma. kemudian dengan memakai celah stenopik dan jam astigmat, untuk astgmatisma simpleks. cara ini
bisa ditambah metode fogging (pengaburan), untuk astigmatisma mikstus atau kompositus , menentukan ukuran kelainan refraksi juga bisa dilakukan dengan ultrasonografi dengan biometri dilakukan bila media refrakta keruh. dengan biometri dapat diketahui kekuatan lensa,panjang aksis bola mata, kelengkungan kornea, untuk penentuan kekuatan lensa yang akan ditanam sesudah operasi katarak,
menentukan ukuran kelainan refraksi juga bisa dilakukan dengan retinoskopi, untuk pasien anak kecil, pasien non-kooperatif, buta huruf, syaratnya: media
refrakta jernih. berikutnya dengan refraktometer. cara ini dilakukan otomatis dengan alat elektronik. hasil refraktometer biasanya sedikit berbeda dengan koreksi sesungguhnya. jadi sesudah refraktometri, penglihatan pasien disarankan bisa diuji dengan kacamata uji coba,
akomodasi adalah kemampuan mata pasiem dalam usaha memperbesar daya pembiasannya dengan cara menambah kecembungan lensa pada
saat pasien melihat lebih dekat. mekanisme akomodasi ada 2 teori,yaitu :
teori tschernig yaitu bila mm. siliaris berkontraksi, maka corpus ciliare dan iris digerak gerakkan ke belakang atas, sehingga zonula zinnii menjadi tegang, bagian perifer lensa juga ikut tegang sedang bagian.tengahnya didorong dorong ke pusat dan menjadi cembung,
teori helmholtz , yaitu bila musculi ciliares berkontraksi, maka iris dan corpus ciliare digerak gerakkan ke depan bawah, sehingga zonula zinnii menjadi kendor dan lensa menjadi lebih cembung karena elastisitasnya sendiri,
lokasi akomodasi adalah jarak antara PP-PRA = 1/PP – 1/PR
Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang diperlukan untuk melihat lihat lokasi akomodasi. Dinyatakan dengan dioptri, besarnya sama dengan kekuatan lensa konvex yang bisa diletakkan di depan mata, yang menggantikan akomodasi untuk punctum proximum,Punctum proksimum (PP) adalah titik terdekat yang dapat dilihat pasien dengan nyata tanpa akomodasi maksimal. Punctum proximum tergantung pada status refraksi dan daya akomodasi,
Punctum remotum (PR) adalah titik yang terjauh yang dapat dilihat pasien dengan nyata tanpa akomodasi, Pada emetropia letaknya di titik tidak
terhingga. Punctum remotum tergantung pada status refraksi.
1.Pada hiperopia :
contohnya mata +2 D ----> PR= 50 cm di belakang mata. PP =
20 cm ----> A = 100/20 + 2D = 7D,
bila A= 5D ----> 1/PP = 5D – 2D = 3D ----> PP = 33 cm
Jadi, bila PP hiperopik = PP emetrop ----> A hiperopik > A emetrop
bila A hiperopik = A emetrop ----> PP hiperopik > PP emetrop
2.Pada emetropia :
PR = ~, PP = 20 cm. A = 1/PP – 1/PR = 1/0,2 – 1/~ = 5 D
3.Pada miopia:
contohnya pada mata -2 D, PR= 1/2D = 0,5 m= 50 cm,,
jika mata minus ingin membaca dengan mata istirahat tanpa
akomodasi, maka bukunya dijarakkan 50 cm dari mata,
PP=20 cm ---> A= 100/20 – 2D = 3D
bila A = 5D ----> 5D= 1/PP – 1/0,5m ----> 1/PP = 7D ----> PP= 14,3 cm
