Tampilkan postingan dengan label sel punca limbal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sel punca limbal. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 November 2020

sel punca limbal

 


SEL PUNCA  LIMBAL

bermacam macam  kerusakan jaringan itu bisa  disebabkan oleh trauma oleh zat kimia atau mekanik , defisiensi sel punca  limbal, transplantasi sel punca limbal (SPL) bisa dipakai untuk memperbaiki struktur dan fungsi pada kerusakan  jaringan limbus atau kornea, pengobatan secara autologus   dilakukan dengan mentransplantasi mengisolasi SPL  dari jaringan pasien  sendiri,  ada  pasien yang harus memperoleh pengobatan secara allogenik,
 SPL juga bisa  diproduksi dari jaringan limbus donor, produksi SPL secara in vitro memerlukan  beberapa faktor lingkungan yang mendukung proliferasi SPL.
faktor-faktor  itu antara lain sitokin yang diperlukan untuk komunikasi antar sel,
faktor perkembangbiakan , komponen matriks ekstraseluler, asosiasi molekul-molekul membran sel,
Produksi SPL bisa dilakukan dengan mengurangi diferensiasi SPL dari
mesenchymal stem cell (MSC) yang  berasal  dari embryonic stem cell (ESC),
jaringan lemak dan talipusat (Wharton’s Jelly),
terbatasnya jumlah donor menjadi kendala untuk penyediaan SPL Pada pengobatan allogenik ,maka perlu  pengembangan bermacam macam medium kultur  untuk memproduksi SPL untuk menjaga ketersersediaan SPL,
 matriks  berperan sebagai fasilitator terhadap  regulasi sel seperti diferensiasi,tranduksi sinyal, adesi, perpindahan ,Pada  kultur sel epitel kornea dan SPL,
Matriks merupakan tempat melekatnya sel  dimana sel akan memulai  proses
proliferasi atau pembelahan sel, Matriks ekstraseluler berperan  dalam menjaga karakterisasi sel punca pada saat kultur,
harus diperhatikan dalam pemilihan jenis  matriks adalah manfaat matriks pada saat sel ditransplantasi dan kemampuannya untuk  mendukung perkembangbiakan sel saat kultur,
Matriks  ektraseluler seperti bovine serum albumin (BSA), membran amnion  fibrin, gel, gelatin,  fibronectin, kolagen, merupakan matriks yang bisa dipakai
dalam kultur sel punca,
Membran amnion mempunyai  kemiripan struktur dengan matriks basal
konjungtiva, Membran amnion  bisa diserap  tubuh secara  bertahap dan aman karena tidak  memicu  penolakan kekebalan  pasien ,Matriks esktraseluler yang bisa  dipakai pada saat transplantasi adalah membran amnion,  Membran amnion  merupakan biomartriks ekstraseluler yang  bisa menghambat inflamasi,
pemakaian  membran amnion dalam  bentuk beku atau  segar sudah ada  , di
sediaan membran amnion dalam bentuk  simpan beku kering  setelah
proses deselulerisasi  belum ada ,
 ketersediaan  membran amnion  simpan kering beku diperlukan matriks
ekstraseluler tambahan seperti  glikoprotein atau kolagen ,
Fibronectin merupakan  matriks ekstraseluler golongan  glikoprotein yang ada pada kornea fetus, jaringan limbus yang  bisa mengurangi aktifitas mitogen,
 Fibronectin (FN) sudah  dipakai untuk kultur MSC namun  belum ada yang mengatakan bukti adanya  pemakaian FN untuk kultur SPL,
