PERAN ENZIM P38 MITOGEN-ACTIVATED PROTEIN KINASE (MAPK)
TERHADAP PENINGKATAN KADAR ANGIOTENSINOGEN
Mekanisme yang menerangkan hubungan langsung kegemukan abdominal dengan penyakit kardiovaskuler masih belum ada ,namun penyebaran jaringan adiposa pada kegemukan abdominal berimplikasi pada resiko munculnya tekanan darahtinggi, kegemukan salah satu faktor pemicu munculnya penyakit kardiovaskuler, tekanan darahtinggi, kenaikan berat badan 10 kilogram memicu tekanan darah diastolik 2,3 mmHg dan tekanan darah sistolik 3,0 mmHg ,
Jaringan adiposa intraabdominal diduga lebih aktif dalam menghasilkan berbagai molekul yang berperan dalam metabolisme dibandingkan jaringan adiposa di bagian lain dalam tubuh,
mekanisme yang menerangkan terjadinya tekanan darahtinggi pada kegemukan, yaitu melalui aktifasi sistem renin angiotensin (RAS), Penelitian pada tikus transgenik yang meng-overekspresi angiotensinogen hanya di jaringan adiposa.menampakkan peningkatan angiotensinogen plasma dan terjadi peningkatan tekanan darah.Penelitian pada tikus yang diberi lemak diet untuk menginduksi terjadinya kegemukan memperlihatkan terjadinya peningkatan tekanan darah yang dipicu oleh peningkatan aktifasi RAS,Hiperglikemia adalah salah satu faktor yang memodulasi ekspresi gen angiotensinogen di jaringan adiposa.
Angiotensinogen adalah prekursor untuk membentuk angiotensin II,
yang adalah efektor utama yang memediasi terjadinya tekanan darahtinggi.
ini menampakkan adanya peran angiotensinogen dari jaringan adiposa dalam
regulasi tekanan darah.Adiposit menghasilkan angiotensinogen dan beberapa
komponen lainnya yang berperan dalam RAS, selain hati sebagai organ primer penghasil angiotensinogen, Namun bagaimana mekanisme yang menjelaskan .peningkatan angiotensinogen pada adiposit akibat kondisi glukosa tinggi ,masih belum diketahui,
pada kultur sel tubular ginjal memperlihatkan bahwa peningkatan ekspresi
angiotensinogen akibat pajanan glukosa tinggi melibatkan aktifitas enzim p38 mitogen activated protein kinase (p38 MAPK), Jalur aktifasi p38 MAPK terutama melalui apoptosis signal-regulating kinase (ASK1), adalah sensor stress oksidatif yang diaktifkan oleh reactive oxygen species (ROS),
apakah peningkatan angiotensinogen .di adiposit akibat pajanan glukosa tinggi juga melibatkan aktifitas enzim p38 MAPK,masih belum diketahui,
Kultur Adiposit
Kultur adiposit berasal dari hasil isolasi preadiposit dari jaringan adiposa viseral tikus Rattus norvegicus galur Wistar jantan berusia 3 minggu, Jaringan serat (fibrosa) dan pembuluh darah terlebih dahulu dibuang, kemudian jaringan adiposa dicuci dengan 10 mL larutan phosphate buffer saline (PBS), kemudian dihaluskan ,Suspensi jaringan itu diinkubasi dengan 0,2% Collagenase jenis I
selama 45 menit, suhu 37 ° C dengan pengocokan, Inkubasi dihentikan dengan
menambahkan media perbenihan Dulbecco's modified eagle medium (DMEM) yang ditambahkan dengan 10% fetal bovine serum (FBS),33 µmol/L biotin, 17 µmol/L D-pantothenate , 15 mmol/L 4-(2- hydroxyethyl)-1 piperazineethanesulfonic acid buffer solution (HEPES), 14 mmol/L NaHCO3,
Suspensi sel diputar 1500 rpm selama 7 menit, sehingga tampak pelet yang mengandung fibroblastlike preadipocyte. kemudian sel diresuspensi
dengan media perbenihan, kemudian diputar 1500 rpm selama 7 menit, Pelet diresuspensi lagi dengan media perbenihan. Suspensi sel ditumbuhkan di culture plate dengan inkubasi pada suhu 37° C , 5% CO2 selama 24 jam. Sel
dicuci setiap 3 hari sekali. sesudah mencapai monolayer, preadiposit ditumbuhkan dalam media adipogenik, yaitu DMEM/F12 dengan ditambahkan