Jadi, bila PP miopia = PP emetrop, maka A miopia < A emetrop
bila A miopia = A emetrop ----> PP miopia < PP emetrop
rumus ini berdasar kenyataan yaitu bahwa sinar di alam ini dianggap berjalan sejajar bila sumber sinar jauh dari mata, dan bersifat menyebar bila sumber sinar dekat dengan mata. tidak ada sinar yang mengumpul dengan sendirinya. mata adalah alat pengumpul sinar sehingga sinar terfokus di depan retina, di retina, atau di belakang retina (maya),
sinar sejajar yang memasuki mata pasien hiperopik akan di pantulkan menyebar sehingga titik potongnya berada di belakang retina. dengan demikian punctum remotum-nya berada di delakang retina, inilah mengapa pasien hiperopik perlu akomodasi baik saat melihat dekat dan jauh, sinar sejajar yang masuk ke dalam mata pasien emetrop akan dipantulkan lagi oleh mata pasien dan sinar pantul akan berjalan sejajar sehingga bertemu di lokasi yang sangat jauh. inilah sebabnya mengapa punctum remotum mata pasien emetrop jauh tidak terhingga di depan mata pasien, sinar sejajar yang jatuh pada mata pasien miopik akan dipantulkan mengumpul di depan mata pasien , inilah mengapa punctum remotum mata pasien miopik adalah pada jarak tertentu di depan mata pasien , kekuatan akomodasi semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia dan punctum proximum-nya pun juga semakin jauh, ini
dipicu karena berkurangnya kekuatan otot siliar dan berkurangnya elastisitas dari lensa, ini dinamakan presbiopia,
hiperopia adalah kelainan refraksi dimana dalam kondisi mata pasien tidak berakomodasi, semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tidak terhingga dibiaskan dibelakang retina dan sinar divergen yang datang dari benda-benda pada jarak dekat difokuskan (secara imajiner) lebih jauh lagi di belakang retina. hiperopia indeks biasa muncul pada penderita DM, dengan pengobatan yang berlebihan sehingga humor aqueus mengandung kadar gula yang rendah memicu daya biasnya berkurang, hiperopia posisi terjadi bila posisi lensa ke belakang memicu fokus juga ke belakang, pada hiperopia, untuk dapat melihat benda yang terletak pada jarak tidak hingga (>6 m) dengan baik, pasien disarankan bisa berakomodasi, . bayangan dari benda itu yang difokuskan di belakang retina dapat dipindahkan tepat di retina, untuk melihat benda yang
lebih dekat dengan jelas, akomodasi lebih banyak diperlukan karena bayangannya terletak lebih jauh lagi di belakang retina, Akibatnya mata pasien menjadi lelah (astenopia),hiperopia kurvatura memiliki aksis normal, namun daya biasnya berkurang. sebab terletak pada lengkung kornea yang kurang dari normal, aplanatio corneae (kornea plana), dan lensa tidak secembung semula karena tidak memiliki lensa/afakia , sklerosis (>50 th), hiperopia aksial dipicu aksis mata pasien yang terlalu pendek, ini adalah pemicu hiperopia. contoh pemicu congenital adalah mikroftalmus, pada hiperopia dapatan jarak lensa ke retina terlalu pendek seperti pada retinitis pusatis sebab ada edema makula dan ablatio retina.
