Rabu, 06 April 2022

mata 4



BINTITAN MATA

bintitan yaitu benjolan merah   tembil  yang tumbuh di dalam kelopak mata atau di bagian tepi bulu mata ,istilah medis bintitan yaitu hordeolum,
 ini bisa muncul di bagian luar kelopak mata atas atau bawah, yang dinamakan bintitan eksternal,sedang bintitan internal muncul di bagian dalam kelopak mata atas atau bawah,
gejala bintitan,antaralain  :
sensitif pada cahaya terang,mata nyeri atau gatal,terasa ada ganjalan di mata,
muncul benjolan merah dan terasa menyakitkan di sekitar kelopak atau tepi bulu mata,kelopak mata bengkak,ada kerak di sepanjang kelopak mata,
bintitan internal  lebih terasa menyakitkan dibandingkan bintitan eksternal,
 pemicu bintitan biasanya akibat infeksi bakteri staphylococcus.
untuk jenis bintitan eksternal, benjolan biasanya bisa menguning, dipenuhi nanah, pemicu bintitan eksternal  akibat infeksi folikel  atau lubang tempat tumbuh  bulu mata, kelenjar sebaceous yang menghasilkan minyak, dan kelenjar keringat apokrin,
pemicu bintitan internal jamak akibat infeksi pada kelenjar meibom, kelenjar ini  menghasilkan sekresi yang membentuk bagian dari film penutup mata.
risiko pasien mengidap penyakit mata  juga muncul  meningkat akibat:
pakai lensa kontak tanpa mencuci tangan sampai bersih,
tidak ada nutrisi ,kurang tidur,memakai kosmetik kedaluwarsa,
tidak membersihkan lensa kontak sebelum memasang ke mata, riasan mata sebelum tidur,kadang bintitan bisa dipicu komplikasi radang kelopak mata (blepharitis),blepharitis  dipicu oleh  infeksi bakteri, bisa juga berasal dari komplikasi peradangan kulit wajah rosacea,bintitan bisa sembuh dalam waktu satu minggu tanpa pengobatan,benjolan di kelopak mata belum tentu bintitan atau timbil, sebab  salah satu benjolan yang mirip timbil yaitu kalazion atau chalazion,ciri-ciri bintitan biasanya ada benjolan di kelopak mata yang menyakitkan, kelopak mata bengkak, sensitif pada cahaya terang, mata nyeri atau gatal,  terasa ada ganjalan di mata, kalazion  tidak terasa menyakitkan dan tidak dipicu oleh infeksi bakteri,kalazion dapat terbentuk ketika kelenjar meibom di ujung kelopak mata tersumbat atau meradang,kelenjar itu menghasilkan minyak yang berfungsi melumasi permukaan mata,
kalazion dapat muncul di kelopak mata atas atau bawah. namun,  ini lebih kerap terjadi di kelopak mata atas.kalazion atau chalazion yaitu benjolan kecil atau kista jinak yang tumbuh di dalam kelopak mata, jenis benjolan ini  tidak menyakitkan.  benjolan  bisa hilang dalam beberapa minggu,
orang yang pernah mengalami bintitan atau kalazion, infeksi virus, tbc, kanker kulit, dan diabetes lebih berpotensi mengidap penyakit mata sejenis beberapa kali ,ciri-ciri kalazion  berupa benjolan kecil, merah,  meradang di kelopak mata.benjolan ini bisa berkembang lebih besar tapi tidak nyeri, memicu mata berair dan teriritasi,bila benjolan kalazion  besar, bola mata  tertekan dan pandangan jadi kabur,chalazion atau kalazion  diidap orang yang mengalami peradangan. 
pemicu kalazion, antaralain:
dermatitis seboroik,konjungtivitis akibat virus,blepharitis kronis,
jerawat rosacea,

LENSA MATA DAN  KATARAK

ketidaknormalan  bentuk lensa
-lensa kecil  atau  mikrofakia, dengan diameter yang kecil. kondisi ini memiliki hubungan dengan sindrom lowe, seperti pada  lentikonus posterior. pada mikrosferofakia, kecembungan  dan diameter  lensa kecil.  ini  bersifat familial (paling banyak) dan berhubungan dengan sindrom weill-marchesani,
-koloboma kongenital dipicu oleh tidak sempurnanya fusi prosesus maksilaris saat embional. kegagalan fusi ini  memicu celah pada berbagai adneksa mata. pada palpebra biasanya celah ada   pada palpebra superior sebelah medial, 
pada iris biasanya di inferionasal. pada choroid biasanya ada asosiasi dengan sindrom CHARGE (coloboma, heart disease, choanal atresia, retarded growth, genital anomalies, ear anomalies) pada retina bisa terjadi robekan yang luas , celah juga bisa terjadi pada lensa. koloboma lensa digolongkan  menjadi koloboma primer dan koloboma  sekunder.  pada koloboma sekunder, lekukan di tepi lensa dipicu oleh lambatnya perkembangan corpus siliaris dan  zonula. 
 pada koloboma primer, kelainan yang terjadi berupa lekukan di tepi lensa yang terjadi sebagai kelainan menetap,  koloboma lensa  terletak di inferior dan dapat berkaitan dengan koloboma uvea. perlekatan zonular di regio dengan koloboma  juga menampakkan beberapa defek. 

ektopia lentis yaitu  lensa berada tidak pada lokasinya, contohnya akibat trauma (terkena pukulan),degenerasi, zonula yang meregang pada buftalmos dan megalokornea, tumor pada anterior uvea,  ektopia lentis yang diwariskan,  dinamakan sebagai ektopia lentis familial. kondisi ini memiliki pola pewarisan resesif autosom,  ektopia lentis dapat berkaitan dengan sindrom sistemik,
contohnya sindrom marfan. sindrom ini diwariskan paling banyak autosom. pada sindrom ini ada  disproporsi tungkai – torso, dalam arti bila dibandingkan dengan tubuhnya, kedua lengan dan tungkai penderita sindrom ini  panjang, sehingga penderita tampak tinggi dan kurus, langit-langit mulut tinggi,araknodaktili (jari-jemari lentik seperti kaki laba-laba), pektus ekskavatum, sela antar iga dalam, dari foto thorax diperoleh  prolapsus mitral, dilatasi, diseksi, dan regurgitasi aorta,   penderita tidak berusia panjang,  kelainan refraktif berupa myopia , pada sindrom marfan ada  kelainan struktur fibrilin yaitu  komponen kolagen,biasanya  kolagen tersebar luas di seluruh tubuh, termasuk di jantung dan zonula lentis. jadi pada penderita sindrom ini lensanya bisa lepas ke depan dan mengurangi glaukoma sekunder atau lepas ke belakang
dan memicu hiperopia +10 d,


foto ektopia lentis

sindrom weill-marchesani  menampilkan ektopia lentis. kondisi kondisi lain yang ditambah ektopia lentis, yaitu homosistinuria. yang  diwariskan secara resesif autosomal, pemicunya  yaitu kekurangan enzim sistation beta-sintase ,
 diperoleh malar flush dan rambut yang pucat dan halus, masing masing pasien dengan kondisi ini memiliki habitus marfanoid (seperti pada sindrom marfan) dan cacat mental. pemeriksaan hematologis menampakkan semakin mudahnya agregasi trombosit..pada mata ada  disintegrasi zonula dan  subluksasi lensa mata ke inferior ,
-lentikonus adalah  kelainan lensa dimana pada permukaan anterior atau posterior lensa ada  deformasi berbentuk konus, lentikonus posterior  sering ada  dibandingkan lentikonus anterior. pada lentikonus posterior terdapat
penggembungan di posterior lensa. kejadiannya sporadik  unilateral  bilateral pada kondisi sindrom lowe  familial, pada lentikonus anterior  penggembungannya di anterior. ada  hubungan dengan sindrom alport, 
pada lentiglobus, kelainan berupa deformasi berbentuk sferis pada permukaan lensa. seperti pada  lentikonus, lentiglobus posterior   sering muncul  dibandingkan lentiglobus anterior dan  berkaitan  dengan kekeruhan polus posterior,


