Tampilkan postingan dengan label kusta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kusta. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 November 2020

kusta

 

 

 

   



 PENYAKIT KUSTA



Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang   bersifat kronik,  Penyakit ini disebabkan oleh kuman  Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat dan   terjadi pada kulit dan saraf tepi, .Kuman  pertama kali menyerang  syaraf perifer,  kemudian mengenai otot, tulang , testis kulit dan mukosa mulut, sistem retikulo endotel pengidap, mata,  saluran nafas bagian atas,
masa inkubasi  berkaitan dengan pembelahan sel yang lama, yaitu antara 2 sampai 3 minggu, masa inkubasi kusta bermacam macam antara 40 hari sampai 40   tahun,  rata-rata inkubasi 3 sampai   5 tahun,  di luar tubuh pasien (keadaan  suhu  lingkungan  tropis) maka  kuman kusta bisa  bertahan hanya  sampai 9 hari saja ,Kuman mycobacterium leprae juga bisa disalurkan secara transplasental terutama   pada pasien  anak yang berumur  kurang dari 1 tahun,  melalui air susu ibu ,Pemberian  Imunisasi  BCG  berperan dalam penurunan  kusta,  
Pemberian   kuman kuman  mycobacterium leprae yang  sudah pernah  dimatikan pada obat obatan  vaksinasi BCG pada pasien dewasa  belum mampu  meningkatkan perlindungan  , efek kesembuhan dari  vaksin BCG dapat   maksimal apabila diberikan sebelum usia  15  tahun,
pasien  anak  kusta subklinis   masih  saja   terlihat sehat dan tidak
memperlihatkan gejala penyakit, namun pada pemeriksaan serologisnya,
ternyata   kadar IgM anti PGL-1 di atas 605 U/ml,
Salah satu pemicu terjadinya kerusakan  fungsi saraf  adalah reaksi kusta,  Pada  masa masa   reaksi terjadi proses inflamasi akut yang  memicu kerusakan saraf, Kerusakan saraf yang terjadi kurang dari 6 bulan sejak saat pertama penularan penyakit , namun  bila  diobati prednison dengan tepat, tidak akan terjadi kerusakan saraf  yang permanen  sebab  fungsi saraf masih refersibel  , namun  Bila ternyata   kerusakan  saraf  sudah terlanjur menjadi cacat permanen maka yang bisa  dilakukan adalah usaha pencegahan cacat agar tidak bertambah  berat , Kuman kusta  yang berada di luar tubuh pasien bisa hidup  1 hari  sampai 7 hari,  ini tergantung dari  suhu dan cuaca di luar tubuh pasien itu. Makin panas cuaca  makin cepat  kuman kusta mati.sangat  penting agar  sinar matahari  dapat   masuk ke dalam rumah guna  menghindari  terjadinya lingkungan  yang lembab, Penyakit kusta  bisa memicu kecacatan, Cacat akibat  kusta terjadi akibat  adanya  gangguan  pada  fungsi saraf  mata, saraf tangan atau saraf  kaki, Semakin  lama    penundaan  pengobatan, makin besar risiko munculnya
kecacatan ,  kerusakan saraf juga bisa saja   terjadi  selama masa masa   pengobatan  namun   ini menurun bertahap sesudah 3 tahun sejak  pengobatan
berikutnya, pengobatan MDT tetap merupakan cara terbaik dalam mencegah kecacatan, Namun  karena  banyak pengidap yang  terlambat  dalam usaha  melakukan pemeriksaan sehingga banyak pengidap yang   mengalami kerusakan saraf ,
Vaksinasi imunisasi Bacillus Calmette Guerin( BCG ) adalah suatu vaksin  untuk  meningkatkan kekebalan tubuh  penyakit BCG, vaksin ini mampu    memperlihatkan  kesembuhan  pada  pasien penyakit kusta, Vaksinasi BCG  mungkin  juga  mampu  memutus rantai penularan kusta,
satu dosis  vaksinasi BCG   memberikan perlindungan  sebesar 40%  dua dosis memberikan perlindungan sebesar  80%,namun  Vaksinasi BCG  hanya cuma sekedar  bisa memberikan perlindungan optimal apabila diberikan pada pasien  sebelum berusia 14 tahun,
Faktor genetik  memiliki peran terhadap  terjadinya penyakit kusta
pada golongan pasien pasien  tertentu, namun mekanisme   genetik dengan  
penyakit kusta belum diketahui  secara pasti, Faktor genetik yang
berperan salah satunya adalah berada di bawah sistem Human
Leucocyte Antigen (HLA),
penyakit kusta  memicu  cacat tubuh, namun  tidak mengakibatkan kematian juga tidak  menampakan gejala yang menonjol , tanda gejala tahap pertama yaitu  kelainan  warna kulit,  terjadi  eritematosa, hipopigmentasi, hiperpigmentasi , lesi kulit yang berupa bercak hipopigmentasi atau lesi kulit  kemerahan dengan berkurangnya sensasi ,adanya  basil tahan asam (BTA) di lapisan kulit, adanya keterlibatan syaraf perifer, seperti  penebalan berbatas tegas dengan hilangnya sensasi,
adanya bercak tipis seperti panu pada  tubuh pasien,  bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, namun lama lama semakin melebar dan banyak, adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar  pada kulit ,rambut  alis  mendadak tiba tiba rontok , adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf peroneus, ulnaris, medianus, aulicularis magnus , kelenjar keringat tidak aktif  sehingga kulit menjadi mengkilat tipis , panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil, anoreksia, nausea, kadang-kadang ditambah vomitus,cephalgia,neuritis,iritasi, orchitis , pleuritis,nephrosia, nepritis ,hepatospleenomegali ,pemeriksaan penyakit kusta  berdasar  pemeriksaan klinis , pemeriksaan slit skin  smear , pemeriksaan kusta dilakukan  bila memenuhi satu atau lebih  dari tanda kardinal ,antaralain:
lesi kulit ditambah anestesi  lesi kulit bisa berupa makula atau plak eritema berwarna  seperti  infiltrasi,edema,tembaga, hipopigmentasi, hiperpigmentasi,  jumlah lesi bisa  multipel atau tunggal ,hilangnya fungsi kelenjar memicu permukaan  lesi tampak berkeringat,berkilap ,kering, kasar , folikel  rambut bisa menghilang, anestesi atau gangguan hingga  hilangnya fungsi sensorik pada suhu ,rasa raba, nyeri,  adanya    lesi dan area yang dipersarafi oleh saraf  perifer. pada kusta tipe lepromatosa bisa juga mengenai area  di luar persarafan yang terlibat, pembesaran saraf tepi biasanya baru terdeteksi  sesudah  adanya lesi kulit, paling sering mengenai nervus peroneus komunis dan  nervus ulnaris ,  pembesaran saraf multipel  ada  pada kusta tipe MB,
pemeriksaan saraf antaralain :  pemeriksaan nervus supraorbital, nervus tibialis posterior ,nervus peroneus, nevus poplitea lateralis,  nervus aurikularis magnus, nervus ulnaris, nervus radialis,  nervus medianus,
pada  pemeriksaan slit skin smear terdaoat adanya   basil tahan asam ,
hapusan kulit  bisa diambil dari bagian dorsum digiti i  pedis ,kedua lobus telinga, lesi kulit, bagian  dorsum interfalang digiti iii manus,  pemeriksaan slit skin smear memiliki spesifisitas 100% ,  dengan kepekaan lebih rendah  10 sampai  50%.  
ciri ciri kusta untuk   menentukan komplikasi, perencanaan operasional, regimen  ,pengobatan, prognosis   dan  untuk identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan mengidap  cacat,  ciri ciri kusta yang  dipakai yaitu  ciri ciri  berdasar atas Ridley dan Jopling yang membagi kusta menjadi
5  spektrum berdasar pada imunologis,histopatologis, kriteria klinis, bakteriologis, Pewarnaan dilakukan dengan metode Ziehl-Neelsen, berdasar pemeriksaan slit skin smear bisa ditentukan indeks morfologis (IM)  dan  IB  (indeks bakteriologi)  yang  membantu   menentukan analisa ulang dan  tipe kusta ,
Indeks bakteriologi merupakan ukuran semi kuantitatif  kepadatan BTA dalam sediaan hapus yang dihitung menurut  skala logaritma Ridley. Nilai IB berkisar dari terendah +1 yang  mengandung jumlah bakteri paling sedikit, hingga +6 yang mengandung jumlah bakteri paling banyak pada setiap lapang pandang ,
Penyakit kusta  dibedakan menjadi  beberapa ciri ,
1. ciri ciri Internasional menurut Madrid pada tahun 1953:
a. Bordeline ( B ) yaitu  Kelainan kulit bercak tersebar,  menebal, tidak teratur
 Beberapa masalah  timbul dari bentuk  tuberculoid sebagai hasil reaksi ulangan. Tipe Borderline  hampir selalu memberikan hasil positif pada pemeriksaan  bakteriologis , pada reaksi lepromin umumnya memberikan hasil negatif,
b. Lepromatosa ( L ) yaitu  bentuk tidak jelas, berbentuk bintil-bintil (nodule), makula  tipis di seluruh badan dan simetris,Kelainan kulit berupa bercak-bercak tebal dan difus,
c. Interdeterminate ( I )  yaitu  Kelainan kulit berupa makula berbentuk bulat yang  berjumlah 1 atau 2, pada pemeriksaan bakteriologis jarang  ada hasil yang positif, lesi kulit berbentuk datar  yang mana bisa berupa erythematous atau  hipopigmentasi  dan pada reaksi lepromin bisa memberikan  hasil negatif  atau positif ,
d. Tuberkuloid ( T )  yaitu adanya  makula atau bercak tipis bulat tidak teratur
dengan jumlah lesi 1 atau banyak ,  Permukaan kering, kasar sering dengan penyembuhan di tengah, Tipe Tuberculoid (T) memberikan hasil negatif pada
pemeriksaan bakteriologis, banyak pada masalah   erythematous skin lession, dan positif pada lepromin,
Tipe Lepromatous  memberikan hasil positif pada pemeriksaan bakteriologis,
infiltrasi pada lesi kulit bisa ditemui  pada jumlah sedikit sampai  banyak dan negatif pada pemeriksaan  pada lepromin,