gejala akibat akomodasi terus menerus, muncul hipertrofi otot siliaris yang ditambah dengan terdorongnya iris ke depan, sehingga camera oculi anterior (COA) menjadi dangkal. media melihat dekat terdiri dari konvergensi,akomodasi, miosis, maka pada pasien hiperopia,bkarena selalu berakomodasi, pupilnya menjadi miosis. fundus okuli akibat akomodasi ini menjadi hiperemis, juga terdapat hyperemia dari papil N. ii, seolah-olah meradang ini dinamakan pseudineuritis atau pseudopapilitis,
glaukoma salah satu jenis komplikasi hiperopia, sudut COA yang dangkal pada hiperopia adalah predisposisi anatomis untuk glaucoma sudut sempit, bila ditambah dengan adanya faktor pemicu seperti pasien anak kecil hiperopia yang besar dan dibiarkan, juga dapat memicu strabismus konvergens,pasien membaca buku terlalu lama, menonton tv ponsel terlalu lama ,penetesan midriatika, maka glaukoma dapat muncul , hiperopia bisa juga memicu munculnya strabismus konvergens akibat akomodasi yang terjadi secara terus menerus ditambah dengan konvergensi yang terus menerus ,
macam macam hiperopia, antaralain:
hiperopia manifes yaitu ditentukan dengan lensa sferis (+) terbesar yang
memicu visus sebaik-baiknya. pemeriksaan ini dilakukan tanpa siklopegi (obat yang melumpuhkan sementara otot siliaris), kekuatannya sesuai dengan banyaknya akomodasi yang dihilangkan, bila lensa sferis (+) diletakkan di depan mata,
hiperopia ini dibedakan menjadi hiperopia fakultatif dan hiperopia manifes absolut,hiperopia manifes absolut idak dapat diatasi dengan akomodasi
hiperopia manifes fakultatif adalah hiperopia yang masih dapat diatasi dengan akomodasi, hiperopia total adalah seluruh derajat hipermetrop, yang diperoleh
sesudah akomodasi dilumpuhkan atau pada relaksasi dari mm, siliaris, contohnya sesudah pemberian siklopegia. jadi pemeriksaan dilakukan sesudah pemberian siklopegia. hasilnya lebih besar dibandingkan hipermetrop manifest,
Hiperopia Laten adalah selisih antara manifes dan hiperopia total ,
menampakkan kekuatan tonus dari mm. siliaris. Secara klinis tidaknmanifes. Bisa jadi masing masing pasien yang tidak berkacamata sebenarnya
hiperopia laten, namun karena masih muda tonus mm. siliaris-nyanmasih kuat untuk akomodasi yang diperlukan ,
pada Koreksi Hiperopia,yaitu
contoh pasien dengan visus 5/10, Dengan koreksi S+0,50 D visus menjadi 5/7,5. Dengan S+1,00 D visus menjadi 5/5. Saat ini pasien baru dikoreksi hiperopia manifes absolut. Visus dapat menjadi 5/5 karena ada akomodasi. bila koreksi dinaikkan menjadi S+1,25 D visus pasien tetap 5/5, dan dengan S+1,50 D visus juga tetap 5/5. Terakhir dengan memperbesar koreksi hingga
S+1,75 D visus turun kembali, menjadi 5/7,5. maka, yang diambil sebagai koreksi adalah S + 1,5D, yaitu lensa sferis positif terbesar yang memberi visus terbaik. Koreksi S +1,00 D adalah koreksi hiperopia fakultatif, sedang koreksi S +1,50 D adalah koreksi hiperopia fakultatif dan absolut; yang kedua
ini dinamakan hiperopia manifes,
bila kemudian akomodasi dilumpuhkan dengan siklopegi, tonus mm. siliaris lenyap dan diperlukan lensa sferis positif yang lebih besar untuk memperoleh visus 5/5. inilah besarnya hiperopia total. selisih antara manifes dan hiperopia total adalah derajat hiperopia laten, yang jadi kekuatan tonus mm. siliares,
hiperopia laten ini tidak perlu dikoreksi, bila tidak ada keluhan, hiperopia pada pasien anak tidak perlu dikoreksi. pada pasien anak yang penglihatan jauhnya baik hanya memiliki keluhan penglihatan dekat, maka kacamata diberikan dan hanya dipakai pada penglihatan dekat saja, maka koreksi hiperopia manifes sudah cukup. pada kondisi strabismus konvergens atau astenopia yang hebat, kacamata dipakai terus menerus.koreksi hiperopia total disarankan
