Selasa, 05 Januari 2021

tetelo

 





 VIRUS TETELO DENGAN METODE RT-PCR DAN REA



Newcastle disease (ND) atau  tetelo yaitu  penyakit respirasi   sistemik yang   menular dan memicu   kematian  unggas berbagai umur,
tetelo dipicu oleh virus Avian  paramyxovirus serotipe I (APMV-I) yang
termasuk dalam genus Avulavirus , famili  Paramixoviridae,  ordo Mononegavirales.
Strain virus tetelo dibedakan menjadi 4  golongan atau patotipe berdasar virulensinya yaitu  mesogenic, lentogenic, viscerotropic velogenic,  neurotropic velogenic,
Identifikasi virus tetelo   dilakukan  dengan  teknik pengujian molekuler  dan
konvensional ,   Sekuensing asam amino protein fusion (F)  virus  tetelo   didahului dengan   reverse transcription  polymerase chain reaction (RT-PCR) dapat dipakai untuk membedakan patotipe virus  tetelo    dengan tanda keberadaan leusin dan  fenilalanin pada  cleavage site,
Teknik restriction endonuclease   analysis (REA)  dipakai untuk  membedakan virus  tetelo   strain  avirulen dan  virulen  melalui pemotongan DNA pada
restriction site dengan enzim tertentu,
Kombinasi antara  REA  dan   RT-PCR  menjadi pilihan untuk identifikasi   patotipe virus tetelo  , untuk  menentukan patotipe virus  tetelo    pada ayam   broiler secara cepat memakai  teknik reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) yang diikuti teknik  restriction endonuclease analysis (REA)  dengan enzim Hin1l. agar memberikan informasi   identifikasi patotipe virus  tetelo   secara mudah ,

Amplifikasi gen penyandi protein F virus  tetelo  dilakukan dengan Roche Transcriptor  One-Step RT-PCR Kit (nomor katalog: 04 655 877 001) dimulai dari satu siklus reverse  transcription pada suhu 50  ° C selama 30 menit  dan initial denaturation pada suhu 94   ° C,  selama 7 menit. Proses amplifikasi PCR terdiri  dari 40 siklus yang terbagi menjadi 3 tahapan  yang dimulai dari tahap denaturation pada
suhu 94 ° C    selama 10 detik, kemudian  tahapan annealing pada suhu 50 ° C  selama 30 detik, dan tahap terakhir extention pada suhu 68 ° C  selama 30 detik. Tahapan berikutnya    yaitu  final extention pada suhu 68 ° C   selama  7 menit dan diakhiri dengan proses soak  dengan suhu 4 ° C   selama 3,5 detik,  Produk
hasil RT-PCR dipisahkan dengan proses  elektroforesis kemudian divisualisasikan pada gel agarose UltraPureTM   Invitrogen (nomor  Katalog: 16500-100) 1,5%.


contoh yang dipakai dalam penelitian  ini merupakan hasil isolasi RNA virus tetelo
pada ayam broiler dari telur ayam berembrio  specific antibody negative (TAB SAN) ,   4 isolat yang dipakai  dalam penelitian diberi kode BR1, BR2, BR3,
dan BR4, Hasil isolasi RNA dipakai sebagai  template amplifikasi gen penyandi protein  fusion (F) virus  tetelo  dengan memakai  sepasang primer khusus, primer A dan primer  B , pada Tabel  dibawah ini

Tabel   Primer gen penyandi protein F virus tetelo,

  Kode :     Sense   :          Sekuen Primer   :                 Produk PCR  :  
A         +     5'-TTGATGGCAGGCCTCTTGC-3'
                                363 bp
B         -      5'-GGAGGATGTTGGCAGCATT-'3


 
Penelitian ini memakai 4 isolat  virus  tetelo  pada ayam broiler  yang sudah melalui proses isolasi RNA dari  suspensi virus tetelo   pada telur ayam berembrio
specific antibody negative (TAB SAN). Isolat  RNA kemudian dipakai sebagai template pada amplifikasi gen F virus  tetelo  dengan  metode RT-PCR. Produk hasil RT-PCR  dipisahkan dengan proses elektroforesis  kemudian divisualisasikan pada gel agarose 1,5%. Produk RT-PCR yang dihasilkan  berukuran 363 bp ,
Penentuan urutan basa nukleotida dengan  sekuensing dilakukan untuk menentukan urutan  asam amino yang menentukan struktur protein  dan fungsinya. Hasil sekuensing kemudian  didiagnosa memakai program MEGA 6.06
dengan melakukan multiple alignment neighbor joining antara sekuen nukleotida
isolat uji dan data gen penyandi protein F virus  tetelo  dari Genbank. Perbedaan asam amino pada  cleavage site  dipakai  sebagai acuan penentuan patotipe virus tetelo,  Gen F menjadi target amplifikasi dalam  penentuan patotipe virus  tetelo sebab memiliki  peran  dalam penentuan virulensi,  Strain virus  mesogenic dan  velogenic  termasuk  dalam golongan virulen dengan sekuen  112R/K-R-Q-K/R-R116 dengan fenilalanin  pada cleavage site, sedang strain virus  lentogenic termasuk dalam golongan avirulen .dengan sekuen 112G/E-K/R-Q-G/E-R116 dan
leusin pada cleavage site,  Strain virus  tetelo  velogenik memiliki 2 pasang residu asam  amino basa di sekitar cleavage site.
Strain lentogenic virus tetelo  hanya terdapat  dua residu asam amino basa tunggal pada  critical position cleavage site.Dengan  melihat urutan sekuen asam amino dan  cleavage site dapat ditentukan patotipe virus tetelo,
Strain  mesogenic memiliki dua pasang residu asam  amino basa atau arginin tunggal dan sepasang  lisin/arginin pada critical position cleavage site.
 Isolat BR1 dan BR4 mengenai sekuen  asam amino 112G-R-Q-G-R116 dan leusin
pada cleavage site sehingga digolongkan   dalam strain virus  tetelo  lentogenik atau   avirulen,
Hasil elektroforesis produk amplifikasi gen F virus tetelo    (363 bp). [M]: DNA
ladder 100 bp; [K(+)]: kendali positif yang berasal dari live vaccine; [K(-)]: kendali
negatif; [BR1, BR2, BR3, BR4]: isolat yang memperlihatkan hasil positif,
Hasil ektroforesis produk RT-PCR yang diikuti dengan REA. [M]: DNA
ladder 100 bp; [K]: kendali yang berasal dari produk amplifikasi yang tidak dipotong  enzim restriksi; [BR1; BR4]: produk amplifikasi yang terpotong menjadi beberapa  fragmen DNA oleh enzim restriksi; [BR2; BR3]: produk amplifikasi yang tidak  terpotong oleh enzim restriksi,
Hasil diagnosa sekuen asam amino  memperlihatkan kesesuaian dengan hasil
penentuan patotipe virus  tetelo  metode REA  dengan enzim Hin1l yaitu keduanya
memperlihatkan dalam strain virus tetelo  lentogenik. contoh uji BR2 dan BR3
mengenai sekuen asam amino 112R-R-Q-KR116 dan fenilalanin pada cleavage site
sehingga digolongkan  dalam strain virus  tetelo  mesogenik atau
virulen,
4 produk amplifikasi positif  tetelo  dibedakan patotipenya dengan metode REA
memakai enzim restriksi Hin1l yang  diperoleh dari bakteri Haemophilus influenza
RFL, Enzim ini mampu membedakan  patotipe virus tetelo  berdasar pola
pemotongan DNA yang dapat divisualisasikan  dengan elektroforesis gel agarose 2,5%.  Sekuen pengenalan enzim Hin1l adalah 5’…G
R ↓ C G Y C… 3’ dan 3’…C Y G C ↑ R  G… 5’ , yaitu R mewakili basa purin dan Y
mewakili basa pirimidin. berdasar sekuen  pengenalan yang dihasilkan enzim Hin1l dapat   membedakan virus  tetelo  avirulen  dan  virulen ,
Virus  tetelo  virulen tidak memiliki sekuen  pengenalan Hin1l sehingga DNA virus tetelo  tidak terpotong oleh enzim Hin1l sedang virus tetelo avirulen memiliki sekuen pengenalan  Hin1l sehingga memperlihatkan pola pemotongan
tertentu pada elektroforesis gel agarose setelah  diinkubasi selama 3 jam. Visualisasi hasil  elektroforesis produk RT-PCR yang diikuti  dengan REA ,
terpisahnya DNA menjadi  beberapa fragmen pada contoh uji BR1 dan
BR4 memperlihatkan adanya sekuen pengenalan  yang menjadi tempat menempelnya enzim  restriksi dan melakukan pemotongan pada  sekuen itu. Jumlah fragmen yang  dihasilkan dipengaruhi oleh panjang sekuen
pengenalan,
Enzim Hin1l yang mengenai  sekuen pengenalan sepanjang 6 pasang basa
memotong untai DNA BR4 dan BR1  pada 2  tempat yaitu pada nukleotida ke 262 dan nukleotida ke 249  sehingga menghasilkan 3  pola pemotongan DNA pada elektroforesis gel  agarose 2,5% yaitu  13 bp, 249 bp dan  101 bp,
Visualisasi elektroforesis gel agarose 2,5%  BR2 dan BR1 memperlihatkan DNA terpisah  menjadi 2 fragmen yaitu pada  101 bp dan  249 bp  sedang  fragmen 13 bp tidak  tervisualisasi sebab ukurannya terlalu kecil.
berdasar pola  pemotongan fragmen yang terbentuk, isolat uji  BR4 dan BR1 digolongkan sebagai strain virus  tetelo  avirulen. Produk amplifikasi BR3  dan BR2
tidak memperlihatkan terjadinya restriksi DNA  dibuktikan dengan fragmen DNA yang tetap  utuh selain itu contoh tetap sejajar dengan  kendali uncutting,  Ketiadaan sekuen  pengenalan pada BR3 dan BR2  memperlihatkan  bahwa kedua isolat uji itu tergolong  dalam strain virus tetelo  virulen. diagnosa dengan
CLC sequence viewer 7.0.2 untuk melihat  sekuen pengenalan enzim Hin1l pada isolat uji. Rekapitulasi hasil penentuan patotipe virus  tetelo
dengan teknik RT-PCR dan REA  pada  Tabel  bawah

Tabel. Rekapitulasi hasil penentuan patotipe virus ND dengan teknik RT-PCR dan REA

Kode    Hin1l (bp)    RT-PCR                Strain
isolat             (asam amino 112-117)

    
BR1      13/101/249     G R Q G R L             Avirulen/ lentogenic
BR2          363         R R Q K R F              Virulen/ mesogenic
BR3          363         R R Q K R F             Virulen/ mesogenic
BR4      13/101/249     G R Q G R L             Avirulen/ lentogenic



molekuler DNA RNA

 