foto katarak nuklearis
katarak adalah  kekeruhan lensa , biasanya berkaitan dengan usia, kongenital atau  trauma. katarak  pemicu  kebutaan,  gejala katarak yaitu  perubahan protein, peningkatan proliferasi,  kerusakan kesinambungan serabut-serabut lensa dan edema lensa,  edema lensa berkaitan dengan perkembangan katarak , kemudian, perkembangan katarak  diurutkan menjadi : 
katarak imatur
 katarak imatur (immature) atau insipien ialah katarak yang kekeruhannya masih  sebagian (parsial). katarak matur ialah di mana seluruh lensa keruh
dan mulai membengkak (edematous). pembengkakan terus terjadi  sehingga katarak memasuki stadium intumesen (bengkak). pada kondisi ini kadar air dalam lensa mencapai yang  tertinggi dan akibatnya kapsul lensa teregang. bila dibiarkan  katarak akan menjadi hipermatur. dalam kondisi ini lensa
mengalami dehidrasi, sangat keruh,  kapsul mengkerut,
katarak kongenital
 masalah ini  idiopatik  bisa unilateral atau bilateral,  ini  diwariskan dan  bilateral. dikaitkan dengan penyakit sistemik yang  bersifat bilateral. Separuh dari keseluruhan katarak kongenital ditambah anomali mata lainnya,


foto katarak congenital

katarak pada neonatus yang sehat bisa muncul karena pewarisan (  paling banyak) ,  kadang tidak diketahui sebabnya, katarak kongenital bisa dikaitkan dengan anomali mata   lainnya seperti   buftalmos (pada glaukoma infantil),PHPV (primary hyperplastic posterior vitreous), aniridia, koloboma, mikroftalmos, 
pemicu katarak pada neonatus tidak sehat adalah  gangguan metabolik atau  infeksi intrauteri ,infeksi intrauteri antara lain  toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus,  varisela, rubella (paling banyak). ciri-ciri neonatus yang terinfeksi rubella adalah badannya yang kecil akibat absorbsi usus tidak sempurna, katarak,  penyakit jantung congenital.  gangguan metabolik yang bisa memicu katarak kongenital adalah  sindrom  lowe, galaktosemia, hipoglikemia, dan hipokalsemia,  


katarak akuisita  yaitu katarak terkait-usia 
katarak  subkapsular  ini termasuk katarak imatur, dan pemeriksaannya
memakai lampu celah (slitlamp), katarak ini bisa terjadi di subkapsular anterior dan posterior.
katarak kortikal  terjadi bilateral ,asimetris mempengaruhi  fungsi visual
tergantung lokasi kekeruhan  aksis, gejalanya  silau ketika melihat  cahaya,
pemeriksaan lampu celah (slitlamp) biomikroskop  untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang  dianggap  degenerasi epitel posterior, yang  memicu lensa mengalami elongasi ke anterior  dengan gejala tandanya  embun,
huruf ‘y’ atau salib,  ada pada kekeruhan polikromatik distrofi miotonik, pemicu  adalah  dermatitis atopik dan   diabetes mellitus ,  pemakaian kortikosteroid dalam waktu lama  untuk pengobatan dermatitis,
katarak nuklearis  perlahan-lahan, memicu gangguan penglihatan jauh yang lebih besar dibandingkan penglihatan dekat. perubahan mendadak indeks refraksi antara  korteks lensa  dan  nukleus sklerotik memicu diplopia monokular. kekuningan  lensa pada katarak nuklearis memicu  sulitmembedakan  warna,pada awal terjadinya katarak nuklearis,  terjadi miopisasi  yaitu pandangan jauh tiba-tiba kabur, dengan koreksi sferis -5/-6 d. semakin lama semakin besar koreksi yang diperlukan. myopisasi ini terjadi karena pada katarak nuklearis nucleus mengeras   sehingga memicu naiknya indeks refraksi,  miopisasi memicu penderita presbyopia mampu membaca dekat tanpa  memakai kacamata,  ini dinamakan second sight,
dermatitis atopi adalah kelainan kulit kronis yang ditandai oleh  rasa gatal, kemerahan, dan kumat-kumatan,  ditambah dengan kenaikan kadar Imunoglobulin E (IgE) dan  alergi , asma. katarak ini ada pada  pasien 
dermatitis atopi, pada usia 20 – 30  dengan kekeruhan pada subkapsular anterior di area pupil,katarak traumatik   karena  ionisasi radiasi, sengatan listrik, sinar, katarak katarak terinduksi obat,obat-obat yang  memicu katarak antara lain:  busulfan z steroid, klorpromazin, miotikum , amiodaron,
katarak igolongkan  berdasar tingkat kematangannya atau maturitas. pada katarak hipermatur ,korteksnya mencair sehingga nucleusnya jatuh. lensa jadi turun   dari kapsulnya (morgagni). kalau katarak masih imatur, pasien  akan memiliki visus sekitar 5/60  hingga  1/60. kalau sudah matur visus turun menjadi 1/300, 
 dalam mengevaluasi pasien katarak adalah menentukan apakah kekeruhan itu adalah alasan utama penurunan fungsi visual. kemudian dilakukan penilaian pengaruh penurunan fungsi visual terhadap kegiatan sehari-hari.  perbedaan tipe katarak memberikan perbedaan pengaruh pada visus, tergantung  derajat myopia, intensitas cahaya, ukuran pupil,  dengan gejala   silau,  penurunan kemampuan sensitifitas kontras dan katarak  menaikkan kekuatan refraksi lensa sehingga terjadi miopisasi,  katarak  memicu diplopia monokular atau poliopia. munculnya  diplopia dipicu oleh perubahan nukleus yang terlokalisir dilapisan dalam nuklus, sehingga  memicu area refraksi di pusat lensa. perubahan itu  dilihat memakai retinoskop dengan refleks merah atau oftalmoskopi direk,
pengobatan  katarak
non-bedah efektif  memperbaiki fungsi visual untuk sementara ,  belum ada obat-obatan yang  mampu  menghilangkan pembentukan katarak pada pasien,  memperlambat pertumbuhan katarak dengan  antioksidan, vitamin C ,  vitamin  E,penurun kadar sorbitol, pemberian aspirin, 
 hal yang penting untuk dievaluasi sebelum dilakukan pembedahan adalah 
riwayat kesehatan  persiapan pra operasi katarak, pemeriksaan  penyakit sistemik,  kemungkinan adanya alergi obat,  untuk menentukan peluang kesembuhan dan hasil operasi, contohnya adanya riwayat  penyakit retina
kelainan nervus optikus, trauma, inflamasi, ambliopia, glaukoma, 
pemeriksaan eksternal sebelum operasi yaitu penilaian motilitas bola mata, pupil,  semua organ tambahan mata, pemeriksaan slitlamp  untuk menilai kondisi  kornea, kamera okuli anterior, iris,  lensa , konjungtiva, pemeriksaan fungsi visual termasuk pemeriksaan visus, sensitivitas kontras, dan jangkauan  pandangan mata, pemeriksaan fundus dilakukan dengan oftalmoskop direk untuk menilai kondisi segmen posterior bola mata.   pemeriksaan  biometri  untuk menghitung kekuatan lensa tanam. panjang bola mata disarankan bisa dihitung secara akurat dengan USG. kekuatan kornea juga  dihitung dengan keratometri atau topografi kornea.
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
 adalah tehnik operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa melalui kapsula anterior. pada operasi ini , kantong kapsul  ditarget sebagai lokasi untuk menempatkan lensa tanam (intra ocular lens atau IOL). operasi ini  tidak boleh dilakukan bila kekuatan zonula lemah  tidak  kuat untuk membuang nukleus dan korteks lensa, tehnik ini memiliki  keuntungan karena dilakukan dengan irisan kecil sehingga  memicu luka yang lebih stabil dan aman,memicu trauma yang lebih kecil pada endotel kornea, memicu astigmatisma lebih kecil dibanding tehnik lain ,  tindakan bedah  ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK)
operasi katarak dengan membuang semua   lensa dan kapsul  sebelum penyempurnaan operasi katarak ekstrakapsuler,  operasi bedah  ekstraksi katarak intrakapsular ini  dilakukan  pada  katarak yang tidak stabil, menggembung, hipermatur, dan terluksasi. operasi  bedah  ekstraksi katarak intrakapsular  ini  dilakukan di lokasi dimana tidak ada  fasilitas operasi katarak yang lengkap seperti mikroskop operasi,  kontraindikasi adalah katarak pada pasien anak dan ruptur kapsul karena trauma, dan  bila pasien adalah penderita myopia tinggi, sindrom marfan, katarak morgagni, dan vitreus masuk ke kamera okuli anterio,   keuntungan operasi ini  bila dibandingkan dengan  operasi  ektraksi katarak ekstra kapsuler (EKEK) adalah pada operasi  bedah  ekstraksi katarak intrakapsular  ini   tidak diperlukan operasi tambahan karena membuang seluruh lensa dan kapsul tanpa meinggalkan sisa, memerlukan peralatan yang  sederhana dibandingkan  ekstraksi katarak ekstrakapsular ,sehingga lebih mudah dilakukan, dan pemulihan penglihatan segera sesudah operasi dengan memakai kacamata +10 dioptri,  operasi  bedah  ekstraksi katarak intrakapsular  ini     memiliki  kerugian yaitu penyembuhan luka yang lama karena besarnya irisan yang dilakukan, pemulihan penglihatan yang
lama,  pemicu iris , vitreus inkarserata, astigmatisma, 
tehnik operasi dengan fakoemulsifikasi memakai suatu alat dinamakan “tip“ yang dikendalikan secara ultrasonik untuk memecah nukleus dan mengaspirasi lensa,  berbeda dengan EKEK . pada fakoemulsifikasi, astigmat sesudah  bedah katarak bisa diabaikan,luka akibat operasi lebih ringan sehingga penyembuhan luka   lebih cepat,  kerugiannya kurve pembelajaran lebih lama, biaya tinggi,  ada komplikasi saat operasi,
tehnik operasi katarak ekstrakapsuler small incision cataract surgery (SICS) yaitu  pada irisan operasi dilakukan dengan irisan yang kecil sehingga terkadang
hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi,  penyembuhan yang  lebih cepat dan risiko astigmatisma yang lebih kecil,SICS  memungkinkan dilakukan dengan anestesi topikal, kurve pembelajaran lebih pendek, dimungkinkan dengan kapsulotomi can opener, instrumentasi lebih sederhana, adalah alternatif  bila operasi fakoemulsifikasi gagal, risiko komplikasi lebih rendah, waktu pembedahan lebih singkat, dan secara ekonomis lebih murah. 
 indikasi manual SICS bila ditemukan  sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak subkapsularis posterior, awal katarak kortikalis.   syarat  untuk dilakukan  SICS adalah tipe katarak kortikal ,  sklerosis nuklear derajat II dan III,  dilatasi
pupil yang cukup, zonula yang utuh, pada kondisi kornea dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endotelium sehat, kedalaman bilik mata edepan cukup, 
komplikasi bedah katarak  dibedakan menjadi  komplikasi saat pembedahan, awal paska pembedahan, dan lambat  paska pembedahan. berdasar jaringan yang terkena, komplikasi bedah katarak dibedakan atas retina, adneksa, kornea, iris, posisi lensam media,  komplikasi sesudah  bedah katarak adalah uveitis anterior (2%), glaukoma sekunder (1%), endoftalmitis (0,4%),  dekompensasi endotel (0,7%), pemicu terjadinya komplikasi bedah katarak  belum diketahui ,pemicu komplikasi bedah katarak,antaralain: 
reaksi toksik terhadap substansi  pseudofakos , predisposisi genetik HLA tertentu, sindrom pseudo eksfoliasi, reaksi imunologik akibat masuknya bakteri propionibacterium acne,    komplikasi sesudah  bedah  yaitu Toxic Anterior Segment Syndrome (TASS). TASS adalah inflamasi sesudah  operasi segmen depan mata, yang  ditandai dengan keluhan nyeri   atau bahkan tanpa nyeri, tidak adanya keterlibatan vitreus,pembentukan fibrin, edema kornea,  gejala  sering muncul pada hari operasi dilakukan atau satu hari sesudahnya,