miopia adalah kelainan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga difokuskan di depan retina oleh mata pasien dalam kondisi tanpa akomodasi, sehingga pada retina diperoleh lingkaran difus dan bayangan kabur yaitu cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat, mungkin difokuskan tepat di retina, tanpa akomodasi, menurut sebabnya, miopia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :
miopia aksialis dipicu oleh karena jarak anterior-posterior terlalu panjang,
ini terjadi congenital pada makroftalmus, miopia aksial bisa terjadi bila pasien anak membaca terlalu dekat, sehingga disarankan bisa berkonvergensi berlebihan. m. rektus medial berkontraksi berlebihan sehingga bola mata terjepit oleh otot-otot ekstraokular. ini memicu polus posterior mata,
lokasi yang paling lemah dari bola mata, memanjang. wajah yang lebar juga memicu konvergensi berlebihan bila hendak melihat dari dekat sehingga memicu hal yang sama seperti di atas,
peradangan, kelemahan dari lapisan yang mengelilingi bola mata, ditambah dengan tekanan yang tinggi karena penuhnya vena dari kepala, akibat membungkuk dapat bisa memicu tekanan pada bola mata sehingga polus posterior mata menjadi memanjang, miopia kurvatura terjadi jika ada kelainan kornea, baik lensa ,kongenital (keratoglobus, keratokonus ) maupun akuisita (keratektasia) contohnya lensa terlepas dari zonula zinnii (pada luksasi lensa atau subluksasi lensa, sehingga oleh karena kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung) ini bisa memicu miopia kurvatur. pada katarak imatur lensa jadi cembung akibat masuknya humor aqueus.myopia indeks bisa terjadi pada pasien penderita dm yang tidak diobati, kadar gula dalam humor aqueus naik memicu daya biasnya ikut naik juga ,
Pada miopia tinggi (>6D) disarankan bisa membaca pada jarak yang dekat sekali, (PR= 100/6 = 15 cm; dan punctum proximum lebih dekat lagi,
tergantung amplitudo akomodasi). bila tidak dikoreksi maka disarankan bisa
mengadakan konvergensi yang berlebihan. akibatnya polus posterior mata lebih memanjang dan miopia-nya bertambah. jadi diperoleh suatu lingkaran setan antara miopia yang tinggi dan konvergensi. makin lama miopia-nya makin progresif, pada miopia tinggi kadang-kadang mata kiri dan kanan tidak bisa konvergensi bersamaan sehingga pasien memakai matanya secara bergantian, kalau dikoreksi penuh maka saat melihat akan terjadi akomodasi berlebihan dan sangat melelahkan, pasien miopik akan mendekati atau mendekatkan obyek untuk dapat melihat ,pasien miopik mungkin sering menyempitkan celah mata untuk mendapatkan efek celah (slit) atau pinhole (lubang kecil), seorang pasien miopik mungkin sering menggosok-gosok mata secara tidak disadari untuk membuat kurvatura kornea lebih datar sementara, ini usaha untuk mengurangi aberasi kromatis dan sferis,
pada miopia tidak ada kompensasi akomodasi karena akomodasi diperlukan untuk melihat dekat, myopia posisi akan muncul bila posisi lensa yang terlalu le depan memicu fokus lebih maju, sedang mata miopik ringan-sedang (<6D) bisa melihat dekat tanpa akomodasi, ini dipicu karena mata hanyalah dapat mengumpulkan sinar (konvergensi) dan tidak bisa menyebarkan sinar (divergensi). tanda anatomis mata miopia tinggi yaitu jika bola mata miopik mungkin lebih menonjol dengan kamera okuli anterior yang lebih dalam, ada stafiloma posterior, fundus tigroid di polus posterior retina (pigmen tidak
