Tampilkan postingan dengan label pernafasan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pernafasan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 November 2020

pernafasan

 

 

  ASMA




Asma yaitu  penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran napas dan  spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus.
Asma terjadi pada pasien  tertentu yang berespon secara agresif terhadap berbagai  jenis iritan di jalan napas. Faktor risiko untuk salah satu jenis gangguan hiper-reponsif ini   adalah riwayat asma atau alergi dalam keluarga, yang mengisyaratkan adanya kecenderungan genetik.
Gejalanya yaitu
Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan kondisi, napas cuping hidung.
Dispnea ,Batuk, terutama di malam hari,Pernapasan yang dangkal dan cepat.
 Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar
hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.


 Langkah pertama dalam pengobatan adalah mengevaluasi derajat asma yang Asma dibagi dalam empat stadium, bergantung pada frekuensi
gejala dan frekuensi penggunaan obat
Stadium asma, yaitu  1. ringan dan intermiten, 2.ringan dan persisten, 3.
moderat atau sedang,  4 berat. Tetapi yang diberikan berdasarkan stadium
asma yang diderita ,  keempat stadium asma, pencegahan terpajan allergen yang telah diketahui adalah tindakan yang penting. Tindakan ini termasuk barang-barang di  rumah yang di ketahui memicu alergi seperti mengeluarkan
binatang peliharaan,   menghindari asap rokok ,air conditioner
pemakaian kortikosteroid oral atau inhalasi di awal periode serangan atau
sebagai terapi pencegahan. Kortikosteroid bekerja sebagai agents anti-inflamasi obat-obat inhalasi yang menstabilkan sel mast
digunakan untuk mencegah serangan asma. Efek dari obat yang diinhalasi ini
 terbatas di sistem pernapasan, sehingga obat-obat tersebut aman dan efektif untuk menangani asma. Karena asma merupakan penyakit yang
progresi, mempertahankan program terapi sangat penting bahkan pada periode
di antara episode serangan asma.
Bronkodilator yang bekerja sebagai penstimulasi reseptor beta adrenergik di
jalan napas (agonis beta) merupakan terapi asma yang utama. Obat ini diinhalasi (atau diberikan dalam bentuk sirup pada anak yang masih sangat kecil) pada saat   serangan dan di antara serangan sesuai kebutuhan. Bronkodilator tidak  menghambat respon inflamasi sehingga tidak efektif jika digunakan secara  tunggal selama eksaserbasi asma sedang atau buruk, penggunaan terlalu sering  atau penggunaan  tunggal bronkodilator menyebabkan  kematian ,Saat ini telah tersedia agnosis beta adrenergik jangka panjang yang dapat menurunkan penggunaan inhaler ,
-Kombinasi produk yang mengandung kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan
agnosis beta-2 lepas lambat tampaknya memperbaiki tingkat kepatuhan dan
menurunkan eksaserbasi.
- Agnosis-beta juga dapat digunakan sebelum olahraga pada individu pengidap
asma yang dipicu aktivitas fisik berat.
 Leukotriene  adalah produk metabolism asam arakidonat dan berperan dalam proses  inflamasi. Produk leukotrien dapat dicegah dengan penggunaan inhibitor 5-lipoksigenase (zileuton) atau dengan menghambat reseptor leukotrien spesifik menggunakan leukotriene receptor antagonist (LTRA) seperti montelukast atau  zafirlukast. Menifestasi obat LTRA memiliki sifat bronkodilator dan anti-inflamasi,  serta mungkin digunakan untuk menunjang kortikosteroid.
 Obat antikolinergik dapat diberikan untuk mengurangi efek parasimpatis
sehingga melemaskan otot polos bronkiolus.  tetapi, obat ini mempunyai  
rentang keamanan terapeutik yang sempit sehingga jarang digunakan dalam
praktik umum.
Intervensi perilaku, yang ditujukan untuk menenangkan pasien agar stimulus
perasimpatis ke jalan napas berkurang, juga merupakan tindakan yang penting.
Jika individu berhenti menangis akan memungkinkan aliran udara yang lambat
dan sempat dihangatkan, sehingga rangsangan terhadap jalan napas berkurang.