2. ciri ciri menurut Ridley-Jopling pada tahun 1962 :
a. Tuberkuloid –tuberkuloid ( TT )
b. Bordeline – tuberkuloid ( BT )
c. Bordeline – bordeline ( BB )
d. Bordeline – lepramatosa ( BL ) i
e. Lepramatosa – lepramatosa ( LL )

Tabel ciri ciri Kusta Ridley dan Jopling

Lesi : Pertumbuhan rambut
TT :   absen
BT :    menurun   dengan jelas
BB : menurun  sedang
BL:  sedikit menurun
LL :normal pada tahap pertama

Lesi :    BTA
TT :negatif
BT :negatif atau sedikit
BB :  jumlah sedang
BL:banyak
LL :banyak sekali termasuk globi

Lesi :  Reaktivitas lepromin
TT :positif kuat (+++)
BT :  positif  lemah (+ atau ++)
BB :   negatif atau positif lemah
BL:  negatif   
LL :negatif

lesi :    jumlah
TT  :   biasanya tunggal  (sampai  dengan 3 lesi)
BT :  sedikit (sampai  dengan 10 lesi)
BB :   beberapa (10-30 lesi)
BL  :    banyak  asimetris (>30 lesi)
LL :    tidak terhitung, simetris

lesi :   Ukuran
TT :    bermacam macam umumnya besar
BT :   bermacam macam, beberapa besar
BB  :   Bervariasi
BL   :      kecil, beberapa  bisa besar
LL    :   kecil

Lesi :  Permukaan
TT :  kering dengan skuama
BT :  kering dengan  skuama  terlihat cerah infiltrasi ,
BB : kusam atau  sedikit  mengkilap ,
BL:  mengkilap
LL : mengkilap

Lesi :  Sensasi
TT :  absen
BT : menurun dengan jelas
BB :  menurun  sedang
BL:    sedikit  menurun
LL :  menurun minimal  atau  normal