 pemakaian matriks ekstraseluler untuk produksi SPL  secara in vitro terus dilakukan untuk  memperoleh metode dalam memproduksi .SPL yang efektif mengingat pada setiap  sumber dan jenis sel membutuhkan matriks
ekstraseluler yang berbeda-beda. maka  perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui ekspresi genetik SPL tikus secara in vitro dan efektifitas FN sebagai matriks  ekstraseluler terhadap proliferasi ,
Bahan dan Metode  Isolasi Sel Punca limbal Sel punca limba (SPL) yang
dipakai dalam penelitian ini merupakan  SPL tikus strain Wistar berumur 3-4 bulan jantan atau betina  ,Tikus  yang diambil organ mata diterminasi
dengan melakukan anasthesi  memakai ketamin dengan dosis 11mg/kg beratbadan  dan xylasine dosis 0,05mg/kg  beratbadan ,kemudian dilakukan dislocatio cervicalis. Organ mata dibawa ke laboratorium  memakai medium transport (posphat buffer saline/PBS yang mengandung 1% penstrep). Isolasi SPL dilakukan di  laboratorium dalam Biosafety Cabinet /BSC II. Organ mata dimasukkan kedalam  iodine 1% selama 2 menit kemudian dilakukan isolasi SPL dengan menginisiasi  bagian konjungtiva melingkar kornea terlebih dahulu. setelah itu dilakukan  isolasi SPL yang ada  diperbatasan .antara kornea dan konjungtiva , Tikus yang sudah diambil organ matanya  dimasukkan ke dalam insenerator,  Sel punca limbal yang didapat  dicacah memakai gunting kemudian  dicuci dalam PBS 1% penstrep sebelum  dikultur. Sel punca limbal yang sudah  dipotong kecil dikultur dengan dieksplan  pada plate dengan 4 well memakai  medium kultur,  
dengan metode  Burman dan Sangwan (2000) dan   sedikit modifikasi dilakukan Kultur sel punca limbal  . Medium kultur yang  dipakai medium α-MEM/F12 dengan  suplementasi pensterp 1% ITS (insulin 0,1 mg, transferin 55µg/ml, selenium 5 ng/l) dan 10% FBS, hidrocortisone 0,1  mg/ml) ,EGF/epidermal growth  factor (0,01 mg/l),  pada suhu 370C, 5% CO2.  Penggantian medium kultur dilakukan  setiap 2 sampai 3 hari kultur, setelah 13 sampai 15 hari  kultur dilakukan passase,  saat passase , perhitungan sel dan penanaman
kembali pada cawan yang baru.  setelah pasase ke 2, , SPL dikultur  dengan memakai membran amnion  yang diproduksi oleh BATAN. Membran
amnion direndam PBS. kemudian  PBS  diganti dengan fibronectin dan dilakukan  inkubasi   selama 18 jam di dalam inkubator  37 ° C. Keesokan harinya, fibronectin  dibuang, diganti dengan suspensi SPL  dengan jumlah sel 5x105 untuk luas  permukaan membran amnion ± 4,5cm2.  Penambahan medium dilakukan setelah  SPL menempel pada membran amnion,  4 jam setelah sel ditambahkan  pada membran,  Menghitung population doubling (PD)  dan population doubling time (PDT) SPL  Penghitungan dilakukan PD dan PDT  dilakukan 6 kali pengulangan (3  rangkap). PD merupakan kemampuan SPL  pasase 2 melakukan penggandaan dan  dihitung deengan persamaan (1). PDT  dihitung berdasarkan persamaan (2).  waktu kultur adalah 6  hari (104 jam). golongan  perlakuan  adalah Sel punca limbal (SPL) yang  ditanam dalam cawan dengan FN sebagai  matriks ekstraseluler sedang sedang  kelompok  kendali  adalah SPL yang ditanam dalam cawan tidak dengan penambahan fibronectin(FN).