terbagi rata, berkelompok-kelompok seperti bulu harimau), bisa ada atrofi koroid berbentuk sabit miopik atau plak anular di sekitar papil, berwarna putih dengan pigmentasi di pinggirnya,pupil relatif lebih lebar dengan iris tremulans yang menyertai cairnya badan kaca. badan kaca tampak keruh , kekeruhan juga ada pada polus posterior lensa, perdarahan mungkin bisa saja terjadi terutama di lokasi makula, yang mungkin masuk ke dalam badan kaca. proliferasi sel epitel pigmen di lokasi makula (bintik hitam forster fuchs) bisa saja muncul . miopia tinggi adalah faktor predisposisi untuk ablatio retina,
pengobatan miopia
miopia bisa dikoreksi dengan lensa sferis negatif terkecil yang memberi visus 6/6. variasi koreksi yang bisa diberikan ,antaralain :
untuk miopia ringan-sedang, diberi koreksi penuh yang disarankan dipakai terus menerus untuk melihat dekat atau jauh , untuk pasien dewasa, dimana kekuatan miopia-nya kira-kira sama dengan derajat presbiopianya, mungkin dapat membaca tanpa kacamata, pada miopia tinggi, mungkin untuk penglihatan jauh diberikan pengurangan sedikit dari koreksi penuh (2/3 dari koreksi penuh), untuk mengurangi efek prisma dari lensa yang tebal, untuk penderita > 40 tahun, perlu dipikirkan derajat presbiopianya,.sehingga diberikan kacamata dengan koreksi penuh untuk jauh, untuk dekatnya dikurangi dengan derajat presbiopianya,
astigmatisma adalah kelainan refraksi mata, dimana diperoleh bermacam-macam derajat refraksi pada bermacam-macam meridian, sehingga sinar sejajar yang datang pada mata itu akan difokuskan pada macam-macam fokus juga,
astigmatisma dibedakan menjadi 2, yaitu yang regular dan iregular,
pemicu astigmatisma yaitu kelainan lensa, kekeruhan lensa, katarak insipien atau imatur, kelainan kornea ,poligenetik/ polifaktorial, perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anteroposterior,
astigmatisma regular yaitu setiap meridian mata memiliki titik fokus tersendiri yang letaknya teratur, walaupun setiap meridian punya daya bias tersendiri, namun perbedaan itu teratur, dari meridian dengan daya bias terlemah sedikit-sedikit membesar sampai meridian dengan daya bias terkuat, meridian dengan daya bias terlemah ini tegak lurus terhadap meridian dengan daya bias terkuat, kemudian dilanjutkan dengan meridian-meridian yang sedikit daya biasnya, menjadi lemah dengan teratur sampai meridian dengan daya bias terlemah dan seterusnya, daya bias bertambah kuat lagi sampai meridian dengan daya bias terkuat, jadi ada 2 meridian utama yaitu meridian dengan kekuatan refraksi terendah dan tertinggi ,
astigmatisma iregular yaitu ada perbedaan refraksi yang tidak teratur pada setiap meridian dan bahkan mungkin ada perbedaan refraksi pada meridian yang sama, seperti pada kerateksia, gejala-gejala astigmatisma ,antaralain :
penglihatan kabur bila melihat jauh maupun dekat, obyek tampak membayang, wujud dari diplopia monokular. mata merasa cepat lelah (astenopia),
koreksi mata astigmatisma adalah menyatukan kedua fokus utama (dengan
koreksi lensa silindris). kedua fokus yang sudah bersatu itu disarankan bisa terletak tepat di retina (dengan koreksi lensa sferis), bahwa lensa negatif untuk memundurkan fokus dan lensapositif untuk memajukan fokus, kekuatan lensa berbanding lurus dengan jarak fokus yang ingin dimaju-mundurkan,
penentuan aksis lensa silindris yaitu . meridian kornea dinyatakan dengan derajat dan dihitung berlawan arah perputaran jarum jam 0 ° pada arah pukul 3, 90° pada arah pukul 12, 180 ° pada pukul 9,, pemeriksaan astigmatisma dengan teknik fogging di mana sesudah pemberian lensa fogging , pasien disuruh melihat gejala tanda kipas dan ditanya dimana garis yang paling jelas terlihat. garis ini sesuai dengan meridian yang paling ametrop, yang disarankan bisa dikoreksi dengan lensa silinder dengan aksis tegak lurus pada derajat bidang meridian itu, misalnya garis yang paling jelas terlihat adalah 10 ° , jadi disarankan bisa dikoreksi dengan lensa silinder dengan aksis 10°+90°=100°.
