www.gorengx.blogspot.com
.....
www.berasx.blogspot.com
......
Senin, 19 Desember 2022
tulang 1
Desember 19, 2022
tulang 1
TULANG
Sistem rangka pada manusia terbagi atas 2 bagian, yaitu: rangka aksial (rangka sumbu tubuh) dan rangka apendicular (rangka tambahan). Rangka aksial terdiri atas: tengkorak (cranium), tulang belakang (columna vertebralis), tulang rusuk (costa) dan tulang dada (sternum). sedang yang termasuk rangka apendicular yaitu : gelang bahu (gelang pectoral) dengan anggota badan depan dan gelang pinggul (gelang pelvic) dengan anggota belakang.
1. Rangka Aksial
Tulang tengkorak yaitu sekumpulan tulang yang melindungi otidak dan yang menyusun tulang muka. Tulang-tulang yang melindungi otidak terdiri dari tulang: frontal, parietal sepasang, occipital, sphenoid sepasang, temporal sepasang, ethmoid dan beberapa tulang kecil lainnya. Tulang-tulang muka dibangun oleh tulang: mandibula, vomer,
maxila, zygomatic sepasang, dan lacrimal sepasang. Tulang frontal, membentuk bagian
anterior dari tengkorak, melengkung ke tempat bola mata. Bagian medialnya berbatasan
dengan tulang (nasal) hidung. Tulang parietal, ada di sebelah posterior tulang frontal dan yaitu bagian yang terbesar dari tengkorak. Tulang occipital, ada di sebelah posterior tulang parietal dan yaitu tulang yang Ada posterior dari tengkorak. Pada area tulang occipital kita bisa menemukan foramen magnum, yaitu lubang tempat keluarnya sumsum tulang belakang, dan condyllus occipitalis yang ada pada kedua sisi
dari foramen magnum, berwujud tonjolan tempat persendian dengan tulang atlas. Tulang sphenoid yaitu tulang yang kompleks Ada pada dasar dan lateral dari tengkorak dan berbatasan dengan tulang occipital. Pada tulang sphenoid bisa kita lihat sayap dinamakan ptrerygoid process. Tulang temporal, Ada dibagian lateral dari tengkorak. Tulang itu berbatasan dengan tulang sphenoid disebelah anterior, dengan tulang parietal disebelah superior dan dengan tulang occipital disebelah posterior. Tulang temporal ini
tersusun oleh 3 bagian yaitu: tulang squamosum melindungi bagian lateral otidak , pada bagian inferior dari tulang ini ada fossa, yaitu tempat persendian dengan rahang bawah (mandibula); tulang petrosal, melindungi telinga bagian dalam; dan processus mastoideus tempat melekatnya beberapa otot leher yang Ada dibagian posterior dari tulang temporal. Tulang ethmoid, yaitu tulang yang Ada dibagian anterior, berbatasan antara lain dengan tulang frontal dan tulang sphenoid. Tulang vomer berbatasan dengan tulang ethmoid membentuk bagian bawah dari septum nasale. Tulang lacrimal Ada pada bagian medial dari orbita, yaitu tulang yang paling kecil dari tengkorak. Pada tulang ini ada lubang
air mata. Tulang nasal, berbatasan dengan tulang frontal disebelah superior dan dengan maxilla disebelah lateral. Tulang maxilla, yaitu dinding ventral dan medial dari orbita. Disebelah medial tulang maxilla berbatasan dengan tulang nasal. Tulang zygomatik, membangun dinding lateral dari orbita, berbatasan dengan tulang frontal, maxilla dan temporal. Lengkung zygomatik berwujud tonjolan dari tulang squamosum yang menjorok ke sebelah anterior dan berbatasan dengan tulang zygomatik. sedang tulang mandibula, yaitu rahang bawah pada bagian posteriornya menbentuk dua tonjolan yaitu: processus coronoideus sebelah anterior dan processus condyloideus sebelah posterior. Pada tulang maxilla dan mandibula tertanam geligi. Ada 4 macam gigi yaitu : incicivus (gigi seri
dilambangkan dengan huruf I), caninus (gigi taring/C), premolar (gigi geraham depan/P) dan
molar (gigi geraham belakang/M)). kita hitung berapa jumlah masing-masing gigi yang kita miliki? pakailah rumus gigi berikut untuk menjelaskan jumlah gigi atas-bawah
dan kiri-kanan. Tulang belakang bisa dibagi menjadi 5 macam bagian, yaitu:
- vertebrae cervicalis terdiri dari 7 ruas, 2 buah vertebrae cervicalis yang pertama dinamakan
atlas dan epistropheus (aksis),
- vertebrae thoracalis jumlahnya 12 ruas, mengadakan persendian dengan tulang rusuk,
- vertebrae lumbalis jumlahnya 5 ruas,
- vertebrae sacralis jumlah 5 ruas, makin ke arah caudal vertebra ini menjdi kecil, bersatu
membentuk satu tulang dinamakan tulang sakral, dan
- vertebrae caudalis terdiri dari 4 ruas, yaitu vertebrae paling belakang. Makin ke belakang vertebrae ini makin mengecil dan bagian-bagianya makin tidak nyata. Suatu vertebra biasanya terdiri dari 3 bagian utama yaitu: centrum atau corpus vertebrae (badan), arcus neuralis (lengkung neural), dan processus spinosus (taju neural). Di bagian dorsal corpus vertebrae ada arcus neuralis yang melindungi sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Medulla spinalis dalam suatu vertebra Ada di dalam suatu rongga yang dinamakan foramen vertebrale. Foramen vertebrale dari vertebra-vertebra yang berurutan membangun canalis vertebralis. Prosesus spinosus tumbuh dari bagian medio-dorsal arcus neuralis ke arah dorso-caudal. Selain yang dinamakan di atas ada bagian lainnya dari suatu vertebrae yaitu
zygapophyses. Zygapophyses yaitu pasangan taju yang tumbuh dari sisi anterior dan
posterior arcus neuralis. Pasangan anterior tumbuhnya mengarah ke kepala dan dinamakan
zygapophyses anterior. sedang yang posterior tumbuhnya ke arah belakang dinamakan
zygapophyses posterior. Zygapophyses anterior atau dinamakan prezygapophyses bersendian dengan postzygapophyses (zygapophyses posterior) dari vertebrae sebelumnya. Diantara 2 buah vertebra yang berurutan ada keping rawan intervertebra. Tulang rusuk berfungsi melindungi rongga dada, jumlahnya 12 pasang. Tiap rusuk yaitu sebuah tulang pipih dan melengkung, pada bagian ventralnya berakhir sebagai rawan rusuk (cartilago costalis). Tujuh pasang rusuk yang berkaitan dengan tulang dada dinamakan rusuk sejati. sedang , 5 pasang lainnya dinamakan rusuk palsu, sebab tidak berkaitan dengan tulang dada. 3 pasang dari 5 pasang rusuk palsu bagian sternanya berkaitan satu dengan yang lainnya, sedang yang 2 pasang lagi melayang. sebab itu
dinamakan rusuk melayang. Setiap rusuk memiliki kepala yang dinamakan capitulum dan
tuberculum. Capitulum bersendian dengan centrum vertebra, sedang tuberculum dengan
diapophyisis. Tulang dada dinamakan osteum sternum, berwujud tulang yang pipih memanjang dan Ada pada area medio-ventral dari dada. Tulang dada memiliki tiga bagian yaitu:
- manubrium (presternum), bentuknya segitiga, yaitu bagian dari sternum yang paling
lebar. Ada dibagian cranial dan bersendian dengan clavicula;
- gladiolus (mesosternum), yaitu bagian yang paling panjang, dibentuk oleh segmensegmen tulang dada; Gelang bahu atau gelang pectoral, terdiri dari tulang-tulang scapula (belikat) dan
tulang clavicula (selangka). Scapula yaitu tulang yang melebar dengan 2 buah tonjolan, yaitu processus coracoideus (sisa dari tulang korakoid) dan acromion. Permukaan dorsal scapula terbagi dua oleh suatu spina scapula. Bagian scapula yang ada superior dari spina itu dinamakan fossa supra spinata dan bagian yang lebih lebar dan inferior dari spina dinamakan fossa infra spinata. Tulang scapula ini bersendian dengan humerus melalui suatu lekukan yang dinamakan cavitas glenoidalis. Tulang clavicula bersendian dengan bagian cekung dari acromion pada bagian lateralnya dan dengan menubrium pada bagian medialnya. sedang processus coracoideus berwujud jari yang bengkok, menonjol ke sebelah lateral dari scapula. Anggota depan terdiri atas tulang: humerus, radius, ulna, carpalia, metacarpalia, dan phalang. Tulang humerus (lengan atas) berwujud tulang panjang dan besar, bersendian dengan scapula pada bagian superior dan pada bagian inferior bersendian dengan radius dan ulna. Tulang radius Ada disebelah lateral dan tulang ulna disebelah medial. Tulang radius mengecil pada siku dan membesar pada pergelangan, sedang tulang ulna sebaliknya.
Pergelangan tangan didukung oleh tulang-tulang carpalia sebanyak 8 buah dan tersusun dalam
dua baris. Sementara tulang-tulang metacarpalia sebanyak 5 buah tulang menyokong telapak
tangan. sedang lima jari masing-masing didukung oleh 3 buah phalang (ruas jari), kecuali
ibu jari didukung 2 buah phalang. Gelang pinggul (gelang pelvic) dibangun oleh 3 buah tulang, yaitu : tulang ilium (tulang usus) disebelah dorsal, tulang pubis (tulang kemaluan), dan tulang ischium (tulang duduk) disebelah ventral. Pertemuan kedua tulang pubis disebelah medio-ventral dinamakan simfisis pubis. Lubang yang besar diantara tulang pubis dan ischium dinamakan foramen obturatum. Disebelah lateral tempat ketiga macam tulang itu bertemu ada lekukan
berbentuk cawan yang dinamakan acetabulum, lekukan inilah sebagai tempat persendian dengan
tulang femur. Anggota belakang terdiri dari tulang-tulang femur (tulang paha), patella (tulang lutut),
tibia (tulang kering), fibula (tulang betis), tarsalia (tulang pergelangan kaki), metatarsalia
(tulang telapak kaki), dan phalang (tulang jari). Tulang femur yaitu tulang yang panjang
dan besar. Tulang patella berwujud tulang pipih yang memiliki permukaan persendian sebelah
lateral dan medial tempat persendian dengan ujung distal tulang femur. Tulang tibia, bagian
distalnya lebih kecil dari pada bagian proksimalnya. Tulang fibula yaitu tulang yang
paling ramping dari tulang panjang. Ujung proksimalnya bersendian dengan tibia. Tulang tarsalia berjumlah 7 buah sedang tulang metatarsalia berjumlah 5 buah. Sementara itu, tiap
jari kaki seperti halnya jari tangan didukung oleh 3 buah phalang, kecuali ibu jari yang didukung 2 buah phalang. Rangka tubuh yaitu satu salah bagian tubuh hewan yang penting untuk
menunjang aktivitasnya. Rangka tubuh pada vertebrata berfungsi untuk melindungi area yang lunak seperti Struktur berdaging, organ vital yang ada di dalam rongga tengkorak dan dada, dan mengandung sumsum tulang belakang sebagai tempat sel darah dibentuk. Rangka tubuh juga berfungsi dalam membentuk sistem tuas yang
melipatgandakan kekuatan yang muncul selama kontraksi otot rangka dan mengubahnya
menjadi gerakan tubuh. Tanpa rangka tubuh sebagian hewan darat akan terkulai akibat
beratnya sendiri. Bahkan hewan yang hidup dalam air menjadi masa yang tidak berbentuk
tanpa rangka tubuh untuk mempertahankan bentuknya. ada 3 jenis utama rangka tubuh
pada hewan: endoskeleton, rangka tubuh hidrostatik, eksoskeleton, Rangka tubuh hidrostatik berwujud bagian cair dari tubuh hewan yang ditahan di bawah tekanan dalam kompartemen tubuh yang tertutup. Sistem otot tidak menempel pada suatu struktur, otot-otot hanya saling menekan satu dengan yang lainnya. Efek gabungan dari kontraksi otot dan tekanan cairan memberi dukungan untuk memelihara bentuk hewan. Rangka tubuh hidrostatik cocok untuk kehidupan di lingkungan akuatik. Jenis rangka ini ada pada annelida, coelenterata, cacing pipih, nematoda,. Rangka tubuh
hidrostatik bisa melindungi organ internal dari benturan dan memungkinkan untuk merayap dan menggali lubang sarang. namun rangka tubuh hidrostatik tidak bisa menopang bentuk lokomosi di darat, di mana tubuh hewan yang dipertahankan lepas dari tanah, seperti berjalan dan berlari. Rangka tubuh luar (eksoskeleton) yaitu deposit pembungkus yang keras pada
permukaan tubuh seekor hewan. Rangka tubuh eksokeleton, bisa dilihat pada Arthropoda, Molluska bercangkang . Pada Molluska, contoh pada kijing, seiring dengan pertumbuhan hewan itu , hewan memperbesar diameter cangkangnya dengan cara menambahkan deposit pada ujung bagian luarnya, biasanya berwujud senyawa kapur. sedang pada Arthropoda, eksoskeletonnya yaitu kutikula, yaitu pembungkus tidak hidup yang disekresikan oleh sel-sel epidermis. Eksoskeletonnya memiliki sendi. Kutikula
disusun oleh kitin. Kutikula dikeraskan senyawa organik yang mengikat silang protein eksoskeleton agar bisa memberi perlindungan. Pada beberapa Crustacea, udang contoh , lebih mengeraskan eksoskeleton dengan menambahkan garam kalsium. sedang pada area persendian, kutikula biasanya tipis dan fleksibel, hanya ada sedikit garam organik dan sedikit pengikatan silang protein. Eksoskeleton pada Arthropoda secara periodik dilepaskan (ganti kulit) dan digantikan dengan pembungkus yang lebih besar sesuai
pertumbuhan hewan itu . Rangka dalam (endoskeleton) terdiri atas unsur pendukung yang keras, seperti tulang, yang terbungkus di dalam jaringan lunak seekor hewan. Endoskeleton pada Ekinodermata berbentuk lempengan keras (osikel) di bawah kulit. Osikel ini terdiri atas kristal magnesium karbonat dan kalsium karbonat, dan lempengan terpisah yang biasanya terikat bersama dengan serat protein. sedang Chordata memiliki endoskeleton yang tersusun dari
jaringan rawan dan jaringan tulang atau beberapa gabungan dari jaringan-jaringan itu .
Di atas dibahas secara khusus tentang sistem rangka pada manusia. Sistem rangka pada
manusia pada dasarnya mirip dengan sistem rangka yang dimiliki oleh sebagian besar
Mammalia dengan sedikit perubahan contoh pada jari dan beberapa bagian tubuh lainnya.
sedang untuk vertebrata lainnya antara lain bisa kita lihat beberapa kelainan seperti
pada tulang anggota pada Anura (katidak -kodok) tulang radius dan ulnanya melebur menjadi
satu tulang radioulna. juga pada anggota belakang tibia dan fibula bersatu membentuk tibio-fibula. Perbedaan lainnya contoh rekayasa dan jumlah tulang vertebrea pada hewan-hewan vertebrata yang dilihat pada vertebrata lainnya. Sebagai pembanding dengan rangka manusia bisa kita pelajari contoh rangka dari kelompok hewan lainnya.
Ankle dan kaki yaitu struktur komplek yang terdiri dari 28 tulang dan 55artikulasi yang dihubungkan dengan ligamen dan otot. Ankle yaitu sendi yang
menopang beban tubuh terbesar pada permukaannya, puncak beban mencapai 120%
saat berjalan dan hampir 275% saat berlari. Sendi dan ligamen berperan sebagai
stabilitator untuk melawan gaya dan menyesuaikan saat aktivitas menahan beban
agar stabil
1. Struktur Tulang Regio Ankle
Bagian distal dari tulang tibia dan fibula berartikulasi dengan tulang tarsal pada
pergelangan kaki yang membentuk struktur kaki. Yang termasuk tulang tarsal yaitu calcaneus, talus, navicular, cuneiform 1, cuneiform 2, cuneiform 3 dan cuboid, hampir sama dengan tulang carpal pada tangan. dipicu menumpu beban yang besar maka bentuk dan ukurannya lebih luas. Kaki memiliki persendian yang
kompleks dengan 7 tulang tarsal, 5 tulang meta tarsal dan 14 tulang phalang yang menopang beban tubuh saat berdiri, berjalan dan berlari.
Sendi ankle terbentuk dari struktur yang kompleks seperti tulang, ligamen dan otot. Struktur itu yang memungkinkan sendi ankle menjadi fleksibel dan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Fleksibilitas ini diperlukan sebab kaki
beresentuhan langsung dengan tanah dan harus bisa beradaptasi saat berubah posisi. Fungsi otot berpengaruh pada fleksibilitas itu . Otot pada kaki dibedakan menjadi 4 macam, yaitu : Otot bagian anterior (m. tibialis anterior, m. peroneus tertius, m. extensor digitorum longus, m. extensor hallucis longus) berfungsi untuk gerakan dorsi fleksi.
a. Otot bagian posterior yang ditunjukkan dalam gambar 2.4 (m. gastrocnemius,
m. soleus, m. plantaris, m. flexor digitorum longus, m. flexor hallucis longus, m. tibialis anterior) berfungsi untuk gerakan plantar fleksi.
Otot penyusun kaki posterior view
b. Otot bagian lateral seperti yang tertera pada gambar 2.5, terdiri dari m. tibialis anterior untuk gerakan supinasi dan m. peroneus tertius yang berfungsi untuk gerakan pronasi.
c. Otot bagian dalam, m. extensor digitorum longus untuk gerakan ekstensi 4 jari kaki dan m. extensor hallucis longus untuk gerakan supinasi dan gerakan ekstensi tungkai kaki M. dorsal pedis untuk gerakan abduksi jari kaki, m. plantar interossei, m. lumbricalis, m. digiti minimi, m.flexor digiti minimi, m. flexor hallucis brevis, m. flexor digitorum brevis, m. abductor digit minimi, m.abductor hallucis seperti yang ditunjukkan pada
3. Persendian
Sendi pergelangan kaki (Ankle Joint) terdiri dari
bagian distal dari tulang tibia, distal fibula dan bagian superior tulang talus. Jenis dari ankle joint yaitu hinge joint. Dengan bagian lateral dan medial diikat oleh ligamen. Adapun artikulasi disekitarnya antara lain yaitu talus dan calcaneus
(subtalar joint), antara tulang tarsal (midtarsal joint), antar tarsal bagian depan (anterior tarsal joint), antara tarsal dengan metatarsal (tarsometatarsal joint), antara metatarsal dengan phalang (metatarsophalangeal joint) dan antara phalang (proximal dan distal interphalangeal joint).
4. Ligamen
Talocrural joint (sendi ankle) termasuk dalam 2 artikulasi antara os tibia dengan os talus dibagian medial dan os fibula dengan os talus dibagian lateral yang tergabung dalam satu kapsul sendi. Jaringan pada sendi ankle diikat oleh beberapa
ligamen, antara lain yaitu ligamen anterior tibiofibular dan ligamen posterior tibiofibular yang mengikat antara tibia dengan fibula, ligamen deltoid yang mengikat tibia dengan telapak kaki bagian medial, ligamen collateral yang mengikat fibula dengan telapak kaki bagian lateral. Tendon calcaneal (Achilles) Ada pada otot betis sampai calcaneus yang membantu kaki untuk gerakan plantar fleksi dan membatasi dorsi fleksi
5. Vaskularisasi
Pada ankle ada dua percabangan arteri poplitea, yaitu arteri anterior tibia dan arteri posterior tibia yang berfungsi untuk mensuplai darah ke kaki. Arteri anterior tibia mensuplai bagian anterior dari tungkai dan masuk ke bagian posterior
kaki dibawah superior dan inferior retinaculum menjadi arteri dorsalis pedis. sedang arteri posterior tibia mensuplai 75% darah di kaki pada bagian posterior dan lateral yang masuk melalui malleolus medialis yang lalu akan
terbagi menjadi arteri medial dan lateral anterior sebagai pemasok darah pada bagian plantar dari kaki. Percabangan dari arteri posterior tibia lainnya yaitu arteri peroneal yang mensuplai darah di bagian lateral pada kompartemen belakang kaki
6. Persarafan
Nervus saphenous yaitu cabang cutaneous terbesar pada persarafan kaki, beraktifitas menyebarkan implus ke bagian medial pada kaki. Percabangan nervus sciatic menyalurkan sensorik dan motorik untuk kaki dan tungkai. lalu
bercabang menjadi nervus fibular dan nervus tibial. Nervus fibularis terbagi menjadi nervus fibularis superficial dan nervus fibularis profundus, sedang nervus tibialis terbagi menjadi nervus sural, nervus medial calcaneal, nervus medial plantar dan nervus lateral plantar,
7. Biomekanik Ankle
berdasar pergerakan sendi ini bisa melakukan gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, inversi dan eversi. ROM (Range of Motion) dalam keadaan normal untuk dorsofleksi yaitu 20˚, plantarfleksi yaitu 50˚, gerakan eversi yaitu 20˚, dan gerakan inversi yaitu 40˚. Penulisan yang disesuaikan dengan standart ISOM (Internaional standart Orthopaedic Meassurement) untuk gerak dorsofleksi dan plantarfleksi akan tertulis (S) 20-0-50 dan gerak inversi dan eversi tertulis (S) 20-0-40 , berdasar dari bentuk persendiannya,
menggolongkan sendi ankle sebagai sendi ginglimus dengan gerakan yang mungkin terjadi yaitu dorsofleksi (fleksi) dan plantarfleksi (ekstensi) dengan jangkauan gerakan yang beragam untuk dorsofleksi antara 13-33˚ dan
plantarfleksi 23-56˚. menjelaskan jangakauan
gerak sendi ankle yaitu dorsofleksi 20˚ dan plantarfleksi 50˚.
namun olahraga juga bisa diibaratkan pisau bermata ganda sebab disamping memberi
kebugaran bisa pula memicu cedera Bila tidak adanya persiapan sehingga dampaknya justru akan merugikan tubuh. sepakbola memiliki kemungkinan body contact tinggi yang memungkinkan munculnya cedera sehingga memerlukan kondisi fisik yang prima. cedera yang bisa dialami oleh pemain sepakbola
digolongkan menjadi 2 jenis yaitu trauma akut dan kronis. Trauma akut yaitu yang terjadi secara mendadak seperti robekan ligament, otot, tendon, terkilir bahkan patah tulang, sedang
trauma kronis yaitu yang terjadi sebab sering dialami yaitu sindrom pemakaian berlebih, dilakukan berulang ulang dalam tempo waktu yang lama , Cedera olahraga pada pemain sepakbola sering ditanggapi tubuh dengan
gejala radang yang terdiri atas rubor (merah), dolor (nyeri), kalor (panas), tumor (bengkak) functiolaesa (penurunan fungsi. pembuluh darah pada sekitar area yang cedera akan mengalami pelebaran (vasodilatasi) dengan maksud untuk
mengirim lebih banyak nutrisi dan oksigen dalam rangka mendukung penyembuhan. Pelebaran pembuluh darah inilah yang menjadikan area disekitar cedera menjadi merah (rubor), cairan darah yang berada di area cedera akan merembes keluar kapiler menuju ruang antar sel dan memicu bengkak (tumor). Dengan dukungan nutrisi dan oksigen, metabolisme di lokasi cedera akan meningkat dengan sisa metabolism berwujud panas. Kondisi inilah yang memicu lokasi cedera akan lebih panas (kalor) dibanding dengan lokasi lain. Tumpukan sisa metabolisme dan zat kimia lain akan merangsang ujung saraf dilokasi cedera dan memicu nyeri (dolor). Rasa nyeri juga dipicu oleh tertekannya ujung syaraf sebab pembengkakan yang terjadi di lokasi cedera.
dolor, rubor, tumor, kalor akan menurunkan fungsi organ atau sendi di lokasi cedera yang dinamakan functiolaesa kita menjelaskan, macam-macam cedera yang mungkin terjadi pada
olahragawan antara lain yaitu :
--. Dislokasi yaitu terlepasnya sebuah sendi dari tempat yang seharusnya. Dislokasi sering terjadi pada bahu, pergelangan kaki, lutut, panggul. Faktor yang meningkatkan resiko munculnya dislokasi yaitu ligamen yang kendor dan
kekuatan otot yang menurun.
--. Fraktur atau patah tulang yaitu suatu keadaan yang mengalami keretidak an, pecah atau patah, baik pada tulang maupun tulang rawan. sedang berdasar jenisnya, patah tulang terbagi menjadi patah tulang terbuka dan patah tulang tertutup.
--. Cedera pada otot, tendon dan ligamen
Cedera pada ligamen dinamakan sprain, yaitu cedera yang terjadi sebab cedera spontan atau pemakaian berlebihan yang berulang di sendi. sedang cedera yang terjadi otot atau tendo yaitu strain, yaitu kerusakan yang terjadi pada tendon atau otot oleh sebab pemakaian yang berlebihan atau stress berlebih.
--. Contusion (Memar) yaitu keadaan cedera yang terjadi pada jaringan ikat dibawah kulit dipicu oleh benturan atau pukulan pada kulit.
--. Kram otot yaitu kontraksi terus menerus yang dialami oleh otot atau sekumpulan otot dan memicu rasa nyeri. pemicu yaitu otot yang
terlalu lelah, kurang dalam melakukan pemanasan, adanya gangguan sirkulasi darah yang memicu kram.hal-hal yang memicu resiko dalam berolahraga antara lain yaitu :
--. Lingkungan olahraga yang nyaman akan menunjang kenyamanan dalam berolahraga dan mengurangi risiko munculnya cedera. Olahraga yang dilakukan dilingkungan ekstrim akan meningkatkan faktor risiko. pemakaian alat olahraga yang tepat juga diperlukan untuk mencegah munculnya cedera.
--. Faktor gizi berpengaruh pada kapasitas
jaringan dan ketahanan fisik. Pengaturan kalori, protein dan zat gizi lainnya yang tepat akan menjaga kebugaran dan ketahanan atlit.
teorinya cedera yang terjadi pada kegiatan olahraga sama dengan cedera yang terjadi pada trauma lainnya.beberapa jenis cedera yang sering terjadi pada kegiatan olahraga antara lain yaitu kontusio dan hematoma (benturan), strain
(cedera pada otot atau tendon yang menggerakkan suatu sendi atau tulang), sprain
(cedera pada ligamen yang menopang sendi), subluksasi dan dislokasi (geser dan keluarnya sendi dari tempatnya), fraktur (patah tulang). pengobatan semua cedera itu tetap memakai teori perawatan cedera musculoskeletal
--. Proses degenerasi tubuh akan dialami oleh semua orang, biasanya proses degenerasi mulai terjadi saat usia 30 tahun. Fungsi tubuh akan berkurang sekitar 3% per tahun. ini memicu tubuh akan menurun sesuai proses degenerasi yang
semakin rentan dengan kerusakan akibat trauma.
--Perbedaan anatomi pada laki-laki dan wanita memicu masalah pada olahraga jenis tertentu,terutama berkaitan dengan anatomi organ reproduksi. ini berkaitan dengan pemberian proteksi pada alat kelamin untuk mencegah munculnya cedera. Perbedaan kapasitas sistem muskuloskeletal antara laki-laki dan wanita akan
berpengaruh pada tingkat keparahan cedera yang terjadi.
--. Penguasaan pada teknik yang dipakai akan berpengaruh pada risiko cedera. Gerakan yang berlebihan dengan frekuensi yang berlebihan akan memicu cedera overuse pada ekstremitas yang dominan dipakai .
--Olahraga tertentu akan memicu cedera yang lebih besar. Olahraga kontak yang dengan sengaja memicu cedera pada lawan tanding untuk memperoleh nilai sudah pasti akan memicu risiko cedera paling besar. Olahraga kontak
kemungkinan akan memicu luka robek, sedang pada atlit tenis atau bulu tangkis lebih sering terjadi sprain atau strain.
