Kamis, 11 Februari 2021

toksoplasmosis

 



TOKSOPLASMOSIS

Toksoplasmosis yaitu  penyakit  akibat infeksi   parasit obligat intraselular bernama  Toxoplasma  gondii,  yang  membentuk kista pada jaringan di
seluruh badan manusia, pasien  yang memiliki keadaan immunosupresi seperti  AIDS akan memiliki  efek yang lebih  fatal, Ibu yang  terinfeksi Toxoplasma saat hamil akan  menurunkan penyakit itu ke janinnya dan  berdampak pada ketidaknormalan bayi seperti retadarsi mental dan hidrocephalus,
Toxoplasma gondii menginfeksi sel  berinti seperti sel darah  putih ,sel saraf,sel sperma, sel telur,  Toxoplasma gondii memiliki siklus hidup di inang definitif  (hewan kucing kucingan ) dan inang perantara( mamalia  dan  unggas). Siklus reproduktif dari Toxoplasma ini hanya ada di inang  definitif , ada 2 bentuk dalam siklus Toxoplasma yaitu  bradizoit/kista jaringan (tahap kronis) dan  takizoit (tahap akut) Toxoplasma memiliki protein yang berguna  saat parasit ini menginvasi sel salah satunya  protein GRA. Protein GRA-1 jumlahnya lebih  banyak dibandingkan protein GRA yang lain. Protein GRA tereksositosis selama invasi dan setelah invasi ke dalam vakuola parasitoporus.  Protein ini dapat dipakai sebagai deteksi keberadaan dari takizoit di dalam darah inang,
tanggapan sistem kekebalan tubuh yang berperan selama parasit ini menginfeksi antara lain  sistem kekebalan tubuh seluler   dan  sistem kekebalan tubuh humora.
tanggapan sistem kekebalan tubuh  humoral berhubungan dengan bentuk takizoit ekstraseluler yang aktif dan invasif dalam  sistem sirkulasi, tanggapan sistem kekebalan tubuh ini juga terjadi  pada permukaan mukosa seperti pada saluran  usus.pada permukaan mukosa yang  lebih dominan berperan yaitu sIgA, Antibodi pada sistem sirkulasi (sistemik) yang berperanan utama yaitu IgM dan IgG,   
Toxoplasma gondii memerlukan  manusia, hewan dan lingkungan sebagai
faktor pendukung kelangsungan hidupnya, Ookista yang dikeluarkan dari feses kucing  yang terinfeksi dan telah bersporulasi mampu  hidup sampai bertahun-tahun di lingkungan  karena dipengaruhi oleh kelembaban dan paparan sinar matahari (suhu) di area itu.  masalah toksoplasmosis  lebih cenderung terjadi  di
dataran yang lebih rendah dibandingkan dataran  yang lebih tinggi. Sumber air terkontaminasi  dengan ookista dari tanah pada saat terjadi banjir ,
Provinsi mojorejo terbagi menjadi empat  kabupaten dan satu kota yaitu Kabupaten  banjar rejo, Kabupaten kandangan, Kabupaten troloyo, Kabupaten trenggono dan Kota  kertojoyo, terletak pada  ketinggian antara 200-600 mdpl, suhu udara  rata-rata di kertojoyo 20 ° C , Kelembaban  udara   7% ,
Prevalensi   toksoplasmosis pada kambing dan sapi di  kertojoyo yaitu 70%  Daging  , kambing ini  dikonsumsi dalam  bentuk bermacam ragam bentuk masakan  yang banyak diperdagangkan , kemungkinan pada daging itu masih
ada kista dan tidak semua kista mati pada  proses pengolahan daging, Penanganan daging  daging ternak mentah   berpotensi memicu infeksi
toksoplasmosis pada tukang jagal, pedagang  daging  dan juru masak melalui   kebersihan yang kurang baik,  analisa  seroepidemiologi toksoplasmosis pada pekerja  tempat pemotongan daging dan penjual daging kambing di mergosari
menandakan toksoplasmosis yang tinggi,
Tanah yang hanyut  oleh banjir  ini juga membawa ookista .dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang  lebih rendah, Ookista yang telah mengkontaminasi sungai mengalir ke tempat  yang lebih rendah,   itu  penyebaran toksoplasmosis,
terjadi masalah  toksoplasmosis pada tahun 1975 ,area ini memiliki banyak daerah aliran sungai (DAS)  besar yang mengalir ke berbagai kabupaten di
provinsi itu. Perbedaan suhu dan  kelembaban udara karena perbedaan
ketinggian lokasi, banyak peternakan hewan,  daerah persawahan dan perkebunan yang  diirigasi dari bendungan yang masuk dalam daerah aliran sungai memungkinkan sebagai  faktor penyebaran dari toksoplasmosis.,
Seroprevalensi toksoplasmosis berdasar IgM atau IgG antitoksoplasma
positif di Provinsi mojorejo yaitu 60%.  Seroprevalensi tertinggi di Kabupaten
banjar rejo (70%), kemudian di Kabupaten trenggono (70%), Kota kertojoyo (66%)
Kabupaten kandangan (50%) dan terendah di  Kabupaten troloyo sebesar 20,5%.