ada 5 macam astigmatisma regular, antaralain :
- astigmatisma miopik simpleks yaitu bila meridian utama yang satu emetropik dan yang lainnya miopik, sehingga fokusnya satu tepat di retina dan yang lain
di depan retina, koreksinya dengan pemberian lensa silindris negatif
untuk memundurkan fokus yang di depan retina agar bisa menjadi
satu dengan fokus yang di retina,
- astigmatisma miopik kompositus yaitu bila kedua meridian utama adalah miopik namun dengan derajat yang berbeda sehingga kedua fokus berada di depan retina , namun jaraknya berbeda dari retina, koreksinya dengan gabungan lensa silindris negatif dan lensa sferis negatif , (lensa silindris negatif untuk memundurkan fokus yang lebih jauh dari retina agar menjadi satu
dengan fokus yang lebih dekat ke retina, kemudian kedua fokus yang sudah menyatu dimundurkan ke retina dengan sferis negatif),
koreksi bisa dilakukan dengan gabungan silindris positif dan sferis negatif
dengan catatan kekuatan lensa sferis lebih besar dari silinder (fokus yang lebih dekat ke retina dimajukan dahulu bersatu dengan fokus lain di depannya dengan silindris positif, kemudian dengan lensa sferis negatif kedua fokus dimundurkan ke retina),
astigmatisma hiperopik simpleks yaitu bila meridian yang satu emetropik dan yang lain hiperopik sehingga fokusnya satu di retina dan yang lainnya di
belakang retina. koreksinya dengan lensa silindris positif untuk memajukan fokus yang dibelakang retina ke depan sehingga jatuh tepat di retina,
astigmatisme hiperopik kompositus yaitu bila kedua meridian adalah hiperopik namun dengan derajat berbeda sehingga kedua fokus berada di belakang retina namun jaraknya berbeda, koreksinya dengan gabungan lensa silindris positif dan lensa sferis positif, bisa juga dengan gabungan lensa sferis positif dan silindris negatif namun kekuatan lensa sferis lebih besar dibandingkan silindris,
astigmatisma mikstus yaitu bila meridian yang satu miopik dan yang lain
hiperopik sehingga fokusnya satu di depan retina dan satu di belakang retina, koreksinya dengan gabungan lensa silindris negatif dan lensa sferis positif dengan kekuatan lensa silinder lebih besar dari sferis, gabungan lensa silindris positif dan lensa sferis negatif namun kekuatan lensa silinder lebih besar dibandingkan sferis,
status refraksi dapat dibagi menjadi 8 , yaitu: astigmatisma miopik simpleks, astigmatisma miopik kompositus, astigmatisma mikstus,emetropia, hiperopia ,
hipermetropia, myopia, astigmatisma hipermetropik simpleks, astigmatisma hipermetropik kompositus,
presbiopia adalah kondisi refraksi mata, dimana punctum proximum
telah jauh , sehingga membaca menulis menjahit sukar dilakukan, proses ini adalah kondisi fisiologis, terjadi pada setiap mata, dan tidak dianggap
sebagai suatu penyakit, sepanjang hidup terjadi pengerasan sedikit
demi sedikit pada lensa, dimulai dari nucleus, ini memicu lensa memperoleh kesukaran dalam mengubah bentuknya pada penglihatan dekat untuk menambah daya biasnya karena lensa sudah tidak kenyal lagi, maka daya akomodasinya berkurang akibat proses sklerosis ini, ditambah lagi dengan daya kontraksi dari otot siliar yang berkurang sehingga pengendoran dari zonula zinnii menjadi tidak sempurna,
kekuatan akomodasi pada berbagai usia menurut duane , antaralain :
pasien anak usia 10 tahun 13,4 D; 10 tahun 13,4 D; 15 tahun
12,3 D; 20 tahun 11,2 D; 25 tahun 10 D; 30 tahun 8,7 D; 35 tahun 7,3 D;
40 tahun 5,7 D; 45 tahun 3,9 D; 50 tahun 2,1 D; 55 tahun 1,4 D; dan 60
tahun 1,2 D.
gejala dan tanda
keluhan muncul pada penglihatan dekat, kalau tidak dikoreksi, akan memicu tanda astenopia, sukar melihat dekat mata sakit, lakrimasi ,lekas
lelah, pada orang miopia, terutama pada miop -3d, karena punctum remotum -3d ada pada jarak baca yaitu 33 cm, justru pasien merasa nyaman membaca dengan jarak itu karena tanpa akomodasi bisa melihat dekat dengan jelas, pada miop tinggi, contohnya -6d, pr=15cm, disarankan memakai kacamata,
minusnya saat membaca sejarak 33 cm, yaitu memakai kacamata S
-3,00 D. masing masing pasien dengan miopia 3 dioptri tidak memerlukan akomodasi dan yang dengan miopia lebih dari 3 dioptri tidak perlu akomodasi dan bahkan perlu penambahan lensa sferis negatif dengan menyisakan miopia 3 dioptri, masing masing pasien presbiopik dengan miopia lebih dari 3 dioptri malah memakai kacamata negatif dengan menyisakan 3 dioptri untuk
membaca , saat membaca buku dengan jarak 33 cm, maka membuat mata miopik 3 dioptri, Untuk masing masing pasien ini dapat dipenuhi dengan akomodasi,
masing masing pasien presbiopik memerlukan penambahan kacamata
baca tergantung ukuran status refraksinya, bila masing masing pasien
itu miopia 3 dioptri tidak perlu tambahan kacamata baca.