 FOTO
1x


FOTO 2x







Karakterisasi Sel Punca Limbal  Tahap ini dimulai  dengan tahapan  isolasi material genetik berbentuk  RNA  (Ribonucleid Acid),  ini  untuk melihat ekspresi ABCG2   ,gen CD90, p63 dan  Krt/12     pada contoh. contoh yang dilakukan isolasi RNA yaitu  Sel punca limbal yang sudah dikultur selama 7 hari  dengan memakai dan tidak dengan  fibronectin. Proses isolasi RNA dilakukan
dengan memakai manual kit (Qiagen, #52906). Hasil isolasi RNA diteruskan  
dengan tes  kualitas memakai  spektrofotometri yaitu memakai  NanodropTM, untuk  evaluasi hasil isolasi baik kemurnian dan  konsentrasinya , test   kemurnian RNA keseluruhan  dilakukan dengan cara membanding bandingkan nilai A280 dan  A260 , Rasio A260/A280 yang baik yaitu  1.88-2.00 artinya RNA hasil isolasi bebas dari  kontaminasi protein. Hasil  spektrofotometri yang positif dilanjutkan  dengan proses perkembangbiakan.  perkembangbiakan material genetik RNA dilakukan dalam  3 tahap antaralain  :
 tahap 1  pengubahan  RNA menjadi  RT-PCR  (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction)  atau  cDNA  memakai kit (Invitrogen, 12574-026)
Tahap 1  dilakukan denaturasi RNA  pada suhu 70 °C selama 5 menit,
tahap 2  perkembangbiakan cDNA  memakai realtime PCR dengan SYBR
Green PCR Master Mix (AB, #4385610).
tahap 2 dilakukn  sintesis komplementari  DNA (cDNA) dengan inkubasi pada suhu  25°C selama 5 menit, 42° C selama 60  menit dan 80°C selama 5 meni
 Tahap  3  tambahkan 50µl NFW,
perkembangbiakan cDNA memakai  mesin Applied Biosystem 7500 fast
Realtime PCR system (AB 7500 realtime PCR) dengan tahapan aktifasi enzim 95áµ’C  selama 3 menit, denaturasi 95áµ’C selama 1 sampai  3 detik dan aneling/ektensi 60áµ’C selama 20  detik (40 cycle). PCR dilakukan dengan .primer spesifik gen ABCG2,CD90, p63 dan Krt/12 .
Primer yang dipakai primer  khusus  yang di rekayasa  dan sudah dibuktikan
dengan pengujian  BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) pada gene bank
(www.ncbi.nlm.nih.gov) ,
Metode threshold cycle (Ct)  dipakai untuk mengetahui kuat  lemahnya ekspresi gem, selain itu sistem  mesin sudah dilengkapi dengan kalibrator
dye ROX sebagai internal quality kontrol  pada setiap reaksi dan 18SS sebagai
housekeeping gene.  Pengolahan dan Analisis Data Data dari penelitian ini akan diteliti  dan data PD, PD/hari,  CT dari ekspresi gen CD 90,Krt12, ABCG2, p63
 diteliti dengan test  T-test independent. Sedang  data PDT  diteliti dengan test  Mann Whitney  memakai SPSS 16.
Hasil  penelitian mikroskopis, sel  punca limbal bisa tumbuh di sekitar  eksplan dari jaringan yang dikultur secara  in vitro setelah hari ke 2 kultur lihat foto
Metode ekplan pada kultur sel punca limbal (SPL) tikus. Kultur

menggunakan (A) dan tanpa fibronectin (FN) (B) keduanya menunjukkan

adanya pertumbuhan sel (tanda panah).
Morfologi sel yang tumbuh masih  bermacam macam  (heterogen) dengan bentuk  fibroblastik dan  heksagonal , Hasil eksplan  limbus pada pemakaian  dan tidak dengan  fibronectin sebagai matriks ekstraseluler  menunjukkan adanya proliferasi sel punca  limbal,  ini  dapat dilihat dengan  mikroskopis adanya perpindahan sel punca  limbus disekitar eksplan pada kedua
perlakuan.Kultur dan pasase SPL secara in vitro bisa dilakukan 4 sampai dengan 5 kali  untuk memperoleh jumlah sel yang cukup ,  transplantsi maka SPL bisa ditanam pada matriks ekstraseluler seperti membran  amnion. membran  amnion didapat dari Bank Jaringan  BATAN
Kultur sel punca limbal (SPL) tikus secara in vitro pada hari ke 3. SPL