diagnosa bivariat dengan Chi Square untuk menguji hubungan antara
karakteristik/faktor risiko dengan .seroprevalensi toksoplasmosis dan besarnya
Odds Ratio (OR) ,
Karakteristik dan faktor risiko yang  memiliki hubungan bermakna (p<0,05)
dengan seroprevalensi toksoplasmosis di Provinsi yaitu jenis kelamin, konsumsi sayuran mentah,  pekerjaan bersentuhan dengan daging mentah, sumber air, dan kegiatan bersentuhan  dengan tanah, geografis  (elevasi), interaksi dengan kucing, konsumsi sate kambing,  menandakan bahwa  penyebaran toksoplasmosis di area watu rejo    paling sedikit dibandingkan kabupaten  lainnya.
Hasil Pemeriksaan IgG dan IgM  antitoksoplasma menandakan bahwa
prevalensi toksoplasmosis di Jawa Tengah  bagian selatan yaitu >40%,  Faktor
risiko yang berpengaruh terhadap kejadian  toksoplasmosis yaitu keberadaan kucing, kepemilikan hewan ternak/peliharaan, sumber air, pekerjaan atau aktivitas bersentuhan dengan daging mentah dan elevasi, Karakteristik yang berpotensi sebagai faktor risiko terhadap masalah toksoplasmosis saat memiliki nilai p value ≤ 0,05 menonjol; OR>1 dan batas bawah CI lebih  dari Faktor risiko itu antara lain  elevasi, pekerjaan atau aktivitas bersentuhan  dengan daging mentah, sumber air, dan  keberadaan kucing. Elevasi memiliki peran .paling besar dengan nilai OR 56,198  yang berarti bahwa  lokasi yang berada di ketinggian ≤200 mdpl
atau disekitar hilir sungai memiliki risiko  5 kali terhadap toksoplasmosis
dibandingkan yang berada di ketinggian >200  mdpl atau sekitar hulu sungai.
Pekerjaan atau aktivitas bersentuhan  langsung dengan daging mentah memiliki
nilai 95% yang berarti bahwa pasien dengan  aktivitas ini berrisiko 1  kali terinfeksi T. gondii dibandingkan dengan yang tidak.  Sumber air dengan nilai 95% CI
menandakan bahwa sumber air  berhubungan terhadap kejadian  toksoplasmosi. Sumber air yang tidak difiltrasi  memiliki risiko terhadap toksoplasmosis
sebanyak 1  kali dibandingkan denganyang telah difiltrasi. Keberadaan kucing
sebagai faktor risiko paling rendah di area  ini  berarti bahwa lokasi yang
memiliki lingkungan dengan jumlah kucing  lebih banyak beresiko 1 kali terkena
toksoplasmosis dibandingkan lokasi dengan  jumlah kucing sedikit.