 PERAN ENZIM P38 MITOGEN-ACTIVATED PROTEIN KINASE (MAPK)
TERHADAP PENINGKATAN KADAR ANGIOTENSINOGEN


Mekanisme yang menerangkan  hubungan langsung  kegemukan abdominal dengan  penyakit kardiovaskuler masih belum ada ,namun  penyebaran jaringan adiposa pada  kegemukan abdominal berimplikasi pada resiko munculnya tekanan darahtinggi,   kegemukan  salah satu faktor  pemicu munculnya penyakit  kardiovaskuler,  tekanan darahtinggi,  kenaikan berat badan   10 kilogram memicu  tekanan darah diastolik  2,3  mmHg  dan   tekanan darah sistolik  3,0 mmHg ,
Jaringan adiposa intraabdominal diduga lebih  aktif dalam menghasilkan berbagai molekul  yang berperan dalam metabolisme  dibandingkan jaringan adiposa di bagian lain dalam tubuh,
 mekanisme yang  menerangkan terjadinya tekanan darahtinggi pada  kegemukan, yaitu  melalui aktifasi  sistem renin angiotensin (RAS), Penelitian  pada  tikus transgenik yang meng-overekspresi  angiotensinogen hanya di jaringan adiposa.menampakkan peningkatan angiotensinogen  plasma dan terjadi peningkatan tekanan darah.Penelitian  pada tikus yang diberi  lemak diet  untuk menginduksi terjadinya kegemukan  memperlihatkan terjadinya peningkatan  tekanan darah yang dipicu oleh peningkatan aktifasi RAS,Hiperglikemia  adalah salah satu  faktor yang  memodulasi ekspresi gen angiotensinogen di jaringan adiposa.
Angiotensinogen adalah  prekursor untuk membentuk angiotensin II,
yang adalah efektor utama yang  memediasi terjadinya tekanan darahtinggi.
 ini menampakkan adanya peran  angiotensinogen dari jaringan adiposa dalam
regulasi tekanan darah.Adiposit  menghasilkan angiotensinogen dan  beberapa
komponen lainnya yang berperan dalam RAS,  selain hati sebagai organ primer penghasil  angiotensinogen, Namun  bagaimana mekanisme yang menjelaskan .peningkatan angiotensinogen pada adiposit  akibat kondisi glukosa tinggi ,masih belum  diketahui,
pada kultur sel tubular ginjal  memperlihatkan bahwa peningkatan ekspresi
angiotensinogen akibat pajanan glukosa tinggi melibatkan aktifitas enzim p38 mitogen  activated protein kinase (p38 MAPK),  Jalur  aktifasi p38 MAPK terutama melalui apoptosis  signal-regulating kinase (ASK1), adalah  sensor stress oksidatif yang diaktifkan oleh  reactive oxygen species (ROS),
 apakah peningkatan angiotensinogen .di adiposit akibat pajanan glukosa tinggi juga  melibatkan aktifitas enzim p38 MAPK,masih belum  diketahui,
Kultur Adiposit
Kultur adiposit berasal dari hasil isolasi  preadiposit dari jaringan adiposa viseral tikus  Rattus norvegicus galur Wistar jantan berusia  3 minggu, Jaringan serat (fibrosa) dan  pembuluh darah terlebih dahulu dibuang, kemudian jaringan adiposa dicuci dengan 10  mL larutan phosphate buffer saline (PBS),  kemudian  dihaluskan  ,Suspensi jaringan itu   diinkubasi dengan 0,2% Collagenase jenis I
selama 45 menit, suhu 37 ° C  dengan  pengocokan, Inkubasi dihentikan dengan
menambahkan media perbenihan Dulbecco's  modified eagle medium (DMEM) yang  ditambahkan dengan  10% fetal bovine serum (FBS),33 µmol/L biotin, 17 µmol/L D-pantothenate   , 15 mmol/L 4-(2- hydroxyethyl)-1 piperazineethanesulfonic acid buffer solution (HEPES), 14 mmol/L NaHCO3,
 Suspensi  sel diputar 1500 rpm selama 7 menit, sehingga  tampak pelet yang mengandung fibroblastlike preadipocyte. kemudian sel diresuspensi
dengan media perbenihan, kemudian diputar  1500 rpm selama 7 menit, Pelet diresuspensi  lagi dengan media perbenihan. Suspensi sel  ditumbuhkan di culture plate dengan inkubasi  pada suhu 37° C  , 5% CO2 selama 24 jam. Sel
dicuci setiap 3 hari sekali. sesudah mencapai  monolayer, preadiposit ditumbuhkan dalam  media adipogenik, yaitu DMEM/F12 dengan  ditambahkan
100 nM deksametason, 0,5 mM  isobutylmethylxanthine (IBMX) , 10 µg/mL transferin,100 U/mL penisilin , 100  U/mL streptomisin, dan  66 nM insulin,
untuk menstimulasi diferensiasi  preadiposit menjadi adiposit yang dewasa,
Pajanan glukosa   Kultur preadiposit diinduksi .differensiasinya selama 24 jam menjadi   adiposit yang matur, kemudian pada medium .kultur dipajankan glukosa dengan kandungan 5 mM sebagai kondisi fisiologis yang bertugas  sebagai pengendali normal, dan  kandungan  glukosa 25   mM dan 11 mM sebagai kondisi
glukosa tinggi, Sel diinkubasi selama 24 jam  kemudian dilakukan pengukuran parameter penelitian,
Pemeriksaan Morfologi Adiposit dengan  Pengecatan Oil Red O , Pengamatan morfologi adiposit dilakukan  dengan metode pengecatan memakai Oil Red O. Sel pada masing-masing perlakuan  difiksasi dengan formalin 10%,  Sel dicuci
dengan akuades kemudian dikeringkan.  kemudian sel ditetesi dengan propylene
glycol 2 kali, selama masing-masing 5 menit,  kemudian ditetesi dengan pewarna Oil Red O  selama 7 menit. Sel dicuci dengan akuades  kemudian ditetesi hematoxylin selama 1 menit.  Sel dicuci lagi dengan akuades dan ditunggu
sampai kering, sesudah itu diamati dengan  mikroskop cahaya Olympus pada perbesaran  400x.
Pengukuran Kadar Enzim p38 MAPK  Intrasel Adiposit dengan metode ELISA
Sel adiposit dilisiskan terlebih dahulu  dengan lysis buffer (mengandung 62,5 mM
Tris-HCl, pH 6.8, 2% SDS, 10% glycerol, 50 mM dithiothreitol, dan 0.1% bromophenol blue). Kemudian dilakukan pengukuran  p38MAPK terfosforilasi dengan ELISA berdasar prosedur yang tertera dalam p38 .immunoassay kit assay.
Pengukuran kadar angiotensinogen dengan  metode ELISA Antigen (kadar antigen 1 g/ml) dalam  coating buffer (1: 9) tampak dengan  melarutkan dalam TBS sampai 1 ml hingga  memiliki kadar 10 g/ml dan ditambahkan
coating buffer hingga 10 ml. Antigen di￾coating pada plate ELISA selama semalam  pada suhu 4  °  C. Dicuci dalam PBS-Tween 3x3  menit. Diblok dengan blocking buffer (BSA  1% dalam PBS) 50 l / well. Diinkubasi selama
2 jam suhu ruang. Dicuci dalam PBS-Tween  3x3 menit. Coating antibodi primer (50 l / well) dengan inkubasi selama 2 jam pada suhu  ruang. Dicuci dalam PBS-Tween 3x3 menit.  Coating antibodi sekunder Anti Rabbit IgG AP  Conjugated (1:2500) dalam TBS melalui  inkubasi selama 2 jam pada suhu ruang. Dicuci
dalam PBS-Tween 3x3 menit. Ditambahkan  substrat pNPP dalam dietanolamin 10% (50 l  / well). Diinkubasi 30 menit, suhu ruang (tidak  dicuci, yang dibaca adalah pNPP yang terikat  Ab sekunder). Ditambahkan NaOH 3M (50 l/ well) sebagai stop reaction. sesudah 15 menit,  dibaca dengan ELISA reader pada λ=405 nm.
diagnosa Statistik
Data didiagnosa sebagai data kelompok  dan disajikan dalam bentuk rerata dan
simpangan baku [rerata (SD)]. Data diuji  dengan uji diagnosa ragaman (ANOVA) untuk  membandingkan perbedaan rerata tiap  kelompok dan  dilakukan diagnosa Path untuk  mengetahui pengaruh pajanan glukosa tinggi  terhadap kadar angiotensinogen dan p38  MAPK, dengan nilai p<0,05 dapat dianggap menonjol.
Morfologi Kultur Adiposit  Pengamatan morfologi adiposit  memakai pengecatan Oil red O untuk  mendeteksi adanya tetes lemak (lipid droplet),  karena secara fisiologis adiposit berperan  sebagai tempat menyimpan cadangan energi
berupa triasilgliserol yang nampak sebagai  tetes lemak yang berwarna merah. Sebagai  counterstain dipakai hematoxylin untuk  mewarnai bagian sel lainnya yang nampak  berwarna biru ,  bahwa sel yang diamati adalah  adiposit, masalah ini sesuai dengan  sifat adiposit yang matur .
yang mengatakan bahwa adiposit  matur memiliki bentuk sel bulat dengan tetesan  lemak yang sangat besar, sehingga  menempatkan inti sel dan sitoplasma pada  bagian tepi sel.
 Morfologi perbenihan adiposit dengan  pengecatan Oil red O yang diamati dengan
mikroskop cahaya perbesaran 400x.  Kadar Enzim p38 MAPK Terfosforilasi
pada Kultur Adiposit Hasil pengukuran kadar p38 MAPK  terfosforilasi pada kultur adiposit yang dipajan  glukosa kandungan 5 mM, 11 mM dan 25 mM
dengan memakai metode ELISA   pada Tabel ini

Tabel  Hasil Pengukuran Kadar p38 MAPK  terfosforilasi

golongan pajanan         Rerata (SD)
glukosa pada             Kadar p38 MAPK
kultur Adiposit            (pg/mL)

Glukosa 5 mM             209 (32,51)
Glukosa 11 mM         676,5 (122,09)
Glukosa 25 mM         694 (130,71)

berdasar hasil mengukuran tampak perbedaan yang menonjol antara
rerata kadar p38 MAPK terfosforilasi di kultur  adiposit yang dipajan glukosa 25 mM dan 11  mM dibandingkan yang ada pada pajanan  glukosa 5 mM (p=0,000). Kadar p38 MAPK yang terfosforilasi pada pajanan glukosa 25  mM tidak berbeda menonjol dengan kadar p38  MAPK pada kelompok pajanan glukosa 11
mM (p=0,941). Kadar Angiotensinogen pada Kultur  Adiposit Hasil pengukuran kadar angiotensinogen  pada kultur adiposit yang dipajan glukosa  kandungan 5 mM, 11 mM dan 25 mM dengan  memakai metode ELISA disajikan pada
Tabel bawah

Tabel Hasil Pengukuran Kadar Angiotensinogen

golongan              Rerata (SD)  Kadar
pajanan glukosa         Angiotensinogen
pada kultur             (pg/mL)
Adiposit

