TOKSOPLASMOSIS
Toksoplasmosis yaitu penyakit akibat infeksi parasit obligat intraselular bernama Toxoplasma gondii, yang membentuk kista pada jaringan di
seluruh badan manusia, pasien yang memiliki keadaan immunosupresi seperti AIDS akan memiliki efek yang lebih fatal, Ibu yang terinfeksi Toxoplasma saat hamil akan menurunkan penyakit itu ke janinnya dan berdampak pada ketidaknormalan bayi seperti retadarsi mental dan hidrocephalus,
Toxoplasma gondii menginfeksi sel berinti seperti sel darah putih ,sel saraf,sel sperma, sel telur, Toxoplasma gondii memiliki siklus hidup di inang definitif (hewan kucing kucingan ) dan inang perantara( mamalia dan unggas). Siklus reproduktif dari Toxoplasma ini hanya ada di inang definitif , ada 2 bentuk dalam siklus Toxoplasma yaitu bradizoit/kista jaringan (tahap kronis) dan takizoit (tahap akut) Toxoplasma memiliki protein yang berguna saat parasit ini menginvasi sel salah satunya protein GRA. Protein GRA-1 jumlahnya lebih banyak dibandingkan protein GRA yang lain. Protein GRA tereksositosis selama invasi dan setelah invasi ke dalam vakuola parasitoporus. Protein ini dapat dipakai sebagai deteksi keberadaan dari takizoit di dalam darah inang,
tanggapan sistem kekebalan tubuh yang berperan selama parasit ini menginfeksi antara lain sistem kekebalan tubuh seluler dan sistem kekebalan tubuh humora.
tanggapan sistem kekebalan tubuh humoral berhubungan dengan bentuk takizoit ekstraseluler yang aktif dan invasif dalam sistem sirkulasi, tanggapan sistem kekebalan tubuh ini juga terjadi pada permukaan mukosa seperti pada saluran usus.pada permukaan mukosa yang lebih dominan berperan yaitu sIgA, Antibodi pada sistem sirkulasi (sistemik) yang berperanan utama yaitu IgM dan IgG,
Toxoplasma gondii memerlukan manusia, hewan dan lingkungan sebagai
faktor pendukung kelangsungan hidupnya, Ookista yang dikeluarkan dari feses kucing yang terinfeksi dan telah bersporulasi mampu hidup sampai bertahun-tahun di lingkungan karena dipengaruhi oleh kelembaban dan paparan sinar matahari (suhu) di area itu. masalah toksoplasmosis lebih cenderung terjadi di
dataran yang lebih rendah dibandingkan dataran yang lebih tinggi. Sumber air terkontaminasi dengan ookista dari tanah pada saat terjadi banjir ,
Provinsi mojorejo terbagi menjadi empat kabupaten dan satu kota yaitu Kabupaten banjar rejo, Kabupaten kandangan, Kabupaten troloyo, Kabupaten trenggono dan Kota kertojoyo, terletak pada ketinggian antara 200-600 mdpl, suhu udara rata-rata di kertojoyo 20 ° C , Kelembaban udara 7% ,
Prevalensi toksoplasmosis pada kambing dan sapi di kertojoyo yaitu 70% Daging , kambing ini dikonsumsi dalam bentuk bermacam ragam bentuk masakan yang banyak diperdagangkan , kemungkinan pada daging itu masih
ada kista dan tidak semua kista mati pada proses pengolahan daging, Penanganan daging daging ternak mentah berpotensi memicu infeksi
toksoplasmosis pada tukang jagal, pedagang daging dan juru masak melalui kebersihan yang kurang baik, analisa seroepidemiologi toksoplasmosis pada pekerja tempat pemotongan daging dan penjual daging kambing di mergosari
menandakan toksoplasmosis yang tinggi,
Tanah yang hanyut oleh banjir ini juga membawa ookista .dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, Ookista yang telah mengkontaminasi sungai mengalir ke tempat yang lebih rendah, itu penyebaran toksoplasmosis,
terjadi masalah toksoplasmosis pada tahun 1975 ,area ini memiliki banyak daerah aliran sungai (DAS) besar yang mengalir ke berbagai kabupaten di
provinsi itu. Perbedaan suhu dan kelembaban udara karena perbedaan
ketinggian lokasi, banyak peternakan hewan, daerah persawahan dan perkebunan yang diirigasi dari bendungan yang masuk dalam daerah aliran sungai memungkinkan sebagai faktor penyebaran dari toksoplasmosis.,
Seroprevalensi toksoplasmosis berdasar IgM atau IgG antitoksoplasma
positif di Provinsi mojorejo yaitu 60%. Seroprevalensi tertinggi di Kabupaten
banjar rejo (70%), kemudian di Kabupaten trenggono (70%), Kota kertojoyo (66%)
Kabupaten kandangan (50%) dan terendah di Kabupaten troloyo sebesar 20,5%.