 RETINA

retina adalah dinding terdalam bola mata,  retina adalah bagian lintasan
visual yang permukaannya luas,  proses patologis retina  mengenai retina pusat maupun retina perifer. adanya vasa-vasa darah baik arteri maupun vena, memicu retina rentan terhadap patologi vaskuler, terutama akibat dari  diabetes melitus dan  hipertensi ,  proses patologi  yang  termasuk kelainan macula, antaralain : - kelainan retina karena infeksi dan inflamasi, - kelainan herediter,  - kelainan retina perifer, -  retinopati prematuritas,- degenerasi macula terkait imun dan lubang macula,  -kelainnan vaskuler  oklusi arteri retina pusat, oklusi vena retina pusat, dan retinopati diabetika, 

pemeriksaan retina,antaralain : 
oftalmoskopi direk yaitu pemeriksaan dengan satu mata memakai oftalmoskop. dengan posisi berhadapan, mata kanan pemeriksa memeriksa mata kanan pasien  dan sebaliknya. oftalmoskop direk menghasilkan
bayangan 2 dimensi, tidak terbalik.  pemeriksaan ini jangkauan  pandangan  sempit,oftalmoskopi indirek  yaitu pemeriksaan dengan kelebihan   dapat
melihat retina secara 3 dimensi, jangkauan pandangan yang lebih luas,  memungkinkan pemeriksaan retina perifer. namun gejala  yang dihasilkan terbalik,
untuk  memeriksa makula secara non visualisasi,  dilakukan pemeriksaan dengan kisi-kisi amsler, ini  cara  sederhana untuk mendeteksi adanya kelainan
pada retina (makula) dan juga untuk menpemeriksaan lesi nervus,
opticus yang ringan. grafik ini berukuran 10 x 10 cm dengan kotak  kotak yang lebih kecil berukuran 5 mm (20 x 20 kotak), ada satu titik bulat. caranya, pasien diminta menutup satu matanya kemudian mata yang lain melihat fokus ke satu titik. bila ada garis pada kotak-kotak kecil yang terlihat  kabur bengkok,  tidak tampak  maka menampakkan adanya kelainan pada mata, 
.
pemeriksaan ultrasonografi, untuk menentukan bermacam-macam tumor orbita , untuk memeriksa bagian posterior mata bila media refrakta keruh (contohnya pada katarak). angiografi fluoresin, pemeriksaan dengan zat kontras, dalam pemeriksaan ini 5 cc larutan natrium fluoresin disuntikkan ke
dalam v. antekubiti secara cepat. dilakukan pemotretan sebelum
penyuntikan dan sesudah penyuntikkan zat kontras. dengan fluoresin
angiografi  dapat mengetahui kerusakan sawar darah-retina,  kebocoran pembuluh darah retina, adanya pembuluh darah baru(neovaskularisasi). 
contoh hasil pemeriksaan dengan angiografi fluoresin. selain dua pemeriksaan ini, retina dapat diperiksa dengan scanning laser opthalmosope dan optical
coherent tomography (OCT), 