Tabel  ciri ciri Penyakit Kusta berdasar WHO

ciri ciri klinis : Kerusakan  saraf
PB: Hanya 1 saraf dibadan yang  terlibat
MB :Banyak saraf  dibadan yang terlibat
SLPB:   Saraf dibadan   tidak terlibat

ciri ciri klinis :   Korelasi dengan Ridley dan  Jopling
PB:  TT, kebanyakan BT
MB :  Beberapa BT, BB, BL, LL
SLPB:  I, TT, BT

ciri ciri klinis :   Jumlah lesi kulit
PB:  2- 5 lesi   
MB :6 atau lebih lesi
SLPB:  Hanya 1 lesi

ciri ciri klinis : Sediaan  hapusan
PB:  Negatif pada  semua area
MB :Positif pada semua  area
SLPB: Negatif pada semua area

ciri ciri klinis :   penyebaran
PB:  Asimetris
MB : Lebih simetris
SLPB:   -

ciri ciri klinis : Hilangnya  sensasi
PB:   Terbatas
MB : Luas
SLPB:   Terbatas


Tabel  bentuk   Tipe PB

ciri ciri Lesi  :Sensibilitas
Borderline  tuberculoid (BT) :  Hilang
Indeterminate (I) :Agak terganggu
Tuberkuloid  (TT) :  Hilang

ciri ciri Lesi  : pada lesi kulit  tes lepromin
Borderline  tuberculoid (BT) :  Positif (2 +)
Indeterminate (I) :Meragukan  (1 +)
Tuberkuloid  (TT) :  Positif kuat  (3+)

ciri ciri Lesi  :BTA
Borderline  tuberculoid (BT) :  Negatif atau 1 +
Indeterminate (I) :Biasanya negatif
Tuberkuloid  (TT) :  Negatif

ciri ciri Lesi  :Tipe
Borderline  tuberculoid (BT) :   Makula dibatasi infiltrat saja
Indeterminate (I) :Makula
Tuberkuloid  (TT) :  Makula dibatasi infiltrat

ciri ciri Lesi  :Jumlah
Borderline  tuberculoid (BT) :  Satu dengan lesi  satelit
Indeterminate (I) :Satu atau  beberapa
Tuberkuloid  (TT) :   Satu atau beberapa

ciri ciri Lesi  :penyebaran
Borderline  tuberculoid (BT) :  Asimetris
Indeterminate (I) :bermacam ragam
Tuberkuloid  (TT) :  Terlokalisasi & asimetris

ciri ciri Lesi  :Permukaan
Borderline  tuberculoid (BT) :  Kering, skuama
Indeterminate (I) :bisa halus agak  berkilat
Tuberkuloid  (TT) :  Kering  skuama

Tabel  bentuk  Tipe MB

ciri ciri Lesi  : Pada hembusan  hidung
Mid-borderline  (BB) :  Tidak ada
Lepromatosa  (LL)  : Banyak (globi)
Borderline lepromatosa (BL)  :  Biasanya tidak ada

ciri ciri Lesi  : Tes lepromin
Mid-borderline  (BB) :  Biasanya negatif, bisa juga (±)
Lepromatosa  (LL)  : Negatif
Borderline lepromatosa (BL)  :  Negatif

ciri ciri Lesi  : BTA Pada lesi kulit
Mid-borderline  (BB) :  Agak banyak
Lepromatosa  (LL)  : Halus dan  berkilap Tidak terganggu
Borderline lepromatosa (BL)  :  Banyak

ciri ciri Lesi  : Tipe
Mid-borderline  (BB) :  Plak, lesi berbntuk kubah, lesi punched-out
Lepromatosa  (LL)  : Makula, infiltrat difus, papul, nodus
Borderline lepromatosa (BL)  :  Makula, plak, papul

ciri ciri Lesi  : Jumlah
Mid-borderline  (BB) :  Beberapa, kulit  sehat (+)
Lepromatosa  (LL)  : Banyak,
Borderline lepromatosa (BL)  :  Banyak, tapi kulit sehat masih ada

ciri ciri Lesi  : penyebaran
Mid-borderline  (BB) :  Asimetris
Lepromatosa  (LL)  : penyebaran luas, praktis  tidak ada kulit sehat
Borderline lepromatosa (BL)  :  Cenderung simetris

ciri ciri Lesi  : Permukaan
Mid-borderline  (BB) :  Sedikit berkilap, beberapa lesi kering
Lepromatosa  (LL)  : Simetris
Borderline lepromatosa (BL)  :  Halus dan berkilap

ciri ciri Lesi  : Sensibilitas
Mid-borderline  (BB) :  Berkurang
Lepromatosa  (LL)  : Kering, skuama
Borderline lepromatosa (BL)  :  Sedikit berkurang