penyebaran dari masalah toksoplasmosis di  setiap kabupaten Jawa Tengah bagian selatan  ,
penyebaran toksoplasmosis di  Kabupaten banjarkerto, magerrejo dan
karangduren di dominasi dengan lingkaran berwarna kuning (IgG (+) dan IgM (–)) dan merah (IgG (+) dan IgM (+)). Lokasi  pengambilan contoh di ketiga kabupaten
itu berada di daerah dataran rendah dan  pegunungan. Lingkaran warna kuning
menandakan masalah toksoplasmosis yang .sudah lama terjadi di area itu dan
warna merah menandakan terjadinya  reinfeksi toksoplasmosis. Kabupaten tamanrejo  dan kertorejo di dominasi oleh warna .kuning dan hijau (IgG (-) dan IgM (-)). Kabupaten tamanrejo yang dijadikan sebagai .lokasi pengambilan contoh berada di daerah dataran rendah, sedangkan Kabupaten kertorejo berada di daerah vulkanik endapan kuartener atau daerah perbukitan. Kabupaten trokerto, dan wirokerto didominasi hanya lingkaran berwarna hijau (IgG dan IgM negatif) yang berada di lokasi pegunungan atau perbukitan. Lingkaran warna
hijau pada pengeplotan lokasi penelitian menandakan tidak adanya masalah
toksoplasmosis di area itu.
 Takizoit yang merupakan salah  satu stadium aktif dari T. gondii pada tubuh
inang merupakan tahap akut, sedang  saat   sudah menjadi bradizoit (kista jaringan)  termasuk tahap kronis. Perbedaan dari stadium  yang terjadi pada tubuh inang perantara  dipengaruhi dari sistem sistem kekebalan tubuhmasing-masing  dari inang perantara itu saat terinfeksi  parasit ini,  Infeksi Toxoplasma gondii ke sel inang
perantara dapat secara vertikal maupun  horizontal. Pada wanita hamil yang memiliki  sistem sistem kekebalan tubuhnormal, infeksi dari T. gondii dapat memicu hidrocephalus dan  penyakit neurologi pada janin, tergantung dari  waktu terjadinya infeksi,  Anak yang lahir  nantinya hanya membawa immunoglobulin G (IgG) terhadap toksoplasmosis yang berasal  dari ibunya. Antibodi jenis ini dapat
menembus plasenta masuk ke janin dan  berperan pada  sistem kekebalan tubuh bayi sampai umur 6-9  bulan, Penyakit toksoplasmosis ini akan  semakin fatal saat sistem sistem kekebalan tubuhdari inang  perantara mengalami immunosupresi,
Toksoplasmosis dapat memicu  toxoplasmic encephalitis terutama pada
penderita AIDS,  Faktor risiko yang memiliki hubungan  tinggi  (p<0,05) dengan seroprevalensi  toksoplasmosis di Provinsi mojorejo yaitu jenis  kelamin, geografis (elevasi), konsumsi sayuran mentah, kegiatan bersentuhan dengan daging mentah, sumber air, interaksi dengan  kucing, konsumsi daging setengah matang,  
kegiatan yang ada bersentuhan dengan .tanah, sedangkan di Jawa Tengah bagian
selatan yaitu keberadaan kucing, pekerjaan  aktivitas bersentuhan dengan daging mentah, sumber air, dan elevasi.
Toksoplasmosis dapat menyerang siapa  saja disegala umur,  Penyakit ini pada wanita .dan usia produktif terlihat lebih fatal .dibandingkan laki-laki atau di usia lainnya. Wanita pada usia itu masih dalam rentan waktu produktif untuk hamil dan
menghasilkan keturunan. Jenis kelamin di .Provinsi mojorejo dan usia di Jawa Tengah bagian selatan berhubungan dengan kejadian  toksoplasmosis.