foto fundus miopik


foto perubahan warna pada oklusi vaskular retina


kelainan retina
ada 2 macam  kelainan retina  , yaitu kelainan  retina perifer yang termasuk kelainan vaskular, ablasi retina,    kelainan herediter, dan kelainan makula, contohnya degenerasi senilis dan koroidoretinopati serosa pusat (central serous choroidoretinopathy/CSCR). 
kelainan pada retina  memicu perubahan warna pada fundus. warna putih  dipicu ,oleh antaralain : 
-  cotton wool spot, yang adalah infark pada lapisan serabut saraf karena adanya gangguan vaskularisasi retina. contohnya pada
retinopati diabetika. - jaringan ikat fibrosa. - degenerasi makula
disiformis. - akumulasi sel-sel inflamasi, seperti eksudasi yang
terjadi pada retinitis toxoplasma. - ruptur lapisan koroid. ini
biasanya terjadi pada orang dengan miopia tinggi. bola mata
memanjang ke belakang, sedang koroid-nya tidak bisa
mengimbangi pemanjangan bola mata itu sehingga terjadi
ruptur koroid. pada ruptur koroid, maka yang tampak adalah sklera
yang berwarna putih. - temporal disc crescent.
- bekas
perdarahan  memberikan perubahan warna menjadi putih,
warna keabu-abuan  dipicu oleh  oklusi vena retina,edema retina, ablasi retina,  
warna hitam  karena perubahan pada epitel pigmen retina (melanin). warna hitam juga tampak pada akumulasi pigmen dan parut korioretina
contohnya pada retinitis pigmentosa,
warna kuning bisa dipicu adanya timbunan/akumulasi lipid atau eksudat keras. bisa terjadi pada masalah oklusi vaskular. oklusi memicu tekanan pembuluh
darah naik, kemudian keluar  komponen vaskular, kalau ini terjadi dalam waktu yang lama, produk  lipid keluar juga. atau bisa juga karena eksudasi keras akibat eksudasi plasma dalam waktu yang lama,
 warna merah  menandakan adanya - perdarahan,  -mikroaneurisma,  -  ruptur retina, karena lapisan koroid jadi tampak lebih jelas, padahal lapisan koroid adalah lapisan yang sangat vaskular sehingga tampak
merah, gangguan pada retina tidak memicu rasa sakit, dan 
tidak memicu warna merah pada mata. gangguan pada retina
wujudnya berupa perubahan kemampuan  penglihatan , kalau gangguan retina terjadi di makula (berfungsi sebagai penglihatan pusat), maka gejala tandanya  adalah gangguan  penglihatan. kalau retina yang mengalami kelainan di
perifer (bisa di atas, nasal ,bawah, temporal ) wujudnya berupa penyempitan kemampuan melihat ,contohnya retina bagian temporal mengalami ablasi, maka yang terganggu adalah kemampuan penglihatan sebelah nasal dan begitu pula sebaliknya,bahwa untuk penglihatan normal diperlukan media refrakta yang jernih, saraf optik sampai ke otak juga baik,refraksi normal/terkoreksi, retina yang baik, - neovaskularisasi retina. bisa terjadi karena oklusi, akan memicu  pembentukan pembuluh darah baru. pembuluh darah ini rapuh, sehingga mudah terjadi perdarahan,



foto lubang makula

foto skema terjadinya lubang macula
foto degenerasi macula eksudatif
foto degenerasi macula non eksudatif