Imunitas humoral diperantarai oleh antibodi yang  dihasilkan oleh sel B. Antigen protein ditelan oleh sel B  khusus antigen, kemudian protein diproses dan peptide   dipresentasikan pada sel T CD4 efektor, Limfosit T pembantu  ini
kemudian mengekspresikan CD 40L, yang mengikat pada CD40 pada sel B ,  Sel T juga mengekspresikan berbagai sitokin  yang mengikat pada reseptor sitokin sel B,  Sinyal yang  dihasilkan oleh  reseptor sitokin  dan  CD40  memicu  
proliferasi sel B menjadi penghasil antibodi, sedang  tanggapan  antibodi pada antigen non protein seperti  polisakarida kapsul bakteri, berkembang tanpa bantuan sel T 13,
 antibodi mampu membantu pasien dalam rangka  mengatasi  infeksi melalui beberapa cara, Antibodi memiliki afinitas yang tinggi untuk mengikat erat  mikroba sekaligus  menetralisir   daya infeksi dari mikroba,  Beberapa  jenis antibodi mengopsonisasi   mikroba dan ditemukan  oleh reseptor fc fagosit yang kemudian  terjadi  degradasi intraseluler mikroba atau  penelanan,
Antibodi atau immunoglobulin (Ig) merupakan  glikoprotein yang dihasilkan sel plasma dan ada dalam  fraksi γ globulin serum, pengaktifan  sel B memicu
maturasi dan  pembelahan  sel B menjadi sel plasma yang akan  mensekresi antibodi secara  khusus, Imunoglobulin sendiri terdiri dari   2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang masing masing   mirip serupa   dan dihubungkan oleh ikatan disulfide,  5 kelas Ig   (IgE,IgD,IgA, IgG, IgM dan   IgE  ) ditentukan oleh urutan asam amino region konstan dari rantai berat,  Imunoglobulin M merupakan molekul Ig yang pertama  diekspresikan selama perkembangan sel B , Kebanyakan sel  B mengandung IgM pada permukaannya sebagai reseptor
antigen, Nama M berasal dari kata macroglobulin dan berat  molekul IgM adalah 900.000 dalton. Makromolekul ini bisa  membuat aglutinasi berbagai fiksasi komplemen dan  partikel  dengan efisiensi yang sangat tinggi,
 Antibodi IgM cenderung  memperlihatkan afinitas rendah pada antigen dengan
determinan tunggal (hapten) namun karena molekul IgM  multivalent maka molekul ini bisa memperlihatkan afinitas yang  tinggi pada antigen yang memiliki banyak epitop,
mycobacterium leprae ESAT 6 memiliki kesamaan sebesar 36% dari  M.tuberculosis ESAT 6,
L-ESAT 6 adalah suatu protein yang disekresi  ekstraseluler oleh mycobacterium leprae dengan berat molekul 6 kDa,  jadi perbedaan antara dua molekul ini  adalah sebesar 64% ,  Anti-mycobacterium leprae ESAT-6  yang berjenis    T-cell hybridomas , poliklonal atau  monoklonal  bereaksi hanya  dengan protein yang homolog dan bisa mengidentifikasi    T cell epitope dan  B  berdasar kenyataan di atas L-ESAT-6   , mycobacterium leprae bisa dianggap sebagai antigen yang khusus untuk .pemeriksaan penyakit kusta. Geluk mengidentifikasi ciri ciri  dari L-ESAT-6 yang homolog dengan M.tuberculosis ESAT-6
Protein L-ESAT 6 yang disekresi oleh mycobacterium leprae sudah  diketahui  berperan  pada pathogenesis  penyakit kusta. Protein ini disandi oleh gen RD-1 yang hanya
didapat  pada strain yang virulen. Regio N-terminus yang  ada  di bagian luar dari molekul L-ESAT 6, merupakan  bagian imunogenik yang berinteraksi dengan berbagai sel  imunokompeten,  paparan  pada protein ESAT 6 ini bisa membangkitkan tanggapan  kekebalan  tubuh pasien,
(T-ESAT-6) M.tuberculosis memperlihatkan paling sedikit 11  gen (Rv3867 sampai dengan Rv3877) diperlukan untuk bisa  mensekresi ESAT-6. Rv3870 dan Rv3871 adalah AAA+class  ATPases, sedang Rv3877 adalah transmembrane protein yang  besar. 11  gen itu kecuali Rv3872, yang 10 ada di M.  leprae genome pada susunan genetik yang sama,  bahwa mycobacterium leprae menghasilkan  ESAT-6 seperti  M.tuberculosis. Terbukti, transcripts untuk L-ESAT-6 ada
dengan reverse transcription-PCR pada nu/nu mouse-derived  mycobacterium leprae dengan memakai  strains Thai-53 dan 4089 pada  biopsi pasien kusta, Fungsi protein ini walaupun masih belum  jelas namun keduanya memberi  tanggapan  kekebalan  mediasi  seluler selama infeksi

Cell-Mediated Immunity: IL-2 dan IFN-γ
Imunitas seluler sebagai  bentuk  pertahanan terbaik   dalam melawan serangan  dari mikroba intraseluler seperti  mycobacterium leprae,  ada 2  tipe reaksi kekebalan  seluler,
pertama,  sel T memberikan spesifisitas dan merangsang fagosit untuk
mengeliminasi antigen. Reaksi ini dimulai  saat  sel T efektor  yang terdiri dari  CD8 atau  subset CD4   mengenali peptide antigen yang  difagosit oleh makrofag,  Sel T ini memiliki  pengaktifan  untuk  mengekspresikan CD40 ligand (CD40L) yang nantinya akan   mensekresi  sitokin terutama IFN-γ yang akan mengaktifasi makrofag  juga   akan  berikatan dengan CD40 pada makrofag
Bagian kedua adalah limfosit T sitolitik (CTL atau cytolytic T  lymphocytes) yang akan mengenali peptide antigen mikroba yang memiliki kemampuan intraseluler seperti mycobacterium leprae, Sebagai akibat pengenalan oleh antigen, CTL akan
mensekresikan protein granula dan mengekspresikan molekul  permukaan untuk membunuh sel terinfeksi, yang kemudian  akan mengeliminasi sel yang terinfeksi,  Sel T CD4 berdiferensiasi menjadi 4 jenis  subtype sel efektor yaitu  T regulator,Th1, Th2 dan  Th17  ,  Keempat sel T itu dibedakan  atas dasar sitokin yang dihasilkan. Sel Th2  menghasilkan IL-13 , IL-4, IL-5, IL-10 , namun Th1   menghasilkan  sitokin IL-2   dan  IFN-γ ,IFN-γ merupakan protein yang dihasilkan oleh sel Th1 CD4+ ,sel T CD8+  dan   sel NK,  
IFN-γ merupakan sitokin yang  berfungsi  sebagai pengaktivasi makrofag dan memiliki  fungsi   penting pada imunitas selular pada  mikroba intraseluler seperti mycobacterium leprae , IFN-γ  merupakan  suatu sitokin pengaktifasi makrofag, dimana sel   NK   dan   limfosit T   mengaktivasi makrofag untuk menyerang  mikroba yang  difagosit,  Sitokin ini aktif   meningkatkan fungsi mikrobisidal makrofag dengan cara  merangsang pembentukan nitric oxide dan   reactive oxygen intermidiates , Molekul yang sangat  aktif   ini dihasilkan di dalam lisosom dan akan   menyerang   mikroba yang ada dalam fagolisosom,
IFN-γ merangsang ekspresi molekul  MHC  kelas II  , MHC kelas I  dan kostimulatori pada sel penyaji antigen,   IFN-γ menginduksi  diferensiasi sel T CD4+ naïf menjadi subset Th1  dan menghambat proliferasi sel Th2. Efek penginduksi Th1  diperantarai secara tidak langsung melalui aktivasi fagosit
mononuclear untuk menghasilkan  IL-12, dimana sitokin ini  merupakan penginduksi Th1,  IFN-γ bekerja pada sel B untuk  menginduksi switching immunoglobulin subkelas tertentu,  IFN-γ   merangsang aktivasi  sitolitik sel NK dan mengaktifasi netrofil ,
IL-2  berperan dalam deferensiasi  dan  pertumbuhan   limfosit T.
 IL-2 mampu  mendukung proliferasi sel T yang sudah  distimulasi oleh  antigen, oleh karena itu   IL-2 dinamakan  pemicu  pertumbuhan sel T,  Sitokin IL-2  ini  dihasilkan oleh   limfosit T CD4+, karena adanya aktivasi sel T dari   antigen
yang menstimulasi transkripsi gen IL-2  sehingga  Sekresi IL-2 mencapai
puncaknya  8  sampai  12 jam sesudah aktivasi  mycobacterium leprae yang masuk ke dala.  tubuh pasien bisa menjadi  kusta manifet melalui jalur sistem kekebalan  tubuh, Perjalanan tanggapan    kekebalan  ini  dilihat dari