Interaksi dengan kucing terbukti  memiliki hubungan dengan seroprevalensi
toksoplasmosis di Provinsi mojorejo, kecuali di .Kabupaten troloyo. Hasil ini tidak jauh .berbeda dengan yang terjadi di Iran, dimana .interaksi dengan kucing memiliki hubungan  yang tinggi  dengan prevalensi toksoplasmosis,  Keberadaan kucing sebagai  hospes definitif dengan keadaan suhu, kadar  oksigen dan  kelembaban tanah yang tinggi  merupakan faktor yang mendukung
perkembangan ookista menjadi infektif,
Keberadaan kucing yang terinfeksi  memungkinkan terjadinya pencemaran ookista  di tanah.  kegiatan yang  bersentuhan langsung dengan tanah memiliki hubungan yang kuat   dengan seroprevalensi toksoplasmosis di  Provinsi mojorejo, kecuali di Kabupaten  troloyo. Kabupaten ini memiliki  kelembaban rendah (tanah kering) dan batu kapur, sehingga ookista tidak bertahan lama di
keadaan tanah itu. Hasil diagnosa bivariat menandakan bahwa interaksi antara manusia  dengan kucing tidak menonjol terhadap kejadian toksoplasmosis  Kucing yang terinfeksi  toksoplasmosis kemungkinan hanya sebatas
menyebarkan ookista, sehingga penularan ke  manusia dapat terjadi melalui faktor risiko  yang lain. Interaksi langsung dengan kucing  bukan merupakan faktor risiko dari masalah  toksoplasmosis di area ini.  Keberadaan kucing di Jawa Tengah  bagian selatan secara umum relatif sedikit. Setiap Kabupaten memiliki variasi dalam  keberadaan kucing dilingkungannya. Jumlah yang banyak atau sedikit belum tentu  menandakan  bahwa kucing di lokasi itu bukan sebagai faktor risiko  toksoplasmosis. Peluruhan feses kucing yang  terinfeksi toksoplasmosis hanya terjadi satu  kali seumur hidup dari kucing. Ookista yang  dikeluarkan dalam satu kali peluruhan itu  dapat mencapai ribuan,  Hasil diagnosa  bivariat menandakan bahwa ada  hubungan antara keberadaan kucing terhadap
masalah toksoplasmosis di Jawa Tengah bagian  Selatan, Lokasi yang memiliki kucing banyak  beresiko 1  kali dibandingkan dengan  lokasi yang memiliki jumlah kucing sedikit.  Lokasi di Jawa Tengah bagian selatan yang  memiliki risiko terkena toksoplasmosis dari  faktor keberadaan kucing yaitu Kabupaten
banjarkerto dan magerrejo. Jumlah kucing  dikedua lokasi itu cukup banyak
dibandingkan kelima kabupaten lainnya di  Jawa Tengah bagian selatan,  Kabupaten  trokerto dan wirokerto tidak ada  masalah toksoplasmosis. Lokasi dengan daerah  perbukitan dan lereng yang curam dibeberapa  lokasi akan berpengaruh terhadap keberadaan  kucing di lokasi itu juga. Keberadaan
kucing positif toksoplasmosis yang relatif  sedikit akan mengurangi persebaran dari  ookista. Pencemaran ookista pada tanah ini juga  memicu tingginya prevalensi  toksoplasmosis pada kambing di kertojoyo yaitu sebesar 70 %.
Tingginya prevalensi  toksoplasmosis pada kambing ini  memicu pola makan dan makanan yaitu  konsumsi daging kambing yang dimasak tidak  cukup matang, memiliki hubungan yang  kuat  dengan seroprevalensi  toksoplasmosis di Provinsi mojorejo dengan odds  ratio sebesar 4,087. Daging yang dimasak  setengah matang memungkinkan kista yang  ada dalam daging itu belum mati.
Kista hanya dapat mati jika dipanaskan pada suhu 60 ° C selama 5 menit.