yang dikultur di atas membran tanpa fibronetin (FN) (anak panah) (A) dan

SPL dengan FN (B).
SPL mampu tumbuh  pada membran amnion yang sudah  dicoating dengan fibronektin. yang tampak dengan  adanya perubahan  morfologi sel punca limbal di atas  permukaan membran amnion,
Tingkat proliferasi sel punca limbal tikus  secara in vitro pasase ke 2 pada kendali   dan pemakaian  fibronectin (FN) mempunyai .Jumlah RNA Krt12, ABG2 dan  p63 pada SPL yang dikultur memakai .fibronectin (FN) sebagai attachment factor tidak menunjukkan perbedaan dengan  kultur tidak dengan FN (kendali ), namun jumlah  RNA CD90 menandakan  adanya kenaikan  pada sel yang dikultur dengan  fibronektin dibandingkan dengan sel yang  dikultur tidak dengan penambahan fibronektin  (p<0,05) ,   
penambahan FN  tidak mempengaruhi laju proliferasi SPL  dengan melihat  pada nilai PDT dan PD  kelompok  kendali  dan perlakuan,   itu kemungkinan untuk meningkatkan  proliferasi SPL maka  diperlukan penambahan
faktor penginduksi pluripotensi lain ,
 matriks  ekstraseluler seperti fibrin bisa  meningkatkan  perpindahan SPL pada kultur in  vitro maupun pada uji klinis.Pada  kultur SPL tikus , pemakaian  FN sebagai  matriks ekstraseluler bisa dipakai  sebelum transplantasi SPL memakai membran amnion. Fibronectin (FN) bisa merupakan molekul adesi yang bisa  meningkatkan perpindahan sel dan berpotensi  memicu perkembangbiakan sel,  ini    membantu dalam transplantasi pada  kerusakan kornea atau jaringan limbal,  walaupun  penambahan FN tidak  meningkatkan PDT dan  PD  pada SPL  tikus, pada   pemakaian  FN,  secara kualitatif, bisa meningkatkan  jumlah SPL yang menempel pada  membran amnion , Pada
penempelan sel limbus pada  membran amnion akan meningkatkan
proliferasi sel,  ini tampak  dengan  tingkat konfluensi sel yang lebih cepat
pada membran amnion dengan fibronektin,  Membran amnion sudah dipakai pada  transplantasi bermacam macam penyakit degeneratif  dengan memakai bermacam macam tipe sel  punca,
Kultur sel punca limbal (SPL) tikus  Produksi sel punca limbal bisa  dilakukan dengan melakukan kultur pada  bagian limbus memakai metode  enzimatik maupun eksplan , 10 Kultur  limbus  dilakukan  dengan metode eksplan  menunjukkan  perkembangbiakan dan proliferasi sel pada  penampakan  hari ke 3 kultur baik pada .cawan yang tidak memakai fibronectin  maupun yang  memakai matriks   sebagai matriks ekstraseluler , diferensiasi SPL dan Proliferasi  menjadi  sel epitel kornea  tergantung konsentrasi yang optimal,keadaan  kultur, Komposisi medium kultur,  pemakaian  serum dan faktor  perkembangbiakan yang tepat   bisa  meningkatkan diferensiasi dan  proliferasi  SPL saat di kultur in vitro,
  membran  amnion didapat dari BATAN yang sudah  di simpan beku/freeze dry bisa dipakai  untuk memproliferasi SPL tikus.  ini  bisa terjadi karena reseptor integrin pada  SPL bisa berikatan dengan FN yang  mempunyai molekul adesi. Ikatan FN dengan  integri SPL merupakan permulaan   dari aktifitas sel yang lain seperti proliferasi maupun  perpindahan sel,  pemakaian  membran amnion yang  sudah mengalami proses aseluler dari sel  epitel pada membran amnion tidak  menunjukkan peningkatan proliferasi SPL  namun bisa memicu perpindahan SPL,