kelainan makula  degenerasi makula terkait usia (age-related macular 
degeneration/ ARMD)
 normalnya , makula mengalami perubahan perubahan yang diakibatkan oleh proses penuaan. perubahan ini antara lain :   - timbunan deposit laminar basal, -  perubahan pada kapiler koroid,- berkurangnya jumlah sel-sel fotoreseptor,   - perubahan-perubahan ultrastruktural epitel pigmen retina (EPR)
seperti timbunan residual bodies,pengurangan granula melanin, terbentuknya granula lipofuchsin, 
perubahan pada makula pada proses penuaan yang bukan adalah
perubahan normal pada proses penuaan, dinamakan degenerasi makula
terkait usia, atau age-related macular degeneration (AMD, ARMD),
yang terdiri atas 2 bentuk klinis, yaitu neovaskular  dan non-neovaskular,  ARMD adalah pemicu  gangguan penglihatan pusat pada usia di atas 50 tahun  Penurunan  kemampuan penglihatan pusat yang  terjadi akibat 
munculnya neovaskularisasi pada koroid (choroidal neovascularization/CNV) yeng memicu terjadinya perdarahan subretina sampai perdarahan vitreus pada ARMD jenis  neovaskular. pada jenis non-neovaskular, penurunan ketajaman
penglihatan dipicu karena atrofi geografis retina . patofisiologi terjadinya ARMD  ,antara lain:  teori iskemia, teori kerusakan oksidatif,  teori  proses penuaan, 
bagian paling luar dari sel fotoreseptor yang berbentuk keping
selalu di makan  oleh EPR dengan pola diurnal, yaitu keping terluar sel batang dimakan pada siang hari, sedang keping terluar sel kerucut di makan pada malam hari. keping yang tidak terfagosit akan tertimbun dalam EPR yang dinamakan lipofuhsin. lipofuhsin  menghambat degradasi makromolekul seperti lemak  dan  protein  mempengaruhi ekspresi gen yang mengatur keseimbangan antara vascular endothelial growth factor (VEGF) dengan produksi pigment epithelium-derived factor yang adalah zat anti angiogenik
yang  bersifat foto reaktif, akibatnya memicu munculnya  apoptosis RPE. Lipofuhsin yang tertimbun di dalam sel EPR  mengurangi volume sitoplasma, sehingga makin menurunkan kemampuan RPE untuk memfagosit keping-keping sel fotoreseptor. lipofusin tertimbun di antara sitoplasma dan membrane basalis sel EPR, membentuk lapisan yang dinamakan basal laminar deposit, yang  memicu  penebalan membran bruch,
 angiogenesis terjadi karena adanya iskemik padajaringan yang memacu munculnya suatu agen angiogenik yaitu  VEGF.  bahwa pada ARMD iskemia tidak berperan , Sel fotoreseptor hanya terpapar oleh sedikit oksigen, sedang EPR terpapar oleh oksigen dalam konsentrasi yang sangat tinggi. sel fotoreseptor tidak menghasilkan VEGV, justru sel EPR yang menghasilkan VEGF dalam jumlah besar.  ada  tanda-tanda adanya sel-sel radang pada jaringan CNV yang dieksisi, sehingga  besar kemungkinannya CNV tumbuh sebagai reaksi perbaikan luka dibandingkan  sebagai reaksi terhadap iskemia. 
kerusakan oksidatif terjadi karena terbentuknya zat yang dinamakan reactive oxygen substance (ROS) yang dihasilkan oleh oksidasi pada mitokondria. Adanya ROS memicu gangguan metabolisme intrasel, antara lain metabolisme lemak dan  protein , lemak yang sangat rentan terhadap kerusakan oksidatif adalah asam lemak tak jenuh ganda. sel EPR yang mengalami kerusakan
oksidatif akan menghasilkan VEGF dalam jumlah besar , yang memacu munculnya CNV. retina sangat mudah mengalami kerusakan oksidatif karena   -penyediaan oksigen yang sangat tinggi pada koroid,  - paparan terhadap
sinar memicu proses foto-oksidatif oleh ROS,- bagian luar fotoreseptor mengandung sangat banyak asam lemak tak jenuh ganda, - bagian dalam sel batang mengandung sangat banyak mitokondria yang dapat membocorkan ROS ,
pemicu  AMD tidak  diketahui, namun kejadiannya meningkat pada usia di atas 50 tahun. faktor  yang terkait adalah  jenis kelamin ( pasien perempuan), riwayat keluarga,  riwayat  alkohol rokok, ras (  ras kaukasoid lebih banyak terjadi), AMD ada 2 macam , yaitu  tipe eksudatif (basah) dan  tipe non-eksudatif (kering) , degenerasi makula noneksudatif pada gejala tanda fundus, makula tampak lebih kuning/pucat (normalnya macula berwarna lebih gelap dibandingkan lokasi di sekitarnya) dikelilingi oleh bercak-bercak di sekitar makula, dan pembuluh darah tampak melebar. bercak-bercak ini dinamakan drusen, yaitu tanda  khas berwarna kekuningan,berbentuk bulat, drusen terdiri atas kumpulan materi eosinofilik yang terletak diantara membran bruch dan   epitel pigmen ,sehingga drusen dapat memicu pelepasan fokal dari epitel pigmen.  bentuk non-neovaskular ini muncul dalam bentuk munculnya  kelainan EPR dan  drusen, ,drusen adalah  timbunan material ekstraselular yang terletak di antara membran  basal EPR dengan membran bruch.  drusen memiliki ukuran yang sangat bermacamragam. ukuran drusen dapat diperkirakan dengan membandingkannya dengan kaliber vena besar disekitar papil, yaitu kira-kira 125 mikron. menurut bentuknya, drusen dibagi menjadi keras dan lunak.menurut ukurannya, drusen dibagi menjadi: - kecil  (<64μm), - sedang (64 – 125 μm), dan besar (> 125μm) ,drusen tampak sebagai lesi kekuningan yang terletak pada lapisan luar retina, dipolus posterior,
beberapa drusen dapat bergabung menjadi satu, dinamakan confluent
drusen, drusen lunak adalah timbunan membranosa dan vesikular yang
berkaitan dengan deposit laminar basal. biasanya ukurannya   lebih besar dibandingkan  drusen keras, dan batasnya kurang tegas, drusen keras adalah residual bodies yang memicu  penebalan memban bruch, yang berkaitan dengan adanya deposit laminar basal yang terdiri dari hialin. 
hipopigmentasi dan hiperpigmentasi, hiperpigmentasi terjadi karena hipertrofi EPR dan sel makrofag yang mengandung pigmen melanin mengalami
migrasi kearah fotoreseptor, hipopigmentasi terjadi karena
depigmentasi di sekitar EPR yang mengalami hiperpigmentasi, 
kemampuan membaca akan menurun bukan hanya karena  skotoma parapusat saja, melainkan juga karena penurunan sensitivitas adaptasi gelap pada fovea, kemunduran  penglihatan pada kondisi redup  menurunkan sensitivitas kontras.
atrofi retina geografis tampak sebagai lokasi hipopigmentasi atau depigmentasi atau hilangnya EPR yang berbentuk bulat atau oval dan berbatas tegas, atrofi geografik adalah pemicu kehilangan ketajaman penglihatan pusat
21 % dari seluruh kehilangan penglihatan pusat yang diakibatkan karena ARMD. 
pada angiografi fluoresin,  drusen lunak akan muncul sebagai lokasi hiperfluoresensi lebih lambat dan kurang cemerlang dibandningkan drusen keras,  drusen keras ada pada 95% pasien berusia lebih  dari 50 tahun, namun sebagian besar hanya berupa drusen yang kecil dan jumlahnya tidak banyak. drusen keras bisa mengalami regresi spontan, dapat membesar atau menyatu dengan drusen di sebelahnya, atau memicu atrofi sel EPR yang ada di atasnya,
yang dapat memicu atrofi geografik EPR bila lokasinya luas, sehingga corak pembuluh darah koroid di bawahnya dapat terlihat, dan retina di atasnya tampak tipis, yang berlanjut menjadi atrofi fotoreseptor, dan memicu atrofi geografik retina, atau berkembang membentuk neovaskularisasi koroid (CNV). 
drusen keras akan tampak sebagai bercak-bercak hiperfluoresensi yang cemerlang pada stadium midvena, dan memudar sesudah memudarnya corakan latarbelakang fluoresin koroid, 
pada kondisi  degenerasi makula eksudatif  ini terjadi pembentukan pembuluh darah baru subretinal  akan  terjadi kerusakan makula yang ditambah eksudat, 
cairan serosa dari koroid bocor melalui defek yang terjadi pada membran bruch sehingga memicu pelepasan epitel pigmen, 
pemeriksaan fundus menampakkan adanya perdarahan dan eksudat
subretinal, lesi berwarna hijau keabu-abuan pada makula, dan tampak adanya neovaskularisasi.bentuk ARMD neovaskular adalah neovaskularisasi koroid, (CNV) dan semua wujud yang menyertainya ,antara lain: 
- perdarahan subretina, -perdarahan vitreus,  -sikatriks disiformis, -ablasi EPR, - robekan EPR,
ARMD jenis ini  adalah kurang lebih 10% dari semua ARMD. adanya kerusakan
pada membran bruch memungkinkan pembuluh darah neovaskularisasi yang berasal dari kapiler koroid menembus membran bruch. pembuluh darah neovaskular ini ditambah oleh jaringan fibrosa, membentuk suatu kompleks fibrovaskular yang dapat mengganggu dan merusak membran bruch, kapiler koroid  dan EPR. Gejala yang dialami oleh pasien dengan CNV saja, yaitu
gangguan penglihatan pusat seperti makropsia,skotoma pusat,peurunan visus, 
bila kelainan terjadi di luar fovea, maka dapat tanpa gejala penglihatan
pusat sama sekali. pada fundus tampak adanya bayangan hijau
keabu-abuan, dengan ablasi EPR di atasnya,  CNV kadang hanya memberikan tanda berupa ablasi EPR yang datar saja.penanganan ARMD  dengan  pengobatan,prosedur pembedahan ( translokasi makula), termoterapi  transpupiler, suplementasi nutrisi, obat-obatan antiangiogenesis, konsumsi antioksidan, karotenoid dosis tinggi, dengan fotokoagulasi laser, pengobatan fotodinamik (photodynamic therapy, PDT), 
dilakukan Fotokoagulasi laser pada  CNV karena ARMD kurang efektif,
 hasil fotokoagulasi laser yang dilakukan oleh Macular Photocoagulation
study (MPS)  selama 5 tahun,
PDT adalah  pengobatan bagi CNV subfoveal dengan cara  menyuntikkan verteporfin   zat yang bersifat photosensitizer, kemudian   penyinaran sinar laser dengan panjang gelombang yang dapat diabsorbsi oleh obat itu, penyinaran  ringan sehingga tidak memicu kerusakan termal karena kenaikan suhu,  verteporfin yang telah diaktifkan oleh sinar akan menghasilkan singlet oksigen,  oksigen reaktif yang akan merusak endotel pembuluh darah yang sedang aktif berproliferasi.  pengobatan ini  bersifat selektif hanya merusak jaringan
CNV,koroid , tanpa merusak EPR, fotoreseptor   disekitarnya,  sesudah disuntikkan, verteporfin  berikatan dengan LDL yang banyak terdapat pada  endotel pembuluh darah yang sedang berproliferasi seperti CNV,  PDT dengan verteporfin mengurangi risiko kehilangan penglihatan hingga 1 tahun sesudahnya bila CNV-nya subfovea,
fotokoagulasi untuk  CNV hanya  untuk mencegah penurunan kemampuan  penglihatan lebih dari 6 baris snellen, tidak dapat memperbaiki ketajaman penglihatan itupun hanya pada CNV berpola klasik, berbatas tegas dan berukuran kecil saja. sehingga fotokoagulasi laser hanya dapat dilakukan pada sebagian kecil   penderita ARMD dengan CNV. 
 pembedahan untuk menangani CNV, antara lain: 
pengambilan  translokasi makula dan   membran CNV subretina,  pada  ekstraksi membrane CNV subretina didapat  hasil akhir visus tidak lebih dari 6/60. namun cara ini hanya  pada penderita yang tidak berhasil dengan PDT, 
 tindakan bedah  translokasi macula  adalah  tindakan mengablasi macula dengan sengaja dari epitel pigmen di bawahnya, untuk kemudian memindahkannya ke lokasi lain.  teknik ini efektif  untuk neovaskularisasi koroid, namun   peluang kesembuhan belum diketahui,
obat-obat antiangiogenesis yang dipakai adalah obat obat anti VEGF A,  adalah substansi angiogenik dalam terbentuknya neovaskularisasi pada ARMD. obat yang pertama kali dipakai adalah na-pegabtanib (macugen®). guna  perbaikan ketajaman penglihatan , sesudah itu,  ranibizumab  untuk  ketajaman penglihatan, karena mengikat semua bentuk aktif VEGF. bevacizumab  adalah antibodi monoklonal seperti ranibizumab, memiliki 2 binding sites terhadap VEGF yang efektif, 
munculnya lubang makula berkaitan dengan  trauma, sesudah terapi laser, ablasi retina,edema makula kistoid dengan inflamasi, penyakit pembuluh darah retina, pengerutan makula(macular pucker),   lubang makula
 akibat perubahan terkait usia saja, terjadi pada dekade ketujuh kehidupan,  
lubang makula  muncul sebagai  akibat traksi vitreoretinal antero-posterior,  bahwa traksi yang memicu munculnya lubang makula adalah traksi tangensial vitreous kortikal di basis vitreus terhadap segmen anterior retina. tarikan ini  memicu ablasi fovea dan berujung pada munculnya lubang,
pada tahap 1a dan 1b proses terbentuknya lubang makula, pasien mengeluhkan metamorfopsia dan pemeriksaan menunjukkan  adanya  penurunan ringan penglihatan pusat. biomikroskopi  menampakkan vitreus yang  tampak  kosong  di area praretina. di tahap 1a ada  bintik kuning lipofusin berukuran 100 – 200 μm di fovea dan di tahap 1b bintik ini berukuran 200 – 300 μm. striae halus   memancar dari fovea. bila lubang sudah terbentuk, maka tampak cincin kuning yang mengelilingi lubang itu. bila lubang yang kecil itu semakin membesar, cincin kuning berubah menjadi abu-abu. perubahan-perubahan bertahap ini bisa memakan waktu  bulanan. bila lubang sudah mencapai tahap 4, maka visus akan berkisar antara 6/24  sampai  6/60 dan separasi vitreus akan ada pada 15% sampai 35% penderita,
bedah lubang macula adalah  menjanjikan keberhasilannya  dibandingkan prosedur bedah retina lainnya. pemanfaatan modalitas OCT resolusi tinggi mampu membantu pasien dalam pemahaman patofisiologi dan penerapan teknik bedah ,
lubang macula adalah kelainan retina yang diatasi   dengan cara pembedahan. cara  pembedahan untuk lubang macula adalah  tamponade gas, vitrektomi, pemisahan hialoid posterior, dalam hal ini adalah vitrektomi pars plana dengan
pemisahan vitreus kortikal posterior dari permukaan retina,  pemisahan ini dilakukan dengan memakai kanula ujung silicon keras ,filter hialoid,  instrument vitrektomi. hialoid posterior ini  diperjelas tampilannya dengan injeksi triamsinolon asetonid,  keluaran hasil visual akhirnya belum diketahui sebab  pengelupasan MLI memicu  risiko komplikasi dan kerusakan retina akibat trauma proses pengelupasan , pengelupasan membrane limitans interna (MLI)  mengurangi kebutuhan  pasien dalam posisi wajah ke bawah dalam jangka lama,meningkatkan angka penutupan lubang, menurunkan angka terbukanya kembali lubang, 
pengelupasan MLI ini baik dilakukan untuk lubang besar yang kronik, contoh tahap 2 atau awal tahap 3. sesudah prosedur di atas selesai, ahli bedah
menyuntikkan gas dengan menukarnya dengan cairan. gas yang disuntikkan bisa  berwujud udara biasa,  perfluoropropan (C3F8) atau belerang heksafluorida (SF6), Penyuntikan gas  bisa memicu penyulit berupa defek lapang pandang.
untuk lubang macula idiopatik akut, pengelupasan MLI tidak diperlukan bila cincin weiss telah ada. pengelupasan MLI  disarankan untuk  lubang yang terbuka kembali dengan pembedahan,  lubang macula derajat 4, lubang yang kronik, kegagalan pembedahan, 
angka penutupan lubang macula  mencapai 90%, bahkan untuk lubang tahap 2 atau awal tahap 3, namun perbaikan anatomis ini tidak selalu diikuti dengan
perbaikan fisiologis, pasien sesudah bedah gagal meraih visus 6/15 atau lebih baik. komplikasi  yang  bisa muncul  adalah katarak sklerotik nuclear, terutama pada pasien berusia di atas 50 tahun. angka sobekan retina intraoperatif bisa terjadi hingga 20% pada tahap 2 dan 3, sedang ablasi retina memiliki angka kejadian 2%, 
kelainan vaskular
oklusi arteri retina pusat dengan gejala  bisa tiba-tiba menjadi buta,penurunan visus mendadak (dalam waktu beberapa detik), tidak ada  rasa sakit, ,terjadi di  lokasi lamina kribrosa  karena di lokasi makula lapisan retina tipis, maka bayangan koroid tervisualisasikan sebagai bercak merah  dinamakan bintik merah,   pada pemeriksaan fundus diperoleh retina pucat, papil pucat, terjadi   perdarahan dan eksudat di sepanjang pembuluh darah,  lapisan retina yang paling menderita adalah lapisan sel ganglion karena  mendapat makanan dari arteri ini, 
pemicu oklusi ini adalah emboli atau aterosklerosis yang berasal dari arteri karotis atau jantung,  kenaikan mendadak tekanan intraokular yang tinggi  pada glaukoma akut maupun pada persiapan operasi katarak  
, spasme temporer arteri juga salah satu mekanisme oklusi. visus bisa menjadi baik kembali bila spasme sudah hilang. spasme ini terjadi pada keracunan  tembakau, keracunan  kina,  keracunan timah hitam,  penyakit migren, keracunan endotoksin pada kehamilan, influenza, keracunan alcohol,
bila diketahui secara dini,  diberikan  vasodilator, dilatasi pembuluh darah  dapat dicapai dengan inhalasi campuran oksigen 95% dan karbondioksida 5%. dalam kondisi ini perlu dilakukan penurunan TIO (tekanan intraokular) sehingga arteri
dapat mengembang kembali. 
dilakukan  bedah  parasentesis COA (camera oculi anterior) sehingga humor aqueous  dapat keluar dan TIO turun. peluang kesembuhannya  ini rendah ,
diberikan asetazolamide 4 x 500 mg (Diamox®) atau manitol, Antioksidan
agar   sel-sel yang rusak tidak meluas,
caranya dengan dilakukan pemijatan bola mata sehingga bola mata menjadi lembut,  tekan bola mata selama 5 hitungan kemudian lepaskan secara tiba-tiba, agar tekanan dalam bola mata turun dengan tiba-tiba sehingga pembuluh darah kembali melebar. 
foto oklusi vena retina sentral tipe  non iskemik
foto oklusi vena retina sentral