Glukosa 5 mM             54,94 (9,52)
Glukosa 11 mM         64,59 (17,92)
Glukosa 25 mM         88,16 (4,29)

 hasil pengukuran tampak perbedaan yang menonjol antara rerata kadar
angiotensinogen di kultur adiposit yang dipajan glukosa 25 mM dibandingkan yang ada  pada pajanan glukosa 5 mM (p=0,000) dan  pada pajanan glukosa 11 mM (p=0,002).  Kadar angiotensinogen pada pajanan glukosa 11 mM tidak berbeda nyata dengan kadar angiotensinogen pada pajanan glukosa 5 mM
(p=0,263 ).diagnosa Path Hubungan antara masing-masing variabel  dan seberapa besar pengaruh pajanan glukosa  terhadap masing-masing variabel diuji dengan  regresi korelasi dengan diagnosa Path yang dinyatakan dalam koefisien Path (r) dan nilai  signifikansinya dinyatakan sebagai p.  berdasar diagnosa Path diketahui bahwa ada pengaruh pajanan glukosa kepada enzim p38
MAPK di kultur adiposit (r=0,808; p=0,000),  dan ada pengaruh pajanan glukosa terhadap  peningkatan kadar angiotensinogen (r=0,758; p=0,000). ada pengaruh enzim p38   MAPK terhadap kadar angiotensinogen (r=0.581; p= 0.003).
Enzim p38 MAPK adalah salah satu  anggota famili MAP serin/threonin protein
kinase, selain extracellular signal-regulated  protein kinase (ERK1 atau p44MAPK), ERK2  (p42MAPK), dan c-Jun NH2-terminal kinase  (JNK) atau stress-activated protein kinase (SAPK).
 Aktifasi p38 MAPK diinduksi  oleh berbagai stimulus stress endogen maupun   eksogen, antara lain  sitokin-sitokin proinflamasi, heat  shock   radiasi sinar ultra violet,  hiperglikemia, ROS, stress  osmotik,
 bahwa pajanan glukosa tinggi pada kultur adiposit, yaitu pada  kandungan glukosa  25  mM dan 11   mM    meningkatkan aktifitas enzim p38 MAPK,
melalui peningkatan kadar enzim p38 MAPK  yang terfosforilasi,
 Diantara  beberapa stimulator aktifasi p38 MAPK  itu , ROS yang sangat kuat dalam .mengaktifasi p38 MAPK.11,19 Penelitian pada .sel tubular ginjal  bahwa pajanan  glukosa tinggi  mengaktivasi p38 MAPK dan  meningkatkan produksi  ROS ,
bahwa pada pajanan glukosa 11 mM sudah  menimbulkan efek pada peningkatan aktifitas  enzim p38 MAPK yang tidak berbeda dengan  yang ada pada pajanan glukosa 25 mM, Peningkatan aktifitas enzim p38 MAPK pada  pajanan glukosa 11 mM dan 25 mM   akibat peningkatan ROS, ROS  mengaktifkan ASK1 yang
adalah sensor adanya stress oksidatif.  ASK1 mengaktifkan MKK3/6 (MAPK kinase)  yang kemudian memfosforilasi enzim p38  MAPK pada  tirosin182   dan  residu threonin180 ,   sehingga enzim p38 MAPK menjadi aktif.
Enzim p38 MAPK yang teraktifasi kemudian  dapat memfosforilasi actifator transcription  factors (ATF-2) yang menstimulasi transkripsi  gen.
Enzim p38 MAPK yang aktif dapat  mempengaruhi beberapa proses seluler, antara
lain  respon jaringan spesifik akibat stres  melalui regulasi ekspresi gen,  pertumbuhan sel ,  apoptosis, inflamasi,    
. Enzim p38  MAPK juga meregulasi serin kinase dan  mengaktifasi faktor transkripsi yang  memicu berbagai efek patologis,
Penelitian di sel hepatosit diketahui bahwa  ekspresi angiotensinogen juga dipengaruhi oleh  IL-6 yang adalah aktivator ekspresi protein .tahap akut kelas II. Angiotensinogen  diekspresikan oleh hepar dan  oleh   beberapa jaringan seperti
jaringan adiposa,otak, jantung, ginjal   yang  mana ekspresinya dapat mempengaruhi fungsi  organ secara lokal.
regulasi ekspresi angiotensinogen di hepar  diketahui bahwa angiotensinogen termasuk  dalam protein tahap akut kelas I yang .ekspresinya diregulasi oleh interleukin (IL)-1 α  dan ß dan  tumor necrosis factor (TNF) α dan ß.
bahwa  pada pajanan glukosa yang tinggi (kandungan  25 mM), terjadi peningkatan sekresi  angiotensinogen yang menonjol dibandingkan  dengan sekresi angiotensinogen pada kultur  adiposit yang dipajan glukosa 5 mM dan 11
mM. Angiotensinogen adalah molekul  glikoprotein dengan berat molekul kira kira 55- 60 kilodalton. Angiotensinogen adalah  prekursor angiotensin II dalam RAS dan  sebagai subtrat bagi enzim renin.
Penelitian  pada tikus yang diberi pajanan glukosa  tinggi hingga 18 mM memicu
peningkatan ekspresi gen angiotensinogen di  jaringan adiposa,  Hasil penelitian ini terbukti  bahwa pajanan glukosa tinggi, yakni pada  kadar glukosa 25 mM dapat meningkatkan  sekresi angiotensinogen oleh adiposit,  Mekanisme peningkatan kadar  angiotensinogen di kultur adiposit pada  pajanan glukosa tinggi (25 mM) diduga  melalui jalur biokimia yang diaktifkan akibat  peningkatan ROS, yang kemudian dapat  mengaktifkan enzim p38 MAPK. Penelitian
pada sel tubular ginjal dilaporkan bahwa terjadi  peningkatan ekspresi mRNA angiotensinogen .yang dipicu oleh peningkatan  pembentukan ROS. ROS`akan mengaktifkan .enzim p38 MAPK yang kemudian mengaktifkan faktor transkripsi yang berperan .pada ekspresi gen angiotensinogen, .berdasar diagnosa Path dari hasil penelitian .ini menampakkan bahwa ada pengaruh enzim p38 MAPK terhadap kadar angiotensinogen (r=0.581; p= 0.003),
bahwa sistem renin angiotensin dapat berfungsi  secara lokal, bergantung pada masing-masing  organ , sehingga memunculkan konsep “local” atau “tissue” renin angiotensin systems.
Di jaringan adiposa, sistem RAS  berperan dalam pertumbuhan jaringan adiposa, berperan dalam  patogenesis tekanan darahtinggi yang berhubungan  dengan kegemukan,


  