2. Cedera Sprain Ankle
Cedera yang sering terjadi pada atlet yaitu sprain yaitu cedera pada sendi yang memicu robekan pada ligamen. Sprain terjadi sebab adanya tekanan mendadak pada sendi, atau sebab pemakaian berlebih yang berulang ulang. Sprain
ringan biasanya ditambah hematom dengan sebagian serabut ligamen putus, sedang pada sprain sedang terjadi efusi cairan yang memicu bengkak. Pada sprain berat, seluruh serabut ligamen putus sehingga tidak bisa digerakkan seperti biasa dengan rasa nyeri hebat, pembengkakan dan adanya darah dalam sendi
Hampir dari sebagian sprain ankle terjadi sebab aktifitas olahraga. Gejala yang muncul sesudah munculnya sprain ankle pada 40% pasien
dilaporkan bahwa ada nyeri kronis, kelemahan otot dan tidak stabil Pada bidang olahraga cedera ankle menghasilkan bermacam derajat
kelemahan, termasuk berkurangnya performa atlit, absen saat kompetisi dan merugikan secara psiokolgis, Menurut penggolongannya tingkat cedera sprain ankle dibagi menjadi 3, pada sprain ankle tingkat pertama biasanya terjadi robekan kecil pada serabut ligament yang digejalai dengan sedikit bengkak dan peradangan namun masih stabil dan atlit masih bisa bergerak dengan sedikit nyeri atau tidak sama sekali. Pada tingkat kedua
terjadi robekan yang lebih besar pada serabut ligamen. Gejala yang muncul yaitu peradangan pada sendi, ada nyeri namun masih bisa digerakkan dan bengkak pada area tertentu. sedang pada tingkat ketiga ada robekan pada seluruh serabut ligamen, gejala yang muncul yaitu bengkak, sendi tidak stabil, peradangan
dan tidak bisa digerakkan, sprain ankle digolongkan antaralain :
a. Grade I, dengan sifat bengkak minimal dan nyeri lokal. Rata rata memerlukan waktu 30 hari untuk kembali beraktifitas.
b. Grade II, dengan sifat bengkak lokal dan nyeri lebih menyebar. Tingkat ini memerlukan waktu 6 minggu untuk kembali berktifitas.
c. Grade III, dengan sifat bengkak yang menonjol , nyeri, lebam dan harus ditangani oleh tenaga medis . memerlukan waktu lebih dari 6 minggu untuk bisa berfungsi kembali.Adanya kerusakan pada suatu jaringan biasanya memicu
perubahan patologi setempat pada pembuluh darah dan jaringan disekitarnya sebagai reaksi radang. Reaksi lokal segera pada jaringan yang mengalami cedera yaitu reflek vasokontriksi untuk beberapa saat, yang segera diikuti reflek vasodilatasi yang akan meningkatkan aliran darah di tempat cedera. pembuluh darah akan menjadi lebih permeable sehingga plasma plasma darah mengalir ke jaringan sekitarnya. Perubahan
ini memicu gejala dan gejala khas peradangan yaitu kemerahan , panas dan bengkak. Bila pembengkakan ini menekan saraf maka akan memicu nyeri, proses penyembuhan ligamen sama dengan jaringan tubuh lainnya. Ligamen tidak bisa pulih dengan cepat sebab darah yang tersalurkan sedikit, berikut yaitu tahap penyembuhan ligamen :
a. tahap I Hemoragik
sesudah munculnya kerusakan jaringan, celah yang ada di area kerusakan akan diisi oleh gumpalan darah (hematoma). Leukosit dan limfosit akan muncul yang dipicu oleh lepasnya sitokinin pada gumpalan darah. lalu leukosit dan limfosit menanggapi sinyal autrokin dan parakrin untuk diterjemahkan sebagai tanggapan
inflamasi sebab adanya luka.
b. tahap II Inflamasi
Makrofag akan muncul 24-48 jam dan menjadi sel utama dalam beberapa hari. Makrofag akan memfagositosis jaringan yang nekrosis dan memicu neovaskularisasi. sesudah hari ketiga area yang rusak akan mengandung makrofag,
PMN leukosit, limfosit dan sel mesensimal, faktor pertumbuhan dan platelet. Faktor pertumbuhan akan menstimulasi fibroblas untuk berpoliferasi dan sintesis kolagen tipe I, III dan V sebagai protein non kolagen.
c. tahap III Proliferasi
Sel terakhir yang ada pada jaringan yang rusak yaitu fibroblast. Fibroblas memiliki reticulum endoplasma yang berlimpah dan menghasilkan kolagen dan protein lain dalam 1 minggu masa cedera. sesudah minggu kedua baru terbentuk
jaringan baru dan serabut kapiler pembuluh darah.
d. tahap IV Remodelling dan Maturasi
yaitu tahap yang digejalai dengan penurunan bertahap di dalam seluler pada jaringan yang mengalami proses penyembuhan. Ligamen sudah mengalami remodeling, jaringan menjadi kuat namun tidak seperti morfologi normalnya. Cedera
ligamen bisa pulih kembali selama 3 tahun untuk mengembalikan kekuatannya. Biasanya ligamen bisa pulih 40% selama 6 bulan sesudah cedera, 80% sesudah 1 tahun dan 100% sesudah 1-3 tahun.
3. pemeriksaan yang bisa dilakukan pada masalah cedera sprain ankle, antara lain :
--. Melakukan pemantauan pada area yang terkena cedera, melihat-lihat apakah ada memar deformitas, bengkak,
--. Melakukan pemeriksaan gerak sendi dengan mengukur ROM (Range Of Motion) untuk gerakan plantar fleksi, dorsi fleksi, invers dan eversi
--. Melakukan palpasi pada area tungkai bawah secara menyeluruh untuk mendukung aktifitas diagnosa.
--. Mengukur edema / bengkak yang ada pada area cedera (jika ada bengkak).
--. Melakukan pemeriksaan neurovaskuler (tes sensoris, tes motoris dan hematom)
--. Melakukan pemeriksaan khusus , yaitu :
Eversion Talar Tilt untuk mengetahui adanya kerusakan pada bagian medial ankle, positif Bila ada nyeri. Drawer Test untuk melihat-lihat adanya kerusakan pada ligamen, khususnya ATFL (Anterior TaloFibular Ligamen).
Inversion Talar Tilt untuk mengetahui adanya gangguan pada bagian lateral ankle, positif Bila ada nyeri.
1. nyeri yaitu suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial atau yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan, Nyeri yaitu hasil stimulasi reseptor sensorik, provokasi saraf saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress, menderita. Jalur (pathway) nyeri klasik terdiri dari rantai 3 neuron yang meneruskan sinyal nyeri dari perifer ke
korteks serebral : neuron tingkat pertama, neuron tingkat kedua dan neuron tingkat ketiga. Sensasi nyeri dimulai dari neuron tingkat pertama
Nyeri yaitu mekanisme proteksi tubuh saat terjadi kerusakan pada suatu jaringan. Reseptor nyeri dinamakan free nerve ending yang Ada pada lapisan superficial kulit, periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, selaput otidak , tentorium. Reseptor nyeri distimulasi oleh mekanik, suhu dan stimulasi kimia dan dibawa oleh serabut Að dengan kecepatan 6 sampai 30 meter/detik. Secara fisiologi nyeri dibagi menjadi 2 tipe yaitu : fast pain dan slow pain. Fast pain terjadi
sekitar 0,1 detik yang digambakan tajam, akut,elektrik atau nyeri kejut. Biasanya dirasakan pada jaringan seperfisial dan menjalar ke jaringan yang lebih dalam. Slow pain seperti terbakar atau nyeri kronis ada pada jaringan dalam kulit yang
biasanya dipicu oleh stimulasi kimiawi dan dibawa oleh serabut tipe C dengan kecepatan antara 0.5 sampai 2 meter/detik. Zat kimia seperti asam, asetilkolin, enzim proteolitik, bradykinin, serotonin, histamin, ion potassium, memungkinkan untuk menghasilkan nyeri. Faktor pemicu nyeri antara lain yaitu panas, asam
laktat sebab infeksi bakteri, spasme otot, iskemik jaringan, kontusio,
2. ada beberapa cara untuk mengukur nyeri untuk mengetahui akibat nyeri memakai assessment nyeri, antara lain:
--. Wong Baker Pain Rating Scaledipakai pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak bisa
menjelaskan intensitas nyerinya dengan angka. Contoh dari wong baker pain rating scale
--. Visual Analogue Scale (VAS)
Skala analog visual (VAS) yaitu cara yang paling banyak dipakai untuk mengukur nyeri. Skala linier ini menjelaskan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa gejala pada setiap sentimeter. gejala pada kedua ujung garis bisa berwujud angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedang ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah. dipakai pada anak >8 tahun dan dewasa.
--. Numeric Rating Scale (NRS) peka pada dosis, jenis kelamin dan perbedaan etnis. Lebih baik dibandingkan VAS untuk kondisi akut. Namun kekurangannya yaitu keterbatasan pilihan kata yang mnggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap ada jarak yang sama antar kata yang menjelaskan efek analgesic.
--. Verbal Rating Scale (VRS) Skala ini memakai angka 0 sampai 10 untuk menjelaskan tingkat
nyeri. Sama seperti VAS, skala numeric verbal ini lebih bermanfaat pada periode sesudah bedah, sebab secara alami verbal tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal memakai kata – kata dan bukan
garis atau angka untuk menjelaskan tingkat nyeri
Kontraksi isometrik (kontraksi statik) yaitu kontraksi sekumpulan otot untuk mengangkat atau mendorong beban yang tidak bergerak dengan tanpa gerakan anggota tubuh dan panjang otot tidak berubah, seperti mengangkat, mendorong menarik suatu benda yang tidak bergerak. Efek fisiologis latihan penguatan yaitu
hipertropi yaitu bertambahnya ukuran otot oleh sebab bertambahnya ukuran serabut otot (terutama tipe II) dan miobril, bertambahnya jumlah total protein kontraktil, bertambahnya densitas kapiler bertambahnya jumlah jaringan ikat , tendo dan ligamentum. Perubahan biokimiawi meliputi meningkatnya kontraksi
kreatin, fosfokeatin, ATP glikogen, meningkat sedikit namun berguna pada katifitas enzim siklus creb aerob dan berkurangnya volume mitokondria. Efek latihan pada nyeri sesuai dengan teori gate control, yaitu mekanisme gate
(gerbang) dalam transmisi implus nyeri, mekanisme gate lokasinya beragam yang
ada disusunan syaraf pusat. saat gate tertutup, maka transmisi implus nyeri tertutup dan tidak sampai pada pusat kesadaran di korteks jika gate terbuka maka akan memicu nyeri. Transmisi implus nyeri bisa melalui aktifitas serat saraf
besar dan saraf kecil, proyeksi pada batang otidak sistem retikular dan proyeksi dari kortek serebral dan talamus dengan memberi efflurage, ruBeratBadan ing dan backpressure bisa menghambat implus nyeri melalui aktifitas serat besar dan serat kecil
yang lalu menutup gerbang pada rasa nyeri,
Durasi perlakuan kira kira 15 detik dengan 3 kali pengulangan dan istirahat selama 30 detik. menyarankan bahwa 5-15kontraksi maksimal dengan ditahan selama 5 detik yaitu yang terbaik dilihat dari sudut pkita ng cara berlatih. Pada permulaan latihan frekuensi latihan isometrik
yaitu 6 hari/minggu. Sebagai percobaan bisa dilakukan pula dengan frekuensi latihan 4 kali/minggu. sedang lama latihannya paling sedikit 6 minggu, Pada tahap awal cedera sprain ankle, ROM (Range Of Motion) Exercise diberikan sesudah beberapa hari mengalami cedera. Dengan memakai latihan aktif, nyeri bisa berkurang dan bisa meningkatkan pergerakan kaki sehingga bengkak pada area yang cedera berkurang, Latihan isotonic memakai resistance bands, angkat beban, beban mekanik dan tahanan
tubuh. Latihan isokinetik tidak dilakukan Bila pasien belum bisa menguasai latihan isotonic
tenaga medis akan merujuk pasien Bila memenuhi salah satu dari ciri-ciri “tacc” (Time-Age-Complication-Comorbidity) berikut:
1. Time: jika perjalanan penyakit bisa digolongkan kepada kondisi kronis atau melewati Golden Time standart .
2. Age: jika usia pasien masuk dalam kategori yang dikhawatirkan meningkatkan risiko komplikasi dan risiko kondisi penyakit lebih berat.
3. Complication: jika komplikasi yang ditemui bisa memperberat kondisi pasien.
4. Comorbidity: jika ada keluhan atau gejala penyakit lain yang memperberat kondisi pasien.
Selain 4 ciri-ciri di atas, kondisi fasilitas pelayanan juga bisa menjadi dasar bagi tenaga medis untuk melakukan rujukan demi menjamin pengobatan dengan persetujuan pasien.
. Prognosis
Kategori prognosis antaralain :
1. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit pada proses kehidupan.
2. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit pada fungsi organ
atau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya.
3. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang bisa sembuh total sehingga bisa beraktivitas seperti biasa.
Prognosis digolongkan antaralain :
1. Sanam: sembuh
2. Bonam: baik
3. Malam: buruk/jelek
4. Dubia: tidak tentu/ragu-ragu
5. Dubia ad sanam: tidak tentu/ragu-ragu, cenderung sembuh/baik
6. Dubia ad malam: tidak tentu/ragu-ragu, cenderung memburuk/jelekUntuk penentuan prognosis ditentukan dengan kondisi pasien saat
diagnosa dilakukan .
TAENIASIS
Taeniasis yaitu penyakit zoonosis parasiter yang dipicu oleh cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia asiatica, Taenia saginata, Taenia solium) pada manusia.
Taenia saginata yaitu cacing yang terkenal di negara yang penduduknya banyak makan daging sapi/kerbau. Infeksi lebih mudah terjadi
bila cara memasak daging setengah matang.
Taenia solium yaitu cacing pita yang dilihat di daging babi yang diolah tidak matang. Untuk T. solium ada komplikasi berbahaya yaitu sistiserkosis. Sistiserkosis yaitu kista T.solium yang bisa dilihat di seluruh organ, namun yang paling berbahaya jika terjadi di otidak .
Keluhan
gejala taeniasis beragam dan tidak khas. Sebagian masalah tidak menunjukkan gejala (asimptomatis). gejala bisa muncul akibat iritasi mukosa usus atau toksin yang dihasilkan cacing. Gejala itu antara lain:
pusing . Konstipasi. Pusing. Pruritus ani. Diare,
. Rasa tidak enak pada lambung. Mual . Badan lemah. Berat badan menurun. Nafsu makan menurun.
Faktor Risiko
Ternak yang tidak dijaga kebersihan kandang dan makanannya.. Mengkonsumsi daging yang dimasak setengah matang mengandung larva sistiserkosis.. kebersihan yang rendah dalam pengolahan makanan bersumber daging.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan generalis: nyeri ulu hati, ileus juga bisa terjadi jika cacing memicu obstruksi usus.
Pemeriksaan gejala vital.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah tepi: bisa dilihat eosinofilia, leukositosis, LED meningkat.
. Pemeriksaan laboratorium mikroskopik dengan menemukan telur dalam spesimen tinja segar.
. Secara makroskopik dengan menemukan proglotid pada tinja.
diagnosa Klinis
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Komplikasi: Sistiserkosis
pengobatan
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:memakai jamban keluarga.. Mengolah daging sampai matang dan menjaga kebersihan hewan ternak.
Farmakologi:
Mebendazol 100 mg, 3 x sehari, selama 2 atau 4 minggu, . Pemberian albendazol menjadi terapi pilihan saat ini dengan dosis 400 mg, 1 x sehari, selama 3 hari berturut-turut, Pengobatan cacing dewasa berhasil bila dilihat skoleks pada tinja, sedang pengobatan sistiserkosis hanya bisa dilakukan dengan melakukan eksisi.
Konseling :
menasihati keluarga mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan,
ciri-ciri Rujukan
Bila dilihat gejala yang mengarah pada sistiserkosis.
Peralatan
Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah dan feses.
INFEKSI PADA UMBILIKUS
Tali pusat biasanya lepas pada hari ke-7 sesudah lahir dan luka baru sembuh pada hari ke-15. Infeksi pada tali pusat atau jaringan kulit di sekitar perlu dikenali secara dini dalam rangka mencegah sepsis.
Keluhan, rewel, tidak mau menyusu.Panas
Faktor Risiko
. Kulit tipis sehingga mudah lecet. Imunitas seluler dan humoral belum sempurna. Luka umbilikus
Faktor Predisposisi
Pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril
Pemeriksaan Fisik:
--. Infeksi tali pusat berat atau meluas: bila kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm atau kulit di sekitar tali pusat bayi mengeras dan memerah dan bayi mengalami pembengkakan perut.
--. gejala sistemik: demam, tidak ikardia, hipotensi, letargi, somnolen, ikterus
--. Ada gejala infeksi di sekitar tali pusat seperti mengeluarkan pus yang berbau busuk.kemerahan, panas, bengkak, nyeri,
--. Infeksi tali pusat lokal atau terbatas: bila kemerahan dan bengkak terbatas pada area kurang dari 1cm di sekitar pangkal tali pusat.
diagnosa Klinis
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Adanya gejala infeksi disekitar umblikus seperti bengkak, kemerahan dan kekakuan. Pada keadaan tertentu ada lesi berbentuk impetigo bullosa.
diagnosa Banding
Granuloma-delayed epithelialization/ Granuloma keterlambatan proses epitelisasi sebab kauterisasi
Tali pusat normal dengan akumulasi cairan berbau busuk, tidak ada gejala gejala infeksi (pengobatan cukup dibersihkan dengan alkohol)
Komplikasi
. Peritonitis. Trombosis vena porta. Abses, Necrotizing fasciitis dengan gejala : edema, kulit tampak seperti jeruk disekitar tempat infeksi, progresivitas cepat dan bisa memicu kematian maka kemungkinan menderita
pengobatan
1. Perawatan lokal
. Pembersihan tali pusat dengan memakai larutan antiseptik (Klorheksidin atau iodium povidon 2,5%) dengan kain kasa yang bersih
delapan kali sehari sampai tidak ada nanah lagi pada tali pusat. . sesudah dibersihkan, tali pusat dioleskan dengan salep antibiotik 3-4 kali sehari.
2. Perawatan sistemik
Bila tanpa gejala sistemik, pasien diberikan antibiotik seperti kloksasilin oral selama lima hari. Bila anak tampak sakit, harus dicek dahulu ada
tidaknya gejala sepsis. Anak bisa diberikan antibiotik gabungan dengan aminoglikosida. Bila tidak ada kesembuhan , pikirkan kemungkinan Meticillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA).checkup kembali bila tidak ada kesembuhan atau ada perluasan gejala infeksi dan komplikasi seperti bayi panas, rewel dan mulai tidak mau makan.
ciri-ciri Rujukan
ada gejala komplikasi sepsis, Bila intak tidak mencukupi dan anak mulai tampak gejala dehidrasi
KANDIDIASIS MULUT
Infeksi Candida albicans ini menyerang kulit, mukosa, organ dalam, sedang pada bayi bisa terinfeksi melalui vagina saat dilahirkan,
Keluhan:
Rasa gatal dan perih di mukosa mulut, rasa metal, dan daya kecap penderita yang berkurang
Faktor Risiko: imunodefisiensi
Pemeriksaan Fisik
Guam atau oral thrush yang diselaputi pseudomembran pada mukosa mulut.
Pemeriksaan Penunjang
Sel ragi bisa dilihat di bawah mikroskop dalam pelarut KOH 10% atau pewarnaan Gram, Bercak merah, dengan maserasi di area sekitar mulut, di lipatan ditambah bercak merah yang terpisah di sekitarnya,
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, penunjang.
diagnosa Banding
Peradangan mukosa mulut yang dipicu oleh bakteri atau virus.Komplikasi Diare sebab kandidiasis saluran cerna,
pengobatan
checkup penyakit predisposisinya. Gentian violet 1% (dibuat segar/baru) atau larutan nistatin 100.000 –200.000 IU/ml yang dioleskan 2 – 3 kali sehari selama 3 hari, Memperbaiki status gizi dan menjaga kebersihan oral,
ditindaklanjuti
Pasien checkup kembali Bila dalam 3 hari tidak ada kesembuhan dengan obat anti jamur.
Dilakukan skrining pada keluarga dan kesembuhan lingkungan keluarga untuk menjaga tetap bersih dan kering,
ciri-ciri Rujukan
Bila kandidiasis yaitu akibat dari penyakit lainnya, seperti HIV.Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan KOH,
LEPRA
Lepra yaitu penyakit menular, menahun dan dipicu oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Penularan kemungkinan terjadi melalui saluran pernapasan atas dan kontak kulit pasien lebih dari 1 bulan terus
menerus. Masa inkubasi rata-rata 2,5 tahun, namun bisa juga bertahuntahun.
Keluhan
Bercak kulit berwarna merah atau putih berbentuk plakat, terutama di wajah dan telinga. Bercak, mati rasa , tidak gatal. Lepuh pada kulit tidak
dirasakan nyeri. Kelainan kulit tidak sembuh dengan pengobatan rutin, terutama bila ada keterlibatan saraf tepi,
Faktor Risiko
Imunokompromais, Tinggal di area endemik lepra, Sosial ekonomi rendah, kontak lama dengan pasien, seperti anggota keluarga yang didiagnosa dengan lepra,
Pemeriksaan Fisik
gejala Patognomonis
gejala pada saraf Penebalan nervus perifer, kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota gerak, kelemahan , nyeri tekan dan atau spontan pada saraf, gejala pada kulit Perhatikan setiap bercak, bintil (nodul), bercak berbentuk plakat dengan kulit mengkilat atau kering bersisik. Kulit tidak berkeringat dan berambut. ada baal pada lesi kulit, hilang sensasi nyeri dan suhu, vitiligo. Pada kulit bisa pula dilihat nodul.
anggota gerak dan atau wajah, adanya deformitas, ulkus yang sulit sembuh.Kerusakan saraf tepi biasanya terjadi pada saraf, Ekstremitas bisa terjadi mutilasi Untuk kelainan yang dilihat pada pemeriksaan fisik, dipakai dalam penulisan di rekam medik. Pemeriksaan mikroskopis kuman BTA pada sediaan kerokan jaringan kulit.
diagnosa dilakukan Bila ada satu dari gejala utama atau kardinal , yaitu:
Adanya basil tahan asam (BTA) dalam kerokan jaringan kulit, Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa
Penebalan saraf tepi yang ditambah gaqngguan fungsi saraf, Sebagian besar pasien lepra didiagnosa berdasar pemeriksaan klinis.
penggolongan Lepra terdiri dari 2 tipe, yaitu Pausibasilar (PB) dan Multibasilar (MB)
diagnosa Banding
Bercak eritema:Dermatitis seboroik, Tinea circinata
Psoriasis,
Bercak putih: Pitiriasis versikolor, Pitiriasis alba
Vitiligo, Nodul :Veruka vulgaris, Sarkoma Kaposi
Neurofibromatosis,
Komplikasi: Arthritis.Sepsis.Amiloid sekunder.
Reaksi kusta yaitu interupsi dengan episode akut pada perjalanan yang kronis. Reaksi ini yaitu reaksi hipersensitivitas (tipe 1/reversal) atau hipersentitivitas humoral (tipe 2/eritema nodosum leprosum/ENL).
pengobatan :
--. Obat penunjang (vitamin/roboransia) bisa diberikan vitamin B1, B6, dan B12.
--. Tablet MDT bisa diberikan pada pasien hamil dan menyusui. Bila pasien juga mengalami tuberkulosis, terapi rifampisin disesuaikan dengan
tuberkulosis.
--. Untuk pasien yang alergi dapson, bisa diganti dengan lampren, untuk MB dengan alergi, terapinya hanya 2 macam obat (dikurangi DDS)
--. Pasien diberikan informasi mengenai kondisi pasien saat ini, dan mengenai pengobatan dan pentingnya kepatuhan untuk eliminasi penyakit.
--. Kebersihan diri dan pola makan yang baik perlu dilakukan.
--. Pasien dimotivasi untuk memulai terapi hingga selesai terapi dilakukan .
--. Terapi memakai Multi Drug Therapy (MDT) pada:
--. Pasien yang baru didiagnosa kusta dan belum pernah memperoleh MDT.
--. Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal di bawah ini:
Relaps Masuk kembali sesudah default (bisa Pausibasilar PB maupun MB) Pindahan (pindah masuk)
Ganti penggolongan /tipe
--. Terapi pada pasien Pausibasilar PB:
--. Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum di depan petugas medis ) terdiri dari: 2 kapsul Rifampisin @ 300mg (600mg)
dan 1 tablet Dapson/DDS 100 mg.
--. Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet Dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.
--. Pasien minum obat selama 6-9 bulan (± 6 blister).
--. Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, dan DDS 50 mg.
--. Dosis MDT pada anak <10 tahun bisa disesuaikan dengan berat badan:
---. Rifampisin: 10-15 mg/kg BeratBadan
---. Dapson: 1-2 mg/kg BeratBadan
---. Lampren: 1 mg/kg BeratBadan
--. Terapi pada Pasien MB:
--. Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum di depan petugas medis ) terdiri dari:
2 kapsul Rifampisin @ 300mg (600mg),
3 tablet Lampren (klofazimin) @ 100mg (300mg) dan 1 tablet
dapson/DDS 100 mg.
--. Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet lampren 50 mg dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.
--. Pasien minum obat selama 12-18 bulan (± 12 blister).
--. Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, Lampren 150 mg dan DDS 50 mg untuk dosis bulanannya, sedang dosis harian untuk Lampren 50 mg diselang 1 hari.
Terapi untuk reaksi kusta ringan, dilakukan dengan pemberian prednison dengan cara pemberian:
--. 2 Minggu pertama 40 mg/hari (1x8 tab) pagi hari sesudah makan
--. 2 Minggu kedua 30 mg/hari (1x6 tab) pagi hari sesudah makan
--. 2 Minggu ketiga 20 mg/hari (1x4 tab) pagi hari sesudah makan
--. 2 Minggu keempat 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah makan
--. 2 Minggu kelima 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah makan
--. 2 Minggu keenam 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah makan
--. Bila ada ketergantungan pada Prednison, bisa diberikan Lampren lepas
Konseling :
Bila ada gejala dan gejala mirip pada anggota keluarga lainnya, perlu dibawa dan diperiksakan ke rumahsakit . pasien diberikan penjelasan tentang lepra, terutama cara penularan dan pengobatannya. . Dari keluarga diminta untuk membantu memantau pengobatan pasien sehingga bisa tuntas sesuai waktu pengobatan.
ditindaklanjuti :
--. Release From Treatment (RFT) bisa dianggap sesudah dosis dipenuhi
tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.
--. Setiap petugas medis harus memantau tanggal pengambilan obat.
--. Bila terlambat, paling lama dalam 1 bulan harus dilakukan pelacakan.
--. Pasien yang sudah RFT namun memiliki faktor risiko: cacat tingkat 1 atau 2, pernah mengalami reaksi, BTA pada awal pengobatan >3 (ada nodul
atau infiltrat), maka perlu dilakukan pengamatan semiaktif.
--. Pasien PB yang sudah memperoleh pengobatan 6 dosis (blister) dalam waktu
6-9 bulan dianggap RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium.
--. Pasien MB yang sudah memperoleh pengobatan MDT 12 dosis (blister) dalam
waktu 12-18 bulan dianggap RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium.
--Jika pasien PB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari 3 bulan dan /pasien MB lebih dari 6 bulan secara kumulatif (tidak mungkin baginya untuk menyelesaikan pengobatan sesuai waktu yang ditetapkan), maka yang bersangkutan dianggap default. Pasien defaulter tidak diobati
kembali bila tidak ada gejala klinis aktif. Namun jika memiliki gejala klinis aktif (eritema dari lesi lama di kulit/ ada lesi baru/ ada pembesaran saraf yang baru).Bila sesudah terapi kembali pada defaulter ternyata berhenti sesudah lebih
dari 3 bulan, maka dianggap default kedua. Bila default lebih dari 2 kali, perlu dilakukan tindakan dan perawatan intensif .
ciri-ciri Rujukan
--. ada efek samping obat yang serius.
--. Reaksi kusta dengan kondisi:
---. Reaksi yang ditambah komplikasi penyakit lain yang berat, contoh hepatitis, DM, hipertensi, tukak lambung berat.
---. ENL melepuh, pecah (ulserasi), suhu tubuh tinggi, neuritis.
---. Reaksi tipe 1 ditambah dengan bercak ulserasi atau neuritis.
Peralatan
Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan BTA
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Anemia secara fungsional diartikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak bisa memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer. Anemia yaitu masalah medik yang paling sering ditemukan di rumahsakit . Diperkirakan >40%
penduduk dunia menderita anemia dan sebagian besar di area tropis. Keluhan
Pasien datang ke tenaga medis dengan keluhan:
Penurunan konsentrasi . Sesak nafas
. Lemah. Lesu. Letih. Lelah . Penglihatan berkunang-kunang. Pusing. Telinga berdenging.