2. Bronkitis Akut
a. Pengertian bronkitis akut
Bronkitis adalah penyakit pernapasan obstruktif yang sering dijumpai yang disebabkan
inflamasi pada bronkus. Penyakit ini biasanya berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri
atau inhalasi iritan seperti asap rokok dan zat-zat kimia yang ada didalam polusi udara.
Penyakit ini memiliki karakteristik produksi mukus yang berlebihan.
b. Gejala
 Batuk, biasanya produktif dengan mukus kental dan sputum purulent.
 Dispnea.
 Demam.
 Suara serak.
 Ronki (bunyi paru diskontinu yang halus atau kasar), terutama saat inspirasi.
 Nyeri dada yang kadang timbul.
c .Prinsip terapi
 Antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri primer atau sekunder.
 Peningkatan asupan cairan dan ekspektoran untuk mengencerkan sputum.
 Istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
3. Bronkitis Kronis
a. Pengertian bronkitis kronis
Bronchitis kronis adalah gangguan paru obstruktif yang ditandai produksi mukus
berlebihan di saluran napas bawah dan menyebabkan batuk kronis. Kondisi ini terjadi selama
setidaknya 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut


Mukus yang berlebihan terjadi akibat perubahan patologis (hipertrofi dan
hiperplasia)sel-sel menghasilkan mukus di bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel penghasil
mukus dan sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
akumulasi mukus kental dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat perkembangan mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulent. Proses inslamasi yang terjadi menyebabkan edema dan
pembengkakan jaringan serta perubahan arsitektur di paru. Ventilasi, terutama
ekshalasi/ekspirasi, terhambat. Hiperkapnia (peningkatan karbondioksida) terjadi, karena
ekspirasi memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya inflamasi
.penurunan ventilasi menyebabkan rasio ventilasi: perfusi, yang mengakibatkan
vasokontriksi hipoksik paru dan hipertensi paru. Walaupun alveolus normal, vasokontriksi
hipoksis dan buruknya ventilasi menyebabkan penurunan pertukaran oksigen dan hipoksia.
Risiko utama berkembangnya bronkitis kronis adalah asap rokok. Komponen asap
rokok menstimulus perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Komponen￾komponen tersebut juga menstimulasi inflamasi kronis, yang merupakan ciri khas bronkitis
kronis.
b. Gejala
 Batuk yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk dengan inhalasi
iritan, udara dingin, atau infeksi.
 Produksi mukus dalam jumlah sangat banyak.
 Sesak napas dan dispnea.
c. Prinsip terapi
 Penyuluhan kesehatan agar pasien menghindari pajanan iritan lebih lanjut,
terutama asap rokok.
 Terapi antibiotik profilaktik, terutama pada musim dingin, untuk mengurangi
insiden infeksi saluran napas bawah, karena setiap infeksi akan semakin
meningkatkan pembentukan mukus dan pembengkakan.
 Karena banyak pasien yang mengalami spasme saluran napas akibat bronkitis
kronis yang mirip dengan spasme pada asma kronis, individu sering diberikan
bronkodilator.
 Obat anti-inflamasi menurunkan produksi mukus dan mengurangi sumbatan.
 Ekspektoran dan peningkatan asupan cairan untuk mengencerkan mukus.
 Mungkin diperlukan terapi oksigen.
 Vaksinasi terhadap pneumonia pneumokokus sangat dianjurkan.

4. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
a. Pengertian penyakit obstruktif kronis
Individu yang mengidap emfisema kronis biasanya juga menderita bronkitis kronis dan
memperlihatkan tanda-tanda kedua penyakit. Keadaan ini disebut penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK, chronic obstructive pulmonary disease). Asma kronis yang berkaitan dengan
emfisema atau bronkitis keonis juga dapat menyebabkan PPOK.
b. Gejala
 akan dijumpai gejala-gejala dari kedua penyakit, emfisema dan bronkitis kronis.
 Dispnea yang konstan.
c. Prinsip terapi
 Long-acting beta-2 agonist (LABA) atau agonis beta-2 yang bekerja lebih lama
dibandingkan dengan agonis beta-2yang bekerja cepat, memiliki potensi untuk
memperbaiki bersihan mukosiliaris dan bekerja sebagai bronkodilator. Terapi
kombinasi terdiri dari LABA dan kortikosteroid inhalasi memberi aktivitas anti￾inflamasi dan memperbaiki bersihan mukosiliaris.
 Penatalaksanaan untuk PPOK pada umumnya sama seperti pada bronkitis kronis
dan emfisema, dengan pengecualian bahwa terapi oksigen harus dipantau secara
ketat. Individu pengidap PPOK mengalami hiperkapnia kronis yang menyebabkan
adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor sentral, yang dalam keadaan normal
berespon terhadap karbon dioksida. Faktor yang menyebabkan pasien terus
bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus
menstimulasi kemoreseptor-kemareseptor perifer yang relatif kurang peka.
Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila tekanan persial
oksigen arteri menurun kurang dari 50 mmHg. Dengan demikian, apabla terapi
oksigen bertujuan untuk membuat tekanan persial oksigen lebih dari 50 mmHg,
dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya
memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi oksigen
tinggi. Hal ini sangat memengaruhi kualitas hidup.
 Penghambat fosfodiesterase 4 (PDE4) merupakan kelas obat paten dan
menjanjikan yang mengendalikan proses inflamasi pada pasien pengidap PPOK
dengan menurunkan jumlah makrofag sel T CD8+ dan CD68+ serta neutrfil di
mukosa bronkus.
5. Batuk
a. Pengertian batuk
Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan untuk melawan gangguan dari luar. Salah
satunya adalah batuk. Batuk adalah respons alami yang dilakukan tubuh untuk
membersihkan lendir atau faktor penyebab iritasi, seperti debu atau asap, agar keluar dari
saluran pernapasan kita.
Batuk umumnya akan sembuh dalam waktu tiga minggu dan tidak membutuhkan
pengobatan. Keefektifan obat batuk masih belum terbukti sepenuhnya. Ramuan buatan
sendiri seperti air madu dan lemon bisa membantu meringankan batuk ringan.
b. Gejala
 Suara lengkingan di setiap tarikan napas dalam-dalam setelah batuk.
 Batuk bertubi-tubi dan intens yang mengeluarkan dahak kental.
 Kelelahan dan wajah merah karena terus batuk.
 Muntah pada bayi dan anak-anak.
c. Prinsip terapi
1. Terapi non farmakologi (tanpa menggunakan obat)
Pada umunya batuk berdahak maupun tidak berdahak daat dikurangi dengan cara
sebagai berikut:
 Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak,
mengurangi iritasi dan rasa gatal.
 Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang
tenggorokan seperti makanan yang berminyak dan minuman dingin.
 Menghindari paparan udara dingin.
 Menghindari merokok dan asap rokok karena dapat mengiritasi tenggorokan
sehingga dapat memperparah batuk.