100 nM deksametason, 0,5 mM isobutylmethylxanthine (IBMX) , 10 µg/mL transferin,100 U/mL penisilin , 100 U/mL streptomisin, dan 66 nM insulin,
untuk menstimulasi diferensiasi preadiposit menjadi adiposit yang dewasa,
Pajanan glukosa Kultur preadiposit diinduksi .differensiasinya selama 24 jam menjadi adiposit yang matur, kemudian pada medium .kultur dipajankan glukosa dengan kandungan 5 mM sebagai kondisi fisiologis yang bertugas sebagai pengendali normal, dan kandungan glukosa 25 mM dan 11 mM sebagai kondisi
glukosa tinggi, Sel diinkubasi selama 24 jam kemudian dilakukan pengukuran parameter penelitian,
Pemeriksaan Morfologi Adiposit dengan Pengecatan Oil Red O , Pengamatan morfologi adiposit dilakukan dengan metode pengecatan memakai Oil Red O. Sel pada masing-masing perlakuan difiksasi dengan formalin 10%, Sel dicuci
dengan akuades kemudian dikeringkan. kemudian sel ditetesi dengan propylene
glycol 2 kali, selama masing-masing 5 menit, kemudian ditetesi dengan pewarna Oil Red O selama 7 menit. Sel dicuci dengan akuades kemudian ditetesi hematoxylin selama 1 menit. Sel dicuci lagi dengan akuades dan ditunggu
sampai kering, sesudah itu diamati dengan mikroskop cahaya Olympus pada perbesaran 400x.
Pengukuran Kadar Enzim p38 MAPK Intrasel Adiposit dengan metode ELISA
Sel adiposit dilisiskan terlebih dahulu dengan lysis buffer (mengandung 62,5 mM
Tris-HCl, pH 6.8, 2% SDS, 10% glycerol, 50 mM dithiothreitol, dan 0.1% bromophenol blue). Kemudian dilakukan pengukuran p38MAPK terfosforilasi dengan ELISA berdasar prosedur yang tertera dalam p38 .immunoassay kit assay.
Pengukuran kadar angiotensinogen dengan metode ELISA Antigen (kadar antigen 1 g/ml) dalam coating buffer (1: 9) tampak dengan melarutkan dalam TBS sampai 1 ml hingga memiliki kadar 10 g/ml dan ditambahkan
coating buffer hingga 10 ml. Antigen dicoating pada plate ELISA selama semalam pada suhu 4 ° C. Dicuci dalam PBS-Tween 3x3 menit. Diblok dengan blocking buffer (BSA 1% dalam PBS) 50 l / well. Diinkubasi selama
2 jam suhu ruang. Dicuci dalam PBS-Tween 3x3 menit. Coating antibodi primer (50 l / well) dengan inkubasi selama 2 jam pada suhu ruang. Dicuci dalam PBS-Tween 3x3 menit. Coating antibodi sekunder Anti Rabbit IgG AP Conjugated (1:2500) dalam TBS melalui inkubasi selama 2 jam pada suhu ruang. Dicuci
dalam PBS-Tween 3x3 menit. Ditambahkan substrat pNPP dalam dietanolamin 10% (50 l / well). Diinkubasi 30 menit, suhu ruang (tidak dicuci, yang dibaca adalah pNPP yang terikat Ab sekunder). Ditambahkan NaOH 3M (50 l/ well) sebagai stop reaction. sesudah 15 menit, dibaca dengan ELISA reader pada λ=405 nm.
diagnosa Statistik
Data didiagnosa sebagai data kelompok dan disajikan dalam bentuk rerata dan
simpangan baku [rerata (SD)]. Data diuji dengan uji diagnosa ragaman (ANOVA) untuk membandingkan perbedaan rerata tiap kelompok dan dilakukan diagnosa Path untuk mengetahui pengaruh pajanan glukosa tinggi terhadap kadar angiotensinogen dan p38 MAPK, dengan nilai p<0,05 dapat dianggap menonjol.
Morfologi Kultur Adiposit Pengamatan morfologi adiposit memakai pengecatan Oil red O untuk mendeteksi adanya tetes lemak (lipid droplet), karena secara fisiologis adiposit berperan sebagai tempat menyimpan cadangan energi
berupa triasilgliserol yang nampak sebagai tetes lemak yang berwarna merah. Sebagai counterstain dipakai hematoxylin untuk mewarnai bagian sel lainnya yang nampak berwarna biru , bahwa sel yang diamati adalah adiposit, masalah ini sesuai dengan sifat adiposit yang matur .
yang mengatakan bahwa adiposit matur memiliki bentuk sel bulat dengan tetesan lemak yang sangat besar, sehingga menempatkan inti sel dan sitoplasma pada bagian tepi sel.