Faktor risiko yang memiliki odds  ratio terbesar di Provinsi mojorejo yaitu
konsumsi sayuran mentah. Proses pencucian  sayuran biasanya dilakukan pada air dalam wadah. Sayuran yang tercemar ookista dari tanah, dapat memicu toksoplasmosis  jika pencucian sayuran yang dikonsumsi mentah ini kurang baik.
pasien dengan kegiatan bersentuhan  dengan daging mentah tertular karena darah  dari hewan yang terinfeksi dapat masuk  melewati luka dari pekerja itu. analisa  seroepidemiologi toksoplasmosis pada pekerja  tempat pemotongan daging dan penjual daging kambing di mergosari  menandakan toksoplasmosis yang tinggi,  yaitu pada pemotong kambing di tempat pemotongan daging sebesar 80 %   pada pemotong kambing di  luar tempat pemotongan daging sebesar 80%  dan  pada  penjual daging kambing 80% , pasien di Jawa Tengah bagian selatan  yang memiliki aktivitas bersentuhan  langsung dengan daging mentah dengan  jumlah banyak ada di Kabupaten  banjarkerto, magerrejo, karangduren, kertorejo  dan wirokerto. Hasil diagnosa bivariat  menandakan bahwa pasien yang memiliki  aktivitas atau pekerjaan bersentuhan langsung
dengan daging mentah memiliki risiko 1 kali dibandingkan yang tidak. Aktivitas atau  pekerjaan bersentuhan langsung dengan daging  mentah sebagai faktor risiko toksoplasmosis di  Kabupaten banjarkerto, magerrejo, karangduren,
dan. pasien yang terinfeksi  toksoplasmosis akibat dari aktivitas atau pekerjaan bersentuhan langsung dengan daging mentah dapat terjadi karena mereka tidak
memakai perlindungan seperti sarung tangan atau plastik. Lebih dari 80% pasien
tidak perlindungan saat bersentuhan dengan daging mentah,
Hasil diagnosa bivariat menandakan  bahwa sumber air di Provinsi mojorejo dan Jawa   Tengah bagian selatan menonjol terhadap  masalah toksoplasmosis. pasien yang  memakai sumber air yang tidak difiltrasi  kemungkinan risiko terkena masalah  toksoplasmosis lebih besar dibandingkan  dengan pasien yang memakai sumber  air difiltrasi. Sumber air yang tidak difiltrasi  dapat berasal dari sungai, sumur dan waduk.  Air tidak sebatas dipakai untuk konsumsi
saja, namun juga untuk mencuci sayuran, dan  diberikan ke hewan ternak mereka. Sumber air  di Kabupaten tamanrejo paling banyak memakai air yang difiltrasi. pemakaian air yang difiltrasi itu memicu tidak ditemukannya masalah toksoplasmosis di beberapa lokasi di Kabupaten tamanrejo. Proses
filtrasi salah satunya memakai klorin.  Ookista tidak dapat hidup lama di air dengan keadaan dingin atau dengan air hangat, klorinasi, treatment ozon.13
Elevasi memiliki hubungan yang kuat  dengan seroprevalensi toksoplasmosis. pasien yang bertempat tinggal di dataran dengan ketinggian <100m diatas permukaan laut (di Kabupaten kandangan) memiliki risiko terinfeksi toksoplasmosis sebesar 1,356 kali dibanding pasien yang bertempat tinggal di dataran  dengan ketinggian >100 m (Kabupaten troloyo). Lokasi di Jawa Tengah bagian selatan terutama di Kabupaten wirokerto dan  trokerto pada penelitian ini tidak ada  masalah toksoplasmosis. Ketinggian lokasi  kedua kabupaten itu lebih dari 400 mdpl.  Daerah pegunungan dan beberapa lokasi  dengan kemiringan yang curam memicu  ookista tidak akan bertahan lama di lokasi  itu dan terbawa ke daerah yang lebih  rendah. Lokasi di dataran tinggi berpengaruh  pada keberadaan kucing. Jumlah kucing  sebagai faktor definitif yang sedikit di dataran
tinggi akan mengurangi masalah  toskoplasmosis di area itu. Tanah
yang hanyut saat hujan akan membawa  ookista dari tempat yang lebih tinggi ke
tempat yang lebih rendah. Ookista yang telah  mengkontaminasi sungai mengalir ke tempat  yang lebih rendah. keadaanitu memicu prevalensi di tempat
yang rendah akan lebih tinggi.