FOTO   jalur metabolik respon kekebalan  pada kusta


pemeriksaan serologis kusta
Pemeriksaan serologis dilakukan dengan cara  melihat lihat  pembentukan  antibodi pada tubuh pasien yang sudah terinfeksi  oleh mycobacterium leprae,
Antibodi yang terbentuk bisa bersifat khusus maupun bersifat non khusus,
Antibodi yang terbentuk tergantung  antigennya,   Antibodi yang bersifat khusus untuk mycobacterium leprae antara lain anti L ESAT 6 kD, antibodi  anti protein 35 kD , 16 kD  , anti phenolicglycolipid-1 (PGL-1) , namun  antibodi yang tidak khusus antara lain adalah antibodi anti  lipoarabinomanan (LAM) yang  dihasilkan oleh kuman  M.tuberculosis ,
penularan penyakit kusta
Sumber penularan kusta  belum diketahui,  penularannya yaitu  melalui  kuman pada lesi kulit nodular yang pecah, atau  mukosa hidung  pengidap kusta tipe lepromatous yang belum pernah  diobati ,
pasien yang tinggal serumah dengan pengidap tipe  multibasiler (MB) terutama lepromatous yang belum memperoleh  pengobatan berpotensi  tertular
dibandingkan dengan yang tidak tinggal serumah,
pasien  anak lebih mudah tertular dibandingkan dengan pasien pasien dewasa.
pintu keluar kuman kusta yaitu  selaput lendir hidung, penularan bisa
melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung  pengidap yang sudah mengering, diluar masih bisa hidup seminggu,
syarat-syarat penularan  adalah harus ada lesi baik makroskopis atau mikoskopis ditambah adanya kontak  langsung bersentuhan  lama dan berulang-ulang,
 sumber infeksi  mycobacterium leprae berasal  dari     pasien-pasien yang memiliki kadar
tinggi bakteri mycobacterium leprae dalam tubuhnya dengan atau tanpa tanda   gejala  kusta atau dinamakan subklinis kusta. golongan   subklinis adalah pasien-pasien sehat yang tidak memperlihatkan dan  menampakan gejala tanda kusta  ditubuhnya  sedikitpun , namun memiliki kadar IgM anti PGL-1 > 650 U/ml saat  
 dilakukan  pemeriksaan di laboratorium secara mendadak tiba tiba ,
IgM anti PGL-1 merupakan antibodi khusus untuk M. leprae,  Dengan ditemukannya  DNA mycobacterium leprae yang dideteksi pada   darah dan apusan hidung pasien  dari golongan pasien   subklinis maka para   pengidap kusta memperlihatkan bahwa proses infeksi oleh mycobacterium leprae sedang terjadi ,
kusta subklinis
Kusta subklinis adalah suatu kondisi  jika  pasien  pasien terbukti sudah pernah terinfeksi oleh mycobacterium leprae, namun belum  bisa mampu  menunjukkan  adanya tanda  gejala penyakit . Pada keadaan subklinis ini tidak ditemukan  adanya lesi sehingga  pasien  pasien tampaknya  terlihat sehat sehat saja  , namun ternyata terdapat   antibodi khusus  saat dilakukan  pemeriksaan serologisnya dengan kadar IgM anti  PGL-1 di atas 605 U/ml26,27, Stadium kusta subklinis dinamakan stadium  bahaya  laten  stadium   inkubasi atau  stadium asimtomatik , Pada stadium bahaya  laten   ini para  kuman kuman  sudah pernah keluar   masuk  dalam tubuh pasien tipe  stadium  bahaya  laten,  namun tanda  gejala penyakit dari  penyakit kusta tidak diperlihatkan kepada masyarakat luas,
epidemiologi kusta subklinis
Prevalensi kusta subklinis terlalu  besar  dibandingkan  dengan kusta klinis,  
para   pengidap kusta  subklinis semakin lama  semakin   meningkat, mekanisme kusta subklinis
mekanisme  pasti bagaimana penyaluran penularan  ,belum  diketahui,mungkin akibat   infeksi  melalui inhalasi karena banyaknya jumlah bakteri dalam nasal
pengidap Lepromatous, kemampuan mycobacterium leprae bertahan hidup di dalam sel
makrofag, Beberapa saat sesudah terjadi infeksi tidak terlihat  adanya lesi yang merupakan tanda infeksi,  ini yang  dinamakan dengan infeksi subklinis, suatu tahap yang akan  menjadi tahap klinis atau berhenti tanpa adanya gejala penyakit,
pasien yang positif terkena kusta sub klinis tidak semuanya  berubah menjadi kusta yang berwujud , walaupun kemungkinan besar dapat  berubah menjadi kusta yang  berwujud ,
Pada   kusta subklinis, sistem kekebalan yang dimiliki mereka masih berfungsi baik aktifitasnya    sehingga bisa saja suatu saat  pasien  berubah  menjadi kusta  yang  berwujud   akibat   sistem kekebalan   mengalami  penurunan , namun bisa juga  pasien   justru  berubah menjadi seronegatif/ bebas kusta karena sistem kekebalan nya mengalami  peningkatan fungsi, terutama pada  sistem kekebalan selulernya ,
Kusta stadium subklinis biasa terjadi pada pasien   narakontak,  Narakontak adalah pasien yang sudah  pernah terpapar atau sudah pernah melakukan
kontak khusus  dengan pengidap kusta yang asli,
 kusta subklinis  lebih sering  dan banyak  terjadi saat serumah   dengan pengidap kusta yang asli  dibandingkan dengan  nonkontak,  lamanya terjadi    kontak merupakan hal yang  penting sebagai faktor risiko penularan karena berhubungan  dengan dosis paparan ,