Faktor Risiko:
Faktor ekonomi kurang. Infeksi kronik . Vegetarian
Ibu hamil. Remaja putri. Status gizi kurang.
Pemeriksaan Fisik:
Pucat bisa terlihat pada: konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, jaringan di bawah kuku.
Gejala anemia defisiensi besi:
. Disfagia. Atrofi papil lidah. Stomatitis angularis
. Koilonikia
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan Khusus (dilakukan di rumahsakit ) Serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum,
Pemeriksaan darah: hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, jumlah eritrosit, morfologi darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH,
MCHC, feses rutin, urin rutin.
diagnosa Klinis
Anemia yaitu suatu sindrom yang bisa dipicu oleh penyakit dasar sehingga penting menentukan penyakit dasar yang memicu anemia. diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah dengan ciri-ciri Hb darah kurang dari kadar Hb normal.Nilai rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO:
wanita hamil: >11 g/dL, Laki-laki: >13 g/dL, wanita : >12 g/dL
diagnosa Banding :
Anemia hemolitik, . Anemia pada penyakit kronik,
. Anemia defisiensi vitamin B12,. Anemia aplastik, .
Komplikasi:
Pada ibu hamil: BeratBadan LR dan IUFD
Pada anak: gangguan pertumbuhan dan perkembangan, Pada ibu hamil: BeratBadan LR dan IUFD
Penyakit jantung anemia,
pengobatan
teori pengobatan anemia harus berdasar diagnosa definitif yang sudah dilakukan . sesudah aktifitas diagnosa bisa diberikan sulfas ferrosus
3 x 200 mg (200 mg mengandung 66 mg besi elemental).
Untuk aktifitas diagnosa definitif anemia defisiensi besi memerlukan pemeriksaan laboratorium di layananan sekunder dan pengobatan
selanjutnya bisa dilakukan di rumahsakit .Konseling :
Pasien dinasihati mengenai efek samping obat berwujud mual, muntah, heartburn, konstipasi, diare, dan BAB kehitaman.. Bila ada efek samping obat maka segera ke rumahsakit .
memberi pengertian kepada keluarga tentang perjalanan penyakit dan pengobatan , sehingga meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam berobat dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
ciri-ciri Rujukan
Anemia sebab pemicu yang tidak termasuk kompetensi tenaga medis rumahsakit contoh anemia aplastik, anemia hemolitik dan anemia
megaloblastik.. Jika diperoleh kegawatdaruratan (contoh pendarahan aktif atau distres pernafasan) pasien segera dirujuk.
. Anemia tanpa gejala dengan kadar Hb <8 g/dL.
. Anemia dengan gejala tanpa melihat-lihat kadar Hb segera dirujuk.. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb <7 g/dL).
Peralatan
Pemeriksaan laboratorium sederhana (darah rutin, urin rutin, feses rutin).
HIV/AIDS TANPA KOMPLIKASI
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan gejala atau keluhan tertentu. Pasien datang bisa dengan keluhan:
Keluhan ditambah kehilangan berat badan (BeratBadan ) >10% dari berat badan dasar.
. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya. . Demam (suhu >37,5OC) terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan.
. Diare yang terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan,
Faktor Risiko
. Pernah memperoleh transfusi darah,
. Pembuatan tato dan atau alat medis/alat tajam yang tercemar HIV . Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS. Pasangan serodiskordan – salah satu pasangan positif HIV, . Penjaja seks laki-laki atau wanita . pemakaian NAPZA suntik,
. Laki-laki yang berkaitan seks dengan sesama laki-laki dan transgender, . Hubungan seksual yang berisiko atau tidak aman. Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS),
Pemeriksaan Fisik :
. Pembesaran kelenjar getah bening. Mulut: kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, keilitis angularis, . Dada: bisa ditemukan ronki basah akibat infeksi paru, . perut : hepatosplenomegali, nyeri, atau massa. Anogenital: gejala herpes simpleks, duh vagina atau uretra. Neurologi: gejala neuropati dan kelemahan neurologis, . keadaan : Demam, Berat badan turun, . Kulit, gejala herpes simpleks dan zoster atau jaringan parut bekas herpes zoster, gejala masalah kulit terkait HIV contoh kulit kering dan dermatitis seboroik,
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
--. Tes HIV memakai strategi III yatu memakai 3 macam tes dengan titik tangkap yang berbeda, biasanya dengan ELISA dan dikonfirmasi Western Blot,
--. Pemeriksaan DPL
--. Hitung jenis leukosit :
Limfopenia dan CD4 hitung <350 (CD4 sekitar 30% dari jumlah total limfosit)
2. Radiologi: X-ray torak
Sebelum melakukan tes HIV perlu dilakukan konseling sebelumnya. ada 2 macam pendekatan untuk tes HIV
--. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas medis (TIPK – PITC =
Provider-Initiated Testing and Counseling)
--. Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary Counseling and Testing)
iagnosa Klinis
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil tes HIV. Stadium klinis harus dinilai saat kunjungan awal dan setiap kali
kunjungan.
Stadium klinis HIV
Stadium 1 Asimptomatik
1. Tidak ada penurunan BeratBadan
2. Tidak ada gejala atau hanya limfadenopati generalisata persisten
Stadium 2 Sakit Ringan
--. Ulkus mulut yang berulang
--. Ruam kulit yang gatal (Papular pruritic eruption)
--. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
--. Keilitis angularis
--. Dermatitis seboroik
--. Infeksi jamur pada kuku
--. Penurunan BeratBadan bersifat sedang yang tidak diketahui pemicu
(<10% dari perkiraan BeratBadan atau BeratBadan sebelumnya)
--. ISPA berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis)
Stadium 3 Sakit Sedang
--. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, bakteriemia, penyakit inflamasi
panggul yang berat)
--. Stomatitis nekrotikans ulseratif akut, ginggivitis atau periodontitis
--. Demam menetap yang tidak diketahui pemicu
--. Kandidiasis pada mulut yang menetap
--. Oral hairy leukoplakia
--. Tuberkulosis paru
--. Anemia yang tidak diketahui pemicu (Hb <8g/dL), neutropeni (<0,5 x 10 g/L) dan atau trombositopenia kronis (<50 x 10 g/L)
--. Penurunan berat badan yang tidak diketahui pemicu (> 10% dari perkiraan BeratBadan atau BeratBadan sebelumnya)
--. Diare kronis yang tidak diketahui pemicu lebih dari 1 bulan
Stadium 4 Sakit Berat (AIDS):
--. Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru)--. Tuberkulosis ekstra paru
--. Sarkoma kaposi--. Penyakit sitomegalovirus
(retinitis atau infeksi organ lain, tidak termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening)
--. Toksoplasmosis di sistem saraf pusat--. Ensefalopati HIV--. Sindrom wasting HIV
--. Pneumonia pneumocystis jiroveci
--. Pneumonia bakteri berat yang berulang
--. Infeksi herpes simplekskronis (orolabial, genital, atau anorektal selama lebih dari 1 bulan atau viseral di bagian manapun)
diagnosa Banding
Penyakit gangguan sistem imun
pengobatan
pengobatan HIV di rumahsakit bisa dimulai Bila penderita HIV sudah dipastikan tidak memiliki komplikasi atau infeksi oportunistik yang bisa memicu munculnya sindrom pulih imun. Evaluasi ada tidaknya infeksi oportunistik bisa dengan merujuk ke rumahsakit untuk pemeriksaan lebih lanjut sebab gejala infeksi pada penderita HIV sering tidak khusus .
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV.
1. Tidak tersedia pemeriksaan CD4
Penentuan mulai terapi ARV didasarkan pada penilaian klinis.
2. Tersedia pemeriksaan CD4
--. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm3
tanpa melihat-lihat stadium klinisnya.
--. Terapi ARV disarankan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa melihat-lihat jumlah CD4
ditindaklanjuti
1. Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV Monitor perjalanan klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6 bulan sekali.
2. Pemantauan pasien dalam terapi antiretroviral
a. Pemantauan klinis
Dilakukan pada minggu 2, 4, 8, 12 dan 24 minggu sejak memulai terapi ARV dan lalu setiap 6 bulan bila pasien sudah mencapai keadaan stabil.
b. Pemantauan laboratorium
Pemantauan CD4 secara rutin setiap 6 bulan atau lebih sering bila ada indikasi klinis.
Pasien yang akan memulai terapi dengan AZT maka perlu dilakukan pengukuran kadar Hemoglobin (Hb) sebelum memulai terapi dan pada minggu ke 4, 8 dan 12 sejak mulai terapi atau ada indikasi gejala dan gejala anemia
Bila memakai NVP untuk wanita dengan CD4 antara 250–350 sel/mm3 maka perlu dilakuan pemantauan enzim transaminase pada minggu 2, 4, 8 dan 12 sejak memulai terapi ARV (bila memungkinkan), dilanjutkan dengan pemantauan
berdasar gejala . Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien yang memperoleh TDF.
Konseling :
menasihati keluarga tentang penyakit HIV/AIDS. Pasien disarankan untuk bergabung dengan kelompok penanggulangan HIV/AIDS untuk menguatkan dirinya dalam menghadapi pengobatan penyakitnya.
Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (IMS), dan kelompok risiko tinggi bedan pasangan seksualnya, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
ciri-ciri Rujukan
Pasien HIV/AIDS dengan komplikasi. sesudah dianggap terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke rumahsakit untuk menjalankan beberapa layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi.
Peralatan Layanan VCT
Prognosis tergantung kondisi pasien saat datang dan pengobatan. Terapi hingga saat ini yaitu untuk memperpanjang masa hidup,
VARISELA
Infeksi akut primer oleh virus Varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis ada gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama
berlokasi di bagian pusat tubuh. Masa inkubasi 14-21 hari. Penularan melalui udara dan kontak langsung.
Keluhan
Demam, malaise, nyeri kepala. lalu disusul muncul nya lesi kulit berwujud papul eritem yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Biasanya ditambah rasa gatal.
Faktor Risiko
Keadaan imunodefisiensi. Anak-anak.
Riwayat kontak dengan penderita varisela.
Pemeriksaan Fisik
gejala Patognomonis
Erupsi kulit berwujud papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berwujud tetesan embun, Vesikel akan menjadi keruh dan lalu menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, muncul lagi vesikel-vesikel baru yang memicu
gambaran polimorfik khas untuk varisela. Penyebaran terjadi secara sentrifugal, bisa menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran
napas atas.
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan menemukan sel Tzanckyaitu sel datia berinti banyak.
diagnosa Klinis
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
diagnosa Banding
. Coxsackievirus. Rickettsialpox. Variola
. Herpes simpleks disseminata
Komplikasi
Varisela pada kehamilan berisiko untuk memicu infeksi intrauterin pada janin, memicu sindrom varisela kongenital.Pneumonia, ensefalitis, hepatitis, terutama terjadi pada pasien dengan gangguan imun.
pengobatan
--. Losio kalamin bisa diberikan untuk mengurangi gatal.
--. Pengobatan antivirus oral, antara lain:
Valasiklovir: dewasa 3 x 1000 mg/hari.
Pemberian obat itu selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada 24 jam pertama sesudah muncul lesi. Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4 x 20 mg/kg BeratBadan (dosis maksimal 800 mg),
--. Gesekan kulit perlu dihindari agar tidak memicu pecahnya vesikel. Selain itu, dilakukan pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah
kontak dengan orang lain.
--. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari sebab bisa memicu Reye’s syndrome.
Konseling :
nasihat bahwa varisella yaitu penyakit yang self-limiting pada anak yang imunokompeten. Komplikasi yang ringan bisa berwujud infeksi bakteri sekunder. Oleh sebab itu, pasien sebaiknya menjaga kebersihan tubuh.Penderita sebaiknya dikarantina untuk mencegah penularan.
ciri-ciri Rujukan
Mengalami komplikasi yang berat seperti pneumonia, ensefalitis, dan hepatitis.ada gangguan imunitas,
MORBILI
Morbili yaitu penyakit yang dipicu oleh virus Measles. Nama lain dari penyakit ini yaitu rubeola atau campak. Morbili yaitu penyakit yang infeksius dan menular lewat udara melalui aktivitas bernafas, batuk, atau bersin. Pada bayi dan balita, morbili bisa memicu komplikasi
yang fatal, seperti pneumonia dan ensefalitis.
Salah satu strategi menekan mortalitas dan morbiditas penyakit morbili yaitu dengan vaksinasi.
Masa inkubasi 10-15 hari.
. Belum memperoleh imunisasi campak
. Gejala prodromal berwujud demam, malaise, gejala respirasi atas (pilek, batuk), konjungtivitis.
. Pada demam hari keempat, biasanya muncul lesi makula dan papula eritem, yang dimulai pada kepala area perbatasan dahi rambut, di
belakang telinga, dan menyebar secara sentrifugal ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan mencapai kaki pada hari ketiga.
. Demam, konjungtivitis, limfadenopati general.
. Pada orofaring dilihat koplik spot sebelum munculnya eksantem.
. Gejala eksantem berwujud lesi makula dan papula eritem, dimulai pada kepala pada area perbatasan dahi rambut, di belakang telinga, dan
menyebar secara sentrifugal dan ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan mencapai kaki
. Pada hari ketiga, lesi ini perlahan-lahan menghilang dengan urutan sesuai urutan muncul, dengan warna sisa coklat kekuningan atau deskuamasi ringan. Eksantem hilang dalam 4-6 hari.
Pemeriksaan Penunjang
biasanya tidak diperlukan. Pada pemeriksaan sitologi bisa dilihat sel datia berinti banyak pada sekret. Pada masalah tertentu, mungkin diperlukan pemeriksaan serologi IgM anti-Rubella untuk mengkonfirmasi diagnosa .
1. diagnosa biasanya bisa dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. diagnosa banding:
Scarlet fever, . Mononukleosis infeksiosa,
. Infeksi Mycoplasma pneumoniae, . Erupsi obatb. Eksantem virus yang lain (rubella, eksantem subitum),
Komplikasi
Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk, anak yang belum memperoleh imunisasi, dan anak dengan imunodefisiensi dan leukemia. Komplikasi berwujud otitis media, pneumonia, ensefalitis, trombositopenia. Pada
anak HIV yang tidak diimunisasi, pneumonia yang fatal bisa terjadi tanpa munculnya lesi kulit.
pengobatan
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik. Terapi pendukung diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis,
. Suplementasi vitamin A diberikan pada:
--. Usia di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
--. Anak dengan gejala defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai usia, dilanjutkan dosis ketiga sesuai usia yang diberikan 2-4 minggu
lalu .
--. Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
--. Usia 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Konseling :
nasihat keluarga dan pasien bahwa morbili yaitu penyakit yang menular. namun , pada sebagian besar pasien infeksi bisa sembuh sendiri, sehingga pengobatan bersifat pendukung . nasihat pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari diare/emesis.Untuk keluarga yang rentan, bisa diberikan vaksin campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan. Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan penderita. Imunoglobulin bisa diberikan pada
pasien dengan gangguan imun, bayi usia 6 bulan -1 tahun, bayi usia kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
ciri-ciri Rujukan
Perawatan di rumah sakit untuk campak dengan komplikasi ( croup, ensefalitis, superinfeksi bakteri, pneumonia, dehidrasi)
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk melakukan diagnosa morbili. Prognosis
Prognosis biasanya baik sebab penyakit ini yaitu penyakit selflimiting disease,
TUBERKULOSIS (TB) PARU
Tuberkulosis (TB) yaitu penyakit menular langsung yang dipicu oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun bisa juga mengenai organ tubuh lainnya.Saat ini muncul
kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).Suspek TB yaitu pemilik gejala TB.
gejala TB Paru yaitu batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang ditambah
Gejala sistemik (demam,tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam dan mudah lelah).Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas,hemoptisis),
Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru, Pada awal permulaan perkembangan penyakit biasanya sulit sekali menemukan kelainan. Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru, gejala mediastinum, penarikan paru, diafragma dan Pemeriksaan Penunjang
--Untuk TB non paru, spesimen bisa diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura atau biopsi jaringan.
--. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
--. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
--. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA) atau kulturkuman dari spesimen sputum/dahak saat -pagi-saat .
Pada TB, biasanya di apeks paru ada gambaran bercak-bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk
tuberkuloma. Gambaran lain yang bisa menyertai yaitu, efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul), kavitas (bayangan berwujud cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura),
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).
ciri-ciri diagnosa
berdasar International standart s for Tuberkulosis Care (ISTC 2014)standart diagnosa
--. Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari organ yang terlibat harus diperiksa secara mikrobiologis dan histologis. Uji Xpert MTB/RIF disarankan sebagai pilihan uji mikrobiologis untuk pasien terduga meningitis sebab memerlukan aktifitas diagnosa yang cepat.
--. Pasien terduga TB dengan apusan dahak negatif, sebaiknya dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan atau kultur dahak. Jika apusan dan uji Xpert MTB/RIF* negatif pada pasien denga gejala yang mendukung TB, sebaiknya segera diberikan pengobatan anti tuberkulosis sesudah
pemeriksaan kultu,
--. Semua pasien yang diduga menderita TB dan mampu mengeluarkan dahak, harus diperiksa mikroskopis spesimen apusan sputum/dahak
minimal 2 kali atau 1 spesimen sputum untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF*, yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin, salah satu diantaranya yaitu spesimen pagi. Pasien dengan risiko resistensi obat, risiko HIV atau sakit parah sebaiknya melakukan pemeriksan Xpert
MTB/RIF* sebagai uji diagnostik awal. Uji serologi darah dan interferongamma release assay sebaiknya tidak dipakai untuk mendiagnosa TB
aktif.
--. Untuk memastikan diagnosa lebih awal, petugas medis harus waspada pada pasien dan grup dengan faktor risiko TB dengan melakukan
evaluasi klinis dan pemeriksaaan diagnostik yang tepat pada mereka dengan gejala TB.
--. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas pemicu , harus dievaluasi untuk TB.
pengobatan :
-- Mencegah kekambuhan TB,
--. Mengurangi penularan TB kepada orang lain.
--. Mencegah munculnya resistensi obat dan penularannya,
--. Menyembuhkan, mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas pasien,
--. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan,
teori -teori terapi:
--. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai, diperlukan suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien (patient centered approach) dan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= directly observed
treatment) oleh pengawas menelan obat.
--. Semua pasien harus dipantau tanggapan pengobatannya. Indikator penilaian terbaik yaitu pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir tahap awal, bulan ke-5 dan akhir pengobatan.
--. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk gabungan dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari pemakaian monoterapi.
--. Pemakaian OAT-gabungan Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose Combination(FDC) akan lebih menguntungkan dan disarankan .
--. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut kosong.
--. Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung
jawab kesehatan masyarakat.
--. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama.
--. Rekaman tertulis tentang pengobatan, tanggapan bakteriologis dan efek samping harus tercatat dan tersimpan.Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan
1. Tahap awal memakai paduan obat rifampisin, etambutol, isoniazid, pirazinamid
--. Pasien TB paru BTA positif sebagian besar menjadi BTA negatif(konversi) sesudah menyelesaikan pengobatan tahap awal. sesudah
terjadi konversi pengobatan dilanujtkan dengan tahap lanjut.
--. Pada tahap awal pasien memperoleh pasien yang terdiri dari 4 jenis obat
( etambutol, rifampisin, isoniazid, pirazinamid,), diminum setiap hari dan diawasi secara langsung untuk menjamin kepatuhan minum obat dan mencegah munculnya kekebalan obat.
--. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara kuat , daya penularan menurun dalam kurun waktu 2 minggu,
2. Tahap lanjutan memakai paduan obat rifampisin dan isoniazid
--. Obat bisa diminum secara intermitten yaitu 3x/minggu (obat program) atau tiap hari (obat non program).
--. Tahap lanjutan penting untuk mengusir kuman persisten sehingga mencegah munculnya kekambuhan.
--. Pada tahap lanjutan pasien memperoleh 2 jenis obat (rifampisin dan isoniazid), namun dalam jangka waktu yg lebih lama (minimal 4 bulan).
Panduan OAT lini pertama yang dipakai oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di negarakita yaitu antaralain :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama
pengobatan seluruhnya 6 bulan.
2. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal
pengobatan, putus berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal
pengobatan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah suntikan
streptomisin, dan 1 bulan HRZE. Pengobatan tahap awal diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE selama 5 bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.
3. OAT sisipan : HRZE
Bila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi) pada akhir pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2, maka diberikan
pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.
Konseling :
--. Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan
--. menasihati keluarga tentang penyakit tuberkulosis,
--. Pengawasan ketaatan minum obat dan checkup secara teratur.
ciri-ciri Rujukan
--. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
--. Suspek TB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR.
--. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) namun tidak menunjukkan kesembuhan
sesudah pengobatan dalam jangka waktu tertentu
--. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
--. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) sesudah jangka waktu tertentu
Peralatan
Radiologi. Uji Gen Xpert-Rif Mtb jika fasilitas tersedia. Laboratoriumuntuk pemeriksaan sputum, darah rutin..
Prognosis biasanya baik Bila pasien melakukan terapi sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi
kurang baik.
ciri-ciri hasil pengobatan:
--. Putus berobat (default): pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
--. Gagal: Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan.
--. Sembuh: pasien sudah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negatif pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
--. Pengobatan lengkap: pasien yang sudah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap namun tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
--. Meninggal: pasien yang meninggal dalam masa pengobatan sebab sebab apapun.
--. Pindah pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
TUBERKULOSIS (TB) PARU PADA ANAK
bahwa TB yaitu penyakit infeksi yang paling banyak memicu kematian pada anak dan orang dewasa. Kematian akibat TB lebih banyak dibandingkan kematian akibat malaria dan AIDS. Anak kecil sering tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks. Gejala sistemik/umum TB pada anak:
--. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
--. Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan pemicu batuk lain sudah disingkirkan
--. Keringat malam bisa terjadi, namun keringat malam saja Bila tidak ditambah dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan yaitu gejala
khusus TB pada anak
--. Nafsu makan tidak ada atau berkurang, ditambah gagal tumbuh
--. Masalah Berat Badan (BeratBadan ):
---. BeratBadan turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, atau
---. BeratBadan tidak naik dalam 1 bulan sesudah diberikan usaha kesembuhan gizi yang baik atau
---. BeratBadan tidak naik dengan kuat .
--. Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lain).Demam biasanya tidak tinggi (subfebris) dan bisa ditambah keringat malam.
Pemeriksaan fisik pada anak tidak khusus tergantung seberapa berat manifestasi respirasi dan sistemiknya.
Pemeriksaan Penunjang
--. Mikrobiologis
Pemeriksaan di atas sulit dilakukan pada anak sebab sulitnya memperoleh spesimen berwujud sputum. Sebagai gantinya, dilakukan
pemeriksaan bilas lambung 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian besar negatif, sedang hasil biakan M. tuberculosis memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6−8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1−3 minggu), yaitu pemeriksaan Bactec, namun biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit.Pasien TB anak bisa dilihat melalui dua pendekatan , yaitu :
---. Investigasi pada anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular
---. Anak yang datang ke rumahsakit dengan gejala dan gejala yang mengarah ke TB.(gejala TB pada anak tidak khas).Sistem skoring (scoring system)diagnosa TB membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan
penunjang sederhana sehingga diharapkan bisa mengurangi munculnya underdiagnosa maupun overdiagnosa .Anak dianggap probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun
, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya positif namun tidak diperoleh gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak balita
Catatan:
--. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berwujud : pembesaran kelenjar hilus
atau milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar,
--. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.Pasien usia balita yang memperoleh skor 5, dengan gejala yang
meragukan, maka pasien itu dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.
--. Bila BeratBadan kurang, diberikan usaha kesembuhan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
--. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik sesudah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di rumahsakit
umber Penularan Dan Case Finding TB Anak
Bila kita menemukan anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang memicu anak itu tertular TB. Sumber penularan
yaitu orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak itu . Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan
radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Evaluasi Hasil Pengobatan
Sebaiknya pasien checkup setiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan sesudah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang
terpenting yaitu evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, contoh penambahan BeratBadan yang berguna , hilangnya demam, hilangnya batuk, kesembuhan nafsu makan, . Bila tanggapan pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan. , OAT bisa memicu berbagai efek samping. Efek samping yang cukup sering terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin yaitu gangguan gastrointestinal, hepatotoksisitas, ruam gatal, demam,
ciri-ciri Rujukan
Terjadi efek samping obat yang berat.
. Putus obat yaitu bila berhenti menjalani pengobatan selama >2 minggu,. Tidak ada kesembuhan klinis dalam 2 bulan pengobatan.
Peralatan
Mantoux test (uji tuberkulin), Radiologi, Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin,
--. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan
bawah. Pembacaan dilakukan 48−72 jam sesudah penyuntikan. Pengukuran dilakukan pada indurasi yang muncul , bukan hiperemi/eritemanya.
Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, digejalai dengan pulpen, lalu diameter transversal indurasi diukur
dengan alat pengukur transparan, hasilnya dianggap dalam milimeter. Jika tidak muncul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Selain ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu dicatat jika dilihat vesikel hingga bula. biasanya , hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi ≥10 mm dianggap positif tanpa menghiraukan pemicu .
--. Foto toraks
kelainan-kelainan radiologis pada TB bisa juga ditemukan pada penyakit lain. Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior (AP), namun harus ditambah dengan foto lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di area hilus biasanya lebih jelas. biasanya , gambaran radiologis yang sugestif TB yaitu sebagai
berikut:
Kalsifikasi dengan infiltrat
. Atelektasis. Kavitas. Efusi pleura. Tuberkuloma
. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat. Konsolidasi segmental/lobar. Milier.
TB DENGAN HIV
TB meningkatkan progresivitas HIV sebab penderita TB dan HIV sering memiliki kadar jumlah virus HIV yang tinggi.Pada keadaan koinfeksi terjadi penurunan imunitas lebih cepat dan pertahanan hidup lebih singkat walaupun
pengobatan TB berhasil. Penderita TB/HIV memiliki kemungkinan hidup lebih singkat dibandingkan penderita HIV yang tidak pernah kena TB. Obat antivirus HIV (ART) menurunkan tingkat kematian pada pasien TB/HIV.
Batuk tidak yaitu gejala utama pada pasien TB dengan HIV. Pasien diindikasikan untuk pemeriksaan HIV jika:
---. Berat badan turun drastis
---. Sariawan/Stomatitis berulang
---. Sarkoma Kaposi
---. Riwayat perilaku risiko tinggi seperti
. Waria. Pekerja seks. Pramuria panti pijat
. pemakaian NAPZA suntikan. Homoseksual
Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal permulaan perkembangan penyakit biasanya sulit sekali menemukan kelainan.
Pemeriksaan Penunjang
. Untuk TB non paru, spesimen bisa diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura atau biopsi jaringan.
. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
. Pemeriksaan kadar CD4.
. Uji anti-HIV
. Pemeriksaan darah lengkap bisa ditemukan limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) atau kultur kuman dari spesimen sputum/ dahak saat -pagi-saat .
Pada area dengan angka prevalensi HIV yang tinggi pada populasi dengan kemungkinan koinfeksi TB-HIV maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh pasien TB sebagai bagian dari pengobatan
rutin. Pada area dengan prevalensi HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan gejala
yang diduga berkaitan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko terpajan HIV.
diagnosa Banding
. Aspergillosis. Kriptokokokis. Pneumocystic carinii pneumonia (PCP),
Komplikasi:
. Penyakit perikardial. TB Milier. Meningitis TB
. Limfadenopati. Efusi pleura,
pengobatan
--. Desensitisasi obat (INH/Rifampisin) tidak boleh dilakukan sebab memicu efek toksik yang serius pada hati.
--. Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi tanggapan pada pengobatan, selain dipikirkan ada nya malpenyerapan obat. Pada pasien
HIV/AIDS ada korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan, sebab nya dosis standart yang diterima suboptimal sehingga
konsentrasi obat rendah dalam serum.
--. Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS
--. teori pengobatan yaitu memakai gabungan beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis dan jangka waktu yang tepat.
--. Pasien dengan koinfeksi TB-HIV, segera diberikan OAT dan pemberian ARV dalam 8 minggu pemberian OAT tanpa mempikirkan kadar
CD4.
--. Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS berbahaya sebab akan memicu efek toksik berat pada kulit.
--. Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang steril.
--. Perlu diperhatikan, pemberian secara bersamaan memicu pasien menelan obat dalam jumlah yang banyak sehingga bisa terjadi
ketidakpatuhan, komplikasi, efek samping, interaksi obat dan Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome.