diagnosa bivariat dengan Chi Square untuk menguji hubungan antara
karakteristik/faktor risiko dengan .seroprevalensi toksoplasmosis dan besarnya
Odds Ratio (OR) ,
Karakteristik dan faktor risiko yang memiliki hubungan bermakna (p<0,05)
dengan seroprevalensi toksoplasmosis di Provinsi yaitu jenis kelamin, konsumsi sayuran mentah, pekerjaan bersentuhan dengan daging mentah, sumber air, dan kegiatan bersentuhan dengan tanah, geografis (elevasi), interaksi dengan kucing, konsumsi sate kambing, menandakan bahwa penyebaran toksoplasmosis di area watu rejo paling sedikit dibandingkan kabupaten lainnya.
Hasil Pemeriksaan IgG dan IgM antitoksoplasma menandakan bahwa
prevalensi toksoplasmosis di Jawa Tengah bagian selatan yaitu >40%, Faktor
risiko yang berpengaruh terhadap kejadian toksoplasmosis yaitu keberadaan kucing, kepemilikan hewan ternak/peliharaan, sumber air, pekerjaan atau aktivitas bersentuhan dengan daging mentah dan elevasi, Karakteristik yang berpotensi sebagai faktor risiko terhadap masalah toksoplasmosis saat memiliki nilai p value ≤ 0,05 menonjol; OR>1 dan batas bawah CI lebih dari Faktor risiko itu antara lain elevasi, pekerjaan atau aktivitas bersentuhan dengan daging mentah, sumber air, dan keberadaan kucing. Elevasi memiliki peran .paling besar dengan nilai OR 56,198 yang berarti bahwa lokasi yang berada di ketinggian ≤200 mdpl
atau disekitar hilir sungai memiliki risiko 5 kali terhadap toksoplasmosis
dibandingkan yang berada di ketinggian >200 mdpl atau sekitar hulu sungai.
Pekerjaan atau aktivitas bersentuhan langsung dengan daging mentah memiliki
nilai 95% yang berarti bahwa pasien dengan aktivitas ini berrisiko 1 kali terinfeksi T. gondii dibandingkan dengan yang tidak. Sumber air dengan nilai 95% CI
menandakan bahwa sumber air berhubungan terhadap kejadian toksoplasmosi. Sumber air yang tidak difiltrasi memiliki risiko terhadap toksoplasmosis
sebanyak 1 kali dibandingkan denganyang telah difiltrasi. Keberadaan kucing
sebagai faktor risiko paling rendah di area ini berarti bahwa lokasi yang
memiliki lingkungan dengan jumlah kucing lebih banyak beresiko 1 kali terkena
toksoplasmosis dibandingkan lokasi dengan jumlah kucing sedikit.