 



FOTO  skema perjalanan klinis penyakit kusta


pemeriksaan kusta stadium subklinis
Deteksi infeksi kusta subklinis  dilakukan  untuk melakukan imuno-kemoprofilaksis agar  perluasan penyakit ini bisa dicegah  dan  untuk menilai perluasan infeksi, perjalanan penyakit,
cara cara   melakukan deteksi   kusta subklinis ,antaralain
-Pemeriksaan Imunologis
Imunitas seluler bisa dimulai  dengan pemeriksaan in vitro dan  in vivo,  test serologis  dipakai  untuk mengetahui antibodi  tubuh akibat  kuman mycobacterium leprae ,
-Pemeriksaan bakteriologis
banyak terdapat  BTA pada sediaan kulit dari pasien  yang terlihat sehat
Basil tahan asam  BTA bisa ada pada kulit  maupun urin pasien,  BTA yang ada pada sediaan  apus kulit masalah  kusta subklinis menandakan bahwa  pasien  sangat berperan dalam kasus kasus  penularaan penyakit,
-Pemeriksaan Epidemiologis
Pemeriksaan epidemiologis ini  dilakukan untuk  menentukan peningkatan proporsi BTA positif dari cuping  telinga pasien  yang tampak  sehat,

a. Tes Pemeriksaan  Mycobacterium Leprae Particle Aglutination (MLPA)
 tes  model   ini  lebih sederhana  dibandingkan model lainnya dan lebih mudah dilakukan sebab  tidak memerlukan   laboratorium  laboratorium  khusus,  Tes ini memakai  antigen  partikel NT-P-BSA (Natural Trisacharide-Phenyl
propiobat-Bovine Serum Albumin). Antigen ini direaksikan  dengan serum darah pengidap kusta dengan pengenceran  tertentu dan merupakan reaksi antara antibodi khusus  PGL-1 dengan antigen khusus, spesifisitas dan  Sensitifitas dari tes ini hampir sama  dengan tes ELISA. tidak hanya itu tetapi prosesnya lebih mudah  sehingga  dipakai untuk skrining populasi besar,
Tes MPLPA bisa  untuk  mengetahui kadar  antibodi khusus pada tes kusta, mendeteksi  infeksi subklinik, menganalisa ulang respon pengobatan,
mendeteksi adanya kekambuhan , Tes ini   memperlihatkan  korelasi positif dengan kadar antibodi IgM, Hasil tesnya   setara dengan pemeriksaan antibodi anti PGL-1 secara ELISA
b. Tes Pemeriksaan  Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay (ELISA)
 tehnik ini yang paling banyak  dipakai  karena prosesnya yang  lebih
mudah murah  sederhana, walaupun Kekurangan dari tes kali  ini adalah  angka spesifisitas  dan kepekaannya lebih kecil dibandingkan tes FLAABS , namun
 tes  kali   ini terjadi reaksi reaksi  antigen dan antibodi khusus  dari serum pasien  pasien  sehat yang  tergolong  kusta subklinis  yang kemudian   diberikan  label berupa  enzim yang terkait dengan anti human antibodi,  Sustrat
yang tidak berwarna apabila ditambahkan ke dalam enzim  yang terkait akan diuraikan sehingga menjadi berwarna  dan kemudian dibaca baca  dengan peralatan peralatan medis spektrofotometer ,
Hasill positif serum antibodi  PGL-1   dan   Ig-M  pada  pasien tanpa wujud penyakit  memperlihatkan hasil hasil  kemungkinan infeksi kusta subklinis,  diperoleh  hasil  positif  100% pada borderline lepromatosa (BL) dan  lepromatosa murni (LL) , namun pada masalah   tuberkuloid murni (TT)  dan  borderline tuberkuloid (BT)  diperoleh hasil  30%.   pasien  pasien  sehat yang  tergolong  kusta subklinis  pada  area  area endemik rata-rata menunjukan  hasil seropositif  sebesar  35% ,
c.Tes  Pemeriksaan   Polymerase Chain Reaction (PCR)
model seperti ini   banyak dipakai   untuk mempelajari DNA, spesifisitas  kepekaan  tes  kali  ini tergolong    tinggi dalam mendeteksi  keberadaan kuman mycobacterium leprae yang ada di dalam contoh biologik,  Bahan  Bahan pemeriksaan bisa berasal dari kerokan kulit ,biopsi kulit,hapusan mukosa hidung dan  skin smear ,
d. Pemeriksaan Lymphocyte transformation test (LTT)
LTT merupakan test in vitro yang dipakai untuk  menguji   keaktifan sel limfosit T. Apabila kekebalan   pasien baik,  maka limfosit yang dirangsang dengan
antigen nonkhusus phytohaemagglutinin (PHA) akan  mengalami perubahan bentuk  menjadi sel-sel blas yang  berukuran besar,
e. Pemeriksaan  test lepromin
test ini merupakan suatu test in vivo yang dipakai  untuk menilai keaktifan limfosit T yang berupa reaksi  hipersensitif tipe lambat pada antigen mycobacterium leprae,
test lepromin kurang sensitif karena bisa  memberi  hasil positif pada pasien yang terinfeksi oleh  organisme lainnya yang memiliki  antigen yang sama. test ini tidak bisa dipakai untuk  mengetestn,  hanya cuma  sekedar   untuk melihat lihat  ciri cirinya    saja,
test  dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml  reagen lepromin (antigen mycobacterium leprae) secara intradermal  pada lengan bawah bagian fleksor beberapa cm di bawah   lipat siku. Penilaian reaksi dilakukan sesudah 3 hari,  dilakukan  tes Fernandez   dan sesudah 4 minggu  dilakukan  tes Mitsuda,  Reaksi tes Fernandez positif memperlihatkan adanya  hiper kepekaan tipe lambat pada mycobacterium leprae. Reaksi  Mitsuda menilai kemampuan memicu respon  imunitasseluler pada mycobacterium leprae,  Reaksi Mitsuda tidak  untuk pemeriksaan kusta karena hasilnya sering  selalu  positif pada  pasien  pasien  sehat yang tinggal di area endemik,