--. Setiap penderita TB-HIV harus diberikan profilaksis kotrimoksasol dengan dosis 960 mg/hari (dosis tunggal) selama pemberian OAT.
Konseling :
Konseling dilakukan pada pasien yang dicurigai HIV dengan merujuk pasien ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing).
ciri-ciri Rujukan
--. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) sesudah jangka waktu tertentu
--. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
--. Suspek TB–MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB–MDR .
--. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) namun tidak menunjukkan kesembuhan
sesudah pengobatan dalam jangka waktu tertentu
--. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
Peralatan
Radiologi, Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin, Mantoux test
MALARIA
yaitu suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang dipicu oleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit dan digejalai dengan dilihat nya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala pembesaran limpa, demam, menggigil, anemia,
Keluhan
nyeri otot persendian, nafsu makan menurun, sakit perut, mual muntah, diare, Demam hilang muncul , saat demam hilang ditambah dengan menggigil, berkeringat, ditambah dengan pusing ,
Faktor Risiko
. Pernah berkunjung 1-4 minggu di area endemik malaria.. Riwayat memperoleh transfusi darah,
. Riwayat menderita malaria sebelumnya.
. Tinggal di area yang endemis malaria.
Pemeriksaan Fisik
--. gejala Patognomonis
a. Pada periode dingin dan berkeringat:
Pada kondisi tertentu bisa dilihat penurunan kesadaran.Kulit teraba dingin dan berkeringat.
Nadi teraba cepat dan lemah.
b. Pada periode demam:
Nadi teraba cepat Pernapasan cepat (tidak ipneu)
kulit kering. Pasien bisa juga terlihat pucat.
Kulit terlihat memerah, teraba panas, suhu tubuh meningkat bisa sampai di atas 400C
--. Toraks: Terlihat pernapasan cepat.
--. perut : Teraba pembesaran hepar dan limpa, bisa juga dilihat asites.
--. Ginjal: bisa dilihat urin berwarna coklat kehitaman, oligouri atau anuria.
--. Ekstermitas: akral teraba dingin yaitu gejala menuju syok.
--. pada malaria serebral bisa dilihat kaku kuduk.Kepala: Konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir sianosis,
Pemeriksaan Penunjang
--Rapid Diagnostic Test untuk malaria (RDT)
diagnosa Klinis diagnosa dilakukan berdasar anamnesis (Trias Malaria: panas –
menggigil – berkeringat), pemeriksaan fisik, dan dilihat nya parasit plasmodium pada pemeriksaan mikroskopis hapusan darah tebal/tipis.
--Pemeriksaan hapusan darah tebal dan tipis dilihat parasit Plasmodium.
penggolongan
--. Malaria ovale, dilihat Plasmodium ovale.
--. Malaria malariae, dilihat Plasmodium malariae.
--. Malaria knowlesi, dilihat Plasmodium knowlesi.
--. Malaria falsiparum, dilihat Plasmodium falsiparum.
--. Malaria vivaks dilihat Plasmodium vivax.
diagnosa Banding : Leptospirosis. Infeksi virus akut lainnya. Demam Dengue. Demam Tifoid.
Pengobatan Malaria falsiparum
1. Lini pertama: dengan Fixed Dose Combination (FDC) yang terdiri dari Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin (DHP) tiap tablet mengandung 40
mg Dihydroartemisinin dan 320 mg Piperakuin.Untuk dewasa dengan Berat Badan (BeratBadan ) sampai dengan 59 kg diberikan DHP per oral 3 tablet satu kali per hari selama 3 hari dan Primakuin 2 tablet sekali sehari satu
kali pemberian, sedang untuk BeratBadan >.60 kg diberikan 4 tablet DHP satu kali sehari selama 3 hari dan Primaquin 3 tablet sekali sehari satu kali
pemberian. Dosis DHA = 2-4 mg/kg BeratBadan (dosis tunggal), Piperakuin = 16-32 mg/kg BeratBadan (dosis tunggal), Primakuin = 0,75
mg/kg BeratBadan (dosis tunggal).
2. Lini kedua (pengobatan malaria falsiparum yang titidak menanggapi
pengobatan DHP): Kina + Doksisiklin/ Tetrasiklin + Primakuin. Dosis kina
= 10 mg/kg BeratBadan /kali (3x/hari selama 7 hari), Doksisiklin = 3,5 mg/kg BeratBadan per
hari ( dewasa, 2x/hari selama7 hari) , 2,2 mg/kg BeratBadan /hari ( 8-14 tahun,
2x/hari selama 7 hari) , T etrasiklin = 4-5 mg/kg BeratBadan /kali (4x/hari selama 7
hari).
Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale
1. Lini pertama: Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin (DHP), diberikan
peroral satu kali per hari selama 3 hari, p r im a k u i n =
0,2 5 mg/kg BeratBadan /hari (selama 14 hari). 2. Lini kedua (pengobatan malaria vivax yang titidak menanggapi
pengobatan DHP): Kina + Primakuin. Dosis kina = 10 mg/kg BeratBadan /kali
(3x/hari selama 7 hari), Primakuin = 0,25 mg/kg BeratBadan (selama 14
hari).
3. Pengobatan malaria vivax yang relaps (kambuh):
a. Diberikan lagi regimen DHP yang sama namun dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kg BeratBadan /hari.
b. Dugaan relaps pada malaria vivax yaitu Bila pemberian Primakiun dosis 0,25 mg/kg BeratBadan /hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan sesudah pengobatan.
Pengobatan Malaria malariae
Cukup diberikan DHP 1 kali perhari selama 3 hari dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan Primakuin. Pengobatan infeksi campuran antara Malaria falsiparum dengan Malaria vivax/
Malaria ovale dengan DHP Pada penderita dengan infeksi campuran diberikan DHP 1 kali per hari selama 3 hari, dan DHP 1 kali per hari selama 3 hari dan Primakuin dosis 0,25 mg/kg BeratBadan selama 14 hari.
Pengobatan malaria pada ibu hamil
1. Trimester pertama:Kina tablet 3x 10mg/ kg BeratBadan + Klindamycin 10mg/kg BeratBadan
selama 7 hari.
2. Trimester kedua dan ketiga diberikan DHP tablet selama 3 hari.
3. Pencegahan/profilaksis dipakai Doksisiklin 1 kapsul 100 mg/hari diminum 2 hari sebelum pergi hingga 4 minggu sesudah keluar/pulang dari
area endemis.
Pengobatan di atas diberikan berdasar berat badan penderita.
Komplikasi :
--. pendarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan atau ditambah kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskular.
--. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam pendidngan pada hipertermia.
--. Asidemia (pH darah <7.25)atau asidosis (biknat plasma < 15 mmol/L).
--. Malaria serebral.
--. Anemia berat.
--. Gagal ginjal akut.
--. Edema paru atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome).
--. Hipoglikemia.
--. Gagal sirkulasi atau syok.
--. Makroskopik hemoglobinuria sebab infeksi malaria akut.
Konseling :
Pencegahan malaria bisa dilakukan dengan :
. Menghindari gigitan nyamuk dengan kelambu atau repellen. Menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari Mengobati pasien hingga sembuh contoh dengan pengawasan
minum obat, Pada masalah malaria berat disampaikan kepada keluarga mengenai prognosis penyakitnya,
ciri-ciri Rujukan
Malaria berat, namun pasien harus terlebih dahulu diberi dosis awal Artemisinin atau Artesunat per Intra Muskular atau Intra Vena dengan dosis awal 3,2mg /kg BeratBadan .Malaria dengan komplikasi
Peralatan
pemeriksaan darah, rutin, pemeriksaan mikroskopis.Laboratorium sederhana untuk pembuatan apusan darah,
LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis yaitu penyakit infeksi yang menyerang manusia dipicu oleh mikroorganisme Leptospira interogans dan memiliki manifestasi klinis yang luas. Spektrum klinis mulai dari infeksi yang tidak jelas sampai fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan, leptospirosis bisa muncul seperti influenza dengan pusing dan myalgia.Tikus yaitu reservoir utama dan kejadian leptospirosis lebih banyak pada musim hujan.
Keluhan:
Mual, muntah, diare, nyeri perut , fotofobia, penurunan kesadaran, Demam ditambah menggigil, pusing , anoreksia, mialgia yang hebat pada betis, paha dan pinggang ditambah nyeri tekan.
Pemeriksaan Fisik :
Konjungtiva suffusion. Gangguan pendarahan berwujud petekie, purpura, epistidak sis dan pendarahan gusi. Kaku kuduk sebagai gejala meningitis, Febris. Ikterus. Nyeri tekan pada otot. Ruam kulit. Limfadenopati. Hepatomegali dan splenomegali. Edema. Bradikardi relatif.
Pemeriksaan Laboratorium
Urin rutin:sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan protein uria ringan, jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat.
Darah rutin: jumlah leukosit antara 3000-26000/μL, dengan pergeseran ke kiri, trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan
dihubungkan dengan gagal ginjal.
diagnosa Klinis
diagnosa bisa dilakukan pada pasien dengan demam tiba-tiba, menggigil ada gejala konjungtiva suffusion, pusing , mialgia, ikterus dan nyeri tekan pada otot. Kemungkinan itu meningkat jika ada riwayat bekerja atau terpapar dengan lingkungan yang terkontaminasi dengan kencing tikus.
diagnosa Banding
Hepatitis virus, Penyakit rickettsia, Demam dengue, . Malaria,
pengobatan
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin.Pada masalah -masalah ringan bisa diberikan antibiotik oral seperti doksisiklin, ampisilin, amoksisilin atau eritromisin. Pada masalah leptospirosis berat diberikan
dosis tinggi penisilin injeksi.Pengobatan pendukung dengan pemantauan ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi,pendarahan dan gagal ginjal
penting pada leptospirosis.
Komplikasi
. Meningitis. Distress respirasi. Gagal ginjal sebab renal interstitial tubular necrosis . Gagal hati
. Gagal jantung,
Konseling :
Keluarga harus melakukan pencegahan leptospirosis dengan menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, mencuci tangan, kaki dan bagian tubuh lainnya dengan sabun sesudah bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya.Pencegahan leptospirosis khususnya diarea tropis sulit, sebab banyaknya hospes perantara dan jenis serotipe. Bagi mereka yang
memiliki risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berwujud pakaian khusus yang bisa melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang sudah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir.
ciri-ciri Rujukan
Pasien segera dirujuk ke rumahsakit (spesialis penyakit dalam) yang memiliki fasilitas hemodialisa sesudah aktifitas diagnosa dan terapi awal.
Peralatan
Pemeriksaan darah dan urin rutin
FILARIASIS
Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) yaitu penyakit menular yang dipicu oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak memperoleh pengobatan bisa memicu cacat menetap berwujud pembesaran kaki,lengan dan alat kelamin baik wanita maupun laki-laki.
Penyakit kaki gajah dipicu oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu:Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Vektor penular di negarakita hingga saat ini sudah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex,
Mansonia, Aedes, dan Armigeres yang bisa berperan sebagai vektor penular penyakit kaki gajah.
Keluhan
Gejala filariasis bancrofti berbeda dari satu area endemik dengan area endemik lainnya. ini mungkin dipicu oleh perbedaan intensitas paparan pada vektor infektif diarea endemik itu .
Manifestasi akut, berwujud :
--. Demam berulang ulang selama 3-5 hari. Demam bisa hilang bila istirahat
dan muncul lagi sesudah bekerja berat.
--. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) diarea lipatan paha ketiak(lymphadentitis) yang tampak kemerahan, panas, dan sakit.
--. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (retrograde
lymphangitis).
--. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening,bisa pecah dan mengeluarkan nanah dan darah.
--. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (Early Imphodema).Manifestasi kronik, dipicu oleh berkurangnya fungsi saluran limfe terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari episode akut. Gejala kronis
filariasis berwujud : pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai,lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti) yang dipicu
oleh adanya cacing dewasa pada sistem limfatik dan oleh reaksi hipersensitive berwujud occult filariasis. Perjalanan penyakit tidak jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya namun bila diurut dari masa inkubasi maka bisa dibagi menjadi:
--. Masa prepaten, yaitu masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya mikrofilaremia rata-rata hanya antara 37 bulan. Hanya sebagian saja
dari penduduk di area endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik ini pun tidak semua lalu menunjukkan
gejala . Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimptomatik amikrofilaremik dan asimptomatik mikrofilaremik.
--. Masa inkubasi, masa antara masuknya larva infektif sampai munculnya gejala rata-rata hanya antara 8 – 16 bulan.
--. Gejala klinik akut yaitu limfadenitis dan limfangitis ditambah panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala akut bisa amikrofilaremik maupun mikrofilaremik.
--. Gejala menahun, terjadi 10 – 15 tahun sesudah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang dilihat pada stadium ini, sedang adenolimfangitis masih bisa terjadi. Gejala menahun ini memicu
munculnya cacat yang mengganggu aktivitas penderita dan membebani keluarganya.
Pemeriksaan Fisik
Pada manifestasi akut bisa dilihat adanya limfangitis dan limfadenitis yang berlangsung 3 – 15 hari, dan bisa terjadi beberapa kali dalam setahun. Limfangitis akan meluas kearea distal dari kelenjar yang terkena tempat cacing ini tinggal. Limfangitis dan limfadenitis berkembang lebih sering di ekstremitas bawah dibandingkan atas. Selain pada tungkai,bisa mengenai alat
kelamin, (gejala khas infeksi W.bancrofti) dan payudara.Manifestasi kronik, dipicu oleh berkurangnya fungsi saluran limfe. Bentuk
manifestasi ini bisa terjadi dalam beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari episode akut. gejala utama yaitu hidrokel,limfedema,elefantiasis dan chyluria yang meningkat sesuai bertambahnya usia.Manifestasi genital di banyak area endemis, gambaran kronis yang terjadi
yaitu hidrokel. Selain itu bisa ditemukan epedidimitis kronis, funikulitis, edema
sebab penebalan kulit skrotum, sedang pada wanita terdapat limfedema vulva. Limfedema dan elefantiasis ekstremitas, episode limfedema pada ekstremitas akan memicu elefantiasis di area saluran limfe yang
terkena dalam waktu bertahun-tahun. Lebih sering terkena ekstremitas bawah. Pada W.bancrofti, infeksi diarea paha dan ekstremitas bawah sama
seringnya, sedang B.malayi hanya mengenai ekstremitas bawah saja. Pada keadaan akut infeksi filariasis bancrofti, pembuluh limfe alat kelamin lakilaki sering terkena, disusul funikulitis,epididimitis, dan orkitis. Adenolimfangitis
inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd yang biasanya sembuh sendiri dalam 3 –15 hari dan serangan terjadi beberapa kali dalam setahun. Pada filariasis brugia, limfadenitis paling sering mengenai
kelenjar inguinal, sering terjadi sesudah bekerja keras. kadang ditambah limfangitis retrograd. pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri dan sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan bisa terjadi 12 x/tahun sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang terkena bisa menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas, sesudah 3 minggu
sampai 3 bulan.Pada masalah menahun filariasis bancrofti, hidrokel paling banyak dilihat .
Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai atas, tungkai bawah, skrotum,vulva atau buah dada, dan ukuran pembesaran di tungkai bisa 3 kali dari ukuran asalnya. Chyluria terjadi tanpa keluhan, namun pada beberapa penderita memicu penurunan berat badan dan kelelahan. Filariasis brugia, elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah,
dan ukuran pembesaran ektremitas tidak lebih dari 2 kali ukuran asalnya.
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan bisa dilakukan Diethylcarbamazine provocative
test.Pemeriksaan darah tepi ada leukositosis dengan eosinofilia sampai 30% dengan pemeriksaan sediaan darah jari yang diambil mulai pukul 20.00 waktu setempat.
. Identifikasi mikrofilaria dari sediaan darah. Cacing filaria bisa dilihat dengan pengambilan darah tebal atau tipis pada waktu malam hari antara jam 10 malam sampai jam 2 pagi yang dipulas dengan pewarnaan Giemsa atau Wright. Mikrofilaria juga bisa dilihat pada cairan hidrokel atau cairan tubuh lain ( jarang).
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang identifikasi mikrofilaria.
Diarea endemis, bila dilihat adanya limfedema di area ekstremitas
ditambah dengan kelainan genital laki-laki pada penderita dengan usia lebih dari 15 tahun, bila tidak ada sebablain seperti trauma atau gagal jantung kongestif kemungkinan filariasis tinggi.
diagnosa Banding
Tuberkulosis, lepra, sarkoidosis dan penyakit sistemik granulomatous lainnya.
Infeksi bakteri, tromboflebitis atau trauma bisa mengacaukan adenolimfadenitis filariasis akut
Komplikasi
Pembesaran organ (kaki, tangan, skrotum atau bagian tubuh lainnya) akibat obstruksi saluran limfe.
pengobatan
Terapi filariasis bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki perjalanan penyakit, antara lain dengan:
--DEC bisa mengusir mikrofilaria dan cacing dewasa. Ivermektin yaitu antimikrofilaria yang kuat, namun tidak memiliki efek makrofilarisida.
--. Dosis DEC 6 mg/kg BeratBadan , 3 dosis/hari sesudah makan, selama 12 hari, pada
TropicalPulmonary Eosinophylia (TPE) pengobatan diberikan selama tiga
minggu.
--. Memelihara kebersihan kulit.
--. Fisioterapi kadang diperlukan pada penderita limfedema kronis. Obatantifilaria yaitu Diethyl carbamazine citrate (DEC) dan Ivermektin
(obat ini bermanfaat Bila diberikan pada tahap akut yaitu saat pasien mengalami limfangitis).
--. Efek samping bisa terjadi sebagai reaksi pada DEC atau reaksi pada cacing dewasa yang mati. Reaksi tubuh pada protein yang dilepaskan saat cacingdewasa mati bisa terjadi beberapa jam
sesudah pengobatan, dibisa 2 bentuk yang mungkin terjadi yaitu reaksi sistemik dan reaksi lokal:
--. Efek samping DEC lebih berat pada penderita onchorcerciasis, sehingga obat itu tidak diberikan dalam program pengobatan masal diarea endemis filariasis dengan ko-endemis Onchorcercia valvulus.
--. Reaksi sistemik berwujud demam,pusing , nyeri badan,pusing,anoreksia,malaise, dan muntah-muntah. Reaksi sistemik cenderung berkaitan dengan intensitas infeksi.
--. Reaksi lokal berbentuk limfadenitis,abses,dan transien limfedema. Reaksi lokal terjadi lebih lambat namun berlangsung lebih lama dari
reaksi sistemik.
-Antihistamin dan kortikosteroid diperlukan untuk mengatasi efek samping pengobatan. Analgetik bisa diberikan bila diperlukan.
-Pengobatan operatif, kadang hidrokel kronik memerlukan tindakan operatif, juga pada chyluria yang tidak membaik dengan terapi
konservatif.
-Ivermektin diberikan dosis tunggal 150 ug/kg BeratBadan efektif pada penurunan derajat mikrofilaria W.bancrofti, namun pada filariasis oleh Brugia spp. penurunan itu bersifat gradual. Efek samping ivermektin sama dengan DEC, kontraindikasi ivermektin yaitu wanita hamil dan
anakkurang dari 5 tahun. sebab tidak memiliki efek pada cacing dewasa, ivermektin harus diberikan setiap 6 bulan atau 12 bulan untuk
menjaga agar derajat mikrofilaremia tetap rendah.
. -Pemberian antibiotik dan atau antijamur akan mengurangi serangan berulang, sehingga mencegah munculnya limfedema kronis.
Konseling :
menasihati pasien dan keluarganya mengenai penyakit filariasis terutama dampak akibat penyakit dan cara penularannya. Pasien dan
keluarga juga harus memahami pencegahan dan pengendalian penyakit menular ini melalui:
Mencegah gigitan nyamuk. Pemberantasan nyamuk dewasa. Pemberantasan jentik nyamuk
sesudah pengobatan, dilakukan checkup ulang pada gejala dan mikrofilaria, bila masih ada gejala dan mikrofilaria pada pemeriksaan darahnya, pengobatan bisa diulang 6 bulan lalu .
ciri-ciri rujukan
Pasien dirujuk bila diperlukan pengobatan operatif atau bila gejala tidak membaik dengan pengobatan konservatif.
Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan mikrofilaria.
Prognosis biasanya tidak membahayakan nyawa . Quo volume aad fungsionam yaitu dubia ad bonam, sedang quo ad sanationam yaitu malam.
Prognosis penyakit ini tergantung dari:
. Potensi cacing untuk berkembang biak.
. Kesempatan untuk infeksi ulang.
. Aktivitas RES.
. Jumlah cacing dewasa dan mikrofilaria dalam tubuh pasien.
KERACUNAN MAKANAN
Keracunan makanan yaitu suatu kondisi gangguan pencernaan yang dipicu oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan zat patogen dan atau bahan kimia, contoh campylobacter, Staphylococcus aureus, Norovirus, Salmonella, Clostridium perfringens,
Keluhan:
--. Nyeri kram otot perut; menunjukkan hilangnya Elektrolit yang mendasari, seperti pada kolera yang berat.--. Kembung.--. Diare akut.
Darah atau lendir pada tinja; menunjukkan invasi mukosa usus atau kolon.Pada keracunan makanan biasanya berlangsung kurang dari 2 minggu.--. Nyeri perut.
Faktor Risiko
Konsumsi makanan laut mentah bisa dicurigai Norwalk-like virus, Vibrio spp, atau hepatitis A.Riwayat makan/minum di tempat yang tidak bersih, . Konsumsi daging yang kurang matang bisa dicurigai Clostridium perfringens.Salmonella spp, Campylobacter spp, toksin Shiga E coli,
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
Pemeriksaan fisik harus difokuskan untuk mengukur keparahan dehidrasi. Nyeri tekan perut, bising usus meningkat atau melemah, nadi cepat, mulut kering, penurunan keringat, penurunan output urin.Diare, dehidrasi, dengan gejala tekanan darah turun,
Pemeriksaan Penunjang
Pewarnaan Gram, Kochdanmetilenbiru Loeffler untuk membedakan penyakit invasif dari penyakit non-invasif. Lakukan pemeriksaan mikroskopis dari feses untuk telur cacing dan parasit.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
diagnosa Banding
Diare khusus seperti disentri, kolera, Intoleransi
Komplikasi :Dehidrasi berat
pengobatan
1. sebab sebagian besar masalah gastroenteritis akut yaitu self-limiting, pengobatan khusus tidak diperlukan. bahwa hanya 10% masalah memerlukan terapi antibiotik. Tujuan yaitu rehidrasi yang cukup dan suplemen elektrolit. ini bisa dicapai dengan pemberian cairan rehidrasi oral (oralit) atau larutan intravena (contoh , larutan natrium klorida isotonik, larutan Ringer Laktat). Rehidrasi oral dicapai dengan pemberian cairan yang mengandung natrium dan
glukosa. Obat absorben (contoh , aluminium hidroksida,kaopectate ) membantu memadatkan feses diberikan bila diare tidak segera berhenti.
Diphenoxylate dengan atropin (Lomotil) tersedia dalam tablet (2,5 mg diphenoxylate) dan cair (2,5 mg diphenoxylate / 5 mL). Dosis awal untuk
aorang dewasa yaitu 2 tablet 4 kali sehari (20 mg / d), dipakai hanya bila diare masif.
2. Jika gejalanya menetap sesudah 3-4 hari, ditentukan dengan melakukan kultur tinja. Untuk itu harus segera dirujuk.
ciri-ciri Rujukan
. Pasien mengalami perburukan.Dirujuk ke rumahsakit dengan spesialis penyakit dalam atau spesialis anak.Gejala keracunan tidak berhenti sesudah 3 hari ditangani dengan kuat .
Peralatan
Antibiotik, Cairan rehidrasi (NaCl 0,9%, RL, oralit) Infus set,
ALERGI MAKANAN
Makanan bisa memicu beraneka ragam gejala yang dimuncul kan reaksi imun pada alergen asal makanan. Reaksi itu bisa dipicu oleh reaksi alergi atau non alergi. Reaksi alergi makanan terjadi bila alergen makanan menembus sawar gastro intestinal yang memacu reaksi IgE. Gejala
bisa muncul dalam beberapa menit sampai beberapa jam, bisa terbatas pada satu atau beberapa organ, kulit, saluran napas dan cerna, lokal dan sistemik.Alergen makanan yang sering memicu alergi pada anak yaitu terigu, ikan laut.susu,telur, kacang tanah, soya, sedang yang sering memicu alergi pada orang dewasa yaitu udang, kepiting, kerang, telur, kacang tanah, ikan laut , Alergi makanan tidak berlangsung seumur susu terutama pada anak. Gejala bisa hilang, namun bisa kambuh pada keadaan tertentu seperti infeksi virus, nutrisi yang tidak seimbang atau cedera muskulus gastrointestinal.
Keluhan
. Keluhan pada saluran pencernaan: gejala gastrointestinal non khusus dan rata-rata hanya dari muntah, kram, distensi, diare, edema, pruritus bibir, mukosa pipi, mukosa faring, Pada saluran pernapasan : rinitis dan asma.Pada kulit: eksim dan urtikaria.
Hipersensitivitas susu sapi pada bayi memicu occult bleeding atau frank colitis.
Diare kronis dan malpenyerapan terjadi akibat reaksi hipersensitivitas lambat non Ig-E-mediated seperti pada enteropati protein makanan dan penyakit seliak,
Faktor Risiko riwayat alergi di keluarga
Pemeriksaan fisik pada kulit dan mukosa dan paru,
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik
diagnosa Banding Intoksikasi makanan
Komplikasi Reaksi alergi berat
pengobatan
Medika mentosa
Riwayat reaksi alergi berat atau anafilaksis:
Jangan lakukan uji kulit atau uji provokasi makanan, Hindari makanan pemicu,
ditindaklanjuti
Menghindari makanan yang bersifat alergen secara sengaja mapun tidak sengaja (perlu konsultasi dengan ahli gizi), nasihat pasien untuk kepatuhan diet pasien, Menyusui bayi sampai usia 6 bulan memicu efek protektif pada alergi makanan,
ciri-ciri Rujukan
Pasien dirujuk Bila pemeriksaan uji kulit, uji provokasi dan eliminasi
makanan terjadi reaksi anafilaksis.
SYOK
Syok yaitu sindrom kegawatdaruratan yang memerlukan perawatan intensif . Syok yaitu suatu sindrom multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan memicu hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak kuat tidak
mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel. sifat kondisi ini, yaitu:
kekurangan oksigen, Asidosis jaringan sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital dan kematian.
ketergantungan suplai oksigen,
Syok digolongkan berdasar etiologi, pemicu dan sifat pola hemodinamik yang dimuncul kan, yaitu:
--. Syok Obstruktif yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme aliran balik darah oleh sebab
meningkatnya tekanan intratorakal atau terganggunya aliran keluar arterial jantung
( hipertensi pulmoner, tamponade perikardial, perikarditis konstriktif, emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta,) atau keduanya oleh sebab obstruksi mekanis.
--. Syok Endokrin, dipicu oleh hipotiroidisme, hipertiroidisme dengan kolaps kardiak dan insufisiensi adrenal. Pengobatannya dengan tunjangan kardiovaskular sambil mengobati pemicu . Insufisiensi adrenal mungkin kontributor munculnya syok pada pasien sakit gawat. Pasien yang titidak menanggapi pengobatan harus tes untuk insufisiensi adrenal.
--. Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen dipicu oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-26% sebagai
akibat dari pendarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilatasi arteri dan vena.
--. Syok Kardiogenik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen dipicu oleh adanya kerusakan primer fungsi atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi atau ritme jantung.
pemicu terbanyak yaitu infark miokard akut, keracunan obat, infeksi/inflamasi, gangguan mekanik.
--. Syok Distributif yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen dipicu oleh menurunnya tonus vaskuler memicu vasodilatasi arterial,
penumpukan vena dan redistribusi aliran darah. pemicu dari kondisi itu terutama komponen vasoaktif pada syok anafilaksis; bakteria dan
toksinnya pada septik syok sebagai mediator dari SIRS; hilangnya tonus vaskuler pada syok neurogenik.