oklusi vena retina  memicu oklusi cabang vena retina ,perdarahan retina, edema retina, oklusi vena retina pusat sumbatan dapat terjadi pada suatu cabang kecil atau pada  pembuluh vena utama. darah dapat masuk, namun tidak dapat kembali melalui vena, sehingga terjadi kemacetan aliran darah dan
gejala tanda vena menjadi lebih lebar,  lebih berkelok-kelok. 
faktor risiko terjadinya gangguan  oklusi vena retina  ini adalah usia di atas 50 tahun , berkaitan dengan  kenaikan TIO (contoh glaukoma),kelainan kongenital, periflebitis,  hiperopia,penyakit kardiovaskular, hipertensi, DM, hiperlipidemia, diskrasia darah, perubahan konstituen darah dan viskositasnya (contoh polisitemia anemia, leukemia ), 

gejala nya  yaitu  penurunan  penglihatan pusat maupun tepi yang  parah  sampai hanya mampu melihat ada cahaya atau tidak (1/∞) tanpa   rasa sakit,  komplikasi nya  yaitu  edema makula atau glaucoma neovaskular akibat
neovaskularisasi pada iris, ada 2 jenis oklusi vena pusat, yaitu tipe iskemik dan tipe non-iskemik. pada tipe non-iskemik  kadang berubah menjadi tipe iskemik, penurunan visus tidak berat, pada oklusi cabang vena retina, peluang kesembuhannya  adalah 50% akan membentuk kolateral, edema papil ringan, namun perdarahan retina berat. jarang terjadi glaukoma neovaskular,  
pengobatan laser  untuk  mata dengan oklusi cabang vena retina pusat, 
dan   vitrektomi pars plana ditambah sheathotomy adventisial,  sedang pada oklusi jenis ini visus tergantung pada lokasi vena yang tersumbat dan  integritas kapiler perifovea. komplikasinya adalah neovaskularisasi iris yang dapat memicu glaukoma neovaskular dan   edema makula, pada tipe iskemik   terdapat eksudat lembut (bintik wol kapas), terjadi penurunan visus yang berat, refleks pupil negative, edema papil berat, perdarahan retina berat yang tersebar sampai perifer, vena sangat melebar dan berkelok, komplikasinya  adalah glaukoma neovaskular dan edema makula kistoid,