f. Tes Pemeriksaan  Fluorecent Leprosy Antibodi Absorption (FLA-ABS)
Tes  Pemeriksaan   ini dipakai untuk memeriksa  serotest  pertama pada  pasien  pasien  penyakit kusta,  pada tes kali  ini  berdasar reaksi antigen mycobacterium leprae yang utuh dari  armadilo dengan serum pengidap yang mengandung
antibodi khusus pada antigen itu,   tingkat spesifisitas  dan kepekaan tes FLA-ABS untuk penyakit kusta sebesar  90.%,  sehingga tes   kali  ini baik untuk
mendeteksi   pasien  pasien  sehat yang  tergolong  kusta subklinis,namun Kekurangan dari tes ini adalah  membutuhkan tenaga khusus  yang terlatih,memerlukan peralatan peralatan medis  yang luarbiasa  mahal, proses yang rumit ,
beberapa faktor risiko yang memicu  pasien  pasien  sehat yang  tergolong  kusta subklinis menjadi  kusta manifes atau  kusta berwujud ,
atau pasien  pasien  sehat yang menjadi kusta subklinis  atau   kusta manifes atau  kusta berwujud ,antaralain :  
Terjadinya kusta stadium subklinik dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, antara lain :
pasien merupakan reservoir  penularan kuman morbus Hansen  dan  
 Mycobacterium tuberculosis , kuman itu bisa menularkan ke pada 15 pasien sehat  sekaligus dalam sehari  ,  namun  Apabila ventilasi rumah sangat   baik,maka  kuman ini  bisa  tiba tiba  lenyap  hilang terbang  terbawa angin ,
Host pasien  pembawa kuman    ini memiliki ciri ciri yang bisa dilihat berdasar   faktor umur, jenis kelamin, pekerjaan , keturunan, pengobatan, pekejaan, ras , pola gaya makan , pola gaya hidup,  pola gizi , daya tahan tubuh,  kemampuan pertahanan tubuh, hygiene pribadi, gejala dan tanda penyakit yang dimiliki,
Agen khusus dalam masalah   penyakit kusta adalah kuman mycobacteri
leprae  , Kuman  ini   satu genus dengan kuman tuberculosis  TB   bisa  bertahan hidup pada tempat yang gelap ,sejuk, lembab dengan kelembaban yang tinggi  tanpa  sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Kuman  tuberculosis dan leprae bila terkena cahaya matahari akan mati  hanya  dalam waktu 2 jam  saja, Kuman  tuberculosis dan leprae  merupakan bakteri  mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang  suhu   25 sampai  40 ° C,   tumbuh secara optimal pada suhu 31 sampai  37 °C,
Lingkungan adalah segala  yang ada di luar diri   host pasien pembawa kuman   baik itu   benda benda  sudah  mati, benda benda  masih  hidup, nyata atau tidak  nyata abstrak, seperti  suasana pemandngan  yang terbentuk akibat interaksi semua pendukung seperti  pemeran aktor pelaku ,  keadaan geografis,
kelembaban udara, suhu , lingkungan tempat tinggal, pendidikan, perilaku,kebiasaan sehari hari, cara hidup, pekerjaan, budaya  adat, kebiasaan turun temurun, ekonomi  kebijakan mikro dan local politik kebijakan pencegahan
dan penanggulangan suatu penyakit,
 Hampir semua kejadian  penyakit dipengaruhi oleh  umur,  penyakit kronik seperti kusta  bisa  terjadi pada semua umur, mulai  antara bayi sampai umur
tua  lebih dari 70 tahun. Namun  yang  terbanyak adalah  dialami oleh pasien pada umur muda yang  produktif,  dikarenakan sulit untuk mengetahui waktu
dimulainya penyakit kusta, pasien  anak  lebih rentan terkena penyakit kusta
dibandingkan dengan pasien pasien dewasa, .Selain angka prevalensi yang menjadi tolok ukur dari  program pemberantasan kusta, parameter lain  yang
penting adalah angka penemuan masalah  baru (CDR),  berdasar hasil dari penemuan masalah  baru (CDR) bisa  diketahui bahwa program pemberantasan  dari penyakit kusta  dengan pengobatan rejimen “MDT” dari WHO belum  mencapai hasil yang maksimal , Karena  apabila pengidap sudah memperoleh  pengobatan, seharusnya  pasien  tidak lagi menjadi  penular   
kuman mycobacterium leprae ,
pasien Laki-laki lebih banyak  terkena dibandingkan dengan pasien wanita, dengan perbandingan  2:1, ini  memperlihatkan bahwa laki-laki lebih banyak
terserang kusta dibandingkan   pasien wanita. Rendahnya kejadian kusta
pada pasien wanita disebabkan karena  faktor  lingkungan dan faktor biologis
 tingkat  kecacatan pada pasien  laki-laki lebih besar  dibandingkan  pasien wanita, ini  berkaitan dengan faktor pekerjaan, kebiasaan keluar rumah, merokok,berorganisasi,bergaul,aktifitas berkelompok bermasyarakat yang lebih tinggi,  Tingkat pendidikan yang rendah  memicu pasien menjadi lebih lambat dalam usaha  usaha    memeriksakan  penyakit dan mencari pengobatan,
sehingga  memiliki risiko terkena  kusta  beberapa  kali lebih besar dibandingkan dengan yang  memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,
Personal Hygiene kebersihan  merupakan usaha usaha sederhana  pencegahan   segala macam penyakit  pola gaya hidup ini yang menyangkut tanggung  jawab masing  masing pasien  guna  meningkatkan kualitas  kesehatan dan hal ini sangat berperan dalam   membatasi menyebaran penyakit menular terutama yang  ditularkan melalui kontak langsung seperti  kusta,  sebab  kuman kuman  mycobacterium leprae  cuma hanya  sekedar  bisa memicu penyakit kusta  pada pasien manusia  dan tidak pernah  memicu pada hewan binatang serangga   kecuali hewan  armadillo  ,