Keluhan
pasien lemas atau bisa tidak sadarkan diri.
gejala juga tergantung etiologi pemicu , yang sering terjadi yaitu tromboemboli paru, tamponade jantung, obstruksi arteri oventrikuler, tension pneumotoraks.Untuk identifikasi pemicu , perlu ditanyakan faktor predisposisi seperti
sebab infark miokard antara lain: umur, diabetes melitus, riwayat angina, gagal jantung kongestif, infarkanterior. gejala awal iskemi jantung akut yaitu nyeri dada, sesak nafas,diaforesis, gelisah dan ketakutan , nausea dan vomiting dan gangguan sirkulasilanjut memicu berbagai disfungsi endorgan.Riwayat trauma untuk syok sebab pendarahan atau syok neurogenik pada trauma servikal atau high thoracic spinal cord injury. Demam dan riwayat infeksi untuk syok septik. gejala yang muncul sesudah kontak dengan antigen pada syok anafilaktik. Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan syok hipovolemik dan kardiogenik,
Pemeriksaan Fisik
--. Detidak jantung naik, frekuensi nafas naik, kesadaran turun.
--. Produksi urin turun. Produksi urin yaitu penunjuk awal hipovolemia dan tanggapan ginjal pada syok.
--. Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama dengan gejala syok hipovolemik, ditambah dengan adanya disritmia, bising jantung, gallop
--. Hipotensi dan penyempitan tekanan denyutan (yaitu gejala hilangnya cairan yang berat dan syok).
--. Syok neurogenik digejalai dengan hipotensi ditambah bradikardi. Gangguan neurologis: paralisis flasid, refleks ekstremitas hilang dan laki-laki pismus.
--. Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan syok kardiogenik dan hipovolemik. gejala juga tergantung etiologi pemicu , yang sering terjadi yaitu tromboemboli paru, tamponade jantung, obstruksi arterioventrikuler, tension pneumothorax. Gejala ini akan berlanjut sebagai gejala akut kor pulmonal dan payah jantung kanan: pulsasi vena
jugularis, gallop, bising pulmonal, aritmia. sifat manifestasi klinis tamponade jantung: suara jantung menjauh, pulsus altemans, JVP selama
inspirasi. sedang emboli pulmonal: disritmia jantung, gagal jantung kongesti,
--. Hipertermi, normotermi, atau hipotermi bisa terjadi pada syok. Hipotermia yaitu gejala dari hipovolemia berat dan syok septik.
--. gejala syok septik tidak bisa dilepaskan dari keadaan sepsis sendiri berwujud sindrom reaksi inflamasi sistemik (SIRS) dimana ada dua
gejala atau lebih:
Frekuensi nafas >20x/mn atau PaCO2< 4,3 kPa.
. Leukosit >12.000 sel/mm atau <4000sel/mm atau >10% bentuk imatur.Temperatur >380C atau <360C.Heart rate>90x/mnt.
--. Efek klinis syok anafilaktik mengenai sistem pernafasan dan sistem sirkulasi, yaitu:
Terjadi edema hipofaring dan laring, konstriksi bronkus dan bronkiolus, ditambah hipersekresi mukus, dimana semua keadaan ini memicu
spasme dan obstruksi jalan nafas akut.
Pemeriksaan Penunjang
EKG, Pulse oxymetri,
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, 1pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Komplikasi
Kerusakan otidak , koma,kematian.
pengobatan
--. Pengobatan syok sebelumnya didahului dengan aktifitas diagnosa etiologi. diagnosa awal etiologi syok yaitu esensial, lalu terapi
selanjutnya tergantung etiologinya.
--. Tindakan invasif seperti intubasi endotrakeal dan cricothyroidotomy atau tracheostomy bisa dilakukan hanya untuklife saving oleh tenaga medis yang
kompeten.
--. Pengenalan dan restorasi yang cepat dari perfusi yaitu kunci pencegahan disfungsi organ multipel dan kematian.
--. Pada semua bentuk syok, manajemen jalan nafas dan pernafasan untuk memastikan oksigena pasien baik, lalu restorasi cepat dengan infus
cairan.
--. Pilihan pertama yaitu kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat) disusul darah pada syok pendarahan . Keadaan hipovolemi diatasi dengan cairan koloid atau kristaloid sekaligus memperbaiki keadaan asidosis.
Syok Hipovolemik:
--. Resusitasi tidak komplit sampai serum laktat kembali normal. Pasien syok hipovolemik berat dengan resusitasi cairan akan terjadi penumpukan
cairan di rongga ketiga.
--. Vasokonstriksi jarang diperlukan pada syok hipovolemik murni.
--. Infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume intravaskuler melalui kanula vena besar(bisa lebih satu tempat) atau melalui vena pusat .
--. Pada pendarahan maka bisa diberikan 3-4 kali dari jumlah pendarahan . sesudah pemberian 3 liter disusul dengan transfusi darah. Secara
bersamaan sumber pendarahan harus dicheckup .
Syok Obstruktif:
--. Dekompressi jarum atau pipa thoracostomy atau keduanya pada tension pneumothorax.
--. Dukungan ventilasi dan jantung, mungkin trombolisis, dan mungkin prosedur radiologi intervensional untuk emboli paru.
--. perut compartment syndrome diatasi dengan laparotomidekompresif.
--. pemicu syok obstruktif harus diidentifikasi dan segera dihilangkan.
--. Pericardiocentesis atau pericardiotomi untuk tamponade jantung.
Syok Kardiogenik:
--. Diberikan diuretik bila jantung dekompensasi.
--. PACdisarankan dipasang untuk penunjuk terapi.
--. Penyakit jantung yang mendasari harus diidentifikasi dan diobati.
--. Optimalkan pra-beban dengan infus cairan.
--. Optimalkan kontraktilitas jantung dengan inotropik sesuai keperluan, ) seimbangkan kebutuhan oksigen jantung. Selain itu, bisa dipakai dobutamin atau obat vasoaktif lain.
--. Sesuaikan sesudah -beban untuk memaksimalkan CO. bisa dipakai vasokonstriktor bila pasien hipotensi dengan SVR rendah. Pasien syok kardiogenik mungkin memerlukan vasodilatasi untuk menurunkan SVR, tahanan pada aliran darah dari jantung yang lemah. Obat yang bisa dipakai yaitu nitroprusside dan nitroglycerin.
Syok Distributif:
--. Obat yang bisa dipakai yaitu dopamin, norepinefrin dan vasopresin.
--. disarankan pemasangan PAC.
--. Pengobatan kausal dari sepsis.
--. Pada SIRS dan sepsis, bila terjadi syok ini sebab toksin atau mediator pemicu vasodilatasi. Pengobatan berwujud resusitasi cairan segera dan sesudah kondisi cairan terkoreksi, bisa diberikan vasopresor untuk mencapai MAP optimal. Sering terjadi vasopresor dimulai sebelum prabeban kuat tercapai. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada kesembuhan pra-beban.
Syok Neurogenik:
--. Epinefrin berguna meningkatkan tonus vaskuler namun akan memperberat ) bradikardi, sehingga bisa ditambahkan dopamin dan efedrin. Agen ) antimuskarinikatropin dan glikopirolat juga bisa untuk mengatasi bradikardi.
--. Terapi definitif yaitu stabilisasi Medulla spinalis yang terkena.
--. sesudah mengamankan jalan nafas dan resusitasi cairan, guna meningkatkan tonus vaskuler dan mencegah bradikardi diberikan
epinefrin.
ditindaklanjuti
Mencari pemicu syok dan mencatatnya di rekam medis dan memberitahukan kepada keluarga untuk tindakan lebih lanjut yang
diperlukan.
Konseling :
Keluarga perlu diberitahukan mengenai kemungkinan terburuk yang bisa terjadi pada pasien dan pencegahan munculnya kondisi mirip .
ciri-ciri Rujukan
sesudah kegawatdaruratan pasien ditangani, pasien dirujuk kerumahsakit .
Peralatan : Infus set. Oksigen . NaCl 0,9%. Senter. EKG,
REAKSI ANAFILAKTIK
Anafilaktik yaitu reaksi hipersensivitas generalisata atau sistemik yang ber onset cepat, berbahaya . Jika reaksi itu cukup hebat bisa memicu syok dinamakan syok anafilaktik. Syok
anafilaktik memerlukan pertolongan cepat dan tepat. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik.
Insidens syok anafilaktik 40–70% yaitu akibat gigitan serangga, 20–50% akibat zat kontras radiografi, dan 10–30% akibat pemberian obat penisilin. Sebagian besar masalah yang serius anafilaktik yaitu akibat pemberian antibiotik seperti penisilin dan bahan zat radiologis.
Penisilin yaitu pemicu kematian 100 dari 500 kematian akibat reaksi anafilaksis.
Keluhan
gejala suatu reaksi anafilakis berbeda-beda gradasinya sesuai berat ringannya reaksi antigen-Aantibodi atau tingkat sensitivitas , namun pada tingkat yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang menonjol yaitu gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. Kedua gangguan itu bisa muncul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya beragam dari beberapa detik sampai beberapa jam. Pada dasarnya makin
cepat reaksi muncul makin berat keadaan penderita . Gejala respirasi bisa dimulai berwujud bersin, hidung tersumbat atau batuk saja
yang lalu segera diikuti dengan sesak napas.
Gejala pada kulit yaitu gejala klinik yang paling terkenal pada reaksi anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat
penting untuk diperhatikan sebab ini mungkin yaitu gejala prodromal untuk muncul nya gejala yang lebih berat berwujud gangguan nafas dan gangguan sirkulasi. Oleh sebab itu setiap gejala kulit berwujud gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai untuk kemungkinan muncul nya gejala yang lebih berat. Manifestasi dari gangguan gastrointestinal berwujud perut kram,mual,muntah sampai diare yang juga bisa yaitu gejala prodromal untuk muncul nya gejala gangguan nafas dan sirkulasi.
Faktor Risiko: Riwayat Alergi
Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis sebab edema laring dan bronkospasme. Hipotensi yaitu gejala yang menonjol pada
syok anafilaktik. Adanya tidak ikardia,edema periorbital, mata berair, hiperemi konjungtiva. gejala prodromal pada kulit berwujud urtikaria dan eritema.
diagnosa Klinis
Untuk melakukan diagnosa ada beberapa ciri-ciri di mana reaksi anafilaktik dianggap
mungkin bila:
. Onset gejala akut (beberapa menit hingga beberapa jam) yang melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (contoh : urtikaria generalisata, pruritus dengan kemerahan, pembengkakan bibir/lidah/uvula) dan
sedikitnya salah satu dari gejala berikut ini:
Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan organ target (contoh : hipotonia, kolaps vaskular, sinkop, inkontinensia).Gangguan respirasi (contoh : sesak nafas, wheezing akibat bronkospasme, stridor, penurunan arus puncak ekspirasi/APE,
hipoksemia).
. atau , dua atau lebih gejala berikut yang muncul segera (beberapa menit hingga beberapa jam) sesudah terpapar alergen yang mungkin yaitu:
. Gejala gastrointestinal yang persisten (contoh : nyeri kram perut , muntah)
. Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit
. Gangguan respirasi. Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan organ target
. atau , penurunan tekanan darah segera (beberapa menit atau jam) sesudah terpapar alergen yang sudah diketahui (known allergen), sesuai ciri-ciri berikut:
Dewasa: Tekanan darah sistolik <90 mmHg atau terjadi penurunan >30% dari tekanan darah sistolik semula
. Bayi dan anak: Tekanan darah sistolik rendah (menurut umur) atau terjadi penurunan > 30% dari tekanan darah sistolik semula.
diagnosa Banding
. Beberapa kelainan mirip anafilaksis
. Aspirasi benda asing. Kelainan kardiovaskuler akut (infark miokard, emboli paru). Kelainan neurologis akut (kejang, stroke). Serangan asma akut. Sinkop. Gangguan cemas / serangan panik
. Urtikaria akut generalisata
--Sindrom flush:
Epilepsi otonomik. Karsinoma tiroid meduler
. Perimenopause. Sindrom karsinoid.
-. Sindrom sesudah
--prandial,
--. Monosodium glutamat atau Chinese restaurant syndrome--. Sulfit--. Keracunan makanan,
. Scombroidosis, yaitu keracunan histamin dari ikan, contoh tuna, yang disimpan pada suhu tinggi.
--. Sindrom alergi makanan berpolen, biasanya buah atau sayur yang mengandung protein tanaman yang sudah bereaksi silang dengan
alergen di udara,
-. Syok jenis lain: . Hipovolemik. Kardiogenik
. Distributif. Septik
-. Kelainan non-organik:. Disfungsi pita suara. hiperventilasi. Episode psikosomatis
-. Peningkatan histamin endogen, Mastositosis / kelainan klonal sel mast. Leukemia basofilik
-. Lainnya
Systemic capillary leak syndrome
. Red man syndrome akibat vancomycin
. tanggapan paradoksikal pada feokromositoma
. Angioedema non-alergik, contoh : angioedema herediter tipe I, II, atau III,
angioedema terkait ACE-inhibitor)
Komplikasi Koma . Kematian
pengobatan :
--. Pemberian Oksigen 3–5 liter/menit harus dilakukan, pada keadaan yang ekstrim tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu
dipikirkan .
--. Pemasangan infus, cairan plasma expander (Dextran) yaitu pilihan utama guna bisa mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan
itu tidak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis bisa dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
--. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan kursi) akan membantu menaikkan venous return
sehingga tekanan darah ikut meningkat.
--. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus
dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan munculnya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu
ada, maka sewajarnya di setiap ruang praktek tenaga medis tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga perangkat
resusitasi untuk memudahkan tindakan secepatnya.
--. Algoritma pengobatan Reaksi Anafilaksis ditindaklanjuti Mencari pemicu reaksi anafilaktik dan mencatatnya di rekam medis dan
memberitahukan kepada pasien dan keluarga.
--. Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler yang bisa diulangi 5–10 menit. Dosis ulangan biasanya diperlukan,
mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika tanggapan pemberian secara intramuskuler kurang efektif, bisa diberi secara intravenous
sesudah 0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya
dihindari pada syok anafilaktik sebab efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga penyerapan obat tidak terjadi.
--. Aminofilin, bisa diberikan dengan hati-hati Bila bronkospasme belum hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan
perlahan-lahan selama 10 menit intravena. bisa dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap perlu.
---. Antihistamin dan kortikosteroid yaitu pilihan kedua sesudah adrenalin. Kedua obat itu kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik,
bisa diberikan sesudah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berwujud serum sickness atau prolonged effect.
Antihistamin yang biasa dipakai yaitu difenhidramin HCl 5–20 mg IV dan untuk golongan kortikosteroid bisa dipakai deksametason 5–10 mg IV atau hidrokortison 100–250 mg IV.
Konseling :
Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun bentuknya terutama obat-obat yang sudah dilaporkan bersifat antigen (serum,penisillin, anestesi lokal, ) harus selalu waspada untuk muncul nya reaksi anafilaktik.
Penderita yang tergolong risiko tinggi (ada riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-penyakit alergi lainnya) harus lebih diwaspadai lagi. Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat lain yang lebih aman.
ciri-ciri Rujukan :
kegawatdaruratan pasien ditangani, Bila dengan perawatan yang dilakukan tidak ada kesembuhan , pasien dirujuk ke rumahsakit .
Peralatan
deksametason ampul. NaCl 0,9%. Infus set. Oksigen . Adrenalin ampul, aminofilin ampul, difenhidramin vial,
DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) dengan Keluhan :. Gejala gastrointestinal, seperti: mual, muntah, nyeri perut (biasanya di ulu hati atau di bawah tulang iga). Kadang ditambah juga dengan gejala lokal, seperti: nyeri menelan, batuk, pilek.
. Pada kondisi syok, anak merasa lemah, gelisah, atau mengalami penurunan kesadaran.
. Pada bayi, demam yang tinggi bisa memicu kejang., Demam tinggi, mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari.. Manifestasi pendarahan , seperti: bintik-bintik merah di kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah berdarah, atau buang air besar berdarah.. Gejala nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital.
Faktor Risiko :
Adanya penderita demam berdarah dengue (DBD) di sekitar pasien.Sanitasi lingkungan yang kurang baik, contoh : timbunan sampah, timbunan barang bekas, genangan air yang sering ditambah di tempat tinggal pasien sehari-hari.
Adanya jentik nyamuk Aedes aegypti pada genangan air di tempat tinggal pasien sehari-hari.
Pemeriksaan Fisik
gejala patognomonik untuk demam dengue
Rumple Leed (+), Suhu > 37,5 derajat celcius
. Ptekie, ekimosis, purpura. pendarahan mukosa
gejala Patognomonis untuk demam berdarah dengue:
. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa gejala efusi pleura dan asites.
. Hematemesis atau melena, . Suhu > 37,5 derajat celcius. Ptekie, ekimosis, purpura. pendarahan mukosa . Rumple Leed (+). Hepatomegali,
. Splenomegali,
Pemeriksaan Penunjang :
--. Darah perifer lengkap, yang menunjukkan:
Kebocoran plasma yang digejalai dengan:
peningkatan hematokrit (Ht) ≥ 20% dari nilai standart data populasi menurut umur
Dilihat adanya Hipoalbuminemia, hipoproteinemiaefusi pleura, asites,
Trombositopenia (≤ 100.000/µL).
. Leukopenia < 4000/µL.
--. Serologi Dengue, yaitu IgM dan IgG anti-Dengue, yang titernya bisa terdeteksi sesudah hari ke-5 demam.
diagnosa Klinis Demam Dengue:
--. Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital.--. Adanya masalah DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah.
--. Leukopenia <4.000/mm3--. Trombositopenia <100.000/mm3--. Demam 2–7 hari yang muncul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik.
--. Adanya manifestasi pendarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistidak sis, pendarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berwujud uji tourniquet positif.
Bila dilihat gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih gejala dan gejala lain, diagnosa klinis demam dengue bisa dilakukan .
diagnosa Klinis Demam Berdarah Dengue
--. pusing , mialgia, artralgia, nyeri retroorbital4. Adanya masalah demam berdarah dengue baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah
--. Demam 2–7 hari yang muncul mendadak, tinggi, terus-menerus (kontinua)
--. Adanya manifestasi pendarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistidak sis, pendarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berwujud uji Tourniquette yang positif,
. Hepatomegali
. Adanya kebocoran plasma yang digejalai dengan salah satu:
Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan awal atau dari data populasi menurut umur Dilihat adanya efusi pleura, asites
Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
--. Trombositopenia <100.000/mm3
Adanya demam seperti di atas ditambah dengan 2 atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk melakukan diagnosa Demam Berdarah Dengue.gejala bahaya untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue. Klinis Demam turun namun keadaan anak memburuk, Pembesaran hati Akumulasi cairan Oliguria
Laboratorium Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit Hematokrit awal tinggi
Nyeri perut dan nyeri tekan perut Muntah persistenLetargi, gelisah Perdarahaan mukosa
ciri-ciri diagnosa Laboratoris diperlukan untuk survailans epidemiologi, terdiri atas:
Probable Dengue, Bila diagnosa klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi antidengue.
Confirmed Dengue, Bila diagnosa klinis diperkuat dengan deteksi genome virus Dengue dengan pemeriksaan RT-PCR, antigen dengue pada
pemeriksaan NS1, atau Bila diperoleh serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan.Isolasi virus Dengue memberi nilai yang kuat dalam konfirmasi diagnosa klinis, namun sebab memerlukan teknologi yang canggih dan prosedur yang rumit pemeriksaan ini bukan yaitu pemeriksaan yang rutin dilakukan.
diagnosa Banding
Demam tifoid, Demam sebab infeksi virus ( influenza , chikungunya, dan lain-lain). Idiopathic thrombocytopenic purpura
Komplikasi
gagal ginjal, gagal hati, Dengue Shock Syndrome (DSS), ensefalopati,
pengobatan pada Pasien Dewasa
1. Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik (Parasetamol 3x500-1000 mg).
2. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
- Alur perawatan pasien dengan demam dengue/demam berdarah dengue, yaitu:pemeriksaan penunjang Lanjutan
- Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara serial
Konseling :
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan melakukan olahraga secara rutin.Melakukan kegiatan 3M: menguras, mengubur, menutup.
. Pinsip konseling pada demam berdarah dengue yaitu memberi pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit
dan pengobatan , sehingga pasien bisa mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk perawatan DBD, terapi hanya bersifat
pendukung dan mencegah perburukan penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan perjalanan alamiah penyakit.
ciri-ciri Rujukan
Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang, penurunan kesadaran, dan lainnya.. Terjadi pendarahan masif (hematemesis, melena).. Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/jam kondisi belum membaik.
pengobatan pada Pasien Anak
Demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok
1. Bila anak bisa minum
a. Berikan anak banyak minum
Dosis larutan per oral: 1 – 2 liter/hari atau 1 sendok makan tiap 5 menit.
Jenis larutan per oral: air putih, teh manis, oralit, jus buah, air sirup, atau susu.
b. Berikan cairan intravena (infus) sesuai dengan kebutuhan untuk dehidrasi sedang. Berikan hanya larutan kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat (RL) atau Ringer Asetat (RA), dengan dosis sesuai berat
badan antaralain :
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kg BeratBadan /jam
Berat badan 15 – 40 kg : 5 ml/kg BeratBadan /jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kg BeratBadan /jam
2. Bila anak tidak bisa minum, berikan cairan infus kristaloid isotonik sesuai kebutuhan untuk dehidrasi sedang sesuai dengan dosis yang sudah
dijelaskan di atas.
3. Lakukan pemantauan: gejala vital dan diuresis setiap jam, laboratorium (DPL) per 4-6 jam.
Bila terjadi perburukan klinis, lakukan pengobatan DBD dengan syok, Bila terjadi penurunan hematokrit dan kesembuhan klinis, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan klinis stabil.
4. Bila anak demam, berikan antipiretik (Parasetamol 10 – 15 mg/kg BeratBadan /kali)
per oral. Hindari Ibuprofen dan Asetosal.
5. Pengobatan pendukung lain sesuai indikasi.Demam berdarah dengue (DBD) dengan syok
1. Kondisi ini yaitu gawat darurat dan mengharuskan rujukan segera ke RS.
2. pengobatan awal:
--. Berikan oksigen 2 – 4 liter/menit melalui kanul hidung atau sungkup muka.
--. Pasang akses intravena sambil melakukan pungsi vena untuk pemeriksaan DPL.
--. Berikan infus larutan kristaloid (RL atau RA) 20 ml/kg secepatnya.
--. Lakukan pemantauan klinis (gejala vital, perfusi perifer, dan diuresis) setiap 30 menit.
--. Jika sesudah pemberian cairan inisial tidak terjadi kesembuhan klinis, ulangi pemberian infus larutan kristaloid 20 ml/kg BeratBadan secepatnya (maksimal 30 menit) atau pikirkan pemberian larutan koloid 10 – 20 ml/kg BeratBadan /jam (maksimal 30 ml/kg BeratBadan /24 jam).
-- Jika nilai Ht dan Hb menurun namun tidak terjadi kesembuhan klinis, pikirkan munculnya pendarahan tersembunyi. Berikan transfusi
darah bila fasilitas tersedia dan larutan koloid. Segera rujuk.
--. Jika ada kesembuhan klinis, kurangi jumlah cairan hingga 10 ml/kg BeratBadan /jam dalam 2 – 4 jam. Secara bertahap diturunkan tiap 4 – 6
jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
--. Dalam banyak masalah , cairan intravena bisa dihentikan sesudah 36 –48 jam. Hindari pemberian cairan secara berlebihan.
3. Pengobatan pendukung lain sesuai indikasi.
ditindaklanjuti Demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok
Pemantauan cairan yang masuk dan keluar.
Demam berdarah dengue (DBD) dengan syok
tenaga medis di rumahsakit merujuk pasien ke RS jika kondisi pasien stabil.
. Pemantauan klinis (gejala vital, perfusi perifer, diuresis) dilakukan setiap satu jam.
. Pemantauan laboratorium (Ht, Hb, trombosit) dilakukan setiap 4-6 jam, minimal 1 kali setiap hari.
Persyaratan perawatan di rumah
1. Persyaratan untuk pasien dan keluarga
--. Bila keluarga mampu melakukan perawatan di rumah dengan kuat .
--. DBD non-syok(tanpa kegagalan sirkulasi).
--. Bila anak bisa minum dengan kuat .
2. Persyaratan untuk tenaga kesehatan
--. tenaga medis dan atau perawat mem-follow up pasien setiap 6 – 8 jam dan setiap hari, sesuai kondisi klinis.
--. tenaga medis dan atau perawat bisa berkomunikasi seara lancar dengan keluarga pasien sepanjang masa pengobatan .
--. Adanya 1 tenaga medis dan perawat tetap yang bertanggung jawab penuh
pada pengobatan pasien.
--. Semua kegiatan pengobatan bisa dilakukan dengan baik di rumah.
ciri-ciri Rujukan
Bila keluarga tidak mampu melakukan perawatan di rumah dengan kuat , walaupun DBD tanpa syok.
DBD dengan syok (ada kegagalan sirkulasi).
Bila anak tidak bisa minum dengan kuat , mengkonsumsi Konseling :
--. Penjelasan mengenai jumlah cairan yang diperlukan oleh anak.
--. Penjelasan mengenai diet nutrisi yang perlu diberikan.
--. Penjelasan mengenai cara minum obat.
--. Penjelasan mengenai diagnosa , komplikasi, prognosis, dan rencana pengobatan .
--. Penjelasan mengenai gejala bahaya (warning signs) yang perlu diwaspadai dan kapan harus segera ke layanan kesehatan.
--. Penjelasan mengenai faktor risiko dan cara-cara pencegahan yang berkaitan dengan kesembuhan kebersihan personal, kesembuhan sanitasi lingkungan, terutama metode 4M plus seminggu sekali, yang terdiri atas:
. Memantau semua wadah air yang bisa menjadi tempat nyamuk Aedes aegyptiberkembang biak.
. Tidak menggantung baju, menghindari gigitan nyamuk, membubuhkan bubuk abate, dan memelihara ikan.
. Menguras wadah air, seperti bak mandi, tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung, dan penampung air kulkas agar telur dan jentik Aedes aegypti mati.
. Menutup rapat semua wadah air agar nyamuk Aedes aegypti tidak bisa masuk dan bertelur.
. Mengubur atau memusnahkan semua barang bekas yang bisa menampung air hujan agar tidak menjadi sarang dan tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti.
Peralatan
. Poliklinik set (termometer, tensimeter, senter)
. Infus set
. Cairan kristaloid (RL/RA) dan koloid
. Lembar pemantauan / follow up
. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) sudah menjadi penyakit reumatik utama dunia terutama menyerang wanita usia reproduktif antara tahun 1988-1990 insidensi rata-rata yaitu 3 per 10.000 perawatan.
Keluhan
Manifestasi klinik LES beragam dan sering tidak terjadi saat bersamaan. Keluhan awal bisa berwujud :
. Kelelahan . Nyeri sendi yang berpindah-pindah
. Rambut rontok. Ruam pada wajah. pusing . Demam. Ruam kulit sesudah terpapar sinar matahari. Gangguan kesadaran. Sesak. Edema anasarka
Keluhan-keluhan itu akhirnya akan berkembang sesuai manifestasi organ yang terlibat pada LES.
Faktor RisikoPasien dengan gejala yang mendukung dan memiliki riwayat keluarga
yang menderita penyakit autoimun meningkatkan kecurigaan adanya LES.
Pemeriksaan Fisik
Hampir seluruh sistem organ bisa terlibat dalam LES. Manifestasi yang umum diperoleh antara lain:
--. Manifestasi renal ditemukan pada 40-75% penderita sesudah 5 tahun menderita lupus, contoh hipertensi, hematuria, edema perifer, dan
edema anasarka.
--. Manifestasi gastrointestinal biasanya yaitu keterlibatan berbagai organ dan akibat pengobatan, contoh mual, dispepsia, nyeri perut, dan disfagi.
--. Manifestasi neuropsikiatrik contoh kejang dan psikosis.
--. Manifestasi hematologi, contoh leukopeni, lymphopenia, anemia atau trombositopenia.
--. Gejala konstitusional, contoh : kelelahan, demam (biasanya tidak ditambah menggigil), penurunan berat badan, rambut rontok, bengkak, dan sakit kepala.
--. Manifestasi kardiologi, contoh Pleuropericardial friction rubs, tidak ipneu,
murmur sistolik, gambaran perikarditis, miokarditis dan penyakit jantung koroner.
--. Manifestasi muskuloskeletal ditemukan lebih dari 90%, contoh : mialgia, artralgia atau artritis (tanpa bukti jelas inflamasi sendi).
--. Manifestasi mukokutaneus, contoh ruam malar/ruam kupu-kupu, fotopeka itas, alopecia, dan ruam diskoid.