foto retinopati diabetik proliferatif ringan

foto retinopati diabetik proliferatif beresiko tinggi


foto retinopati diabetik


foto fotokoagulasi laser


Penanganan Retinopati DM
 munculnya retinopati DM dan progresivitas retinopati dapat diperlambat bila kadar kolesterol darah ,kadar gula darah, tekanan darah,  dikendalikan ,Deteksi dini terjadinya retinopati dapat  mencegah kebutaan. Untuk DM tipe 1 perlu dilakukan pemeriksaan retina 5 tahun sesudah awitan, sedang untuk DM
tipe 2 perlu pemeriksaan retina setahun sekali, mulai sejak dilakukan 
pemeriksaan DM ,
 pencegahan penurunan penglihatan lebih jauh dengan fotokoagulasi laser retina. Syaratnya ialah tepat waktu, Untuk DM tipe 1 perlu dilakukan pemeriksaan retina 5 tahun sesudah awitan, sedang untuk DM tipe 2 perlu pemeriksaan retina setahun sekali, mulai sejak  dilakukan pemeriksaan DM ,
Retinopati Diabetika (Retinopati DM)  adalah suatu degenerasi atau kelainan retina karena  sumbatan pembuluh darah, sehingga memicu gangguan nutrisi pada retina,  Retinopati diabetika  muncul tanpa gejala,  kemudian dapat memicu gangguan penglihatan sampai kebutaan, yang biasanya terjadi sesudah menderita DM selama 5 – 15 tahun ,pemicunya antara lain: leukemia,hipertensi, arteriosklerosis, DM, 
faktor sistemik yang  mempengaruhi terjadinya retinopati diabetika antara lain : 
-kelainan yang ada  pada retinopati diabetes  berupa kebocoran/kenaikan permeabilitas kapiler  akibat edema retina, eksudat keras (berwarna kuning, karena eksudasi plasma  yang lama berlangsung), plak-plak wol kapas (cotton wool patches)  yang berwarna putih, tak berbatas tegas, dan terkait dengan
iskemia retina,  munculnya perdarahan retina akibat gangguan  permeabilitas mikroanuerisma atau karena pecahnya kapiler,
-hipertensi,  pada retinopati DM non-proliferativa   dan   proliferativa ,  retinopati nya  berkaitan dengan tekanan darahsistolik dan diastolik.  -pengendalian kadar gula darah  yang baik  memperlambat terjadinya perubahan pembuluh darah,   - kehamilan,  obstruksi kapiler, yang memicu berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina, pirau (shunt) arteri-vena  terbentuk  akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler, akhirnya lokasi iskemik pada retina memicu proses neovaskularisasi retina, pembuluh darah ini sangat rapuh, 
bila neovaskularisasi terjadi sampai di vitreous, maka mudah terjadi perdarahan vitreous, kemudian bekas perdarahan ini menjadi sikatriks,  sikatrik di vitreous dapat memicu ablasi retina tipe tarikan, 
kebutaan akibat retinopati DM dapat dicegah dengan fotokoagulasi laser yang segera  cepat tepat waktu,   sebagian besar penderita datang terlambat, di saat
mana waktu ideal untuk fotokoagulasi sudah lewat, contohnya
pasien datang dengan visus nol (tak ada persepsi cahaya) dan mata kadang terasa nyeri.  sebenarnya, neovaskularisasi inilah komplikasi yang paling ditakuti pasien , karena dapat memicu glaukoma dan  perdarahan vitreous,namun  fotokoagulasi pada retinopati yang  tepat waktu mengurangi kebutaan  80%,
secara klinis retinopati diabetika  dibagi menjadi 2  tipe,yaitu :  retinopati diabetika proliferatif, yang terjadi akibat adanya proliferasi endotel sehingga muncul neovaskularisasi. pembuluh  pembuluh darah baru yang terbentuk tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok. mula-mula terdapat pada retina, menjalar ke depan retina, kemudian dapat masuk ke badan kaca, bila pecah dapat memicu perdarahaan vitreus, perdarahan retina,  memicu munculnya jaringan parut di retina. fibrosis ini kemudian  menarik lepas retina dari lokasi melekatnya. neovaskularisasi juga muncul pada permukaan iris,  dinamakan rubeosis iridis.  ini  memicu glaukoma karena tertutupnya sudut bilik mata oleh pembuluh darah baru dan juga akibat perdarahan akibat pecahnya rubeosis iridis,retinopati diabetika non-proliferatif  karena hiperpermebilitas pembuluh darah memiliki tanda-tanda yaitu mikroaneurisma berupa tonjolan dinding kapiler terutama lokasi kapiler vena ,eksudat keras dan lunak, perdarahan retina,  dengan/tanpa edema makula, fotokoagulasi fokal ditujukan langsung pada lokasi mikoaneurisma atau kebocoran kapiler yang lokal yang bertujuan untuk mengurangi   ledema makula,  fotokoagulasi panretina  mencegah terbentuknya zat-zat vasoaktif sehingga dapat mencegah munculnya dan memicu regresi pembuluh darah neovaskuler. fotokoagulasi grid adalah tindakan laser berbentuk kisi mengelilingi lokasi edema retina akibat kebocoran kapiler yang difus, fotokoagulasi laser dasarnya yaitu  energi cahaya diubah menjadi panas, (panas diserap oleh RPE) sehingga memicu koagulasi protein di lapisan retina. Jenis-jenisnya ada 3, yaitu fokal, grid (kisi), dan panretinal,
vitrektomi adalah tindakan  mengeluarkan vitreus yang berdarah  terdapa jaringan parut,  untuk menempelkan kembali retina yang lepas karena tarikan.ini adalah pembedahan untuk kondisi perdarahan yang terjadi di vitreus, 
ablasi retina tarikan/kombinasi dengan ablasi rhegmatogen,
edema retina  dan  neovaskularisasi tidak hilang dengan fotokoagulasi laser, 
pada pemeriksaan oftalmoskopik menampakkan adanya  penyempitan arteri-arteri retina, corak-corak pigmen retina yang tidak beraturan,  pada lokasi perifer pigmen memberi   gejala tanda seperti   spikula tulang ,  gejala tanda
disfungsi fotoreseptor nyata terlihat pada elektroretinografi (ERG), 
Retinitis pigmentosa (RP) adalah  contoh degenerasi retina yang diturunkan (herediter),  dengan  tanda  gejala  disfungsi progresif sel-sel fotoreseptor,  disfungsi ini berkaitan dengan kerusakan sel dan pada akhirnya terjadi atrofi beberapa lapisan retina, kelainan ini  diturunkan terkait kromosom ,secara resesif autosom, paling banyak autosom,  kemampuan  penglihatan pasien  semakin lemah  pada kondisi gelap, 