PENGARUH TANAH DAN AIR LAUT TERHADAP  KUALITAS DNA DARI OTOT PSOAS MAYAT  MELALUI METODE STR



mayat bisa ditemukan  diberbagai tempat seperti terkubur di dalam  tanah, dibiarkan  begitu saja diatas tanah ,diatas batu ,didalam rumah  , tenggelam di dalam air laut sungai rawa, dipicu oleh keinginan  pelaku  kriminal untuk menghilangkan jejak ,  penentuan waktu kematian sangat  penting untuk menentukan situasi terakhir dari  mayat itu,  metode  yang telah dikembangkan  untuk mengungkap  misteri kasus  penemuan mayat dengan pengujian DNA forensik , Semua bahan biologis tubuh dapat  dipakai sebagai sumber DNA contohnya  kulit, rambut,saliva bagian epitel mukosa mulut,darah, urine, sperma, gigi, tulang dan  organ lunak/kuat lainnya ,  penelitian ini memakai  jaringan otot psoas mayat,
DNA  dapat diperoleh dari  mitokondria yang  dinamakan mtDNA yang sifatnya tidak  berkorelasi dengan DNA inti dan  dari    inti sel yang dinamakan DNA  kromosomal ,
 dipakai pola polimorfisme DNA inti,  karena  banyak dimanfaatkan sebagai
penentuan identitas pasien yaitu  memakai Short Tandem Repeats (STR).
Short Tandem Repeats (STR) yaitu   uncoding region yang ada pada  DNA inti dan terdiri dari 2-7 urutan  nukleotida yang tersusun berulang, Ukuran  fragmen STR  tidak lebih dari 500bp,  maka  STR dapat diamplifikasi  dengan memakai jumlah DNA template   yang  sedikit dan dapat dipakai  untuk menganalisa contoh DNA yang sudah  terdegradasi, dengan memakai 13-20  lokus STR identitas pasien bisa   ditentukan , Dipilihnya kedua  buah lokus  D18S51 dan   STR: D13S317  karena memiliki  kemampuan identifikasi  pasien  dan variasi pasangan alel  yang  cukup baik ,
 penelitian ini memakai  perbedaan kurun waktu pada hari ke-1, hari  ke-7 dan hari ke-20. Pemilihan perbedaan  kurun waktu itu, karena pada hari ke-1  adalah awal dimulainya proses identifikasi di  TKP ,  Pada hari ke-7 adalah  batas waktu paling lambat  bagi  peneliti dalam melakukan  proses identifikasi di TKP sesudah
dilaksanakan pemeriksaan pendahuluan,  memakai DNA  untuk mengungkap  kasus kematian dari  mayat yang membusuk. Pembusukan  pada mayat dipengaruhi oleh  kedua media yaitu air dan tanah,  sangat berpengaruh pada
proses pembusukan mayat ,  memakai media air laut dan  tanah regosol yang mempengaruhi proses  pembusukan mayat,
Penelitian  DNA forensik  sudah  dilakukan di area  tropis, namun penelitian tentang pemeriksaan kualitas  DNA dari jaringan otot psoas mayat pada
media tanah regosol dan air laut masih jarang  dilakukan,  Penelitian ini nantinya
 memberikan informasi untuk  kepentingan forensik, yaitu dapat mengetahui
pengaruh media air dan tanah terhadap hasil  uji kualitas DNA dari jaringan otot psoas  mayat yang mengalami pembusukan di  air laut dan dalam tanah regosol ,
Deoxyribonucleic Acid (DNA) diisolir pertama kali tahun 1869 oleh peneliti Jerman  bernama Friedrich Miescher, yang pada awal  penamaannya dinamakan nuklein karena ada  di dalam nukleus, tahun 1880, Fischer menemukan  adanya pirimidin  dan  basa purin  yang ada  dalam asam nukleat,  berdasar   penelitian  Fischer,penemuan yang  berhubungan dengan DNA  tahun 1910 ditemukannya  5 gula karbon ribose pada molekul DNA oleh  Levine, tahun 1910, Kossel  menemukan guanin dan adenin  pada purin  dan sitosin , timin pada pirimidin,  Tahun 1947, Chargaff menemukan   molekul DNA terdiri dari bagian yang  sama dari basa  adenin ,  timin , sitosin ,purin , pirimidin dan guanin ada dalam jumlah yang sama,
 Tahun 1953, Watson dan  Crick menemukan bahwa DNA berbentuk  double helix dan memperlihatkan  banyak   aktifitas dari molekul DNA, .Letak DNA ada pada nukleus,  mitokondria pada hewan , kloroplas pada  tanaman ,
DNA (Deoxyribonucleic Acid)  semua organisme, baik eukariot dan prokariot tersusun atas sel,  sel yaitu unit  struktural dan fungsional dari organisme yang
ditemukan pertama kali oleh peneliti inggris  bernama robert hooke,  sel eukariot  
lebih kompleks dibandingkan prokariot, karena sel  eukariot memiliki membran dan organel  tertentu yang tidak dimiliki sel prokariot, di  dalam sebuah sel juga ada materi genetik,  tepatnya terletak pada mitokondria dan  inti sel  pada hewan atau kloroplas pada tanaman,
Materi genetik  berupa Ribonucleic Acid (RNA)  atau Deoxyribonucleic  Acid (DNA)
Deoxyribonucleic Acid (DNA) adalah  asam nukleat yang membawa informasi
genetik dari generasi ke generasi selanjutnya,   
perbedaan antara DNA itu, yaitu:
Deoxyribonucleic Acid DNA  nukleus yang dinamakan juga DNA kromosomal,  berbentuk benang lurus ,tidak  bercabang dan berasosiasi sangat erat dengan  protein histon,
Deoxyribonucleic Acid  DNA mitokondria  dan kloroplas berbentuk melingkar ,  tidak berasosiasi dengan protein histon, dengan ciri khas, yaitu hanya
mewariskan sifat-sifat yang berasal dari ibu,  sedang DNA nukleus memiliki pola
pewarisan sifat dari kedua orang tua ,
Ukuran molekul DNA setiap spesies  berbeda satu dengan lainnya,Molekul DNA pada sel yang berinti sejati  berukuran sekitar 50-60µ , 500µ dan
1,6-1,8mm , Pada  mitokondria molekul DNA berukuran 5µ dan  molekul DNA pada bakteri berukuran 1,4mm.  
 molekul DNA  berbentuk double helix yang terdiri atas susunan kimia yang terdiri atas tiga macam  molekul, yaitu: gula pentosa atau  deoksiribosa, asam fosfat dan basa   nitrogen yang terdiri atas  pirimidin dan  basa purin ,  purin terdiri  atas guanin (G) dan  adenin (A)   pirimidin dibedakan menjadi  sitosin (S) dan  timin (T),  Adenin hanya akan berpasangan  dengan timin ,  guanin hanya akan  berpasangan
dengan sitosin, sitosin  dan   guanin  dihubungkan dengan 3 atom  hidrogen,
Adenin dan timin dihubungkan  oleh 2 atom hidrogen,
Tes DNA dilakukan dengan cara  mengambil DNA dari kromosom sel tubuh
(autosom) yang mengandung STR (short tandem repeats),  STR inilah yang bersifat unik  karena berbeda pada setiap orang,  Perbedaannya yaitu  pada urutan pasang  basa yang dihasilkan dan urutan pengulangan  STR,  Pola STR ini diwariskan dari orang tua ,
Aplikasi teknik ini contohnya pada tes DNA  untuk paternitas (pembuktian anak kandung),  yaitu tes DNA untuk membuktikan apakah  seorang anak benar-benar adalah anak kandung dari sepasang suami dan isteri, Cara  memeriksa tes DNA dilakukan dengan cara mengambil STR dari anak ,
 dibuktikan melalui tes paternitas, yaitu  dengan tes DNA sehingga dapat memberikan  bukti yang akurat hubungan biologis antara  orangtua dan anak ,
 dianalisa urutan  untaian STR ini apakah urutannya sama  dengan pasien yang dijadikan pola dari  seorang anak,  Urutan tidak hanya satu-satunya  karena pemeriksaan seorang anak ditemukan  bahwa pada kromosom nomor tiga memiliki  urutan kode AGACT dengan pengulangan dua  kali. Bila  ibu atau ayah  yang mengaku orang .tua kandungnya juga memiliki pengulangan  sama pada nomor kromosom yang sama, maka   disimpulkan antara 2 orang itu  memiliki hubungan keluarga , pasien memiliki  hubungan darah jika memiliki urutan dan
pengulangan setidaknya pada 16 STR yang  sama dengan keluarga kandungnya, maka  kedua orang yang dicek memiliki ikatan  saudara kandung atau hubungan darah yang  dekat. Jumlah ini  kecil dibandingkan  dengan keseluruhan ikatan spiral DNA dalam  tubuh manusia  yang berjumlah miliaran ,
Ekstraksi DNA yaitu  memisahkan DNA dari  kandungan lain dari sebuah contoh sehingga  didapat  DNA murni. DNA yang  diekstraksi dapat bersumber dari darah,
rambut, air liur, urine,  sperma, tulang, gigi,  feses, atau kuku ,  banyak  
metode ekstraksi DNA namun prinsip dasar dari semua  metode itu sama yakni memisahkan  protein dan materi-materi lainnya dari  molekul DNA,   langkah-langkah dasar pada ekstraksi DNA adalah, pertama  pelisisan sel untuk melepas molekul DNA,  kedua memisahkan molekul DNA dari materi  seluler lainnya, ketiga pengisolasian DNA  sehingga dapat  dilakukan  amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR) ,
 metode  ekstraksi DNA  seperti  metode FTA (Flitzco/Flinder Technology Agreement) ,  metode fenolkloroform dan  metode chelex ,
Prosedur dari tiap  metode  bervariasi tergantung dari  mana sumber DNA akan diekstraksi   contohnya,  darah dapat diperlakukan  berbeda dengan contoh noda darah atau  contoh tulang ,
Metode  organik atau metode fenolkloroform , bahan  bahan kimia  yang dipakai dalam  metode ini yaitu proteinase-K  dan    sodium dedosilsulfat (SDS)  yang dipakai untuk  menghancurkan  protein dan  membran sel  yang  menyelimuti molekul DNA di dalam    kromosom. Selanjutnya, campuran fenolkloroform ditambahan untuk memisahkan   protein dari DNA itu sendiri,  kemudian  sentrifugasi yaitu  pemisahan molekul DNA dengan molekul lainnya dengan memberikan gaya sentrifugal  sehingga molekul akan terpisah  berdasar berat jenisnya, Metode ini  memiliki  kelemahan yaitu  memakai  banyak zat-zat kimia berbahaya, memerlukan proses pemindahan contoh dari  satu mikrotube ke mikrotube lain berkali-kali ,  memakan waktu  lama sampai  mendapatkan DNA murni,  sehingga beresiko kontaminasi  DNA dari zat-zat lain ,
metode lain yaitu  chelex, yang  memakai suspensi  resin pengikat ion yang langsung dicampurkan  ke dalam contoh. Suspensi resin pada chelex
yaitu larutan difinil benzena yang  mengandung ion imino diasetat yang dapat
mengikat ion-ion metal seperti magnesium  dengan mengikat magnesium, enzim
penghancur DNA akan tidak aktif sehingga molekul DNA akan tetap terlindungi, Hasil nya  yaitu DNA single strand, sehingga perlu dilanjutkan dengan analisis
PCR. Metode ini cocok untuk  analisa  PCR, sebab   melenyapkan   inhibitor PCR dan hanya memerlukan satu  mikrotube yang mencegah kontaminasi , metode
chelex tidak memerlukan kerja  dan  contoh banyak dibandingkan dengan metode organik ,
Flitzco atau Flinder Technology  Agreement (FTA) yaitu sebuah kertas
yang mengandung empat substansi kimia yang  dapat melindungi molekul DNA dan  mencegah pertumbuhan bakteri. contoh yang  diletakkan pada kertas FTA akan mengalami  lisis pada membran sel dan mengering,  kemudian , setitik contoh dari kertas diambil dan dimasukkan ke dalam mikrotube yang  sudah terisi dengan reagen penjernih khusus  dari inhibitor PCR ,  Kertas FTA yang sudah berisi contoh   disimpan  sampai 8 tahun sehingga menghasilkan hasil PCR  kualitas   baik,
Amplifikasi adalah suatu penerapan  bioteknologi untuk memperbanyak DNA pada kromosom. DNA dapat diperbanyak hingga ribuan kali. Amplifikasi dapat
dilakukan dengan berbagai metode, salah  satunya dengan metode PCR (Polymerase  Chain Reaction) yang ditemukan Karry Mullis
pada tahun 1983. Amplifikasi dengan metode  PCR memerlukan  primer. Primer adalah  sekuen oligonukleotida (umumnya 10-20 nukleotida) khusus yang akan berikatan  dengan DNA pada area tertentu,
Amplifikasi DNA yaitu  proses perbanyakan DNA sehingga dapat dianalisa  secara kualitatif. Perbanyakan DNA  dilakukan dengan teknik PCR, yaitu   proses enzimatis pada suatu DNA yang  khusus  yang direplikasi secara berulang  ulang sehingga didapat  banyak salinan   urutan DNA yang sama. Proses PCR
termasuk  proses pemanasan dan pendinginan  berulang yang dilakukan sampai sekitar 30  siklus, saat pemanasan, ikatan hidrogen pada  polinukleotida akan terputus, sedang pada  pendinginan DNA akan membentuk kembali  pasangan basanya, sehingga dalam proses  anneling ketika suhu diturunkan dalam mesin
PCR, maka primer akan menempel pada  template DNA pada  suhu optimal,
Keberhasilan amplifikasi dengan  metode PCR dipengaruhi oleh optimalisasi PCR, kesesuaian  primer dengan bahan ekstraksi ,jika  primer tidak sesuai  dengan bahan ekstraksi akan memicu  area  lain  dan  bukan area  sasaran yang
teramplifikasi atau bahkan tidak ada area   yang diamplifikasi, Optimalisasi PCR  
diperlukan untuk menghasilkan pita DNA yang diinginkan, Optimalisasi ini menyangkut   penempelan (anneling) DNA dalam mesin PCR  dan suhu denaturasi Pembusukan adalah  tanda   dari kematian  proses kerusakan jaringan  akibat bakteri yang berasal dari usus, terutama  Clostridium welchii dan proses autolisis akibat  kerja digestif enzim-enzim tertentu yang  dilepaskan sel sesudah kematian,  Proses  pembusukan dipengaruhi oleh faktor  eksterna  dan  interna  ,  
faktor eksterna yaitu  kelembaban udara ,  media  tempat mayat berada,mikroorganisme dan   suhu di  sekitar mayat, Faktor interna yaitu umur, sebab kematian dan keadaan  mayat.
Pertumbuhan  dan perkembangan setiap organisme tentu  dipengaruhi oleh suhu temperatur. Namun,  pada organisme yang dapat mempertahankan  suhu tubuh, pengaruh suhu temperatur  lingkungan tidak  besar ,
Tanda-tanda pembusukan mayat   mulai tampak pada 24 - 48  jam kematian, yaitu dinding perut dan dada pecah, kuku dan  rambut lepas, organ-organ dalam  membusuk ,warna kehijauan pada  perut kanan bawah, pelebaran vena superfisial,
muka bengkak, perut mengembung, skrotum  atau vulva membengkak, kulit
menggelembung  melepuh, bola mata  melunak, lidah dan bola mata menonjol,
 pembusukan  mayat dibagi menjadi lima tahap, antaralain :
tahap pertama adalah Initial Decay (fresh stage), dimulai beberapa saat sesudah
kematian, berlangsung selama 24-72 jam. Tahap kaku mayat dan lebam mayat baru  dimulai, Perubahan yang terjadi  belum nampak , Bakteri mulai  menyebar ke seluruh tubuh dan menyebarkan  enzim  enzim digestif, Beberapa serangga mulai
tertarik untuk datang dan berkoloni pada  mayat, seperti  lalat dari famili calliphoridae.  Kemudian lalat dari famili sarcophagidae,  lalat dari famili  piophilidae dan  lalat dari  famili muscidae.
Tahap kedua adalah Putrefaction   yang  berlangsung selama 4-10 hari sesudah
 kematian, di  tahap ini terjadi  pembengkakan pada mayat akibat gas yang
dihasilkan oleh metabolisme bakteri anaerob, Gas yang terdiri dari  methane dan  hydrogen sulphide  tanda-tanda yang terlihat pada tahap ini yaitu keluarnya cairan melalui lubang  lubang tubuh, warna kehijauan pada kulit yang dimulai dari perut  ,mulai menimbulkan bau busuk  yang nyata, Perut mengembung, lidah dan  bola mata menonjol,
Tahap ketiga adalah Black  Putrefaction , berlangsung  selama 10-25 hari sesudah  kematian. Tanda dari  tahap ini yaitu  warna kehitaman pada mayat,Bagian bagian tubuh mayat terbuka dan semakin  memudahkan larva lalat untuk masuk,  bau yang sangat menyengat , larva lalat telah mencapai  3 rd instar, kemudian mulai meninggalkan  mayat untuk menjadi pupa,
Tahap keempat adalah Butyric  Fermentation Stage  berlangsung selama 20-25 hari setelah    kematian. Pada tahap ini mayat terlihat lebih  kering dari , Terjadi fermentasi  menghasilkan gas asam butirat (berbau seperti  keju) yang menarik serangga  seperti dermestidae,kumbang dari famili carcass dan   trogidae ,
namun jika  mayat berada di  tempat yang basah atau lembab, mungkin  famili kumbang tidak akan muncul dan larva  dapat bertahan lebih lama,
Tahap kelima adalah Dry or Remains Decay, berlangsung selama 25-50 hari setelah   kematian. Pada tahap ini  lalat atau larva sudah  tidak ada  pada mayat, mayat menjadi  sangat kering, tertinggal kulit yang mengering,  rambut dan tulang,
Kecepatan masing-masing tahap  pembusukan mayat  bermacam macam  karena
dipengaruhi oleh kandungan lemak  ,ukuran tubuh mayat, temperatur udara, iklim, penyebab kematian, pakaian, obat-obatan,
Pembusukan  mayat yang  berada di air terjadi lebih lambat dibandingkan
yang berada di darat,  proses pembusukan mayat di  medium air  dibagi dalam 6 tahap ,antaralain:
Tahap pertama adalah  Submerged Fresh, berlangsung selama 2-6 hari, Tahap rentang waktu antara mayat  tenggelam di dalam air hingga mayat terlihat
mulai terapung di air,
Tahap kedua adalah Early Floating  berlangsung selama 6-8 hari, Gas yang
diproduksi oleh bakteri-bakteri anaerob dalam  tubuh mayat meningkat, sehingga membuat  mayat terangkat sampai ke permukaan air,
Bau busuk yang dihasilkan dari proses  pembusukan mayat ini akan menarik bagi
serangga, seperti blow flies untuk datang dan meletakkan telur pada bagian tubuh mayat   yang tidak terendam air,
Tahap ketiga adalah Floating Decay,  berlangsung selama 8-24 hari, Terjadi
peningkatan aktivitas larva lalat pada bagian  mayat yang tampak di permukaan air,  menyebabkan banyak luka terbuka pada mayat. Kulit mayat mulai mengelupas dan warnanya menjadi kehitaman.
Tahap keempat adalah Bloated Deterioration, berlangsung selama 8-12 hari.
Sebagian besar tubuh mayat telah muncul ke permukaan air. Cairan-cairan dalam tubuh  keluar dari berbagai lubang pada tubuh mayat,  gas yang terbentuk pada tahap sebelumnya mampu membuat bagian perut  mayat menjadi pecah,
Tahap kelima adalah Floating  Remains, berlangsung selama 4-20 hari, Aktivitas larva lalat famili calliphoridae mulai  menurun, dipicu karena terjatuh dan
tenggelam, atau bermigrasi atau dimangsa oleh predator lain,  Bagian tubuh mayat juga telah banyak terurai,
 Tahap keenam adalah Sunken Remains, hanya tulang dan sedikit kulit dari
mayat yang tersisa dan bau busuk telah  menghilang, Kecepatan masing-masing tahap pembusukan dalam air juga bermacam macam   dipengaruhi oleh
ukuran tubuh jenasah, kondisi  tenggelam  atau terapung,temperatur air, kadar garam, konsentrasi  oksigen, aquatic organism, pakaian jenasah,  
Penelitian ini  untuk membuktikan ada pengaruh media tanah dan air laut
terhadap kualitas DNA dari jaringan otot psoas mayat yang disimpan selama 1, 7, dan   20 hari pada lokus D13S317 dan D18S51,
Bahan penelitian yang dipakai untuk penelitian ini antara lain yaitu, jaringan otot
psoas yang berasal dari satu mayat tipe T4,  yaitu mayat yang terlantar tanpa identitas   tidak memiliki tempat tinggal tetap ,
Mengambil contoh jaringan otot psoas  mayat memakai alat, seperti sonde steril,pisau  bedah, gunting, Pipa Paralon  PVC 20 mm x 1,5 meter yang steril untuk
menyimpan hasil pengambilan potongan  jaringan otot psoas mayat agar contoh
mayat segar terlindungi dari  serangga. Pipa paralon dilabel sesuai contoh pada media air laut  maupun tanah regosol berdasar perbedaan waktu,
Potongan contoh jaringan otot psoas  yang telah diambil dari satu mayat
dimasukkan ke dalam Pipa Paralon PVC 20 mm x 1,5 meter yang telah terisi air laut dan  tanah regosol, kemudian didiamkan selama  rentang waktu periode 1 hari, 7 hari dan 20  hari. Pada hari ke-1, hari ke-7 dan hari ke-20, potongan jaringan otot psoas mayat diambil  memakai sonde steril kemudian dimasukkan ke dalam tabung steril untuk mencegah kontaminasi,  Isolasi DNA dari jaringan otot psoas mayat mulai dilakukan  sesudah pengambilan contoh pada setiap waktu
periodenya, yaitu hari ke-1 sebanyak 6  contoh, pada hari ke-7 sebanyak 6 contoh dan  pada hari ke-20 sebanyak 6 contoh,
 Bahan untuk PCR adalah PCR Mix (12,5µl) yang terdiri dari dNTP
(ATP, CTP, TTP, GTP), MgCl2, dan Taq Polimerase, DW Sigma (DNA atau nuclease
free water), primer: D13S317 (5’-ATTACAGAAGTCTGGGATGTGGAGGA-
3’ dan 5’-GGCAGCCCAAAAAGACAGA-3’) dan D18S51 (5’ TTCTTGAGCCCAGAAGGTTA-3’ dan   5’-ATTCTACCAGCAACAACACAAATAAAC
-3’).
Bahan untuk ekstraksi DNA adalah DNA  zol reagent.
psoas mayat dengan DNAzol  reagent (Invitrogen Tech-Linesm)  contoh jaringan otot psoas mayat di  haluskan dengan mortar, dimasukkan ke  dalam tabung conical dan dicampur dengan  DNA free water, selanjutnya dilakukan sonikasi selama semalam. Cairan yang masih  berada di tabung, dipipet ke tabung yang baru  kemudian disentrifus (10.000 g) selama 10  menit. Pellet diambil kemudian dicampur  dengan 1ml DNAzol. Keduanya dicampur dengan cara vortexing kemudian  diinkubasi selama 5  menit pada suhu kamar. Campuran kemudian
disentrifus (10.000 g) selama 10 menit pada  suhu 4  °C, kemudian viscous supernatant  diambil dan dimasukkan ke dalam tabung  baru. 0,5 ml etanol absolut ditambahkan,  dibolak-balik, kemudian diinkubasi selama 1-3  menit, disentrifus (4.000 g) selama 1-2 menit  pada suhu  4  °C,   kemudian supernatan dibuang   secara hati-hati agar DNA tidak ikut terbuang, Pellet dicuci dengan 0,8-1 ml etanol 75%  sebanyak 2 kali dan setiap kali dicuci dibolak balik selama-3-6 kali. Tabung diletakkan  dengan posisi tegak selama 0,5-1 menit,  sesudah itu etanol 75% dibuang dengan cara  decanting atau   pippeting ,  Pellet kemudian
dikeringkan dengan cara membiarkan tabung  terbuka selama 15 detik sesudah etanol 75%  dibuang. Pellet yang berisi DNA itu  kemudian dilarutkan dengan larutan NaOH 8 mM sebanyak 0,2-0,3 ml, divorteks  secukupnya, kemudian disimpan pada suhu - 20 ° C,