--. Manifestasi paru, contoh pneumonitis (sesak, batuk kering, ronkhi di basal), emboli paru, hipertensi pulmonum, dan efusi pleura.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
. Urinalisis menunjukkan adanya eritrosit dan proteinuria.. Pemeriksaan DPL (darah perifer lengkap) dengan hitung diferensial bisa menunjukkan leukopeni, trombositopeni, dan anemia.. Pemeriksaan serum kreatinin menunjukkan peningkatan serum kreatinin.
2. Radiologi
X-ray Thoraks bisa menunjukkan adanya efusi pleura.
diagnosa Klinis
diagnosa LES bisa dilakukan berdasar gambaran klinik dan laboratorium. berdasar American College of Rheumatology (ACR) tahun
1982, LES bisa dilakukan bila diperoleh 4 dari 11 ciri-ciri yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu,
diagnosa Banding
Sindrom vaskulitis, Mixed connective tissue disease
Komplikasi :
. Anemia hemolitik . Trombosis. Lupus serebral . Nefritis lupus. Infeksi sekunder
pengobatan
pengobatan berwujud terapi konservatif
Pemberian analgetik sederhana atau obat antiinflamasi non steroid, contoh
parasetamol 3-4 x 500-1000 mg, atau ibuprofen 400-800 mg 3-4 kali perhari, natrium diklofenak 2-3 x 25-50 mg/hari pada keluhan artritis, artralgia dan mialgia.
ditindaklanjuti
--. Keterlibatan berbagai organ pada LES memerlukan perawatan dari berbagai bidang contoh spesialis reumatologi, neurologi, nefrologi,
pulmonologi, kardiologi, dermatologi, dan hematologi.
--. Segera dirujuk ke rumahsakit untuk aktifitas diagnosa pasti kecuali pada lupus berat contoh yang mengancam nyawa bisa dirujuk ke layanan tersier terdekat.
--. Pemeriksaan laboratorium dan follow-up secara berkelanjutan diperlukan untuk memantau tanggapan atau efek samping terapi dan keterlibatan organ baru.
Konseling :diberikan oleh tenaga medis sesudah menerima rujukan balik dari rumahsakit
--. Pasien disarankan untuk tidak terlalu banyak terpapar sinar matahari dan selalu memakai krem pelindung sinar matahari, baju lengan panjang dan memakai payung.
--. Pemantauan dan penjelasan mengenai efek pemakaian steroid jangka panjang pada pasien.
--. Pasien diberi nasihat agar berobat teratur dan bila ada keluhan baru untuk segera berobat.
--. Intervensi psikososial dan penyuluhan langsung pada pasien dan keluarganya.
--. Menyarankan pasien untuk bergabung dalam kelompok pengidap lupus
ciri-ciri Rujukan
Pada pasien LES manifestasi berat atau mengancam nyawa perlu segera dirujuk ke rumahsakit tersier bila memungkinkan.
Setiap pasien yang di diagnosa sebagai LES atau curiga LES harus dirujuk ke tenaga medis spesialis penyakit dalam atau spesialis anak untuk memastikan diagnosa
Peralatan
Radiologi: X-ray Thoraks Laboratorium untuk pemeriksaan DPL, urinalisis, dan fungsi ginjal
Prognosis pasien LES beragam bergantung pada keterlibatan organnya. Sekitar 28% pasien bisa mengalami remisi selama beberapa tahun, namun ini jarang menetap. Prognosis buruk (60% mortalitas dalam 10 tahun) terutama berkaitan dengan keterlibatan ginjal. pemicu utama
mortalitas biasanya gagal ginjal, infeksi, dan tromboemboli.
LIMFADENITIS
Limfadenitis yaitu peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening. Limfadenitis bisa dipicu oleh infeksi dari berbagai organisme,
yaitu bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur. Secara khusus, infeksi menyebar ke kelenjar getah bening dari infeksi kulit, telinga, hidung atau mata.
Bakteri Streptokokus, Stafilokokus, dan Tuberkulosis yaitu pemicu biasanya dari Limfadenitis, meskipun virus, protozoa, riketsia, jamur juga bisa menyerang kelenjar getah bening.
Keluhan:
Nyeri tenggorok dan batuk bila dipicu oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas. - Nyeri sendi bila dipicu oleh penyakit kolagen atau penyakit serum
- Pembengkakan kelenjar getah bening
- Demam- Kehilangan nafsu makan- Keringat berlebihan, - Nadi cepat- Kelemahan-
Faktor Risiko:
- Riwayat penyakit seperti tonsilitis yang dipicu oleh bakteri streptokokus, infeksi gigi dan gusi yang dipicu oleh bakteri anaerob.
- Paparan pada infeksi/kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi saluran nafas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau Tuberkulosis turut membantu mengarahkan pemicu limfadenopati.
- Riwayat perjalanan dan pekerjaan ke area endemis penyakit tertentu, contoh perjalanan ke area -area Afrika bisa menunjukkan pemicu limfadenitis yaitu penyakit Tripanosomiasis. sedang pada orang yang bekerja di hutan Limfadenitis bisa terkena Tularemia.
Pemeriksaan Fisik
- Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintikbintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri
streptokokus.
- Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak
leher mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri Difteri.
- Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi Epstein Barr Virus.
- Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada Campak.
- Adanya bintik-bintik pendarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan penekanan), pucat, memar yang tidak jelas pemicu , ditambah
pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada leukemia.
- Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) leher bagian posterior (belakang) ada pada infeksi rubela dan mononukleosis. sedang pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, biasanya bilateral (dua sisikiri/kiri dan kanan) dengan ukuran normal bila diameter 0,5cm, dan lipat
paha bila diameternya >1,5 cm dianggap tidak normal ).
- Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar berjalan mingguanbulanan, walaupun bisa mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit
diatasnya menjadi tipis, dan bisa pecah.
- Nyeri tekan bila dipicu oleh infeksi bakteri
- Kemerahan dan hangat pada perabaan mengarah kepada infeksi bakteri sebagai pemicu
- Fluktuasi menkita kan munculnya abses- Bila dipicu keganasan tidak dilihat gejala peradangan namun teraba keras dan tidak bisa digerakkan dari jaringan sekitarnya.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan skrining TB: BTA Sputum, LED, Mantoux Test.
Laboratorium: Darah perifer lengkap
diagnosa Klinis
Limfadenititis dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
diagnosa Banding
Kista Dermoid. Hemangioma, . Mumps. Kista Duktus Tiroglosus.
Komplikasi
. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)
. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang dipicu oleh TBC). Pembentukan abses. Selulitis (infeksi kulit)
pengobatan
pengobatan pembesaran KGB leher didasarkan kepada pemicu . - pemicu oleh virus bisa sembuh sendiri dan tidak memerlukan
pengobatan apa pun selain dari pemantauan .
. Pencegahan dengan menjaga kesehatan dan kebersihan badan bisa membantu mencegah munculnya berbagai infeksi.
. Untuk membantu mengurangi rasa sakit, kelenjar getah bening yang terkena bisa dikompres hangat.
- Bila pemicu yaitu Mycobacterium tuberculosis maka diberikan obat anti tuberculosis.
- Biasanya jika infeksi sudah diobati, kelenjar akan mengecil secara perlahan dan rasa sakit akan hilang. kadang kelenjar yang
membesar tetap keras dan tidak lagi terasa lunak pada perabaan.
- Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) yaitu antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kg BeratBadan empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi pada antibiotik golongan penisilin bisa diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau eritromisin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari.
Konseling :
Keluarga turut menjaga kesehatan dan kebersihan sehingga mencegah munculnya berbagai infeksi dan penularan. mendukung dengan memotivasi pasien dalam pengobatan.
Pasien checkup untuk mengevaluasi KGB dan terapi yang diberikan.
ciri-ciri rujukan
Biopsi dilakukan bila ada gejala dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan, KGB yang menetap atau bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosa belum bisa dilakukan .Kegagalan untuk mengecil sesudah 4-6 minggu dirujuk untuk mencari pemicu (indikasi untuk dilakukan biopsi kelenjar getah bening).
Peralatan
Alat ukur untuk mengukur beasarnya kelenjar getah bening. Mikroskop. Reagen BTA dan Gram
ULKUS MULUT (AFTOSA, HERPES)
Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Stomatitis aftosa rekurens (SAR) yaitu penyakit mukosa mulut tersering dan memiliki prevalensi sekitar 10 – 35% pada populasi. Sebagianbesar masalah bersifat ringan, self-limiting, dan sering diabaikan oleh pasien. Namun, SAR juga bisa yaitu gejala dari penyakit-penyakit sistemik, seperti penyakit Crohn, penyakit Coeliac, malpenyerapan , anemia defisiensi besi, asam folat, defisiensi vitamin B12, HIV.
Stomatitis herpes yaitu inflamasi pada mukosa mulut akibat infeksi virus Herpes simpleks tipe 1 (HSV 1). Penyakit ini cukup terkenal pada
praktik rumahsakit sehari-hari. Beberapa diantaranya yaitu manifestasi dari kelainan imunodefisiensi yang berat, contoh HIV. Amat
penting bagi para tenaga medis di rumahsakit untuk bisa mendiagnosa dan memberi pengobatan yang tepat dalam masalah stomatitis herpes.
Keluhan
Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
--. Biasanya ada riwayat penyakit yang sama di dalam keluarga.
--. Pasien biasanya biasanya sehat. Namun, bisa pula dilihat gejala-gejala seperti diare, konstipasi, tinja berdarah, sakit perut berulang, lemas, atau pucat, yang berkaitan dengan penyakit yang mendasari.
--. Pada wanita, bisa muncul saat menstruasi.
Stomatitis Herpes
--. Luka pada bibir, lidah, gusi, langit-langit, atau bukal, yang terasa nyeri.
--. Kadang muncul bau mulut.
--. bisa ditambah rasa lemas (malaise), demam, dan benjolan pada kelenjar limfe leher.
--. Sering terjadi pada usia remaja atau dewasa.
--. Luka yang terasa nyeri pada mukosa bukal, bibir bagian dalam, atau sisi lateral dan anterior lidah.
--. Onset penyakit biasanya dimulai pada usia kanak-kanak, paling sering pada usia remaja atau dewasa muda, dan jarang pada usia lanjut.
--. Frekuensi rekurensi beragam , namun sering dalam interval yang cenderung reguler.
--. Rekurensi bisa dipicu oleh beberapa faktor, seperti: demam, paparan sinar matahari, trauma, dan kondisi imunosupresi seperti HIV, pemakaian
kortikosteroid sistemik, dan keganasan.
--. Episode SAR yang sebelumnya biasanya bersifat self-limiting.
--. Pasien biasanya bukan perokok atau tidak pernah merokok.
--. ada dua jenis stomatitis herpes, yaitu:
. Stomatitis herpes primer,yaitu episode tunggal.
. Stomatitis herpes rekurens, bila pasien sudah mengalami beberapa kali penyakit mirip sebelumnya.
Aftosa/Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
ada 3 tipe SAR, yaitu: minor, mayor, dan herpetiform.
Pemeriksaan fisik
gejala dehidrasi akibat diare berulang. gejala anemia (warna kulit, mukosa konjungtiva) Pemeriksaan perut (distensi, hipertimpani, nyeri tekan)
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan, antara lain: MCV, MCH, dan MCHC, Darah perifer lengkap,
Stomatitis Herpes
Pada pemeriksaan fisik, bisa dilihat :
. Lokasi lesi bisa di bibir (herpes labialis) sisi luar dan dalam, lidah, gingiva, palatum, atau bukal.
. Mukosa sekitar lesi edematosa dan hiperemis.
. Demam
. Pembesaran kelenjar limfe servikal
. gejala penyakit imunodefisiensi yang mendasari
. Lesi berwujud vesikel, berbentuk seperti kubah, berbatas tegas, berukuran 2 – 3 mm, biasanya multipel, dan beberapa lesi bisa bergabung satu sama lain.
Pemeriksaan penunjang
Tidak mutlak dantidak rutin dilakukan.
Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
diagnosa SAR bisa dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis.tenaga medis perlu mempikirkan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang mendasari.
diagnosa Banding
. Manifestasi oral dari penyakit autoimun (pemfigus, SLE, Crohn). Kanker mulut Stomatitis Herpes. Herpes simpleks. Sindrom Behcet
. Hand, foot, and mouth disease. Liken planus
diagnosa stomatitis herpes bisa dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis.
diagnosa banding:
. Hand, foot, and mouth disease. Manifestasi oral dari penyakit autoimun (pemfigus, SLE, Crohn). SAR tipe herpetiform. SAR minor multipel
. Herpes zoster. Sindrom Behcet
Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Pengobatan yang bisa diberikan untuk mengatasi SAR yaitu :
. Kortikosteroid topikal, seperti krim triamcinolone acetonide 0,1% in ora base sebanyak 2 kali sehari sesudah makan dan membersihkan rongga mulut, Larutan kumur chlorhexidine 0,2% untuk membersihkan rongga mulut. pemakaian sebanyak 3 kali sesudah makan, masing-masing selama 1 menit.
Konseling :
Pasien perlu menghindari trauma pada mukosa mulut dan makanan atau zat dalam makanan yang berpotensi memicu SAR, contoh : kripik, susu sapi, gluten, asam benzoat, dan cuka.
ciri-ciri Rujukan
tenaga medis di rumahsakit perlu merujuk ke rumahsakit , bila dilihat :
1. Gejala-gejala ekstraoral yang mungkin terkait penyakit sistemik yang mendasari, seperti: Penurunan berat badan. Rasa lemah . Batuk kronik. Demam. Limfadenopati, Hepatomegali, Splenomegali. Lesi genital, kulit, atau mata. Gangguan gastrointestinal.
2. Gejala dan gejala yang tidak khas, contoh :
. Lesi yang amat parah. Tidak adanya kesembuhan dengan pengobatan kortikosteroid topikal. Onset pada usia dewasa akhir atau lanjut
. Perburukan dari aftosa,
3. Adanya lesi lain pada rongga mulut, seperti:
. Kandidiasis. Glositis. pendarahan , bengkak, atau nekrosis pada gingiva. Leukoplakia. Sarkoma Kaposi,
Stomatitis Herpes
pengobatan yang bisa dilakukan yaitu:
1. Untuk mengurangi rasa nyeri, bisa diberikan analgetik seperti Parasetamol atau Ibuprofen. Larutan kumur chlorhexidine 0,2% juga
memberi efek anestetik sehingga bisa membantu.2. Pilihan antivirus yang bisa diberikan, antara lain:
--. Famcyclovir, diberikan per oral, dengan dosis:
dewasa: 3 kali 250 mg per hari, selama 7 – 10 hari untuk episode tunggal3 kali 500 mg per hari, selama 7 – 10 hari untuk tipe rekurens
anak: Belum ada data mengenai keamanan dan efektifitas pemberiannya pada anak-anak
--. Acyclovir, diberikan per oral, dengan dosis:
dewasa: 5 kali 200 – 400 mg per hari, selama 7 hari anak: 20 mg/kg BeratBadan /hari, dibagi menjadi 5 kali pemberian, selama 7 hari
--. Valacyclovir, diberikan per oral, dengan dosis:
dewasa: 2 kali 1 – 2 g per hari, selama 1 hari
anak: 20 mg/kg BeratBadan /hari, dibagi menjadi 5 kali pemberian, selama 7 hari
tenaga medis perlu memperhatikan fungsi ginjal pasien sebelum memberi obatobat di atas. Dosis perlu disesuaikan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Pada masalah stomatitis herpes akibat penyakit sistemik, harus dilakukan
pengobatan definitif sesuai penyakit yang mendasari.Pencegahan rekurensi pada stomatitis herpes rekurens
Pencegahan rekurensi dimulai dengan mengidentifikasi faktor-faktor pencetus
dan selanjutnya melakukan penghindaran. Faktor-faktor yang biasanya memicu stomatitis herpes rekurens, antara lain trauma dan paparan sinar
matahari.
REFLUKSGASTROESOFAGEAL
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) yaitu mekanisme refluks melalui sfingter esofagus.
Keluhan
Rasa panas dan terbakar di retrosternal atau epigastrik dan bisa menjalar ke leher ditambah muntah, atau muncul rasa asam di mulut. ini terjadi terutama sesudah makan dengan volume besar dan berlemak. Keluhan ini diperberat
dengan posisi berbaring terlentang. Keluhan ini juga bisa muncul oleh sebab makanan berwujud saos tomat, peppermint, coklat, kopi, dan alkohol. Keluhan
sering muncul pada malam hari.
Faktor risiko
beberapa obat di antaranya nitrat, teofilin dan verapamil, pakaian yang ketat, atau pekerja yang sering mengangkat beban berat.Usia > 40 tahun, obesitas, kehamilan, merokok, konsumsi kopi, alkohol, coklat, makan berlemak,
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada gejala khusus untuk GERD. Tindakan untuk pemeriksaan yaitu dengan pengisian kuesioner GERD. Bila hasilnya positif, maka
dilakukan tes dengan pengobatan PPI (Proton Pump Inhibitor).
diagnosa Klinis
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis yang cermat. lalu untuk di perumahsakit , pasien diterapi dengan PPI test, bila memberi tanggapan
positif pada terapi, maka diagnosa definitif GERD bisa disimpulkan. standart baku untuk diagnosa definitif GERD yaitu dengan endoskopi
saluran cerna bagian atas yaitu dilihat nya mucosal break di esophagus namun tindakan ini hanya bisa dilakukan oleh tenaga medis spesialis yang memiliki kompetensi itu .
diagnosa Banding
Angina pektoris, Akhalasia, Dispepsia, Ulkus peptik, Ulkus duodenum, Pankreatitis
Komplikasi
Barret’s esophagus, Adenokarsinoma, Batuk dan asma, Inflamasi faring, laring, Aspirasi paru.
Esofagitis, Ulkus esophagus, pendarahan esofagus, Striktur esophagus,
pengobatan
--Pada kondisi tidak tersedianya PPI, maka pemakaian H2 Blocker 2x/hari: simetidin 400-800 mg atau ranitidin 150 mg atau famotidin 20 mg.
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada fasilitas rumahsakit (rujukan) untuk endoskopi dan bila perlu biopsi
--. Terapi dengan medikamentosa dengan cara memberi Proton Pump Inhibitor (PPI) dosis tinggi selama 7-14 hari.Bila ada kesembuhan gejala
yang menonjol (50-75%) maka diagnosa bisa dilakukan sebagai GERD. PPI dosis tinggi berwujud omeprazol 2x20 mg/hari dan lansoprazol 2x 30 mg/hari.
--sesudah dilakukan diagnosa GERD, obat bisa diteruskan sampai 4 minggu dan boleh ditambah prokinetik seperti domperidon 3x10 mg.
Konseling :
nasihat untuk melakukan rekayasa gaya hidup yaitu dengan mengurangi berat badan, berhenti merokok, tidak mengkonsumsi zat yang mengiritasi lambung seperti kafein, aspirin, dan alkohol. Posisi tidur sebaiknya dengan kepala yang lebih tinggi. Tidur minimal sesudah 2 sampai 4 jam sesudah makanan, makan dengan porsi kecil dan kurangi makanan yang berlemak.
ciri-ciri Rujukan
--. Adanya alarm symptom:
Odinofagia (sakit menelan). Anemia, . Berat badan menurun. Hematemesis melena. Disfagia (sulit menelan).
--. Pengobatan empirik tidak menunjukkan hasil
--. Pengobatan empirik menunjukkan hasil namun kambuh kembali
GASTRITIS
Gastritis yaitu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung sebagai mekanisme proteksi mukosa Bila ada akumulasi
bakteri atau bahan iritan lain. Proses inflamasi bisa bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Keluhan
Pasien datang ke tenaga medis sebab rasa nyeri dan panas seperti terbakar pada perut bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan kembung.
Faktor Risiko
. Sering minum kopi dan teh . Infeksi bakteri atau parasit. pemakaian obat analgetik dan steroid
. Usia lanjut. Alkoholisme. Stress. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu, penyakit autoimun, HIV/AIDS, Chron disease,
. Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis makanan pedas, porsi makan yang besar
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva tampak anemis.
. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat. . Bila terjadi proses inflamasi berat, bisa dilihat pendarahan saluran cerna berwujud hematemesis dan melena.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan pemeriksaan:
Rontgen dengan barium enema.
. Endoskopi. Darah rutin.. Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaan Ureabreath test dan feses.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk diagnosa definitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
diagnosa Banding
Limfoma. Ulkus peptikum. Sarkoidosis. GERD
. Kolesistitis. Kolelitiasis. Chron disease. Kanker lambung. Gastroenteritis.
Komplikasi
. Pendarahan saluran cerna bagian atas
. Ulkus peptikum. Perforasi lambung. Anemia
pengobatan
Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker 2x/hari (Ranitidin 150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800 mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazol 20 mg/kali, Lansoprazol 30 mg/kali), dan Antasida dosis 3 x 500-
1000 mg/hari.
Konseling :
Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu munculnya keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung atau perut
kembung seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol.
ciri-ciri rujukan
ada alarm symptoms, . Bila 5 hari pengobatan belum ada kesembuhan .. Terjadi komplikasi.
Prognosis tergantung pada kondisi pasien saat datang, komplikasi, dan pengobatannya. biasanya prognosis gastritis yaitu bonam, namun bisa terjadi berulang bila pola hidup tidak berubah.
INTOLERANSI MAKANAN
Intoleransi makanan yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat reaksi tubuh pada makanan tertentu. Intoleransi bukan yaitu alergi makanan. Hal
ini terjadi akibat kekurangan enzim yang diperlukan untuk mencerna makanan tertentu. Intoleransi pada laktosa gula susu, penyedap Monosodium Glutamat (MSG), atau pada antihistamin yang dilihat di keju lama,
anggur, bir, dan daging olahan. Gejala intoleransi makanan kadang mirip dengan gejala yang dilihat pada alergi makanan.
keluhan :
Gejala-gejala yang mungkin terjadi yaitu tenggorokan terasa gatal, nyeri perut, perut kembung, diare, mual, muntah, ditambah kram perut.
Faktor predisposisi
Makanan yang sering memicu intoleransi, seperti:
Protein susu sapi. Hasil olahan jagung. MSG,
. Terigu dan gandum lainnya yang mengandung gluten
.Pada pemeriksaan fisik bisa dilihat nyeri tekan perut , bising usus meningkat dan mungkin ada gejala dehidrasi.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
diagnosa Banding
Sindrom Zollinger-Ellison, Gangguan paska gasterektomi, reseksi usus halus atau kolon
Pankreatitis, Penyakit Chrons pada illeum terminalis, Sprue Celiac, Penyakit whipple, Amiloidosis, Defisiensi laktase,
Komplikasi Dehidrasi
pengobatan :
. Pembatasan nutrisi tertentu. Suplemen vitamin dan mineral. Suplemen enzim pencernaan
ditindaklanjuti
sesudah gejala menghilang, makanan yang dicurigai diberikan kembali untuk melihat-lihat reaksi yang terjadi. ini bertujuan untuk memperoleh pemicu intoleransi.
Konseling :
Memberi nasihat ke keluarga untuk ikut membantu dalam hal pembatasan nutrisi tertentu pada pasien dan mengamati keadaaan pasien selama pengobatan.
ciri-ciri Rujukan
Perlu dilakukan konsultasi ke rumahsakit bila keluhan tidak menghilang walaupun tanpa terpapar.
PENDARAHAN GASTROINTESTINAL
Manifestasi pendarahan saluran cerna beragam mulai dengan pendarahan masif yang membahayakan nyawa hingga pendarahan samar yang tidak dirasakan. Hematemesis menunjukkan pendarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal dari ligamentum Treitz. Melenabiasanya akibat pendarahan saluran cerna bagian atas, meskipun demikian pendarahan dari
usus halus atau kolon bagian kanan, juga bisa memicu melena. pendarahan sebab ruptur varises gastroesofagus yaitu pemicu tersering yaitu sekitar 60%, gastritis erosif sekitar 30%,tukak peptik sekitar 15% dan sebab sebab lainnya <5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 29%, kematian pada penderita ruptur
varises bisa mencapai 70% sedang kematian pada pendarahan non varises sekitar 22%.
Keluhan
muntah darah berwarna hitam seperti
bubuk kopi (hematemesis) atau buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal (melena),
gejala lainya sesuai dengan komorbid, seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal .Pada anamnesis yang perlu ditanyakan yaitu riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamujamuan, obat untuk penyakit jantung, obat stroke, riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan adanya pendarahan ditempat lainnya. Riwayat
muntah sebelum munculnya hematemesis mendukung kemungkinan adanya sindrom Mallory Weiss.
Faktor Risiko Konsumsi obat-obat NSAID
Faktor Predisposisi Riwayat sirosis hepatis
Pemeriksaan Fisik
. Penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi)
. Evaluasi jumlah pendarahan .
. Pemeriksaan fisik lainnyayaitu mencari stigmata penyakit hati kronis (ikterus,spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edematungkai), massa perut , nyeri perut , rangsangan peritoneum,
penyakit paru, penyakit jantung, penyakit rematik .
. Rectal toucher
. Dalam prosedur diagnosa ini penting melihat-lihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT). Aspirat berwarna putih keruh menkita kan pendarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah marun menkita kan pendarahan masif
mungkin pendarahan arteri.
Pemeriksaan Penunjang :
X ray thoraks. Laboratorium darah lengkap
. diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
diagnosa Banding
Hemoptisis, Hematokezia
Komplikasi
Gagal ginjal akut, Anemia sebab pendarahan
Syok hipovolemia, Aspirasi pneumonia,
pengobatan
1. Stabilkan hemodinamik.
. Pemasangan IV line . Oksigen sungkup/kanula
. Mencatat intak output, harus dipasang kateter urin. memantau tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai dengan komorbid yang ada.
2. Pemasangan NGT (nasogatric tube)
Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi.
3. Tirah baring
4. Puasa/diet hati/lambung
. Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton (PPI). Sitoprotektor: sukralfat 3-4x1 gram
. Antasida. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis
ditindaklanjuti
Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien bisa mengalami pendarahan ulang. Oleh sebab itu perlu dilakukan asesmen yang
lebih akurat untuk memprediksi pendarahan ulang dan mortalitas.
Konseling :
Keluarga ikut mendukung untuk menjaga diet dan pengobatan pasien.ciri-ciri Rujukan
Bila terjadi anemia berat, pada pasien yang diduga kuat sebab ruptura varises esophagus di rujuk kerumahsakit , . Bila pendarahan tidak berhenti dengan perawatan awal di rumahsakit
Peralatan
Sarung tangan . EKG. Laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati, dan fungsi ginjal.. Kanula satu sungkup oksigen
. Naso Gastric Tube (NGT)
pendarahan saluran cerna bagian bawah biasanya diartikan sebagai pendarahan yang berasal dari usus di sebelah bawah ligamentum Treitz. Hematokezia diartikan darah segar yang keluar melalui anus dan yaitu manifestasi tersering dari pendarahan saluran cerna bagian bawah.pemicu tersering dari saluran cerna bagian bawah antara lain pendarahan
divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik. pendarahan saluran cerna bagian bawah yang kronik dan berulang biasanya berasal dari hemoroid dan neoplasia kolon.
Keluhan
--. Nilai dalam anamnesis apakah bercampur dengan feses (seperti terjadi pada kolitis atau lesi di proksimal rektum) atau terpisah/menetes (terduga hemoroid), pemakaian antikoagulan, atau ada gejala sistemik lainnya seperti demam lama (tifoid, kolitis infeksi), menurunnya berat badan
(kanker), perubahan pola defekasi (kanker), tanpa rasa sakit (hemoroid intema, angiodisplasia), nyeri perut (kolitis infeksi, iskemia mesenterial),
tenesmus ani (fisura, disentri).
--. pasien keluhan darah segar yang keluar melalui anus (hematokezia).
--. biasanya melena menunjukkan pendarahan di saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun melena bisa juga berasal dari
pendarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas.
--. Pasien dengan pendarahan samar saluran cerna kronik biasanya tidak ada gejala atau kadang hanya rasa lelah akibat anemia.
--. Hemoroid dan fisura ani biasanya memicu pendarahan dengan warna merah segar namun tidak bercampur dengan faeces.
--. pendarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri. Tinja biasanya berwarna merah marun, kadang bisa juga menjadi merah.
biasanya terhenti secara spontan dan tidak berulang.
Pemeriksaan Fisik
. Pemeriksaan fisis perut untuk mengukur ada tidaknya rasa nyeri tekan (iskemia mesenterial), rangsang peritoneal (divertikulitis), massa
intraperut (tumor kolon, amuboma, penyakit Crohn).