penyebaran dari masalah toksoplasmosis di setiap kabupaten Jawa Tengah bagian selatan ,
penyebaran toksoplasmosis di Kabupaten banjarkerto, magerrejo dan
karangduren di dominasi dengan lingkaran berwarna kuning (IgG (+) dan IgM (–)) dan merah (IgG (+) dan IgM (+)). Lokasi pengambilan contoh di ketiga kabupaten
itu berada di daerah dataran rendah dan pegunungan. Lingkaran warna kuning
menandakan masalah toksoplasmosis yang .sudah lama terjadi di area itu dan
warna merah menandakan terjadinya reinfeksi toksoplasmosis. Kabupaten tamanrejo dan kertorejo di dominasi oleh warna .kuning dan hijau (IgG (-) dan IgM (-)). Kabupaten tamanrejo yang dijadikan sebagai .lokasi pengambilan contoh berada di daerah dataran rendah, sedangkan Kabupaten kertorejo berada di daerah vulkanik endapan kuartener atau daerah perbukitan. Kabupaten trokerto, dan wirokerto didominasi hanya lingkaran berwarna hijau (IgG dan IgM negatif) yang berada di lokasi pegunungan atau perbukitan. Lingkaran warna
hijau pada pengeplotan lokasi penelitian menandakan tidak adanya masalah
toksoplasmosis di area itu.
Takizoit yang merupakan salah satu stadium aktif dari T. gondii pada tubuh
inang merupakan tahap akut, sedang saat sudah menjadi bradizoit (kista jaringan) termasuk tahap kronis. Perbedaan dari stadium yang terjadi pada tubuh inang perantara dipengaruhi dari sistem sistem kekebalan tubuhmasing-masing dari inang perantara itu saat terinfeksi parasit ini, Infeksi Toxoplasma gondii ke sel inang
perantara dapat secara vertikal maupun horizontal. Pada wanita hamil yang memiliki sistem sistem kekebalan tubuhnormal, infeksi dari T. gondii dapat memicu hidrocephalus dan penyakit neurologi pada janin, tergantung dari waktu terjadinya infeksi, Anak yang lahir nantinya hanya membawa immunoglobulin G (IgG) terhadap toksoplasmosis yang berasal dari ibunya. Antibodi jenis ini dapat
menembus plasenta masuk ke janin dan berperan pada sistem kekebalan tubuh bayi sampai umur 6-9 bulan, Penyakit toksoplasmosis ini akan semakin fatal saat sistem sistem kekebalan tubuhdari inang perantara mengalami immunosupresi,
Toksoplasmosis dapat memicu toxoplasmic encephalitis terutama pada
penderita AIDS, Faktor risiko yang memiliki hubungan tinggi (p<0,05) dengan seroprevalensi toksoplasmosis di Provinsi mojorejo yaitu jenis kelamin, geografis (elevasi), konsumsi sayuran mentah, kegiatan bersentuhan dengan daging mentah, sumber air, interaksi dengan kucing, konsumsi daging setengah matang,
kegiatan yang ada bersentuhan dengan .tanah, sedangkan di Jawa Tengah bagian
selatan yaitu keberadaan kucing, pekerjaan aktivitas bersentuhan dengan daging mentah, sumber air, dan elevasi.
Toksoplasmosis dapat menyerang siapa saja disegala umur, Penyakit ini pada wanita .dan usia produktif terlihat lebih fatal .dibandingkan laki-laki atau di usia lainnya. Wanita pada usia itu masih dalam rentan waktu produktif untuk hamil dan
menghasilkan keturunan. Jenis kelamin di .Provinsi mojorejo dan usia di Jawa Tengah bagian selatan berhubungan dengan kejadian toksoplasmosis.