foto ablasi retina rhegmatogen

foto ablasi retina


ablasi retina adalah kelainan retina dimana lapisan sel,kerucut dan batang terpisah dari lapisan sel epitel pigmen, sebenarnya di antara laipsan ini tidak terdapat perlengketan, melainkan diperoleh suatu celah , secara embriologis
keduanya  berasal dari lapisan yang berbeda sehingga adalah titik lemah, ablasi retina dapat terjadi karena penimbunan cairan subretina akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina atau koroid seperti pada tumor dan hipertensi maligna, .ablasi  terjadi karena adanya robekan pada retina sehingga cairan vitreus masuk ke dalam celah potensial melalui robekan retina,  ablasi bisa terjadi karena tarikan dari badan kaca retina sehingga melepas lapisan sel batang dan konus dari RPE. ablasi retina ada tiga tipe berdasar mekanisme
kejadiannya, yaitu eksudatif ,rhegmatogen, traksional,  
ablasi retina rhegmatogen ini adalah tipe yang paling sering ada, yang dipicu karena robekan pada retina. melalui robekan ini humor vitreus dapat masuk ke dalam celah potensial dan melepas retina dari dalam,  yang berkaitan dengan ablasi retina tipe ini adalah  degenerasi anyaman (lattice),  trauma okular  ,  miopia  dan afakia,   pada usia tua, proses sklerosis memicu retina menjadi degeneratif sehingga memicu ablasi retina sedang pada miopia tinggi sering munculnya   degenerasi lattice pada retina   ablasi retina traksional yaitu  jenis  ablasi yang dipicu oleh tarikan retina ke dalam badan   kaca,   ini ada pada retinopati prematuritas , retinopati diabetik proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, 
ablasi retina eksudatif (serosa dan hemoragik)  yaitu  jenis  ablasi yang dipicu oleh   tertimbunnya cairan di bawah  lokasi retina sensoris tanpa robekan retina atau tarikan vitreoretina,  terjadi terutama karena kelainan pada koroid dan RPE , pada koroiditis, eksudat  dan  transudat  akan terkumpul di dalam celah potensial sehingga memicu ablasi retina tanpa didahului oleh adanya robekan retina,  gejalanya  yaitu melihat suatu tirai yang bergerak menutupi pandangan ke arah tertentu, di mana  ini dipicu cairan ablasi yang bergerak ke lokasi yang lebih rendah,fotopsia, yaitu melihat adanya kilatan-kilatan cahaya beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum ablasi, bila terjadi di bagian temporal dimana terletak makula lutea, penglihatan pusat lenyap. sedang bila di bagian nasal,
penglihatan pusat lebih lambat terganggu,  lambat laun tirai makin turun dan menutupi sama sekali penglihatan (karena terdapat ablasi retina total), sehingga persepsi cahaya menjadi 0. metamorfopsia,  dsitorsi bentuk dapat ditambah  mikropsia , makropsia , 
 penanganan ablasi retina  yaitu dengan  mencari lokasi robekan, menutupnya, mengeluarkan cairan subretina dengan pungsi yang dilakukan dari lokasi yang paling tinggi  ablasinya, sehingga retina melekat kembali,  bila ada robekan,
pencegahannya dengan fotokoagulasi laser atau kriopengobatan pada
robekan retina,  ini dapat membantu perlekatan kembali retina, 
prosedur pneumoretinopeksi ditandai  dengan  robekan yang letaknya di superior dan besarnya tidak melebihi 1 cm, teknik operasi ini dilakukan dengan injeksi gas  dan  krioterapi  transkonjungtiva , prosedur penyabukan sklera  dilakukan dengan  cara   menekan sklera dengan suatu pita atau sabuk yang terbuat dari silikon sehingga retina yang lepas dapat melekat kembali, 
prosedur penanganan ablasi ini secara temporer  dengan memakai balon lincoff,  prosedur penanganan ablasi secara  permanen dengan pita silikon, 
peluang kesembuhannya baik , bila operasi pertama tidak berhasil,
diulangi dua kali, peluang kesembuhannya  hanya  15%. peluang kesembuhan turun  pada operasi yang berulang tiga kali ,  ablasi yang lama,  pada orang miopia tinggi karena ada proses degenerasi retina, 
degenerasi miopik
 miopia yang bisa memicu degenerasi retina adalah miopia  patologik  atau degeneratif , miopia  berkaitan dengan  degenerasi retina, 
 miopia degeneratif  juga  berkaitan  dengan  penyakit sistemik contohnya sindrom marfan,  sindrom down,  sindrom ehlers-danlos,albinisme okular, degenerasi  retina pigmenter, fibroplasia retrolentis, 
ektasia posterior atau  stafiloma  melibatkan polus posterior, area makula, zona
peripapiler, are nasal, maupun fundus inferior
perubahan patologik pada miopia degeneratif ,antara lain : 
stafiloma posterior, pembesaran bola mata dengan pemanjangan segmen posterior, sklera ektatik tipis, 
retinopati prematuritas (retinopathy of prematurity, ROP) 
 adalah dampak  kemajuan teknologi  pediatri dan neonatologi. dahulu pasien bayi prematur jarang yang dapat bertahan hidup, jadi komplikasi juga jarang termasuk ROP. namun sekarang pasien bayi dengan berat lahir ≤1500 gram mampu   bertahan hidup,  pasien bayi dengan berat lahir  800- 1000 gram  kadang  mampu  bertahan hidup,  ROP berkaitan  dengan berat badan dan usia gestasi, oksigen hanya salah satu faktor, bukan pemicu  ROP. pencegahan ROP hanya bisa dengan mencegah kelahiran prematur,nsaat pasien bayi lahir  cukup bulan ,  ternyata pembentukan pembuluh darah di retina belum selesai sempurna,  vaskularisasi retina terbentuk secara sentrifugal mulai dari papil. pembentukan ini mulai dari usia kehamilan 16 minggu sampai usia 2-3 bulan kelahiran,  retina bagian nasal selesai pada minggu ke-35 gestasi sedang
retina temporal selesai pada usia 2-3 bulan untuk pasien bayi lahir cukup
bulan. jadi, waktu lahir pembentukan pembuluh darah ini belum selesai. apalagi pada pasien bayi prematur,  pembuluh darah retina padanpasien bayi ini sangat peka  terhadap paparan O2,  oksigen bisa.memicu vasospasme pembuluh darah,  kalau terjadi vasospasme, maka pertumbuhan pembuluh darah kemudian berhenti, kemudian terjadi hipoksia hingga iskemia. iskemia jaringan
memicu  pelepasan faktor  angiogenik (vascular endothelial growth factor/VEGF) sehingga terjadi  neovaskularisasi, 
penggolongan  retinopati prematuritas berdasar lokasi, zona yang dibatasi oleh garis imajiner berbentuk lingkaran yang radiusnya 2 kali jarak diskus optikus ke makula,  berdasar  stadium, stadium i adalah adanya garis demarkasi, stadium ii dari garis itu terbentuk rigi (ridge), stadium iii rigi dengan proliferasi fibrovaskular ekstraretina, stadium iv terjadi ablasi  retina subtotal, sedang stadium v adalah ablasi retina total, dinamakan  zona i,  dari tepi garis zona i sampai titik tangensial ora serata bagian nasal dan melingkar ke area dekat ekuator temporal dinamakan zona ii, dari garis tepi zona ii sampai area yang tersisa (membentuk bulan sabit) dinamakan zona iii,
berdasar luas, ditentukan dengan angka jam (pukul 1  sampai 12) yang terlibat,
ketiga klasifikasi ini mempengaruhi apa yang dinamakan penyakit
ambang ,  bila kondisi ini tidak  ditangani dalam waktu 72 jam, maka akan muncul komplikasi seperti ablasi retina  atau neovaskularisasi ,  pada penyakit plus , pembuluh darah fundus posterior melebar dan berkelok kelok. pencatatan kondisi ini dengan menambah “+” pada stadium,
contohnya stadium 3+.   pasien bayi dengan risiko retinopati prematuritas ialah pasien bayi yang berat  lahir 1500 sampai 2000 g dengan perjalanan klinis yang tidak stabil, atau bayi dengan  berat lahirnya <1500 g, masa kehamilan < 28 minggu,   maka pemeriksaan pertama dilakukan pada usia 4-6 minggu sesudah kelahiran atau antara 31-33 minggu sesudah konsepsi atau hari pertama menstruasi terakhir. pemeriksaan dilakukan dengan oftalmoskop indirek oleh tenaga medis spesialis mata,  minimal dua kali atau sampai vaskularisasi retina sudah lengkap,