. Pada colok dubur dilihat darah segar
. Nilai gejala vital, terutama ada tidaknya renjatan atau hipotensi postural
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah perifer lengkap, feses rutin dan tes darah samar.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
diagnosa Banding
Divertikulosis, Angiodisplasia, Tumor
kolonHaemorhoid, Penyakit usus inflamatorik,
Komplikasi
Anemia sebab pendarahan . Syok hipovolemik. Gagal ginjal akut.
pengobatan
Kehilangan darah samar memerlukan suplementasi besi yaitu Ferrosulfat 325 mg tiga kali sehari.
. Stabilkan hemodinamik
memantau tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai dengan komorbid yang ada.. Pemasangan IV line. Oksigen sungkup/kanula. Mencatat intak output, harus dipasang kateter urin,
. Beberapa pendarahan saluran cerna bagian bawah bisa diobati secara medikamentosa. Hemoroid fisura ani dan ulkus rektum soliter bisa diobati dengan bulk-forming agent, sitz baths, dan menghindari mengejan .
ciri-ciri Rujukan
Rujuk kerumahsakit untuk diagnosa definitif bila tidak bisa dilakukan di rumahsakit, pendarahan saluran cerna bagian bawah yang terus menerus
HEMOROID GRADE 1-2
Hemoroid yaitu pelebaran vena-vena didalam pleksus hemoroidalis.
Keluhan
Pengeluaran lendir.. Iritasi diarea kulit perianal.
. Gejala-gejela anemia (seperti : pusing, lemah, pucat), . pendarahan pada waktu defekasi, darah berwarna merah segar. Darah bisa menetes keluar dari anus beberapa saat sesudah defekasi.
. Prolaps suatu massa pada waktu defekasi. Massa ini mula-mula bisa kembali spontan sesudah defekasi, lalu harus dimasukkan
secara manual dan akhirnya tidak bisa dimasukkan lagi.,
Faktor Risiko
Sering mengejan . pemakaian toilet yang berlama-lama (contoh : duduk dalam waktu yang lama di toilet). Penuaan . Lemahnya dinding pembuluh darah. Wanita hamil. Konstipasi . Konsumsi makanan rendah serat. Peningkatan tekanan intraperut . Batuk kronik.
Pemeriksaan Fisik
1. Periksa gejala anemia
2. Pemeriksaan status lokal
a. Inspeksi:
Hemoroid derajat
1, tidak menunjukkan adanya suatu kelainan diregio anal.
Hemoroid derajat
2, tidak ada benjolan mukosa yang keluar
melalui anus, akan namun bagian hemoroid yang tertutup kulit bisa terlihat sebagai pembengkakan.Hemoroid derajat 3 dan 4 yang besar akan segera bisa dikenali dengan adanya massa yang menonjol dari lubang anus yang bagian
luarnya ditutupi kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah.
b. Palpasi:
Hemoroid interna pada stadium awal merupaka pelebaran vena yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak bisa dideteksi dengan palpasi.
sesudah hemoroid berlangsung lama dan sudah prolaps, jaringan ikat mukosa mengalami fibrosis sehingga hemoroid bisa diraba saat jari tangan meraba sekitar rektum bagian bawah.
Pemeriksaan darah rutin, bertujuan untuk mengetahui adanya anemia dan infeksi.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
penggolongan hemoroid, dibagi menjadi :
1. Hemoroid internal, yang berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa
Hemoroid internal dibagi menjadi 4 grade, yaitu :
. Grade 1: hemoroid mencapai lumen anal kanal
. Grade 2: hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak saat pemeriksaan namun bisa masuk kembali secara spontan.
. Grade 3: hemoroid sudah keluar dari anal canal dan hanya bisa masuk kembali secara manual oleh pasien.
. Grade 4: hemoroid selalu keluar dan tidak bisa masuk ke anal kanal meski dimasukkan secara manual
2. Hemoroid eksternal, berasal dari bagian dentate line dan dilapisi oleh epitel mukosa yang sudah terrekayasa dan banyak persarafan serabut
saraf nyeri somatik.
diagnosa Banding
Proktitis , Rektal prolapsKondiloma Akuminata,
Komplikasi Anemia
pengobatan Hemoroid di rumahsakit hanya untuk hemoroid grade 1 dengan terapi konservatif medis dan menghindari obat-obat anti-inflamasi
non-steroid, dan makanan pedas atau berlemak Hal lain yang bisa dilakukan yaitu mengurangi rasa nyeri dan konstipasi pada pasien hemoroid.
Konseling :
Melakukan nasihat kepada pasien sebagai usaha pencegahan hemoroid. Pencegahan hemoroid bisa dilakukan dengan cara:
. Konsumsi serat 25-30 gram perhari. ini bertujuan untuk memicu feses menjadi lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengejan dan tekanan pada vena anus. Segerakan ke kamar mandi saat merasa akan buang air besar, jangan ditahan sebab akan memperkeras feses. Hindari mengejan .
ciri-ciri Rujukan:
Hemoroid interna grade 2, 3, dan 4 dan hemoroid eksterna memerlukan pengobatan di rumahsakit
HEPATITIS A
Hepatitis A yaitu infeksi akut di liver yang dipicu oleh hepatitis A virus (HAV), sebuah virus RNA yang disebarkan melalui rute fekal oral. Lebih dari
85% orang dewasa simtomatik, sedang padaanak <6 tahun 79% asimtomatik. Kurang dari 4% penderita hepatitis A dewasa berkembang
menjadi hepatitis A fulminan.
Keluhan
Lemah, letih, dan lesu.. Mual dan muntah. Warna urine seperti teh. Tinja seperti dempul. Demam. Mata dan kulit kuning. Penurunan nafsu makan. Nyeri otot dan sendi.
Faktor Risiko
memakai alat makan dan minum dari penderita hepatitis.. Sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang tidak terjaga sanitasinya.
Pemeriksaan Fisik
. Febris . Sklera ikterik. Hepatomegali. Warna urin seperti teh,
Pemeriksaan Penunjang
. IgM anti HAV (di rumahsakit )
. Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
. Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah, kadar SGOT dan SGPT ≥ 2x nilai normal tertinggi, dilakukan pada fasilitas
primer yang lebih lengkap.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik,
diagnosa Banding
Sirosis hepatis, Ikterus obstruktif, Hepatitis B dan C akut,
Komplikasi
Ensefalopati hepatikum, Koagulopati, Hepatitis A fulminan,
pengobatan
. mengkonsumsi kalori dan cairan yang kuat
. Tirah baring
. Pengobatan simptomatik
. Demam:Ibuprofen 2x400mg/hari.
. Mual: antiemetik seperti Metoklopramid 3x10 mg/hari atau Domperidon 3x10mg/hari.
. Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau Ranitidin 2x 150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor(Omeprazol 1 x 20
mg/hari).
ditindaklanjuti
checkup secara berkala untuk mengukur hasil pengobatan.
Konseling :
Vaksinasi Hepatitis A diberikan kepada orang-orang yang berisiko tinggi terinfeksi.. Keluarga ikut menjaga mengkonsumsi kalori dancairan yang kuat , dan membatasi aktivitas fisik pasien selama tahap akut,Sanitasi dan kebersihan mampu mencegah penularan virus.
ciri-ciri Rujukan
Penderita Hepatitis A dengan penurunan kesadaran dengan kemungkinan ke arah ensefalopati hepatik,. aktifitas diagnosa dengan pemeriksaan penunjang laboratorium. Penderita Hepatitis A dengan keluhan ikterik yang menetap ditambah keluhan yang lain.
HEPATITIS B
Hepatitis B yaitu virus yang menyerang hati, masuk melalui darah atau cairan tubuh dari se yang terinfeksi. Virus ini tersebar luas di seluruh
dunia dengan angka kejadian yang berbeda-beda.
Infeksi hepatitis B bisa berwujud keadaan yang akut dengan gejala yang berlangsung kurang dari 6 bulan. Bila perjalanan penyakit berlangsung
lebih dari 6 bulan maka dinamakan hepatitis kronik (7%). Hepatitis B kronik bisa berkembang menjadi sirosis hepatis, 18% dari penderita sirosis
hepatis akan berkembang menjadihepatoma. Keluhan
. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap. Pruritus (biasanya ringan dan sementara) bisa muncul saat ikterus meningkat.
saat badan kuning, biasanya diikuti oleh pembesaran hati yang diikuti oleh rasa sakit bila ditekan di bagian perut kanan atas. sesudah
gejala itu akan muncul tahap resolusi.
. biasanya tidak memicu gejala terutama pada anak-anak.
. Gejala muncul Bila se sudah terinfeksi selama 6 minggu, antara lain: gejala flu: batuk, fotofobia, pusing , mialgia.. gangguan gastrointestinal, seperti: malaise, anoreksia, mual dan muntah;
. Gejala prodromal seperti diatas akan menghilang saat muncul kuning, namun keluhan anoreksia, malaise, dan kelemahan bisa menetap.
Faktor Risiko
. Orang yang pernah memperoleh transfusi darah sebelum dilakukan pemilahan pada donor.
. Penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis.
. Anak yang dilahirkan oleh ibu yang menderita hepatitis B.
. memiliki hubungan kelamin yang tidak aman dengan orang yang sudah terinfeksi hepatitis B.
. Memakai jarum suntik secara bergantian terutama kepada penyalahgunaan obat suntik.
. memakai alat-alat yang biasa melukai bersama-sama dengan penderita hepatitis B.
. Orang yang bekerja pada tempat-tempat yang terpapar dengan darah manusia.
Pemeriksaan Fisik
. Pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati
. Splenomegali dan limfadenopati pada 15-20% pasien, Konjungtiva ikterik
Pemeriksaan Penunjang
HBsAg (di rumahsakit )
. Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
. Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah, kadar SGOT dan SGPT ≥ 2x nilai normal tertinggi, dilakukan pada fasilitas primer
yang lebih lengkap.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
diagnosa Banding
Perlemakan hati, penyakit hati oleh sebab obat atau toksin, hepatitis autoimun, hepatitis alkoholik, obstruksi akut traktus biliaris
Komplikasi Hepatoma Sirosis hepar,
pengobatan
. mengkonsumsi kalori dan cairan yang kuat
. Tirah baring
. Pengobatan simptomatik
. Demam:Ibuprofen 2x400mg/hari.
. Mual: antiemetik seperti Metoklopramid 3x10 mg/hari atau Domperidon 3x10mg/hari.
. Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau Ranitidin 2x 150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1 x 20
mg/hari).
ditindaklanjuti
checkup secara berkala untuk mengukur hasil pengobatan.
ciri-ciri Rujukan
Penderita hepatitis B dengan keluhan ikterik yang menetap ditambah keluhan yang lain.
. aktifitas diagnosa dengan pemeriksaan penunjang laboratorium di rumahsakit
Konseling :
. Memberi nasihat pada keluarga untuk ikut mendukung pasien agar teratur minum obat sebab pengobatan jangka panjang.Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan rekayasa pola hidup untuk pencegahan transmisi dan imunisasi. . Pada tahap akut, keluarga ikut menjaga mengkonsumsi kalori dan cairan yang kuat , dan membatasi aktivitas fisik pasien.
.
KOLESISTITIS
Kolesistitis yaitu reaksi inflamasi akut atau kronis dinding kandung empedu. Faktor yang mempengaruhi muncul nya serangan kolesistitis yaitu stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. pemicu utama kolesistitis akut yaitu batu kandung empedu (80%) yang Ada di duktus sistikus yang memicu stasis cairan empedu.
Keluhan
Kolesistitis akut:
--Serangan muncul sesudah konsumsi makanan besar atau makanan berlemak di malam hari.
--. Demam
--. Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan teralihkan ke bawah angulus scapula dexter, bahu kanan atau yang ke sisi kiri, kadang meniru nyeri angina pektoris, berlangsung 30-70 menit tanpa peredaan, berbeda dengan spasme yang cuma berlangsung singkat pada kolik bilier.
--. Flatulens dan mual
Kolesistitis kronik
. Gangguan pencernaan menahun
. Serangan berulang namun tidak menonjol .
. Mual, muntah dan tidak tahan makanan berlemak
. Nyeri perut yang tidak jelas ditambah dengan sendawa.
Faktor Risiko
. Sering mengkonsumsi makanan berlemak
. Adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.
Wanita. Usia >40 tahun
Pemeriksaan Fisik
. Teraba massa kandung empedu
. Nyeri tekan ditambah gejala peritonitis lokal, gejala Murphy positif, Ikterik bila pemicu adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah menunjukkan adanya leukositosis
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
diagnosa Banding.
perforasi, Pankreatitis akut, Angina pektoris, Apendisitis akut, Ulkus peptikum
Komplikasi
Perforasi kandung empedu, Peritonitis umum, Abses hepar, Gangren atau empiema kandung empedu,
pengobatan
. Tirah baring. Puasa. Pemasangan infus
. Pemberian anti nyeri dan anti mual
. Pemberian antibiotik:
--. Golongan penisilin: Ampisilin injeksi 500mg/6jam dan Amoksilin
500mg/8jam IV, atau
--. Sefalosporin: Seftriakson 1 gram/ 12 jam, Sefotidak sim 1 gram/8jam, atau
--. Metronidazol 500mg/8jam
Konseling :
Keluarga diminta untuk mendukung pasien untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan.
ditindaklanjuti
Perlu dilihat ada tidak indikasi untuk dilakukan pembedahan.. Pada pasien yang pernah mengalami serangan kolesistitis akut dan kandung empedunya belum diangkat lalu mengurangi mengkonsumsi lemak
dan menurunkan berat badannya harus dilihat apakah terjadi kolesistitis akut berulang.
ciri-ciri rujukan
Pasien yang sudah terdiagnosa kolesistitis dirujuk ke layanansekunder (spesialis penyakit dalam)sedang bila ada indikasi untuk pembedahan pasien dirujuk pula ke spesialis bedah.
APENDISITIS AKUT
Apendisitis akut yaitu radang yang muncul secara mendadak pada apendik, yaitu salahsatu masalah akut perut yang paling sering ditemui, dan jika tidak ditangani segera bisa memicu perforasi.
pemicu :
Erosi mukosa usus sebab parasit Entamoeba hystolitica dan benda asing lainnya, Obstruksi lumen yaitu faktor pemicu apendisitis akut
Keluhan
Nyeri perut kanan bawah, mula-mula area epigastrium lalu menjalar ke Mc Burney. Apa bila sudah terjadi inflamasi (>6 jam) penderita bisa
menunjukkan letidak nyerisebab bersifat somatik.
gejala
--. Gejala demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50C - 38,50C namun bila suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi.
--. Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang beragam. Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan memicu nyeri di area itu , apendiks retrosekal akan memicu nyeri flank atau
punggung, apendiks pelvikal akan memicu nyeri pada supra pubik dan apendiks retroileal bisa memicu nyeri testikuler, mungkin sebab
iritasi pada arteri spermatika dan ureter.
--. Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi nervus vagus.
--. Anoreksia, nausea dan vomitus yang muncul beberapa jam sesudahnya, yaitu kelanjutan dari rasa nyeri yang muncul saat permulaan.
--. Disuria juga muncul Bila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria.
--. Obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, muncul biasanya pada letidak apendiks pelvikal yang
merangsang area rektum.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.
. Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit
. Kembung bila terjadi perforasi
Palpasi
Adanya defans muscular. Rovsing sign positif
. Psoas signpositif. Obturator Signpositif
ada nyeri tekan McBurney. Adanya rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
Perkusi
Nyeri ketok (+)
Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik sebab peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Colok dubur
Nyeri tekan pada jam 9-12
gejala Peritonitis umum (perforasi) :
. Nyeri seluruh perut . Pekak hati hilang
. Bising usus hilang, Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi dengan
gejala-gejala antaralain :
Menghilangnya bising usus. Nyeri tekan kuadran kanan bawah. Rebound tendernesssign. Rovsingsign. Nyeri tekan seluruh lapangan perut
. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam
. Demam tinggi lebih dari 38,5oC. Lekositosis (AL lebih dari 14.000). Dehidrasi dan asidosis
. Distensi,
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah perifer lengkap
. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka biasanya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.
. Pemeriksaan urinalisa bisa dipakai sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang memicu nyeri perut .
. Pengukuran kadar HCG bila dicurigai kehamilan ektopik pada wanita usia subur,
. Pada apendisitis akut, 80% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat.
. Pada anak ditemuka lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran ke kiri hampir 75%.
2. Foto polos perut
--. Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto perut tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma.
--. Foto polos perut supine pada abses appendik kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD (dekubitus), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendik.
--. Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos perut tidak banyak membantu.
--. Pada peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps.
--. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan memicu kontraksi otot sehingga muncul skoliosis ke kanan.
--. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada area kanan bawah perut kosong dari udara.
--. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain.
diagnosa Klinis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih yaitu dasar diagnosa apendisitis akut.
diagnosa Banding
Batu ureter. Cystitis. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET). Salpingitis akut. Kolesistitis akut. DivertikelMackelli. Enteritis regional. Pankreatitis.
Pasien yang sudah terdiagnosa apendisitis akutharus segera dirujuk untuk dilakukan operasi cito.pengobatan di rumahsakit sebelum dirujuk:
. Bed rest total posisi fowler (anti Trandelenburg)
. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.
. Penderita perlu cairan intravena untuk mengoreksi jika ada dehidrasi.
. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi perut dan mencegah muntah.
Komplikasi
Sepsis. Perforasi apendiks. Peritonitis umum.
ciri-ciri Rujukan
Pasien yang sudah terdiagnosa harus dirujuk ke rumahsakit untuk dilakukan operasi cito.
MALPENYERAPAN MAKANAN
Malpenyerapan yaitu suatu keadaan ada nya gangguan pada proses penyerapan dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi. Pada
biasanya pasien diare sehingga kadang sulit membedakan apakah diare dipicu oleh malpenyerapan atau sebab lain. Selain itu kadang pemicu dari diare itu tumpang tindih antara satu sebab dengan sebab lain termasuk yang dipicu oleh malpenyerapan .Berbagai hal dan keadaan bisa memicu malpenyerapan dan maldigesti pada se. Malpenyerapan dan maldigesti bisa dipicu oleh sebab defisiensi enzim atau adanya gangguan pada mukosa usus tempat penyerapan dan digesti zat itu .
Keluhan
Pasien dengan malpenyerapan biasanya datang dengan keluhan diare kronis, biasanya bentuk feses cair mengingat gangguan pada usus halus tidak ada zat nutrisi yang terpenyerapan sehingga feses tidak berbentuk. Jika masalah
pasien sebab malpenyerapan lemak maka pasien akan mengeluh fesesnya berminyak (steatore).
Anamnesis yang tepat tentang kemungkinan pemicu dan perjalanan penyakit yaitu hal yang penting untuk menentukan apa terjadi malpenyerapan .
Pada pemeriksaan fisik bisa dilihat gejala anemia (sebab defisiensi besi, asam folat, dan B12): konjungtiva anemis, kulit pucat, status gizi kurang. Dicari gejala dan gejala khusus tergantung dari pemicu .
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi: foto polos perut . Darah perifer lengkap: anemia mikrositik hipokrom sebab defisiensi besi
atau anemia makrositik sebab defisiensi asam folat dan vitamin B12.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
diagnosa Banding
. Amiloidosis. Defisiensi laktase. Sindrom Zollinger-Ellison . Gangguan paska gasterektomi, reseksi usus halus atau kolon. Pankreatititis
. Penyakit Chrons pada illeum terminalis
. Sprue Celiac. Penyakit whipple
Komplikasi Dehidrasi
pengobatan
Perlu dilakukan konsultasi ke spesialis penyakit dalam untuk mencari pemicu malpenyerapan lalu dipengobatan sesuai pemicu ..
Pembatasan nutrisi tertentu. Suplemen vitamin dan mineral. Suplemen enzim pencernaan
. pengobatan tergantung dari pemicu malpenyerapan,
. pengobatan farmakologi: Antibiotik diberikan jika malpenyerapan disebakan oleh overgrowth bakteri enterotoksigenik: E. colli, K. Pneumoniae dan Enterrobacter cloacae.
ditindaklanjuti
Perlu dipantau keberhasilan diet atau terapi yang diberikan kepada pasien.
Konseling :
Memberi nasihat ke keluarga untuk ikut membantu dalam hal pembatasan nutrisi tertentu pada pasien dan mengamati keadaaan pasien selama pengobatan.
ciri-ciri Rujukan
Perlu dilakukan konsultasi ke spesialis penyakit dalam untuk mencari pemicu malpenyerapan lalu dipengobatan sesuai pemicu .
DEMAM TIFOID
Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas kebersihan pasien dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di negarakita bersifat endemik dan
yaitu masalah kesehatan masyarakat. angka kematian antara 5% Selain tingkat insiden yang tinggi, demam tifoid terkait dengan berbagai aspek permasalahan lain, contoh : akurasi diagnosa , resistensi antibiotik dan masih rendahnya
cakupan vaksinasi demam tifoid.
Keluhan
--. Gangguan gastrointestinal berwujud konstipasi dan meteorismus atau diare, mual, muntah, nyeri perut dan BAB berdarah
--. Gejala penyerta lain, seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk, anoreksia, insomnia
--. Pada demam tifoid berat, bisa ditemukan penurunan kesadaran atau kejang.
--. Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola intermiten dan kenaikan suhu step-ladder. Demam tinggi bisa terjadi terus menerus hingga minggu kedua.
--. pusing yang sering dirasakan di area frontal
Faktor Risiko
--. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
--. Adanya outbreak demam tifoid di sekitar tempat tinggal sehari-hari.
--. Adanya carrier tifoid di sekitar pasien.
--. Kondisi imunodefisiensi.
--. kebersihan personal yang kurang baik, terutama jarang mencuci tangan.
--. kebersihan makanan dan minuman yang kurang baik, contoh makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi, sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar debu atau sampah atau dihinggapi lalat.
Pemeriksaan Fisik
--. Ikterus
--. Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, tremor lidah, halitosis
--. Pemeriksaan perut : nyeri (terutama regio epigastrik), hepatosplenomegali
--. Delirium pada masalah yang berat
--. bisa dilihat bradikardia relatif, yaitu penurunan frekuensi nadi sebanyak 8 denyut per menit setiap kenaikan suhu 1oC.
--. keadaan biasanya tampak sakit sedang atau sakit berat.
--. Kesadaran: bisa compos mentis atau penurunan kesadaran (mulai dari yang ringan, seperti apatis, somnolen, hingga yang berat contoh delirium atau koma)
--. Demam, suhu > 37,5oC.
Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut
--. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.
--. Nyeri perut dengan gejala akut perut
--. Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berwujud apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien bisa menjadi
somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis (organic brain syndrome).
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah perifer lengkap bedan hitung jenis leukosisbisa menunjukkan: leukopenia / leukositosis / jumlah leukosit normal,
limfositosis relatif, monositosis, trombositopenia (biasanya ringan), anemia.
2. Serologi
a. IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)®
Hanya bisa mendeteksi antibody IgM Salmonella typhi
bisa dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
b. Enzyme Immunoassay test (Typhidot®)
1. bisa mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi
2. bisa dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
c. Tes Widal tidak direkomendasi
Dilakukan sesudah demam berlangsung 7 hari.
Interpretasi hasil positif bila titer aglutinin O minimal 1/320 atau ada kenaikan titer hingga 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang
dengan interval 5 – 7 hari.
Hasil pemeriksaan Widal positif palsu sering terjadi oleh sebab reaksi silang dengan non-typhoidal Salmonella, enterobacteriaceae, area endemis infeksi dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid dan preparat antigen komersial yang beragam dan standart idisasi kurang baik. Oleh sebab itu, pemeriksaan Widal tidak direkomendasi jika hanya dari 1 kali
pemeriksaan serum akut sebab munculnya positif palsu tinggi yang bisa memicu over-diagnosa dan over-treatment.
3. Kultur Salmonella typhi (gold standart )
bisa dilakukan pada spesimen:
--. Urin : Pada minggu kedua atau ketiga sakit
--. Cairan empedu : Pada stadium lanjut penyakit, untuk mendeteksi carriertyphoid
--. Darah : Pada minggu pertama sampai akhir minggu ke-2 sakit, saat demam tinggi
--. Feses : Pada minggu kedua sakit
4. Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi klinis, contoh : SGOT/SGPT, kadar lipase dan amilase,
Suspek demam tifoid
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diperoleh gejala demam, gangguan saluran cerna dan pegejala gangguan kesadaran. diagnosa suspek tifoid hanya dibuat pada rumahsakit .
Demam tifoid klinis
Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid.
diagnosa Banding
Tuberkulosis milier, endokarditis infektif, demam rematik akut, abses dalam, demam yang berkaitan dengan infeksi HIV.Demam berdarah dengue, Malaria, Leptospirosis, infeksi saluran kemih, Hepatitis A, sepsis,
Komplikasi
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara lain perforasi usus, sepsis, ensefalopati, infeksi organ lain.pendarahan
--. Hepatitis tifosa
Kelainan berwujud ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes fungsi hati.
--. Pankreatitis tifosa
ada gejala pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amilase. gejala ini bisa dibantu dengan USG atau CT Scan.
--. Pneumonia
diperoleh gejala pneumonia yang diagnosa nya dibantu dengan foto polos toraks
--. Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang ditambah dengan kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.
--. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi dan gejala-gejala toksemia yang berat. Selain itu, ada gejala gangguan hemodinamik seperti
tekanan darah turun, nadi halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.
--. pendarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
Komplikasi pendarahan digejalai dengan hematoschezia. bisa juga diketahui dengan pemeriksaan feses, Komplikasi ini digejalai dengan gejala akut perut dan peritonitis. Pada foto polos perut 3 posisi dan pemeriksaan klinis bedah diperoleh gas bebas dalam rongga perut.
pengobatan
1. Terapi pendukung bisa dilakukan dengan:
--. Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein,
rendah serat.
--. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
--. checkup dan monitor gejala vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), lalu dicatat dengan baik di rekam medik pasien
--. Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
--. Menjaga kecukupan mengkonsumsi cairan, yang bisa diberikan secara oral maupun parenteral.
2. Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal.
3. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid yaitu Kloramfenikol, Ampisilin atau Amoksisilin (aman
untuk penderita yang sedang hamil), atau Trimetroprim-sulfametoxazole
Kotrimoksazol,
4. Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, bisa diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Seftriakson, Sefiksim, Kuinolon (tidak disarankan untuk anak <18 tahun sebab dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).
ditindaklanjuti
1. Bila pasien dirawat di rumah, tenaga medis atau perawat bisa melakukan kunjungan follow up setiap hari sesudah dimulainya pengobatan .
2. tanggapan klinis pada antibiotik dinilai sesudah pemakaian nya selama 1 minggu.
Indikasi Perawatan di Rumah
1. Persyaratan untuk pasien
--. Keluarga cukup mengerti cara-cara merawat dan gejala bahaya yang akan muncul dari tifoid.
--. Rumah tangga pasien memiliki dan melaksanakan sistem pembuangan eksreta (feses, urin, cairan muntah) yang memenuhi
persyaratan kesehatan.
--. Keluarga pasien mampu menjalani rencana pengobatan dengan baik.
--. gejala ringan, tidak ada gejala komplikasi atau komorbid
yang membahayakan.
--. Kesadaran baik.
--. bisa makan dan minum dengan baik.
2. Persyaratan untuk tenaga kesehatan
--. Adanya 1 tenaga medis dan perawat tetap yang bertanggung jawab penuh pada pengobatan pasien.
--. tenaga medis mengkonfirmasi bahwa penderita tidak memiliki gejala yang berpotensi memicu komplikasi.
--. Semua kegiatan pengobatan (diet, cairan, bed rest, pengobatan) bisa dilakukan secara baik di rumah.
--. tenaga medis dan atau perawat mem-follow up pasien setiap hari.
--. tenaga medis dan atau perawat bisa berkomunikasi secara lancar dengan
keluarga pasien di sepanjang masa pengobatan .
Konseling :
nasihat pasien tentang tata cara:
--. Diet, jumlah cairan yang diperlukan , pentahapan mobilisasi, dan konsumsi
obat sebaiknya diperhatikan atau dilihat langsung oleh tenaga medis , dan keluarga pasien sudah memahami dan mampu melaksanakan.
--. gejala kegawatdaruratan harus diberitahu kepada keluarga supaya bisa segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk perawatan.
--. Pengobatan dan perawatan dan aspek lain dari demam tifoid yang harus diketahui pasien dan keluarganya.
Pendekatan Community Oriented
Melakukan konseling atau nasihat pada masyarakat tentang aspek pencegahan dan pengendalian demam tifoid, melalui:
. Peningkatan kebersihan perorangan
. Pencegahan dengan imunisasi
. kesembuhan sanitasi lingkungan
. Peningkatan kebersihan makanan dan minuman
ciri-ciri Rujukan
. Demam tifoid dengan keadaan yang berat (toxic typhoid).