masing masing pasien hiperopik akan mengadakan akomodasi lebih besar dari 3 dioptri. masing masing pasien emetropik akan berakomodasi 3 dioptri, masing masing pasien dengan miopia kecil berakomodasi < 3D,
Penanganan Presbiopia yaitu dengan cara pemakaian kacamata sferis positif
yang besarnya tergantung dari usianya, pasien usia 40 tahun perlu adisi S+1D, 45 tahun perlu adisi S+1,5D, 50 tahun perlu adisi S+2D, 55 tahun perlu adisi S+2,5D, dan usia 60 tahun perlu adisi S+3D, Maksimal diberikan S+3, pasien masih dapat membaca jarak dekat tanpa melakukan konvergensi berlebihan. Kalau diberikan S+4, maka jarak baca menjadi 25 cm, sedang jarak baca yang baik adalah 33 cm,
pasien presbiopia dikoreksi dahulu penglihatan jauhnya, sampai sebaik-baiknya, baru kemudian diberikan kacamata presbiopianya yang sesuai dengan usianya, untuk kedua mata dengan kekuatan yang sama. contoh mata kanan dengan koreksi S -1D visus 6/6, mata kiri dengan S
-0,5D visus 6/6. usianya 45 tahun. Jadi, pada kedua matanya
ditambahkan S +1,5 untuk penglihatan dekatnya. pada resep
kacamatanya ,yaitu :
kacamata dekat:
OD S +0,50 D OS S +1,00 D
kacamata jauh:
OD S -1,00 D OS S -0,50 D adisi S+1,50 D ODS atau
kacamata jauh:
OD S -1,00 D OS S -0,50 D
anisometropia adalah kondisi dimana diperoleh perbedaan status refraksi pada kedua mata. derajat perbedaannya bisa kecil sampai besar. contohnya Od emetropia – os ametropia, kedua-duanya hiperopik atau miopik namun dengan perbedaan derajat yang besar, atau satu mata miopik yang lain hiperopik yang dinamakan antimetropia, walau ada perbedaan refraksi namun masih terdapat penglihatan binokular tunggal (kedua mata bisa fokus melihat satu objek). bila ada perbedaan yang sangat besar sehingga mata dipakai bergantian atau satu mata tidak dipakai sama sekali yang dinamakan dengan penglihatan monokular. gejala nya astenopia (kelelahan bola mata)
akibat dari Anisometropia ,antaralain:
esoforia (bola mata cenderung adduksi), heteroforia bisa muncul, yang adalah deviasi bola mata saat melihat lurus pada penglihatan binokular,
exoforia (bola mata cenderung abduksi).