Amplifikasi DNA melalui PCR  yaitu :
D13S317 (Gene Ampr. PCR System 9700  Thermal Cycler, Promega Corp.2001):tahap I:  
 initial denaturation 960C selama 2 menit;
tahap II:
siklus 1 (10 kali) yang terdiri dari  subsequent denaturation 94 ° C selama 1 menit,  annealing 64 ° C selama 1 menit, extension  70 ° C selama 1 menit 30 detik dan siklus 2 (20 kali) yang terdiri dari denaturation 90° C selama 1 menit, annealing 64  ° C selama 1  menit, extension  70 ° C   selama 1 menit 30  detik;
 tahap III:
hold step 4  ° C ,  D18S51 (Gene Ampr. PCR System 9700 Thermal Cycler,
Promega Corp.2001):

tahap I:
initial  denaturation 96 ° C    selama 2 menit;
 tahap II:
siklus 1 (10 kali) terdiri dari subsequent dena￾turation 94 ° C  selama 1 menit, annealing 64 ° C    selama 1 menit, extension 70 ° C  selama 1 menit 30 detik dan siklus 2 (20 kali) terdiri  dari denaturation 90 ° C  selama 1 menit,  annealing 64 ° C  selama 1 menit, extension  70 ° C    selama 1 menit 30 detik;
 tahap III:
 hold  step 4 ° C

Dalam tahap ini dengan memakai  Polyacrylamid Agarose Composite Gel
Electrophoresis (PAGE) dengan pewarnaan  silver staining. Prosedur PAGE dilakukan :
agarose gel  dibuat dari 30 ml Tris Boric EDTA 0,5X dan  agarose 0,15 gram, dipanaskan dalam  microwave sampai jernih kemudian  didinginkan sampai suhu 50 ° C  Kemudian  ditambah Acrylamid Bis 4,5 ml dan Temed 15  μl. Selanjutnya ditambahkan amonium persulfat 100 μl, lalu dituangkan pada cetakan .(gel bed), ditunggu sampai dingin/membeku.  Selanjutnya DNA hasil PCR 12,5 μl dengan
loading 2 μl dimasukkan dan di-running pada  voltase 70 volt selama 2 jam.
Prosedur Silver Staining PAGE   (Edvotek, 2001) yang terdiri dari: drying:
(metanol 20% + gliserol 2%) dalam 100 ml  aquades selama 5 menit, fiksasi: (etanol 10% + gliserol asam asetat 5%) dalam 100 ml   aquades selama 20 menit, dicuci/ bilas dengan  aquades 1x dengan cepat, staining: AgNO3
0,1% dalam aquades 100 ml selama 50-80  menit, developing: (NaOH 1,5% + Formalin  100 μl) dalam 100 ml aquades, lalu dilihat di lampu sampai terlihat jelas.
Analisis DNA memakai . ultracentrifuge (Gyrozen Co., Ltd.), vortex  mixer, refrigerator untuk menyimpan contoh : elektroforator (Mini Run Gel
Electrophoresis System GE-100),  UV transilluminator (BioRad), ice box,
microwave, inkubator, autoclave ,pipet mikro (eppendorf pippet) P10, P100,
dan P1000, Thermal cycler PCR Machine (Boeco),   kamera digital untuk mengambil foto dari  hasil elektroforesis,