Interaksi dengan kucing terbukti memiliki hubungan dengan seroprevalensi
toksoplasmosis di Provinsi mojorejo, kecuali di .Kabupaten troloyo. Hasil ini tidak jauh .berbeda dengan yang terjadi di Iran, dimana .interaksi dengan kucing memiliki hubungan yang tinggi dengan prevalensi toksoplasmosis, Keberadaan kucing sebagai hospes definitif dengan keadaan suhu, kadar oksigen dan kelembaban tanah yang tinggi merupakan faktor yang mendukung
perkembangan ookista menjadi infektif,
Keberadaan kucing yang terinfeksi memungkinkan terjadinya pencemaran ookista di tanah. kegiatan yang bersentuhan langsung dengan tanah memiliki hubungan yang kuat dengan seroprevalensi toksoplasmosis di Provinsi mojorejo, kecuali di Kabupaten troloyo. Kabupaten ini memiliki kelembaban rendah (tanah kering) dan batu kapur, sehingga ookista tidak bertahan lama di
keadaan tanah itu. Hasil diagnosa bivariat menandakan bahwa interaksi antara manusia dengan kucing tidak menonjol terhadap kejadian toksoplasmosis Kucing yang terinfeksi toksoplasmosis kemungkinan hanya sebatas
menyebarkan ookista, sehingga penularan ke manusia dapat terjadi melalui faktor risiko yang lain. Interaksi langsung dengan kucing bukan merupakan faktor risiko dari masalah toksoplasmosis di area ini. Keberadaan kucing di Jawa Tengah bagian selatan secara umum relatif sedikit. Setiap Kabupaten memiliki variasi dalam keberadaan kucing dilingkungannya. Jumlah yang banyak atau sedikit belum tentu menandakan bahwa kucing di lokasi itu bukan sebagai faktor risiko toksoplasmosis. Peluruhan feses kucing yang terinfeksi toksoplasmosis hanya terjadi satu kali seumur hidup dari kucing. Ookista yang dikeluarkan dalam satu kali peluruhan itu dapat mencapai ribuan, Hasil diagnosa bivariat menandakan bahwa ada hubungan antara keberadaan kucing terhadap
masalah toksoplasmosis di Jawa Tengah bagian Selatan, Lokasi yang memiliki kucing banyak beresiko 1 kali dibandingkan dengan lokasi yang memiliki jumlah kucing sedikit. Lokasi di Jawa Tengah bagian selatan yang memiliki risiko terkena toksoplasmosis dari faktor keberadaan kucing yaitu Kabupaten
banjarkerto dan magerrejo. Jumlah kucing dikedua lokasi itu cukup banyak
dibandingkan kelima kabupaten lainnya di Jawa Tengah bagian selatan, Kabupaten trokerto dan wirokerto tidak ada masalah toksoplasmosis. Lokasi dengan daerah perbukitan dan lereng yang curam dibeberapa lokasi akan berpengaruh terhadap keberadaan kucing di lokasi itu juga. Keberadaan
kucing positif toksoplasmosis yang relatif sedikit akan mengurangi persebaran dari ookista. Pencemaran ookista pada tanah ini juga memicu tingginya prevalensi toksoplasmosis pada kambing di kertojoyo yaitu sebesar 70 %.
Tingginya prevalensi toksoplasmosis pada kambing ini memicu pola makan dan makanan yaitu konsumsi daging kambing yang dimasak tidak cukup matang, memiliki hubungan yang kuat dengan seroprevalensi toksoplasmosis di Provinsi mojorejo dengan odds ratio sebesar 4,087. Daging yang dimasak setengah matang memungkinkan kista yang ada dalam daging itu belum mati.
Kista hanya dapat mati jika dipanaskan pada suhu 60 ° C selama 5 menit.