. Tifoid dengan komplikasi.
. Tifoid dengan komorbid yang berat.
. sudah memperoleh terapi selama 5 hari namun belum tampak kesembuhan .
Peralatan
Poliklinik set dan peralatan laboratorium untuk melakukan pemeriksaan darah
rutin dan serologi.
GASTROENTERITIS (KOLERA DAN GIARDIASIS)
Gastroenteritis (GE) yaitu peradangan mukosa lambung dan usus halus yang digejalai dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Bila diare > 30 hari dinamakan kronis. WHO (World Health Organization)
mendefinisikan diare akut sebagai diare yang biasanya berlangsung selama 3 – 7 hari namun bisa pula berlangsung sampai 14 hari. Diare persisten yaitu episode diare yang diperkirakan pemicu yaitu infeksi dan mulainya sebagai diare akut namun berakhir lebih dari 14 hari, dan kondisi ini memicu malnutrisi dan berisiko tinggi memicu kematian Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak sebab daya tahan tubuh
yang belum optimal. Diare yaitu salah satu pemicu angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak di bawah umur lima tahun di seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per tahun. pemicu gastroenteritis antara lain infeksi, malpenyerapan , keracunan atau alergi makanan dan psikologis penderita. Infeksi yang memicu GE akibat Entamoeba histolytica dinamakan disentri,
bila dipicu oleh Giardia lamblia dinamakan giardiasis, sedang bila dipicu oleh Vibrio cholera dinamakan kolera.
Keluhan
Pasien datang ke tenaga medis sebab buang air besar (BAB) lembek atau cair, bisa bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam. bisa ditambah rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau kembung), mual
dan muntah dan tenesmus.Setiap kali diare, BAB bisa menghasilkan volume yang besar (asal dari usus kecil) atau volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila diare ditambah demam maka diduga erat terjadi infeksi. Bila munculnya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang
kurang kebersihan nya, GE bisa dipicu oleh infeksi. Riwayat bepergian ke area dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa (terutama pada bayi), konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet cola, toksin (arsenik, organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin (preparat pengantian tiroid), misoprostol, mesalamin, antikolinesterase obat-obat
diet perlu diketahui.atau makan obat-obatan seperti laksatif, magnesium hidroklorida, magnesium sitrat, obat jantung quinidine, obat gout (kolkisin), diuretika (furosemid, tiazid),
Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid perlu diidentifikasi.
Pada pasien anak ditanyakan secara jelas gejala diare:
--. Mencari faktor-faktor risiko pemicu diare
--. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh.
--. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak yaitu risiko untukdiare infeksi.
--. Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung, kapan diare muncul (saat neonatus, bayi, atau anak-anak) untuk mengetahui, apakah
termasuk diare kongenital atau dibisa , frekuensi BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya darah dalam tinja
Faktor Risiko
Riwayat intoleransi laktosa, riwayat alergi obat.
. Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.
. kebersihan pasien dan sanitasi lingkungan yang kurang.
Pemeriksaan Fisik
--. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila ada hipokalemia.
--. Pemeriksaan ekstremitas perlu sebab perfusi dan capillary refill bisa menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
--. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan dan tekanan darah.
--. Pernapasan yang cepat indikasi adanya asidosis metabolik.
--. Mencari gejala utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit perut dan gejala tambahan lainnya: ubun-ubun besar
cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
--. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi bisa ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan memakai ciri-ciri . Pada anak memakai
ciri-ciri WHO 1995
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis (BAB cair lebih dari 3 kali sehari) dan pemeriksaan fisik (dilihat gejala hipovolemik dan pemeriksaan konsistensi BAB). Untuk diagnosa defenitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
diagnosa Banding
Demam tifoid, Kriptosporidia (pada penderita HIV), Kolitis pseudomembran
Komplikasi: Syok hipovolemik
pengobatan pada Pasien Dewasa
biasanya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang diperlukan
evaluasi lebih lanjut.
Terapi bisa diberikan dengan
1. memberi cairan dan diet kuat
--. Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau kafein, sebab bisa meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
--. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak mengandung gas, dan mudah dicerna.
--. Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang kuat untuk rehidrasi.
--. Hindari susu sapi sebab ada defisiensi laktase transien.
2. Pasien diare yang belum dehidrasi bisa diberikan obat antidiare untuk mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi definitif.
Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea, dan imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan antibiotik atau
antiparasit, atau antijamur tergantung pemicu .
Obat antidiare, antara lain:
--. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunokompromais, seperti HIV, sebab bisa meningkatkan risiko munculnya bismuth encephalopathy.
--. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari atau smectite 3x1
sachet diberikan tiap BAB encer sampai diare stop. --. Turunan opioid: Loperamid, Difenoksilat atropin, Tinktur opium.
--. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang ditambah demam, dan pemakaian nya harus dihentikan Bila diare
semakin berat walaupun diberikan terapi.
--. Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase: Racecadotril 3x1
Antimikroba, antara lain:
. Bila diare diduga dipicu oleh Giardia, Metronidazol bisa dipakai dengan dosis 3x500 mg/ hari selama 7 hari.
Golongan kuinolonyaitu Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 5-7 hari, atau
Trimetroprim/Sulfametoksazol 160/800 2x 1 tablet/hari.
Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan dengan etiologi.
Bila terjadi dehidrasi, sesudah ditentukan derajat dehidrasinya, pasien ditangani dengan langkah antaralain :
1. Menentukan jenis cairan yang akan dipakai
Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 gr Natrium bikarbonat
dan 1,5 KCl setiap liter. Cairan ini diberikan secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan lain yaitu cairan ringer laktat dan NaCl 0,9% yang
diberikan secara intravena.
2. Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan
teori dalam menentukan jumlah cairaninisial yang diperlukan yaitu : BJ plasma dengan rumus:
Defisit cairan : BJ plasma – 1,025 X Berat badan X 4 ml
0,001
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X kg BeratBadan X 1 liter 15
3. Menentukan jadwal pemberian cairan:
--. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung
dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
--. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian diberikan berdasar kehilangan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 bisa diganti cairan per oral.
--. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasar kehilangan cairan melalui tinja dan insensible water loss. Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut Bila
dilihat :
--. Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable
--. munculnya outbreak pada komunitas
--. Pada pasien yang immunokompromais.
--. Diare memburuk atau menetap sesudah 7 hari, feses harus dianalisa lebih lanjut
--. Pasien dengan gejala toksik (dehidrasi, disentri, demam ≥ 38,5 oC,
nyeri perut yang berat pada pasien usia di atas 50 tahun
--. Pasien usia lanjut
--. Muntah yang persisten
Konseling :
Pada kondisi yang ringan, diberikan nasihat kepada keluarga untuk membantu mengkonsumsi cairan. nasihat juga diberikan untuk mencegah munculnya GE dan mencegah penularannya.
ciri-ciri Rujukan
. Pasien tidak bisa minum oralit
gejala dehidrasi berat
. Terjadi penurunan kesadaran
. Nyeri perut yang menonjol
. Tidak ada infus set dan cairan infus di fasilitas pelayanan
pengobatan pada Pasien Anak
Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi
a. Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun: ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret (50–100 ml)
Umur 1 – 4 tahun: ½-1 gelas setiap kali anak mencret (100–200 ml)
Umur diatas 5 Tahun: 1–1½ gelas setiap kali anak mencret (200–
300 ml)
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg BeratBadan dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
c. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak bisa minum harus segera dirujuk ke rumahsakit untuk diinfus
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol
tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar bisa minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit lalu mulai
lagi perlahan-lahan contoh 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, dan menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya. berdasar bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc
segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air
matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
Pemberian makanan selama diare untuk memberi gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh dan mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus
lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang
sudah memperoleh makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. sesudah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan beratbadan
4. Antibiotik Selektif
Antibiotika tidak boleh dipakai secara rutin sebab kecilnya kejadian diare pada balita yang dipicu oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar sebab Shigellosis) dan suspek kolera
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare sebab terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak
disarankan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi atau meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
memicu efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa dipakai bila terbukti diare dipicu oleh parasit
(amuba, giardia).
5. Nasihat kepada pengasuh
Ibu atau pengasuh yang berkaitan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:
. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas medis Cara memberi cairan dan obat di rumah bila :
Diare lebih sering Muntah berulang
haus Makan/minum sedikit muncul demam
Tinja berdarah Tidak membaik dalam 3 hari.
Konseling :
. memakai jamban. Membuang tinja bayi dengan benar. Pemberian imunisasi campak
. Pemberian ASI. Pemberian makanan pendamping ASI. memakai air bersih yang cukup
. Mencuci tangan
ciri-ciri Rujukan
. Anak dengan diare persisten
. Anak dengan syok hipovolemik
. Anak diare dengan dehidrasi berat dan tidak ada fasilitas rawat inap dan pemasangan intravena.
. Jika rehidrasi tidak bisa dilakukan atau tercapai dalam 3 jam pertama perawatan .
DISENTRI BASILER DAN DISENTRI AMUBA
Disentri yaitu tipe diare yang berbahaya dan sering memicu kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini bisa dipicu oleh bakteri disentri basiler bernama shigellosis dan amoeba (disentri amoeba).
Keluhan
Muntah-muntah. pusing . Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus menerus bercampur lendir dan darah
.. jika kronis biasanya dipicu oleh S. dysentriae dengan gejalanya muncul mendadak dan berat, dan bisa meninggal bila tidak cepat ditolong.
Faktor Risiko
kebersihan pasien dan sanitasi lingkungan
Pada pemeriksaan fisik bisa dilihat :
ada gejala dehidrasi. Tenesmus,
. Febris. Nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri,
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja secara langsung pada kuman pemicu,
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
diagnosa Banding
. Infeksi Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
. Infeksi Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC), Infeksi Eschericiae coli
Komplikasi
. Hipoglikemia berat,
. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rektal, peritonitis, perforasi,
. Haemolytic uremic syndrome (HUS),
. Hiponatremia berat,
pengobatan
. Bila rehidrasi oral tidak mencukupi bisa diberikan cairan melalui infus
. Diet, diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5 kali/hari, lalu diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
. Mencegah munculnya dehidrasi
. Tirah baring
. Dehidrasi ringan sampai sedang bisa dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral
Farmakologis:
--. Di negara-negara berkembang di mana ada kuman S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten pada obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotik yang disarankan dalam pengobatan stadium karier disentribasiler.
--. Untuk disentri amuba diberikan antibiotik Metronidazol 500mg 3x sehari selama 3-5 hari
ditindaklanjuti Pasien perlu dilihat perkembangan penyakitnya sebab memerlukan waktu
penyembuhan yang lama berdasar berat ringannya penyakit.
--. Menurut pedoman WHO, bila sudah terdiagnosa shigelosis pasien diobati dengan antibiotik. Jika sesudah 2 hari pengobatan menunjukkan kesembuhan , terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada kesembuhan ,
antibiotik diganti dengan jenis yang lain.
--. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal Fluorokuinolon seperti Siprofloksasin atau makrolid Azithromisin ternyata berhasil baik
untuk pengobatan disentri basiler. Dosis Siprofloksasin yang dipakai yaitu 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedang Azithromisin
diberikan 1 gram dosis tunggal dan Sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian Siprofloksasin yaitu kontraindikasi pada anak-anak dan wanita hamil.
Konseling :
--. Keluarga ikut menjaga diet pasien diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5 kali/hari, lalu diberikan makanan ringan
biasa bila ada kemajuan.
--. Penularan disentri amuba dan basiler bisa dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan
dengan sabun, suplai air yang tidakterkontaminasi dan pemakaian jamban yang bersih.
--. Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan
sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, pemakaian jamban yang bersih.
ciri-ciri Rujukan
Pada pasien dengan masalah berat perlu dirawat intensif dankonsultasi ke rumahsakit (spesialis penyakit dalam).
PERITONITIS
Peritonitis yaitu inflamasi dari peritoneum. Peritonitis dipicu oleh kelainan di dalam perut berwujud inflamasi dan penyulitnya contoh
perforasi apendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus perut obstruktif dan pendarahan oleh sebab perforasi organ berongga sebab
trauma perut .
Keluhan
--. Mual dan muntah muncul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat iritasiperitoneum.
--. Kesulitan bernafas dipicu oleh adanya cairan dalam perut , yang bisa mendorong diafragma.
--Nyeri hebat pada perut yang dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, bisa hanya di satu tempat atau tersebar di seluruh perut . Intensitas nyeri semakin kuat saat penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, mengejan.
--. Bila sudah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi tidak ikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.
Pemeriksaan Fisik
. Bising usus menurun atau menghilang
. Rigiditas perut atau sering dinamakan perut papan,
. Pada colok dubur akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus muskulus sfingter ani menurun dan ampula rekti berisi udara.
. Hipertimpani pada perkusi perut . Pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Pasien tampak letargik dan kesakitan. bisa dilihat demam. Distensi perut ditambah nyeri tekan dan nyeri lepas perut . Defans muskular
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan di rumahsakit untuk menghindari
keterlambatan dalam melakukan rujukan.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dari gejala gejala khas yang dilihat pada pasien.
Komplikasi
Syok. Septikemia
pengobatan
Pasien segera dirujuk sesudah aktifitas diagnosa dan pengobatan awal antaralain:
. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena
. Pemberian antibiotik spektrum luas intravena.
. Tindakan-tindakan menghilangkan nyeri dihindari untuk tidak menyamarkan gejala
. Memperbaiki keadaan pasien
. Pasien puasa
. Dekompresi saluran cerna dengan pipa nasogastrik atau intestinal
ciri-ciri Rujukan
Rujuk ke rumahsakit yang memiliki tenaga medis spesialis bedah.
Peralatan Nasogastric Tube
PAROTITIS
Parotitis yaitu peradangan pada kelenjar parotis. Parotitis bisa dipicu oleh infeksi virus, infeksi bakteri, atau kelainan autoimun, dengan derajat
kelainan yang beragam dari ringan hingga berat. Salah satu infeksi virus pada kelenjar parotis, yaitu parotitis mumps (gondongan) sering ditemui pada rumahsakit , ini berpotensi memicu epidemi, rumahsakit bisa berperan menanggulangi parotitis mumpsdengan melakukan diagnosa dan pengobatan yang kuat
Keluhan
1. Parotitis mumps
. Rasa nyeri pada area yang bengkak
. Onset akut, biasanya < 7 hari. Gejala konstitusional: malaise, anoreksia, demam
. Biasanya bilateral, namun bisa pula unilateral
. Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang bawah. Bengkak berlangsung tiba-tiba
2. Parotitis bakterial akuta.
Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang bawah, . Demam. Rasa nyeri saat mengunyah. Bengkak berlangsung progresif
. Onset akut, biasanya < 7 hari,
3. Parotitis HIV
. Tidak ditambah rasa nyeri. bisa pula bersifat asimtomatik, . Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang bawah,
4. Parotitis tuberkulosis
. Onset kronik, . Tidak ditambah rasa nyeri,
. ditambah gejala-gejala tuberkulosis lainnya,
. Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang bawah,
5. Parotitis autoimun (Sjogren syndrome)
. Tidak ditambah rasa nyeri. bisa unilateral atau bilateral. Gejala-gejala Sjogren syndrome, contoh mulut kering, mata kering. pemicu parotitis lain sudah disingkirkan, . Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang bawah. Onset kronik atau rekurens
Faktor Risiko
. Pada masalah parotitis mumps, ada riwayat adanya penderita yang sama sebelumnya di sekitar pasien. Kondisi imunodefisiensi
. Anak berusia 2–12 tahun yaitu kelompok tersering menderita parotitis mumps. Belum diimunisasi MMR
Pemeriksaan Fisik
. keadaan bisa beragam dari tampak sakit ringan hingga berat
. Suhu meningkat pada masalah parotitis infeksi
. Pada area preaurikuler (lokasi kelenjar parotis), ada : . Nyeri tekan (tidak ada pada masalah parotitis HIV, tuberkulosis, dan autoimun)
. Edema. Eritema,
. Pada masalah parotitis bakterial akut, bila dilakukan masase kelanjar parotis dari arah posterior ke anterior, nampak saliva purulen keluar dari duktur parotis.
Pemeriksaan Penunjang
Pada kebanyakan masalah parotitis, pemeriksaan penunjang biasanya tidak diperlukan. Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan untuk menentukan etiologi pada masalah parotitis bakterial atau parotitis akibat penyakit sistemik
tertentu, contoh HIV, Sjogren syndrome, tuberkulosis.
diagnosa parotitis dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Komplikasi
. Kerusakan permanen kelenjar parotis yang memicu gangguan fungsi sekresi saliva dan selanjutnya meningkatkan risiko munculnya infeksi dan karies gigi.
. Parotitis autoimun berkaitan dengan peningkatan insiden limfoma.
ketulian, Miokarditis, Tiroiditis, Pankreatitis, Ensefalitis, NeuritisParotitis mumps bisa memicu komplikasi berwujud : Epididimitis, Orkitis, atau atrofi testis (pada laki-laki), Oovaritis (pada wanita ),
pengobatan
1. Parotitis mumps
a. Nonmedikamentosa
mengkonsumsi nutrisi yang bergizi
Pasien perlu cukup beristirahat
Hidrasi yang cukup
b. Medikamentosa
Pengobatan bersifat simtomatik (antipiretik, analgetik)
2. Parotitis bakterial akut
a. Nonmedikamentosa
mengkonsumsi nutrisi yang bergizi
Pasien perlu cukup beristirahat
Hidrasi yang cukup
b. Medikamentosa Antibiotik
Simtomatik (antipiretik, analgetik)
3. Parotitis akibat penyakit sistemik (HIV, tuberkulosis, Sjogren syndrome)
Tidak dijelaskan dalam bagian ini.
ciri-ciri Rujukan
Parotitis akibat kelainan sistemik, seperti HIV, tuberkulosis, dan Sjogren syndrome.Parotitis dengan komplikasi
ASKARIASIS (INFEKSI CACING GELANG)
Askariasis yaitu penyakit yang dipicu oleh infestasi parasit Ascaris lumbricoides.
Keluhan
pucat, berat badan menurun, mual, muntah.
Nafsu makan menurun, perut membuncit, lemah,
Gejala yang muncul pada penderita bisa dipicu oleh cacing dewasa dan migrasi larva.
Gangguan sebab larva biasanya terjadi saat larva berada diparu. Pada orang yang rentan, terjadi pendarahan kecil pada dinding alveolus dan muncul gangguan pada paru yang ditambah dengan batuk, demam, eosinofilia.
Pada foto thoraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini dinamakan sindrom Loeffler. Gangguan yang dipicu cacing dewasa biasanya ringan, dan
tergantung dari banyaknya cacing yang menyerang di usus. kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare, konstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak bisa terjadi malabsorpsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. gejala yang paling menonjol yaitu rasa tidak enak di perut, kolik akut pada area epigastrium, gangguan selera makan, mencret. Ini terjadi saat proses peradangan pada
dinding usus. Pada anak kejadian ini bisa diikuti demam. Komplikasi yang berbahaya yaitu bila cacing dewasa menjalar ketempat lain
(migrasi) dan memicu gejala akut. Pada keadaan infeksi yang berat, paling berbahaya bila terjadi muntah cacing, yang akan bisa memicu
komplikasi penyumbatan saluran nafas oleh cacing dewasa. Pada keadaan lain bisa terjadi ileus oleh sebab sumbatan pada usus oleh massa cacing, atau apendisitis sebagai akibat masuknya cacing ke dalam lumen apendiks. terdapat penyumbatan ampulla Vateri atau saluran empedu dan kadang masuk ke jaringan hati.
Gejala lain yaitu saat masa inkubasi dan saat cacing menjadi dewasa di dalam usus halus, yang mana hasil metabolisme cacing bisa
memicu fenomena sensitisasi seperti urtikaria, asma bronkhial, konjungtivitis akut, fotofobia dan kadang hematuria. Eosinofilia 10% atau
lebih sering pada infeksi dengan Ascaris lumbricoides, namun ini tidak menjelaskan beratnya penyakit, namun lebih banyak menjelaskan proses sensitisasi dan eosinofilia ini tidak patognomonis untuk infeksi Ascaris
lumbricoides. Faktor Risiko
. Kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.
. Kebiasaan tidak menutup makanan sehingga dihinggapi lalat yang membawa telur cacing
. Kebiasaan tidak mencuci tangan.
. Kurangnya pemakaian jamban.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan generalis tubuh: konjungtiva anemis, ada gejala malnutrisi, nyeri perut jika terjadi obstruksi.Pemeriksaan gejala vital
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit ini yaitu dengan melakukan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan
diagnosa Askariasis.
aktifitas diagnosa dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dilihat nya larva atau cacing dalam tinja.diagnosa Banding: jenis kecacingan lainnya
Komplikasi: anemia defisiensi besi
pengobatan
Farmakologis
--. Pirantel pamoat 10 mg/kg BeratBadan /hari, dosis tunggal, atau
--. Mebendazol, dosis 100 mg, dua kali sehari, diberikan selama tiga hari
berturut-turut, atau
-- Albendazol, pada anak di atas 2 tahun bisa diberikan 2 tablet (400 mg) atau 20ml suspensi, dosis tunggal. Tidak boleh diberikan pada ibu
hamil .
ANKILOSTOMIASIS (INFEKSI CACING TAMBANG)
Penyakit cacing tambang yaitu suatu penyakit yang dipicu oleh infestasi parasit Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Di
negarakita infeksi oleh N. americanus lebih sering ditemukan dibandingkan infeksi oleh A.duodenale. Hospes parasit ini yaitu manusia, cacing ini
memicu nekatoriasis dan ankilostomiasis. Keluhan
Migrasi larva
-- saat menembus kulit, bakteri piogenik bisa terikut masuk saat larva menembus kulit, memicu rasa gatal pada kulit,
Creeping eruption biasanya dipicu larva
cacing tambang yang berasal dari hewan seperti kucing atau anjing, namun kadang bisa dipicu oleh larva Ancylostoma duodenale atau Necator americanus,
-- saat larva melewati paru, bisa terjadi pneumonitis, namun tidak sesering oleh larva Ascaris lumbricoides.
Cacing dewasa biasanya hidup di sepertiga bagian atas usus halus dan melekat pada mukosa usus. gejala yang sering terjadi tergantung pada
berat ringannya infeksi; makin berat infeksi manifestasi klinis yang terjadi
semakin menonjol seperti
Pada anak, ditemukan adanya korelasi positif antara infeksi sedang dan berat dengan tingkat kecerdasan anak. Bila penyakit berlangsung kronis, akan muncul gejala anemia, hipoalbuminemia dan edema. Hemoglobin kurang dari 5 g/dL dihubungkan dengan gagal jantung dan kematian yang tiba-tiba.
. Gangguan gastro-intestinal yaitu anoreksia, mual, muntah, diare, penurunan berat badan, nyeri pada area sekitar duodenum, jejunum, ileum.
. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan anemia hipokromik mikrositik.
Patogenesis anemia pada infeksi cacing tambang tergantung pada 3 faktor yaitu:
. Intensitas dan lamanya infeksi
. Kandungan besi dalam makanan
. Status cadangan besi dalam tubuh pasien
Faktor Risiko
. Tidak memakai alas kaki saat bersentuhan dengan tanah
. Perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang.
. Kurangnya pemakaian jamban keluarga
. Kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk
Gejala dan gejala infestasi cacing tambang bergantung pada jenis
spesies cacing, jumlah cacing, dan keadaan gizi penderita.
Pemeriksaan Fisik
Perubahan pada kulit, Perubahan pada kulit (telapak kaki) bila banyak larva yang menembus kulit, dinamakan ground itch.Konjungtiva pucat
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopik pada tinja segar dilihat telur atau larva atau cacing dewasa.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
penggolongan :
Ankilostomiasis, Nekatoriasis
Komplikasi: anemia, jika memicu pendarahan .
pengobatan
1. Memberi pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:
. memakai alas kaki, terutama saat berkontak dengan tanah.. Masing-masing keluarga memiliki jamban, Tidak memakai tinja sebagai pupuk
2. Farmakologis
Mebendazole 100 mg, 2x sehari, selama 3 hari berturut-turut, atau Pemberian Pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kg BeratBadan , atau
. Albendazole untuk anak di atas 2 tahun 400 mg, dosis tunggal, sedang pada anak yang lebih kecil diberikan dengan dosis separuhnya. Tidak diberikan pada wanita hamil. Creeping eruption:
tiabendazol topikal selama 1 minggu. Untuk cutaneous laeva migrans pengobatan dengan Albendazol 400 mg selama 5 hari berturut-turut.
. Sulfasferosus
SKISTOSOMIASIS
Skistosoma yaitu penyakit infeksi parasit yang dipicu oleh cacing trematoda dari genus schistosoma, ada 3 spesies cacing trematoda yang menjadi pemicu skistosomiasis yaitu
Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma haematobium, Spesies yang kurang terkenal yaitu Schistosoma mekongi dan
Schistosoma intercalatum. Di negarakita spesies yang paling terkenal yaitu Schistosoma japonicum khususnya di area lembah Napu dan sekitar danau Lindu di Sulawesi Tengah. Untuk menyerang manusia, Schistosoma
memerlukan keong sebagai intermediate host. Penularan Schistosoma terjadi melalui serkaria yang berkembang dari host dan menembus kulit pasien dalam air. Skistosomiasis terjadi sebab reaksi imunologis pada telur cacing yang
terperangkap dalam jaringan. Prevalensi Schistosomiasis di lembah Napu dan
danau Lindu rata-rata hanya 18%
Keluhan
1. Pada tahap akut, pasien dengan keluhan demam, nyeri kepala, bronkitis, nyeri perutnyeri tungkai, urtikaria, Biasanya ada riwayat terpapar dengan air contoh danau atau sungai 4-8
minggu sebelumnya, yang lalu berkembang menjadi ruam kemerahan,
2. Pada tahap kronis, keluhan pasien tergantung pada letidak lesi contoh :
--. Pembesaran perut, kuning pada kulit dan mata dipicu oleh hepatosplenic skistosomiasis yang dipicu oleh S. Japonicum.
--. Buang air kecil darah (hematuria), rasa tidak nyaman hingga nyeri saat berkemih, dipicu oleh urinary schistosomiasis dipicu oleh S. hematobium.
--. Nyeri perut dan diare berdarah dipicu oleh intestinal skistosomiasis, dipicu oleh S. mansoni, S. Japonicum dan S. Mekongi.
Faktor Risiko:
Orang-orang yang tinggal atau datang berkunjung ke area endemik kebiasaan terpajan dengan air, baik di sawah maupun danau di area itu,
Pemeriksaan Fisik
1. Pada skistosomiasis akut bisa dilihat :
Buang air besar berdarah, Gatal pada kulit. Demam. Urtikaria. Limfadenopati. Hepatosplenomegaly.
2. Pada skistosomiasiskronik bisa dilihat :
. Gagal jantung dengan gagal jantung kanan
. Intestinal polyposis. Ikterus. Hipertensi portal dengan distensi perut , hepatosplenomegaly
. Gagal ginjal dengan anemia dan hipertensi
Pemeriksaan Penunjang
Penemuan telur cacing pada spesimen tinja dan pada sedimen urin.
diagnosa Klinis
diagnosa dilakukan dari anamnesis, pemeriksaan fisis dan juga penemuan telur cacing pada pemeriksaan tinja dan juga sedimen urin.
Komplikasi:
Gagal jantung, Gagal ginjal
pengobatan
. Prazikuantel yaitu obat pilihan yang diberikan sebab bisa mengusir semua spesies Schistosoma. Walaupun pemberian single terapi sudah bersifat kuratif, namun pengulangan sesudah 2 sampai 4 minggu bisa meningkatkan efektifitas pengobatan. Pemberian prazikuantel dengan dosis antaralain :
. sesudah 4 minggu bisa dilakukan pengulangan pengobatan.. Pada pasien dengan telur cacing positif bisa dilakukan pemeriksaan ulang sesudah satu bulan untuk memantau keberhasilan pengobatan.Pengobatan diberikan dengan tujuan yaitu untuk menyembuhkan pasien atau mengurangi morbiditas penyebaran penyakit.
Konseling :
Minum air yang sudah dimasak untuk menghindari penularan lewat air yang terkontaminasi.Hindari berenang atau menyelam di danau atau sungai di area endemik skistosomiasis.
ciri-ciri Rujukan
Pasien yang didiagnosa dengan skistosomiasis (kronis) ditambah komplikasi.