6 contoh jaringan otot psoas  mayat yang homogen telah diambil DNAnya. Kadar dan kemurnian DNA dari contoh jaringan otot psoas  berbeda   antara media tanah dan air laut pada lama  waktu paparan hari ke-1, hari ke-7, dan hari  ke-20. dimulai
 pada contoh jaringan otot psoas  mayat, yakni pemaparan lama waktu,
 lama waktu paparan dalam penelitian  ini: hari ke-1, 7, dan 20.
Tabel  Kadar dan kemurnian DNA contoh  jaringan otot psoas mayat.

 contoh :          Kadar  DNA(µg/ml) :      Kemurnian DNA :

Tanah hari ke-1              5411             1,11
Air Laut hari ke-1         1060,5             1,29
Tanah hari ke-7         808,5             1,01
Air Laut hari ke-7         752,5             1,15
Tanah hari ke-20         773,5             0,99
Air laut hari ke-20         703,5             1,04

Kemudian solasi  DNA contoh jaringan otot psoas dengan metode DNAzol. Hasil isolasi DNA contoh .itu dilanjutkan dengan pengukuran kadar  DNA dengan memakai spektrofotometer  uv-vis pada panjang gelombang 260/280 nm.
Hasil pengukuran kadar DNA sesudah isolasi  DNA dari contoh jaringan otot psoas mayat .sebelum dilakukan amplifikasi Polymerase .Chain Reaction (PCR) disajikan pada Tabel atas , tampak  adanya penurunan kadar  dan kemurnian DNA dari jaringan otot psoas  pada contoh yang terpapar lama waktu baik  pada media tanah maupun air laut. Semakin  lama waktu yang dipaparkan semakin turun
kadar dan kemurnian DNAnya, yaitu pada hari  ke-1, 7, dan 20 berturut-turut pada media  tanah adalah 5411 μg/ml dan 1,11; 808,5 μg/ml dan 1,01; dan 773,5 μg/ml dan 0,99.  sedang, kadar dan kemurnian DNAnya,  yaitu rerata pada hari ke 1, 7, dan 20 berturut￾turut pada media air laut adalah 1060,5 μg/ml  dan 1,29; 752,5 μg/ml dan 1,15; dan 703,5  μg/ml dan 1,04. Adanya penurunan kadar .DNA dalam penelitian ini menandakan  adanya pengaruh lama waktu paparan,  sehingga memicu  adanya kerusakan  struktur DNA ,  Kerusakan DNA yang  dipicu oleh paparan yang .tidak normal contohnya temperatur yang tinggi ,  dipicu  oleh rusaknya ikatan hidrogen DNA yang  irreversible,  ini memicu  kerusakan pasangan purin-primidin pada  DNA, dimana pasangan purin-primidin ini
yaitu komponen utama pada struktur  DNA,
adanya pengaruh efek lingkungan dalam hal ini lama waktu paparan terhadap pengukuran kadar DNA yang terkandung, dari hasil pengukuran kadar dan
kemurnian DNA melalui spektrofotometer  menunjukkan penurunan kadar dan kemurnian  pada contoh jaringan otot psoas yang terkubur di dalam tanah dan ditenggelamkan di dalam  air laut tempat dari hari ke-1, 7 sampai hari  ke-20 ada  penurunan. Namun  dengan adanya penurunan kadar itu, bukan  suatu hambatan sebab kadar  DNA yang tersisa masih memungkinkan untuk  dilakukan pemeriksaan DNA profiling yakni  minimal 50 ng , Kadar minimal DNA yang dapat
dipakai pada analisis DNA   tergantung  kebutuhan dan jenis  pemeriksaan yang dilakukan. Pada  pemeriksaan DNA forensik yang berbasis  Restriction Fragment Length Polymorphism  (RLFP) contohnya, kadar DNA yang diperlukan sangat  besar yakni sekitar 100 ng,  untuk meningkatkan  keberhasilan  dalam DNA profiling, kadar DNA   minimal yang  diperlukan   pada pemeriksaan  DNA forensik masing-masing sebesar 50 ng  dan 20 ng,  kadar DNA dalam pemeriksaan STR minimal  0,5-2,5 ng. Dalam penelitian inikadar DNA  yang ada  dari contoh jaringan otot psoas  mayat pada media air laut antara rentang  1060,5-703,5 μg/m,
 kadar DNA .yang ada  dari contoh jaringan otot psoas  mayat pada media tanah antara rentang  5411-773,5 μg/ml,  sehingga masih  mencukupi untuk dilakukan pemeriksaan  analisis DNA,

Tabel .Hasil pengujian bahan penelitian.

Parameter  :    Satuan :       Tanah Air :      Laut:
pH         -           8,75       5,50
NaCl         mg/L           314,20         1.652,93

contoh jaringan otot psoas mayat di  tanah regosol pada hari ke-20 mengalami
penurunan kemurnian DNA yaitu 0,99, namun contoh jaringan  otot psoas mayat di air laut pada hari ke-20  tetap stabil memiliki kemurnian DNA yang  baik, yaitu 1,04. Contoh hasil uji kemurnian  DNA contoh pada hari ke-20 di media tanah
dan air laut ini,  kemurnian  DNA dipengaruhi oleh  kelembaban, mikroba, suhu,  pada proses pembusukan mayat  yang berada di air laut terjadi lebih lambat
dibandingkan proses pembusukan di dalam tanah, Kualitas air dinyatakan dengan
beberapa parameter, seperti parameter kimia yaitu  kadar logam,pH, oksigen terlarut, BOD,  parameter biologi yaitu  keberadaan bakteri dan  plankton ,parameter fisika  yaitu  padatan terlarut, suhu, kekeruhan,  
 pengujian kandungan pH dan NaCl terhadap  media air laut memiliki kadar
NaCl yang cukup tinggi yakni 5,50 dan  1.652,93 mg/L, dibandingkan media tanah
regosol memiliki kandungan pH di atas 7,00  yakni 8,75 dan NaCl 314,20 mg/L
ini diperkuat dengan adanya sebuah grafik yang menunjukkan penurunan
kadar DNA dan waktu paparan pada kedua  media secara jelas  Garis biru  pada grafik diatas menyatakan penurunan  kadar DNA  menurun  pada media tanah mulai hari ke-1, hari ke-7,  sampai hari ke-20. Garis hitam menyatakan
penurunan kadar DNA pada media air laut  mulai hari ke-1, hari ke-7, sampai hari ke-20.  ,konsentrasi khlorida (Cl-)  mempengaruhi kualitas air tanah, dimana berdasar pembagian   kualitas air tanah yaitu air payau-garam mengandung khlorida  1000-10000 mg/L.  kandungan NaCl yang cukup  tinggi itu  membuat contoh jaringan  otot psoas mayat khususnya di air laut dalam  lama waktu paparan pada hari ke-1, hari ke-7,  dan hari ke-20, kadar dan kemurnian DNAnya
tetap bagus, yaitu diatas 1,00 ,  Kemurnian DNA menjadi persyaratan  dalam pemeriksaan Polimerase Chain  Reaction (PCR) dimana kemurnian DNA 1-2
(ideal 1,8-2) memungkinkan dilakukan  amplifikasi , Kadar DNA yaitu faktor penting dalam pemeriksaan DNA forensik  berpengaruh terhadap keberhasilan STR-PCR  pada contoh-contoh DNA. Penurunan kadar  DNA hingga 1 ng berpotensi terhadap  penurunan kemampuan deteksi STR hingga
95% , Jumlah kadar DNA yang diperlukan  dalam analisis DNA forensik
berbeda-beda tergantung dari pemeriksaan. Pada pemeriksaan Short
Tandem Repeat (STR) hanya memerlukan  konsentrasi DNA minimal antara 1–25 ng.  dari bahan  pemeriksaan juga dibutuhkan kualitas DNA   yaitu DNA yang dipakai  harus dalam kondisi terdegradasi ,  jika  DNA dalam kondisi terdegradasi
parah, maka dapat memicu  primer  tidak dapat menempel pada DNA target yang
akan digandakan , Degradasi DNA pada jenasah dapat  dipicu oleh 2 faktor, yaitu exogenous dan  endogenous  ,Faktor endogenous berasal  pada sel sendiri, sebagai  kerusakan spontan. Faktor exogenous berasal  dari lingkungan. Perusakan postmortem pada tubuh manusia adalah proses yang sangat
kompleks, dimulai dengan autolysis dan pembusukan dan diikuti oleh penguraian
aerobik dan bakterial (pembusukan) dari  bahan organik. Faktor lingkungan seperti   kelembaban dan temperatur    berpengaruh terhadap  kondisi DNA yang dipakai sebagai bahan  identifikasi DNA di bidang forensik,
-contoh forensik yang dilakukan  pemeriksaan DNA, 40% sudah mengalami
degradasi atau kontaminasi, sehingga dengan  analisis Short Tandem Repeat (STR) yang  mempunyai core sequences kurang 1 kb (kilobase) sangat efektif dan nilai keberhasilannya cukup tinggi, terutama pada  DNA yang mengalami degradasi akan  terfragmented (terpotong-potong) dengan  menghasilkan fragmen yang pendek-pendek ,  Hasil pemeriksaan efek perlakuan  lama waktu paparan pada media tanah dan air  laut terhadap DNA dari jaringan otot psoas
mayat dalam lokus-lokus STR CODIS  (D18S51 dan D13S317 ) dapat dilihat pada
Tabel ini
Tabel Hasil deteksi efek perlakuan lama  waktu paparan pada media tanah
dan air laut terhadap DNA dari  jaringan otot psoas mayat pada  lokus STR CODIS
(D18S51 dan D13S317 )

Media & Lama         D13S317         D13S317
Waktu
            T     TT     T     TT
Tanah Hari 1         6     0     6     0
Air Laut Hari 1         6     0     6     0
Tanah Hari 7         6     0     6     0
Air Laut Hari 7         6     0     6     0
Tanah Hari 20         6     0     6     0
Air Laut Hari 20     6     0     6     0