Penularannya adalah cuma hanya  sekedar   melalui kontak yang  terlalu lama karena adanya akibat terjadi   pergaulan yang berdekatan  rapat dan berulang–ulang,
Penularan penyakit kusta kemungkinan  melalui saluran pernafasan dan kontak bersentuhan bersalaman  antara  kulit pasien penderita dengan pasien pasien sehat , kuman mampu  mencapai  permukaan kulit   pasien pasien sehat  melalui air susu ibu ,folikel rambut, kelenjar keringat, pori pori,  
Penyakit kusta cenderung  banyak menyerang rakyat yang memiliki  
taraf  sosial ekonomi yang rendah karena berkaitan dengan gizi  yang kurang baik dan lingkungan yang tidak baik, faktor nutrisi juga  bisa berperan dalam penularan kusta karena  dikaitkan dengan rendahnya  makanan bergizi  yang dikonsumsi oleh penderita,
 Kadar Seng Serum  atau   Zn adalah mikronutrien  esensial  pada banyak enzim, kekurangan  zat ini  bisa memicu terganggunya fungsi pertahanan tubuh penderita, baik pertahanan yang sifatnya non-khusus maupun yang  khusus. Pada pertahanan yang non-khusus, gangguan yang  muncul, contohnya kerusakan pada sel epidermal,  terganggunya fungsi aktifitas sel Natural Killer (NK),  fagositosis dari makrofag dan neutrofil  Innate immunity merupakan pertahanan tubuh terpenting    dalam menghadapi infeksi dari luar tubuh pasien ,  aktifitas  sel  Natural Killer  NK, fagositosis sel makrofag dan neutrofil dan  pembangkitan oxidatife burst dapat  terganggu gara gara   adanya   peristiwa  penurunan kadar seng,  Jumlah granulocytes juga tampak  berkurang selama peristiwa   penurunan kadar   seng, Jumlah dan aktifitas sel  Natural Killer  NK  sangat  dipengaruhi oleh kandungan   serum seng dalam tubuh pasien , Selain sel Natural Killer NK, seng  juga berperan dalam perkembangan, maturasi dan fungsi  natural killer T cell cytotoxycity , adanya  Seng  juga  sangat  diperlukan  oleh  bakteri pathogen  atau  pasien untuk melakukan proses  proliferasi. Jadi  penurunan kadar seng plasma selama infeksi tahap akut  merupakan suatu bentuk  mekanisme pertahanan tubuh pasien ,
Sel B lymphocytes dan prekusornya (terutama   sel B immature  dan  pre- B ) berkurang jumlahnya selama pasien mengalami  kekurangan   seng,  namun perubahan  perubahan pada sel B lymphocytes yang  matang hanya sedikit,  Kadar seng yang rendah  pada  pasien tidak  berpengaruh pada status siklus sel precursor B dan hanya  sedikit berpengaruh pada siklus sel pro- B. Jadi lebih
sedikit sel B naïve selama kekurangan  seng yang bisa  berinteraksi pada neoantigen, berkaitan  dengan jumlah  sel T yang juga berkurang selama kekurangan  seng dan  sebagian besar antigen bergantung pada sel T, sangatlah
mungkin bila   pada keadaan kekurangan   seng tubuh pasien  tidak bisa
menghasilkan  antibodi sebagai tanggapan  pada neoantigen,  bahwa
produksi antibody B-lyphocytes terganggu selama  terjadi   kekurangan
seng,  produksi  antibodi sebagai tanggapan  pada antigen yang tergantung
pada sel T lebih peka  pada saat terjadi     kekurangan   seng dibandingkan produksi antibodi sebagai tanggapan  pada  antigen yang tidak tergantung pada sel T ,
banyak dan sedikitnya  kandungan  Seng sangat   berpengaruh  pada  kesehatan   aktifitas cytolytic T cells,   namun   juga berpengaruh  pada  kesehatan  sel Natural Killer   NK ,
 Jumlah  CD73+ T  lymphocytes dan   CD8+   menurun pada saat terjadi     kekurangan   seng  , sebab  Sel itu  merupakan precursor cytotoxic T lymphocytes dan CD73+  yang   berperan dalam   pengenalan proliferasi dan  antigen ,  banyak dan sedikitnya  kandungan  Seng  berperan pada perkembangan sel T sebab kekurangan    seng bertanggung jawab pada atropi timus,  Thymulin  adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh   timus dan dikeluarkan  melalui sel epitel timus,  Seng merupakan kofaktor penting
dari thymulin,  itu tidak saja mengatur diferensiasi  pengidap sel-sel T yang  matang di perifer   dan  sel-sel T belum matang di timus ,  namun juga memodulasi pengeluaran  sitokin peripheral blood mononuclear cells (PBMC),
menginduksi proliferasi sel T CD8+  dalam percampuran   dengan IL-2 dan memastikan ekspresi reseptor berafinitas  tinggi dari IL-2 pada sel T yang matang , selain sel T sitotoksik, sel T helper (CD4+) dipengaruhi   oleh  
sedikitnya  kandungan  Seng  yang memicu ketidakseimbangan  fungsi Th2 dan  Th1 , Produk Produk  Th2 seperti IL-10  ,IL-4 dan   IL-6  tidak berubah selama peristiwa     kekurangan   seng, namun IL-2   dan  IFN-γ   yang dihasilkan Th1 menurun  selama terjadi   peristiwa     kekurangan   seng,  Produksi  IL-2 dan   IFN-γ   bisa dipulihkan  dengan suplement. khusus  seng,  Pada pasien  pasien   kusta subklinis yang mengalami peristiwa     kekurangan   seng  di  area area yang endemis kusta belum  bisa meningkatkan kadar  IL-2 dan   IFN-γ ,Namun  suplement khusus  seng  hanya mampu memodulasi sel limfosit untuk   mempertahankan kadar  IL-2 dan   IFN-γ ,  agar tidak semakin  menurun ,




 

 



.

.




 




.