 Menggunakan zat – zat Emoliensia seperti kembang gula, madu, atau permen
hisap pelega tenggorokan. Ini berfungsi untuk melunakkan rangsangan batuk,
dan mengurangi iritasi pada tenggorokan dan selaput lendir.
2. Terapi farmakologi (dengan menggunakan obat)
Pengobatan batuk harus diberikan berdasarkan jenis batuknya, apakah termasuk jenis
batuk berdahak atau batuk kering. Hal ini penting agar obat yang digunakan tepat
untuk sesuai dengan tujuan terapinya. Terapi farmakologi (dengan obat) pada batuk
dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obat sebagai berikut :
a. Antitusif
Antitusif digunakan untuk pengobatan batuk kering (batuk non produktoif).
Golongan obat ini bekerja sentral pada susunan saraf pusat dengan cara
menekan rangsangan batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk. Obat
golongan ini tidak sesuai bila digunakan untuk batuk yang berdahak, karena akan
menyebabkan dahak menjadi kental dan susah dikeluarkan. Contoh obat
golongan ini adalah codein, dekstrometorfan, noskapin, prometazin,
difenhidramin.
b. Ekspektoran
Ekspektoran digunakan untuk batuk berdahak. Golongan obat ini bekerja dengan
cara meningkatkan sekresi cairan saluran pernafasan sehingga kekentalan dahak
menjadi berkurang akibatnya dahak akan mudah dikeluarkan. Obat golongan ini
tidak sesuai bila digunakan untuk batuk kering karena akan menyebabkan
frekuensi batuk menjadi meningkat. Contoh obat golongan ini adalah guaifenesin
(gliseril guaikolat), Amonium klorida, OBH.
c. Mukolitik
Mukolitik digunakan untuk batuk dengan dahak yang kental sekali, seperti batuk
pada bronchitis dan emfisema. Golongan obat ini bekerja dengan jalan memutus
serat-serat mukopolisakarida atau membuka jembatan disulfide diantara
makromolekul yang terdapat pada dahak sehingga kekentalan dahak akan
menjadi berkurang, akibatnya dahak akan mudah dikeluarkan. Contoh obat
golongan ini adalah N-asetilsistein, karbosistein, ambroksol, bromheksin dan
erdostein.








F. KELAINAN, GEJALA, DAN PRINSIP TERAPI
1. Kelainan Gagal ginjal kronik (chronic kidney disease/CKD)
Pengertian gagal ginjal kronik adalah kondisi dimana saat fungsi ginjal mulai menurun
secara bertahap. Kondisi ini bersifat permanen. Status CKD berubah menjadi gagal ginjal
ketika fungsi ginjal telah menurun hingga mencapai tahap atau stadium akhir. CKD adalah
penyakit yang umumnya baru dapat dideteksi melalui tes urin dan darah.
Gejala penyakit gagal ginjal kronik antara lain:
 Berkurangnya urin saat buang air
 Mual
 Muntah
 Hilang nafsu makan
 Lelah dan lemah
 Bermasalah dalam tidur
 Penurunan mental secara tajam
 Otot berkedut dan kencang
 Bengkak pada area kaki
 Timbul rasa gatal
Penyebab gagal ginjal kronik
Ada beberapa kondisi yang lebih tidak umum, tapi juga berisiko menyebabkan
penyakit ginjal kronik yaitu:
1. Gangguan ginjal polisistik: Kondisi saat kedua ginjal berukuran lebih besar dari normal
karena pertambahan massa kista. Kondisi ini bersifat di wariskan.
2. Peradangan pada ginjal
3. Infeksi pada ginjal
4. Penyumbatan, seperti yang disebabkan batu ginjal dan gangguan prostat