Keterangan:
T : terdeteksi   TT : tidak terdeteksi

Dari Tabel  seluruh contoh  dalam penelitian ini yang dilakukan  pemeriksaan melalui DNA profiling pada  lokus D13S317, dan D18S51 dari DNA hasil
isolasi jaringan otot psoas mayat semua  terdeteksi dan penampakan pita band-nya  sama karena contoh homogen. Pada lokus  D13S317 pada hari ke-1, hari ke-7, dan hari  ke-20 semua contoh menunjukkan pita band  yang  samar. Namun, pada lokus D18S51  pada hari ke-1, hari ke-7, dan hari ke-20  semua contoh menunjukkan pita band yang  jelas,
Visualisasi hasil PCR dengan PAGE  menunjukkan semua contoh  terdeteksi dengan pita band yang  jelas  pada semua perlakuan lama waktu terhadap
lokus D18S51 (rentang antara 290 bp - 366  bp).
 Visualisasi hasil PCR dengan PAGE   semua contoh  terdeteksi dengan pita band yang  samar  pada semua perlakuan lama waktu terhadap  lokus D13S317 (rentang antara 169 bp - 201 bp).
 perlakuan lama waktu paparan yakni hari ke-1, hari ke-7, dan hari ke-20 pada lokus  (D18S51 dan D13S317 ) semua contoh dalam  visualisasi hasil Polymerase Chain Reaction  (PCR) dengan silver staining PAGE nampak  pita/band-nya terdeteksi). Namun hanya lokus  D18S51 semua contohnya (100%) nampak
pita/band-nya (terdeteksi tebal/jelas),  sedang lokus D13S317 hanya (50%) yang
nampak jelas pita/band-nya, (terdeteksi namun  samar). ini menunjukkan bahwa pada  pemeriksaan DNA bahan jaringan otot psoas  mayat melalui deteksi lokus STR    (D18S51 dan D13S317 )  ada   respon deteksi yang  berbeda pada berbagai waktu lama paparan  yang telah diberikan pada contoh jaringan otot   psoas mayat. Disamping kadar DNA contoh, pada  pemeriksaan DNA berbasis Polymerase Chain  Reaction (PCR) diperlukan  kualitas DNA,  Kualitas DNA yakni bahwa DNA yang dipakai  dalam analisis harus   terdegradasi. Jika DNA mengalami degradasi  parah memic  uprimer tidak dapat  menempel atau annealing pada DNA target  yang akan digandakan , untuk  mendapat  hasil visualisasi yang baik   perlu  kemurnian DNA  dan  kadar DNA yang memadai, sehingga DNA dapat dipakai sebagai bahan pemeriksaan  DNA termasuk dalam ini adalah  identifikasi dan tes paternitas. maka kualitas DNA yang bagus menjadi syarat   keberhasilan reaksi PCR , kepekaan PCR  yaitu fungsi dari jumlah siklus , kadar  dan integritas dari DNA,
Penelitian ini memakai contoh  jaringan otot psoas. Jaringan otot yaitu
jaringan yang menunjukkan kerja mekanis  dengan cara berkontraksi. Serabut-serabut otot  itu pada hakikatnya yaitu sel-sel otot.  Serabut-serabut otot berkumpul menjadi  berkas-berkas otot. Beberapa berkas otot  berkumpul membentuk otot atau daging.  Bagian tengah dari daging ini menyambung
dan kedua ujungnya mengecil dan keras,  dinamakan urat atau tendon. Tendon inilah yang menempel pada daging atau otot. Otot  manusia adalah setengah dari berat tubuh .manusia yang mencapai lebih dari 600 jenis,  yaitu salah satunya adalah otot psoas.  Musculus psoas major yaitu  otot-otot dinding posterior abdomen. Fungsi dari otot ini adalah sebagai fleksi tungkai atas  terhadap tubuh, jika tungkai atas difiksasi,  maka otot ini mengfleksikan badan terhadap  tungkai atas, seperti jika waktu duduk dari posisi berbaring. Musculus psoas major di
ambil dengan mengiris bagian pinggul mayat  tipe T4 pada bagian distantia intercristalis .setinggi vertebra lumbali IV. Jaringan otot  psoas dikubur di dalam tanah dan  ditenggelamkan di dalam air laut selama  maksimal 20 hari , Dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan  berpengaruh terhadap kadar DNA. Seperti  diketahui faktor lingkungan seperti halnya  kelembaban dan temperatur lingkungan . berpengaruh terhadap kondisi DNA  yang dipakai sebagai bahan identifikasi  DNA di bidang forensik,  pada  pemeriksaan DNA di bidang lainnya.
pemeriksaan DNA mayat  memakai teknik STR banyak dipakai .di negara asia tenggara. STR lokus yang diperiksa pada  penelitian ini adalah D18S51 dan D13S317 , karena lokus-lokus itu memiliki daya  deskriminasi besar pada populasi negara asia tenggara ,  Adanya perbedaan  waktu paparan dari kedua media yang
dipakai memicu  penurunan kadar  DNA dan kemurniannya. sedang untuk
hasil elektroforesis, lokus D18S51  dan D13S317 memadai untuk analisis DNA dari  jaringan otot psoas mayat.


 

 Asam nukleat bebas untuk deteksi DNA dan RNA  Dalam plasma dan serum



 di salah satu jurnal di Perancis pada tahun  1940 ,  Mandel dan Mëtais sebagai yang pertama kali dalam  sejarah menganalisa   Asam nukleat dalam sirkulasi,
dan adanya   asam nukleat bebas dalam plasma ,Mandel dan Mëtais  mendeteksi DNA dan  RNA dalam plasma darah pada pasien  sehat  dan sakit ,  namun  temuan  itu tidak diperhatikan kemungkinan  karena saat itu konsep tentang DNA masih  belum jelas , kemudian Leon,  pada tahun 1977 menemukan kadar DNA
sirkulasi menurun  dihubungkan  dengan kemoterapi pada pasien kanker dan
berharap agar temuan itu dapat menjadi cara untuk mengevaluasi terapi pasien kanker, CNA  diketahui   pada 1994,  onkogen mutasi  sekuen gen K-ras yang diketahui dengan  PCR memakai primer khusus  yang  deteksinya diambil dari plasma atau serum  dari   pasien karsinoma pankreas   ,naiknya  kadar CNA (DNA dan RNA)  dalam darah pasien menunjukkan  bahwa .CNA merupakan pemeriksaan atau marker  yang menjanjikan karena merupakan  pemeriksaan non invasif bersifat non invasive yang  akuratcepat, sensitif, dalam menganalisa
 penyakit untuk deteksi dini pada  penyakit melalui DNA dan RNA
bebas .  CNA kadang dinamakan  CNAPS (circulating nucleid acid in plasma
and serum), telah terbuka bagi berbagai  penelitian yang terbingkai pada dua area
penelitian translasional: pengembangan teknik  baru analisa non invasif pada prenatal ,dan pemanfaatannya dalam analisa , manajemen  patologi, paling tidak
sebagai sebuah alat pelengkap analisa , Nilai potensial CNAPS dan sedikitnya pengetahuan dasar dan  implikasinya telah menarik perhatian  
peneliti ,
Konsep CNAPS telah dimulai sejak  pertengahan abad 20  saat Mandel  dan  Métais untuk pertama kalinya melihat  adanya cell-free DNA (cfDNA) dalam plasma,
Pengertian “CNAPS” merujuk pada  perbedaan tipe dari cell-free nucleic acids
(cfNAs), seperti messenger (m)RNA, microRNA (miRNA), genomic-DNA (gDNA), mitochondrial-DNA (mitDNA), viral-DNA and RNA,  yang telah dianalisa  
ada dalam plasma , Analisis fragmen cfDNA dapat dipahami  dari asalnya yaitu dari sel nekrosis, apoptosis,   atau   dari sel itu sendiri, khususnya sel limfosit,  dua sumber yang mungkin  CNAPS adalah pelepasan pasif dari sel mati  dan dari pelepasan aktif dari sekresi sel ,
Pada orang normal,  asal CNA  dari hasil apoptosis limfosit dan inti sel  lainnya.  ini  bahwa  kadar DNA plasma normal pada elektroforesis   menandakan  ukuran pita ekuivalen dengan  jumlah multiplikasi keseluruhan (1-5x) dari  DNA nucleosomal (185 – 200 bp) , apoptosis merupakan sumber  utama CNAPS, sedang  pada pasien   kanker, dimana apoptosis sel hilang karena  proliferasi sel meningkat sehingga   pada elektroforesis muncul pola tangga (pada  kanker paru dan pankreas) yang mirip seperti pola apoptosis sel ,
Sumber DNA fetal yang masuk ke plasma  maternal, berasal dari  hematopoeitic,  transfer DNA langsung dan   sel-sel placenta ,   placenta sebagai
sumber predominan ,  Untuk RNA dengan   sifat yang sangat labil dan mudah terdegradasi  karena enzim RNA-ase yang ada dimana mana,
adanya cell-free RNA dalam plasma. Namun  hadirnya RNA endogenus stabil yang sama  dengan eksogenusnya dalam sirkulasi  memberi kesan bahwa RNA bisa saja  terkandung dalam badan apoptosis atau terikat pada protein/phospolipid  dan terlindungi dari degradasi oleh enzim  nuclease,
Metode analisis CAN.
DNA sirkulasi  diisolasi  memakai kit seperti QIAmp 96 spin Blood  DNA extraction dari Qiagen. Sistem isolasi  otomatis seperti MagNa Pure LC   menghasilkan salinan DNA/RNA yang tinggi   secara khusus  dan tampak lebih baik dibandingkan  sistem manual , DNA plasma dengan  kadar dibawah nanogram dapat dideteksi  dengan radio imunoassay, kadar dibawah picogram dapat
dideteksi dengan PCR. Bahkan sekarang  dengan real time (RT) quantitative PCR
dipakai  untuk mengkuantifikasi dan  mengamplifikasi  DNA/RNA. Light-cycler
RT-PCR prosesnya cepat, mampu  mengeliminasi masalah kontaminasi dan  
tidak memerlukan proses pasca PCR (20). Efisiensi ekstraksi CNAPS juga lebih baik  dengan memberikan representasi fragmen  DNA lebih kecil pada saat ekstraksi , Cell free RNA (cfRNA) dapat dideteksi dalam  cairan tubuh lainnya seperti urine  ,saliva ,  hasilnya  yaitu dianalisa  mampu  mendeteksi sebagai marka analisa kanker  mulut dan urologi , metode  kuantifikasi  dan  isolasi DNA/RNA pada plasma/serum sangat berpotensi   dalam analisis data, diperlukan analisis data  ,standarisasi teknik, evaluasi  sesuai parameter , seperti  spesifisitas  sensitifitas , sediaan yang sesuai  antara plasma atau serum diketahui,   ini dapat
menjadikan CNAPS sebagai salah satu teknik pemeriksaan laboratorium rutin dalam  mengetahui   DNA/RNA.