Membran amnion yang sudah disimpan  beku juga  bisa dipakai  untuk kultur SPL, meskipun pada  membran amnion setelah  simpan beku  mempunyai faktor perkembangbiakan lebih rendah  dibandingkan yang segar,
bahwa MSC menunjukkan SPL  yang didapat dari kultur jaringan limbus
manusia,  mengekspresikan gen p63 dan  CD90. Populasi MSC yang didapat dari jaringan limbus bisa mendukung   perkembangbiakan SPL pada kultur in vitro. pemakaianFN pada kultur SPL  tikus dari jaringan limbus tikus tidak
berpengaruh pada kuantitas CD90,RNA ABCG2 dan  p63 yang menjadi marker SPL  maupun jumlah RNA Krt12 yang  merupakan marker sel epitel kornea.
 Keberhasilan  kultur SPL bisa tampak dengan  terekspresinya gen yang menjadi marker  SPL seperti  ABSC2 dan  p63 ,  Karakteristik sel punca limbal (SPL)  tikus  Populasi SPL yang mengekspresikan  gen p63 mempelihatkan  adanya epithelialmesenchymal transition (EMT) yang  mempunyai sifat multipotensi seperti  mecenchymal stem cell (MSC),  Secara  molekuler karakter MSC harus  mengekspresikan CD73  positif ,CD105, CD90,
dan mampu berdiferensiasi menjadi sel adiposit,osteosit, kondrosit ,
 SPL yang  bisa terisolasi memakai metode .eksplan menunjukkan adanya CD90 dan RNA p63  yang tinggi ,
Penambahan serum autologus bisa  mengurangi suplemen yang berasal dari
binatang sehingga bisa mengurangi  kontaminasi dan transmisi penyakit dari
binatang,  bisa terdeteksinya RNA Krt12 menandakan  bahwa  SPL yang dikultur memakai komposisi medium  kemungkinan bisa mengalami  diferensiasi spontan. yang tampak  dengan rendahnya nilai Ct gen Krt12 pada perlakuan dan  kendali  , Penambahan  EGF pada medium bisa mengurangi  transforming growth factor-β (TGF-β) yang akan memicu diferensiasi SPL  menjadi sel epitel kornea, Kandungan  growth factor di dalam serum yang  mengandung TGF-β sebagai pemicu   diferensiasi spontan saat kultur SPL.
 pemakaian  suplemen dalam  medium kultur sangat mempengaruhi
diferensiasi dan proliferasi  SPL, suplemen pada medium  kultur yang dipakai  adalah EGF ,10% FBS,  ITS dan  hidrokortison ,  penambahan serum
autologus untuk proliferasi SPL  memperlihatkan ekspresi SPL dan  tingkat proliferasi  yang lebih baik,
 

foto  Kultur sel punca limbal (SPL) tikus secara in vitro pada hari ke 3. SPL
yang dikultur di atas membran tidak dengan fibronetin (FN) (anak panah) (A) dan
SPL dengan FN (B).

foto  Metode ekplan pada kultur sel punca limbal (SPL) tikus. Kultur
memakai (A) dan tidak dengan fibronectin (FN) (B) keduanya menunjukkan
adanya perkembangbiakan sel (tanda panah



Tabel  Kuantitasi RNA berdasarkan Ct pada kelompok kontrol dan perlakukan
                            Krt 12               ABCG2              p63                 CD90
perlakuan (FN)   18,42±1,87      17,08±1,56    19,75±2,18     17,70±2,90
kendali                  18,85±0,76     17,42±0,52     19,09±3,03     15,23±2,65



Tabel   PD dan PDT limbal tikus pasase 2 yang dikultur secara in vitro
        PD         PDT (jam)        PD/hari
perlakuan (FN)     2,11±0,44     61,46±18,3       0,42±0,11
kendali       2,13±0,48     57,65±18,3      0,44±0,09