5. Penggunaan rutin obat-obatan tertentu dalam jangka panjang, seperti anti-inflamasi
non-steroid (non-steroidal anti-inflammatory drugs/AIDS), termasuk asprin dan
ibuprofen.
6. Lupus eritematosus sistemik (kondisi saat sistem kekebalan tubuh menyerang dan
mengenali ginjal sebagai jaringan asing).
7. Kegagalan pertumbuhan ginjal pada janin saat dalam kandungan.
Prinsip Terapi
Terapi Farmakologi
1. Obat Tekanan Darah Tinggi
Penderita gagal ginjal kronis dapat mengalami perburukan tekanan darah tinggi,
sehingga tak jarang dokter merekomendasikan obat untuk menurunkan tekanan
darah (hipertensi) biasanya berupa angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
(contohnya captopril) atau angiotensin II receptor blocker- dan mempertahankan
fungsi ginjal. Obat tekanan darah tinggi pada awalnya dapat menurunkan fungsi ginjal
dan mengubah kadar elektrolit, sehingga diperlukan periksa darah rutin dan
pengawasan dari dokter.
Disamping itu, Penderita Gagal Ginjal juga direkomendasikan untuk diet rendah garam.
2. Obat Penurunan Kolesterol
Pasien gagal ginjal kronis sering mengalami kadar kolesterol jahat yang tinggi, untuk
membuktikan hal itu diperlukan pemeriksaan darah kolesterol lengkap. Jika memang
kolesterol tinggi dan kondisi ini dibiarkan saja, maka dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung. Oleh karena itu, diperlukan obat penurunan kolesterol , yang biasa
dipakai yatu golongan statin. Contohnya: Simvastatin
3. Obat gagal ginjal untuk mengatasi anemia
Dalam situasi tertentu, dimana pasien mengalami anemia akibat gagal ginjal kronik,
diperlukan suplemen hormon erythropoietin, kadang-kadang di tambah dengan zat
besi.
Suplemen erythropoietin dapat meninduksi dan meningkatkan produksi sel darah
merah, sehingga dapat meredakan kelelahan dan kelemahan yang disebabkan oleh
anemia.
4. Obat gagal ginjal untuk mengatasi
Pada gagal ginjal kronis terjadi penumpukan cairan dalam tubuh yang jumlah dapat
berlebihan sehingga menimbulkan, terutama pada lengan dan kaki serta dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi. Obat yang disebut Diuretik dapat membantu
menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh dengan membuang cairan tersebut
sehingga dapat menurunkan darah tinggi dan menghilangkan.
5. Obat gagal ginjal untuk melindungi tulang
Dokter mungkin meresepkan suplemen kalsium dan vitamin D untuk mencegah
pengeroposan tulang dan menurunkan risiko patah tulang. Anda juga dapat


mengambil obat untuk menurunkan jumlah fosfat dalam darah, sehingga
meningkatkan jumlah kalsium yang tersedia bagi tulang.
Terapi non-Farmakologi
1. Diet rendah protein
Diet rendah protein bertujuan untuk meminimalkan produk limbah dalam darah.
Tubuh kita akan memproses protein dari makanan, pada proses tersebut terbentuk
juga produk limbah dalam darah yang harus disaring oleh ginjal. Untuk meringankan
pekerjaan ginjal, maka dokter biasanya merekomendasikan makan lebih sedikit
protein. Dokter juga mungkin meminta Anda untuk berkonsultasi dengan ahli gizi yang
dapat menyarankan cara untuk menurunkan asupan protein dengan tidak
meninggalkan makan makanan yang sehat.
2. Penatalaksanaan penyakit ginjal stadium akhir
Jika ginjal sudah tidak mampu lagi menyaring limbah dalam tubuh sehingga produk
limbah tersebut membahayakan tubuh, dan Anda mengembangkan gagal ginjal
lengkap atau hampir lengkap, itu artinya Anda memiliki penyakit ginjal stadium akhir.
Pada saat ini obat-obat gagal ginjal tidak lagi berperan, yang di butuhkan yaitu
hemodialisis (cuci darah) atau transplantasi ginjal.
 Hemodialisis (Cuci darah)
Hemodialisis atau cuci darah pada gagal ginjal kronik bertujuan untuk
menghilangkan produk limbah dan cairan ekstra pada darah ketika ginjal tidak
mampu melakukan fungsi-fungsi normalnya ini.
 Transplantasi ginjal
Jika Anda tidak memiliki kondisi medis yang mengancam jiwa selain gagal ginjal,
maka transplantasi ginjal bisa menjadi pilihan untuk Anda. Transplantasi ginjal
atau pencangkokan ginjal merupakan prosedur operasi atau pembedahan
dengan menempatkan ginjal yang sehat dari donor ke dalam tubuh sebagai
pengganti ginjal yang rusak. Transplantasi ginjal bisa berasal dari donor yang
baru meninggal atau dari donor hidup.
2. Sistitis
Sistitis adalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri (biasanya Escherichia coli) yang menyebar dari uretra atau karena respons algerik
atau akibat iritasi mekanis pada kandung kemih.
Gejala
Sering berkemih dan nyeri (disuria) yang dapat disertai darah dalam urin (hematuria).
Prinsip terapi
Pengobatan sistitis adalah dengan pemberian analgetik (anti nyeri) dan antibiotik.