 DASAR MOLEKULER  PASIEN  AKONDROPLASIA


Akondroplasia  adalah salah satu jenis kelainan genetik yang  diturunkan secara autosomal dominan, displasia skeletal  atau kelainan pertumbuhan tulang,  pemicu   dwarfisme,  pasien dengan jenis mutasi heterozigot berkarakter fertil dan akondroplasia dapat  diturunkan pada keturunannya dengan karakter complete penetrance,pasien dengan akondroplasia heterozigot  gejalanya yaitu  frontal bossing,  trident shaped-hand , stenosis spinal,lengan pendek, makrosefali,  depressed nasal bridge,
homozigot mungkin berkarakter letal, Sebagian besar masalah akondroplasia adalah kelainan yang berkarakter de novo atau sporadik yang  dikaitkan
dengan late paternal age,
Akondroplasia disebabkan oleh mutasi  pada gen fibroblast growth factor receptor-3 (FGFR3) yang ada pada lengan pendek  kromosom 4 (4p16.3). Gen FGFR3  mengkodekan protein FGFR3 yang berperan  sebagai reseptor pada jalur sinyal yang  menghambat proliferasi dan meningkatkan  differensiasi kondrosit,
 Protein FGFR3 terdiri  dari 3 region yaitu:  region intraselular, region ekstraseluler,
dan  region  transmembran, Jenis mutasi  pada gen FGFR3  yang
memicu  akondroplasia adalah  substitusi basa guanin menjadi adenin pada
basa ke 1138 (G1138A) atau substitusi guanin  menjadi sitosin (G1138C),
 Mutasi G1138A  sebagai pemicu dari  akondroplasia  pada  berbagai etnik,  
Kedua jenis mutasi itu  memicu substitusi asam amino ke-360  dari glisin menjadi arginin (G380R) yang  ada pada domain transmembran protein  FGFR3,
Residu glisin yang memiliki berat  molekul kecil dan tidak bermuatan digantikan
oleh residu arginin yang molekulnya besar dan  berkarakter basa memicu terbentuknya  ikatan hidrogen yang menstabilkan dimer  FGFR3 sehingga FGFR3 teraktivasi tanpa  adanya ligan yang berikatan ,
kelainan itu berkarakter  autosomal dominan dan complete penetrance
dan  dalam bentuk homozigot berkarakter letal,
analisa ini bertujuan untuk mengetahui  presentase masalah yang memiliki tampilan klinis akondroplasia terkonfirmasi dengan teknik biologi molekuler melalui deteksi mutasi  pemicu akondroplasia.
Keempat jenis displasia skeletal itu  memiliki tampilan fisik utama short stature
namun dengan severitas yang berbeda  tergantung pada letak mutasi pada gen FGFR3  dan perubahan asam amino yang dipicu  oleh mutasi itu ,
Selain akondroplasia, displasia skeletal  lain yang dipicu oleh mutasi pada gen
FGFR3 adalah  SADDAN (skeletal skin brain with acantosis nigricans),   tanatophorik displasia (TD)  dan  hipokondroplasia (HPC),
teknik biomolekuler untuk menganalisa  displasia skeletal, Pendeteksian mutasi
pemicu akondroplasia difokuskan pada  mutasi G1138C  dan G1138A  yang
melatarbelakangi akondroplasia pada seluruh  etnik.
apakah pendeteksian mutasi jenis lain pada  gen FGFR3 diperlukan selain kedua jenis  mutasi itu diatas untuk masalah  akondroplasia di negara asia tenggara,  
pasien yang memiliki  masalah suspek akondroplasia dirujuk ke Klinik
GenNeka Lembaga Biologi Molekuler  Eijkman oleh dokter spesialis anak
untuk dideteksi jenis mutasinya. Pasien dengan  rentang usia 1 hari - 8 tahun dirujuk dengan gejala klinis seperti: brachidactilia ,lordosis,short stature, rhizomelik dan frontal bossing,
DNA diekstraksi dari sampel darah memakai  Wizard® Genomic DNA
Purification Kit-Promega (Wisconsin, USA).

Jenis mutasi G1138C dan G1138A  dideteksi  pada seluruh contoh  dengan metode PCRRFLP (polymerase chain reaction- restriction  fragment length polymorfism) dengan  modifikasi metode  yang sudah  dideskripsikan ,

8 Reaksi total PCR sebanyak  25µL terdiri dari 1x themopol buffer yang
mengandung 20mM Tris-HCl, 10mM  (NH4)2SO4, 10mM Kcl, 2mM MgSO4, 0.1%
Triton X-100 pH 8.8 (New Englands Biolabs Inc), 200µM dNTPs (Invitrogen), masing masing 0.4µM primer forward FG10F 5’AGGAGCTGGTGGAGGCTGA-3’ dan
primer reverse FG10R 5’- GGAGATCTTGTGCACGGTGG-3’, 0.625
Units Taq polimerase (New Englands Biolabs Inc) dan 100ng DNA genomik. Reaksi PCR  dilakukan pada mesin thermal cycler (Applied Biosystem 9700) dengan kondisi yaitu  95 ° C 5 menit inisiasi denaturasi, (95  ° C 30 detik, 65  ° C   30 detik, 72  ° C   1 menit)  sebanyak 35 siklus dan 72  ° C  selama 5 menit.
Sebanyak 5µL produk PCR dielektroforesis  pada gel agarosa 2% (LE agarose, Roche). Pita  yang diharapkan untuk produk PCR sebesar  164pb,  Ladder DNA Ñ„X174/HaeIII (New  Englands Biolabs Inc) dipakai  sebagai  penanda ukuran DNA. Kemudian produk PCR  ditambahkan dengan 10 Units SfcI untuk  mendeteksi mutasi G1138A dan MspI untuk  mutasi G1138C kemudian diinkubasi minimal
selama 4 jam pada suhu 37   ° C,  Produk RFLP  dielektroforesis pada gel agarosa 2% (LE agarose, Roche) dan difoto memakai  Gel  DocTM XR Biorad. bila  ada  mutasi  G1138A pita DNA akan terpotong menjadi  fragmen 55pb dan  109 pb ,
 sedang untuk mutasi G1138C pita DNA akan terpotong  menjadi fragmen 57pb dan 107 pb ,
Pendeteksian mutasi  G1138C dan   G1138A  dilakukan memakai  metode
PCR-RFLP, segmen DNA yang meliputi  ekson 10 diamplifikasi memakai sepasang
primer yang menghasilkan produk PCR  dengan ukuran 164pb kemudian produk PCR  itu dipotong dengan enzim MspI  dan  SfcI ,
Hasil PCR-RFLP  menampakkan  hasil positif untuk mutasi G1138A dan negatif
untuk mutasi G1138C,  Pada setiap RFLP  ditambahkan kendali positif yaitu fragmen DNA  yang memiliki situs pengenalan enzim restriksi
MspI  dan  SfcI ,  Berbeda  dengan kendali  positif mutasi G1138A, kendali positif untuk  mutasi G1138C memakai fragmen DNA  gen globin beta yang berukuran 749pb dimana  pada fragmen itu ada situs  pengenalan enzim restriksi MspI sehingga  fragmen DNA terpotong menjadi 2pb, 613pb dan  134pb ,  ini menampakkan bahwa  enzim restriksi MspI yang dipakai  berfungsi  baik.
 menampakkan jumlah masalah akondroplasia dan hasil deteksi mutasi masalah
akondroplasia di Klinik GenNeka sejak  periode 2006-2014. Hasil deteksi dengan PCR RFLP menampakkan 13 dari 22 pasien  memiliki mutasi substitusi G1138A, dan tidak  ada  jenis mutasi G1138C.  ini  menampakkan bahwa mutasi G1138A yang  melatarbelakangi sebagian besar masalah  akondroplasia ,Walaupun jika
jumlah pasien lebih banyak kemungkinan  menemukan jenis mutasi G1138C lebih besar.
Lebih dari 90% pasien akondroplasia  dari beberapa etnik yang berbeda memiliki
mutasi G1138A pada gen FGFR3,
kebanyakan pasien  akondroplasia memiliki mutasi G1138A, Mutasi itu predominan namun tidak  mencapai 90% , sedang mutasi G1138C yang biasanya
ditemukan sekitar 1% pada pasien, pada ke-22 masalah yang dikerjakan, jenis mutasi  itu tidak terdeteksi.  ini disebabkan  karena kemungkinan masalah akondroplasia  jarang. Jika jumlah pasien lebih  banyak akan memperbesar kemungkinan jenis  mutasi G1138C ditemukan pada pasien  akondroplasia ,  Jumlah masalah  yang sedikit menandakan  bahwa   jenis mutasi pemicu akondroplasia  lebih  beragam, sehingga deteksi mutasi jenis lain  pemicu akondroplasia diperlukan seperti  G375 dan G346E.1,6 ,dengan melakukan  sekuensing seluruh gen FGFR3 untuk  mendeteksi jenis mutasi yang
melatarbelakangi pasien akondroplasia yang  hasil PCR-RFLP menampakkan negatif untuk  mutasi G1138C dan G1138A , dan kemungkinan awareness klinisi dan pasien  akan penyakit genetik ini kurang,
Pada analisa  itu ditemukan mutasi baru Y278C yang   memicu terbentuknya
ikatan disulfida pada domain imunoglobulinlike III dengan fenotipe tampak sebagai hipokondroplasia atau  akondroplasia berat,  Gen FGFR3 yang terdiri dari 19 ekson  adalah pengkode protein fibroblast  growth factor receptor 3. Protein FGFR3  termasuk jenis reseptor tirosin kinase yang  berperan mengenali dan meneruskan sinyal  fibroblast growth factor (FGF) yang menghambat proliferasi dan meningkatkan  diferensiasi kondrosit,  mencit transgenik yang memiliki mutasi   G380R, proliferasi kondrositnya terhambat dan differensiasinya meningkat, sehingga  tulangnya lebih pendek jika dibandingkan  dengan mencit wild type. Protein FGFR3  tersusun atas 840 asam amino dan terdiri dari
3 region yaitu region ekstraselular yang terdiri  dari 3 domain imunoglobulin-like loop (IgI,IgII,IgIII), region transmembran (TM),  dan region sitoplasmik yang terdiri dari 2  domain tirosin kinase yaitu tirosin kinase distal (TKd)  dan  tirosin kinase proksimal (TKp)   ,
Mutasi pada gen FGFR3 memiliki efek  yang berbeda tergantung pada perubahan asam  amino yang dipicu oleh mutasi itu,  
substitusi pada domain tirosin kinase K650E  memicu tanatophorik
displasia tipe II (TD II), sedang
Substitusi pada domain imunoglobulin-like  dan transmembran terutama perubahan suatu asam amino menjadi sistein (Y373C,R248C, S249C, G370R, S371C) melatarbelakangi  tanatophorik displasia tipe I (TD I),.
Tanatophorik displasia (OMIM: 187600) adalah jenis skeletal displasia
yang berkarakter letal dengan gejala lebih berat dari akondroplasia yaitu
mikromelia berat, tulang femur melengkung  pada TDI dan tulang femur lurus pada TDII,  makrosepali, dan rongga torak yang sempit  dengan rusuk yang pendek.
 sedang substitusi N540K pada domain pada tirosin kinase proksimal memicu
hipokondroplasia (OMIM: 14600) yaitu jenis skeletal displasia yang lebih ringan
dibandingkan dengan akondroplasia dengan gejala mikromelia  ringan, lordosis,   retardasi mental ringan,short stature,

bahwa terjadi keterlambatan defosforilasi  sehingga FGFR3 meneruskan sinyal secara  terus menerus. Mutasi pemicu akondroplasia sebagian  besar berkarakter spontan (de novo). dikaitkan dengan usia paternal diatas lebih dari 40 tahun,  Mutasi ini  diturunkan secara autosomal dominan,  sehingga setiap anak yang lahir dari orang tua  yang keduanya akondroplasia memiliki  kemungkinan 25% normal, 50% akondroplasia, dan 25% letal.Deteksi  akondroplasia dengan teknik biologi  molekuler dapat dipakai sebagai cara untuk  mengetahui kondisi janin lebih dini terutama  bagi pasangan yang beresiko tinggi seperti pasangan akondroplasia dan calon ayah yang  berusia lebih dari 50 tahun,
gejala yang beragam akibat  mutasi pada gen FGFR3 mungkin akibat
protein FGFR3 mengalami gain-of-function, Pada keadaan normal protein FGFR3 akan  teraktivasi saat fibroblast growth factor (FGF) dan heparin berikatan dengan protein FGFR3.
Aktivasi itu memicu reseptor FGFR3 membentuk dimer dan meneruskan
sinyal. Pada masalah skeletal displasia  perubahan asam amino pada protein FGFR3  memicu terbentuk ikatan disulfida atau ikatan hidrogen yang menstabilkan dimer  FGFR3 sehingga dimer itu teraktivasi  secara terus menerus walaupun tidak ada FGF  yang berikatan.