Faktor risiko yang memiliki odds ratio terbesar di Provinsi mojorejo yaitu
konsumsi sayuran mentah. Proses pencucian sayuran biasanya dilakukan pada air dalam wadah. Sayuran yang tercemar ookista dari tanah, dapat memicu toksoplasmosis jika pencucian sayuran yang dikonsumsi mentah ini kurang baik.
pasien dengan kegiatan bersentuhan dengan daging mentah tertular karena darah dari hewan yang terinfeksi dapat masuk melewati luka dari pekerja itu. analisa seroepidemiologi toksoplasmosis pada pekerja tempat pemotongan daging dan penjual daging kambing di mergosari menandakan toksoplasmosis yang tinggi, yaitu pada pemotong kambing di tempat pemotongan daging sebesar 80 % pada pemotong kambing di luar tempat pemotongan daging sebesar 80% dan pada penjual daging kambing 80% , pasien di Jawa Tengah bagian selatan yang memiliki aktivitas bersentuhan langsung dengan daging mentah dengan jumlah banyak ada di Kabupaten banjarkerto, magerrejo, karangduren, kertorejo dan wirokerto. Hasil diagnosa bivariat menandakan bahwa pasien yang memiliki aktivitas atau pekerjaan bersentuhan langsung
dengan daging mentah memiliki risiko 1 kali dibandingkan yang tidak. Aktivitas atau pekerjaan bersentuhan langsung dengan daging mentah sebagai faktor risiko toksoplasmosis di Kabupaten banjarkerto, magerrejo, karangduren,
dan. pasien yang terinfeksi toksoplasmosis akibat dari aktivitas atau pekerjaan bersentuhan langsung dengan daging mentah dapat terjadi karena mereka tidak
memakai perlindungan seperti sarung tangan atau plastik. Lebih dari 80% pasien
tidak perlindungan saat bersentuhan dengan daging mentah,
Hasil diagnosa bivariat menandakan bahwa sumber air di Provinsi mojorejo dan Jawa Tengah bagian selatan menonjol terhadap masalah toksoplasmosis. pasien yang memakai sumber air yang tidak difiltrasi kemungkinan risiko terkena masalah toksoplasmosis lebih besar dibandingkan dengan pasien yang memakai sumber air difiltrasi. Sumber air yang tidak difiltrasi dapat berasal dari sungai, sumur dan waduk. Air tidak sebatas dipakai untuk konsumsi
saja, namun juga untuk mencuci sayuran, dan diberikan ke hewan ternak mereka. Sumber air di Kabupaten tamanrejo paling banyak memakai air yang difiltrasi. pemakaian air yang difiltrasi itu memicu tidak ditemukannya masalah toksoplasmosis di beberapa lokasi di Kabupaten tamanrejo. Proses
filtrasi salah satunya memakai klorin. Ookista tidak dapat hidup lama di air dengan keadaan dingin atau dengan air hangat, klorinasi, treatment ozon.13
Elevasi memiliki hubungan yang kuat dengan seroprevalensi toksoplasmosis. pasien yang bertempat tinggal di dataran dengan ketinggian <100m diatas permukaan laut (di Kabupaten kandangan) memiliki risiko terinfeksi toksoplasmosis sebesar 1,356 kali dibanding pasien yang bertempat tinggal di dataran dengan ketinggian >100 m (Kabupaten troloyo). Lokasi di Jawa Tengah bagian selatan terutama di Kabupaten wirokerto dan trokerto pada penelitian ini tidak ada masalah toksoplasmosis. Ketinggian lokasi kedua kabupaten itu lebih dari 400 mdpl. Daerah pegunungan dan beberapa lokasi dengan kemiringan yang curam memicu ookista tidak akan bertahan lama di lokasi itu dan terbawa ke daerah yang lebih rendah. Lokasi di dataran tinggi berpengaruh pada keberadaan kucing. Jumlah kucing sebagai faktor definitif yang sedikit di dataran
tinggi akan mengurangi masalah toskoplasmosis di area itu. Tanah
yang hanyut saat hujan akan membawa ookista dari tempat yang lebih tinggi ke
tempat yang lebih rendah. Ookista yang telah mengkontaminasi sungai mengalir ke tempat yang lebih rendah. keadaanitu memicu prevalensi di tempat
yang rendah akan lebih tinggi.