perbedaan visus karena perbedaan status refraksi, anisoforia bisa muncul, yaitu perbedaan derajat heteroforia pada berbagai lirikan posisi bola mata, hipoforia (bola mata cenderung infraduksi),karena berbedanya kekuatan refraksi, terjadi perbedaan ukuran bayangan yang jatuh di retina, dinamakan
aniseikonia,bentuk kelainan lainnya yaitu hiperforia (bola mata cenderung supraduksi)
penanganan anisometropia,yaitu :
kalau satu mata ametrop dan mata yang lain emetrop, kacamata diperlukan untuk menghindarkan astenopia dan agar mata yang ametrop tidak menjadi rusak karena tidak dipakai (ambliopia ex anopsia) , kalau perbedaan tidak begitu besar (1-2 D) dan ada penglihatan binokular, diberikan koreksi penuh,
Pada perbedaan refraksi yang besar, koreksi penuh dapat memberi perasaan tidak nyaman, dalam hal ini diberikan koreksi sebagian dari mata yang paling ametrop, misalnya OD S -1D dan OS S -6D, maka S -6D pada OS sedikit-sedikit dikurangi sampai tidak memicu keluhan ,
dengan lensa aniseikonik, yaitu lensa yang ditambah tebalnya dan lengkungannya atau terdiri dari lensa double yang dilengketkan satu sama lain dan diantaranya ada celah udara. lensa ini dimaksudkan untuk menyamarkan besar dan bentuk bayangan di retina pada kedua mata, aniseikonia adalah kondisi dimana bayangan di kedua retina tidak sama bentuk dan besarnya sehingga memicu kesukaran dalam usaha otak untuk menyatukan dua bayangan yang tidak sama itu, yang dapat memicu keluhan astenopia yang tidak dapat disembuhkan dengan pemberian kacamata, bagaimanapun baiknya koreksi dilakukan, anisometropia yang hebat dapat memicu aniseikonia,
bila kondisi anisometropia ini ada pada pasien anak, mungkin didapat perbaikan visus dari mata yang buruk penglihatannya, dengan menutup mata yang baik beberapa jam sehari, untuk memaksa mata yang buruk dengan koreksi yang cukup , pemakaian lensa kontak bagus untuk koreksi
penglihatan, namun mata menjadi mudah terkena infeksi karena nutrisi kornea tidak lancar akibat terganggunya pembaharuan air mata (karena korneanya tertutup lensa kontak),, akibatnya adalah terbentuknya endotel raksasa sebagai kompensasi, karena selain dari air mata, kornea juga dapat nutrisi dari endotel,
Afakia
Afakia adalah ketiadaan lensa, karena sindrom kongenital atau diambil (contoh pada operasi katarak), Pada pasien yang tadinya emetropik, maka akan muncul hiperopia kira-kira 10 D sesudah operasi, Kekuatan lensa mata asli
(lensa kristalina) kira-kira 20 D, namun koreksinya dengan kacamata afakia besarnya hanya separuh yaitu 10 D, ini dipicu oleh jarak antara kacamata afakia ke retina adalah dua kali jarak lensa asli ke retina (penambahan jarak lensa-retina ,jarak verteks),
Pada pasien afakia yang sebelumnya emetropik, maka diberikan kacamata untuk melihat jauh dengan S +10D dan untuk melihat dekat ditambahkan S +3D, sehingga total penglihatan dekat S +13D. penambahan ini dipicu tidak adanya akomodasi pada afakia usia berapapun, pada afakia dua mata (binokular), dikoreksi dengan kacamata afakia yang ukurannya disesuaikan dengan status refraksinya saat sebelum operasi, pada pasien yang tadinya hiperopik, ukuran kacamatanya lebih besar. pada orang yang sebelumnya miopik, maka ukuran kacamatanya lebih kecil, kacamata afakia ini berwujud lensa cembung dengan ukuran besar, kelemahan kacamata afakia ini antara lain :
- benda yang dilirik akan bergerak berlawanan arah dengan lirikan mata, sehingga pasien disarankan menggerakkan kepala untuk menoleh ke objek
-terdapat skotoma cincin yang pada lokasi mid-perifer (sering terasa kabur
secara melingkar) - lensa tebal, berat, - memperbesar bayangan sampai 30% sehingga kacamata ini tidak bisa diberikan kepada afakia monokular karena dapat memicu aniseikonia yang besar. pada afakia binokular diberi lensa kontak karena ada keuntungannya. lensa kontak kekuatannya lebih besar dibandingkan lensa afakia, namun lebih kecil dibandingkan lensa aslinya karena menempel di kornea (terletak antara kacamata dan lensa asli). saat operasi katarak, lensa kristalina diganti dengan lensa intraocular (intraocular lens/IOL),
pada afakia monokular dapat diberikan lensa kontak padamata yang afakia. lensa kontak hanya memperbesar bayangan 5%, sehingga aniseikonianya kecil dan dapat diterima oleh pasien,