Morfologi perbenihan adiposit dengan pengecatan Oil red O yang diamati dengan
mikroskop cahaya perbesaran 400x. Kadar Enzim p38 MAPK Terfosforilasi
pada Kultur Adiposit Hasil pengukuran kadar p38 MAPK terfosforilasi pada kultur adiposit yang dipajan glukosa kandungan 5 mM, 11 mM dan 25 mM
dengan memakai metode ELISA pada Tabel ini
Tabel Hasil Pengukuran Kadar p38 MAPK terfosforilasi
golongan pajanan Rerata (SD)
glukosa pada Kadar p38 MAPK
kultur Adiposit (pg/mL)
Glukosa 5 mM 209 (32,51)
Glukosa 11 mM 676,5 (122,09)
Glukosa 25 mM 694 (130,71)
berdasar hasil mengukuran tampak perbedaan yang menonjol antara
rerata kadar p38 MAPK terfosforilasi di kultur adiposit yang dipajan glukosa 25 mM dan 11 mM dibandingkan yang ada pada pajanan glukosa 5 mM (p=0,000). Kadar p38 MAPK yang terfosforilasi pada pajanan glukosa 25 mM tidak berbeda menonjol dengan kadar p38 MAPK pada kelompok pajanan glukosa 11
mM (p=0,941). Kadar Angiotensinogen pada Kultur Adiposit Hasil pengukuran kadar angiotensinogen pada kultur adiposit yang dipajan glukosa kandungan 5 mM, 11 mM dan 25 mM dengan memakai metode ELISA disajikan pada
Tabel bawah
Tabel Hasil Pengukuran Kadar Angiotensinogen
golongan Rerata (SD) Kadar
pajanan glukosa Angiotensinogen
pada kultur (pg/mL)
Adiposit
Glukosa 5 mM 54,94 (9,52)
Glukosa 11 mM 64,59 (17,92)
Glukosa 25 mM 88,16 (4,29)
hasil pengukuran tampak perbedaan yang menonjol antara rerata kadar
angiotensinogen di kultur adiposit yang dipajan glukosa 25 mM dibandingkan yang ada pada pajanan glukosa 5 mM (p=0,000) dan pada pajanan glukosa 11 mM (p=0,002). Kadar angiotensinogen pada pajanan glukosa 11 mM tidak berbeda nyata dengan kadar angiotensinogen pada pajanan glukosa 5 mM
(p=0,263 ).diagnosa Path Hubungan antara masing-masing variabel dan seberapa besar pengaruh pajanan glukosa terhadap masing-masing variabel diuji dengan regresi korelasi dengan diagnosa Path yang dinyatakan dalam koefisien Path (r) dan nilai signifikansinya dinyatakan sebagai p. berdasar diagnosa Path diketahui bahwa ada pengaruh pajanan glukosa kepada enzim p38
MAPK di kultur adiposit (r=0,808; p=0,000), dan ada pengaruh pajanan glukosa terhadap peningkatan kadar angiotensinogen (r=0,758; p=0,000). ada pengaruh enzim p38 MAPK terhadap kadar angiotensinogen (r=0.581; p= 0.003).
Enzim p38 MAPK adalah salah satu anggota famili MAP serin/threonin protein
kinase, selain extracellular signal-regulated protein kinase (ERK1 atau p44MAPK), ERK2 (p42MAPK), dan c-Jun NH2-terminal kinase (JNK) atau stress-activated protein kinase (SAPK).
Aktifasi p38 MAPK diinduksi oleh berbagai stimulus stress endogen maupun eksogen, antara lain sitokin-sitokin proinflamasi, heat shock radiasi sinar ultra violet, hiperglikemia, ROS, stress osmotik,
bahwa pajanan glukosa tinggi pada kultur adiposit, yaitu pada kandungan glukosa 25 mM dan 11 mM meningkatkan aktifitas enzim p38 MAPK,
melalui peningkatan kadar enzim p38 MAPK yang terfosforilasi,
Diantara beberapa stimulator aktifasi p38 MAPK itu , ROS yang sangat kuat dalam .mengaktifasi p38 MAPK.11,19 Penelitian pada .sel tubular ginjal bahwa pajanan glukosa tinggi mengaktivasi p38 MAPK dan meningkatkan produksi ROS ,
bahwa pada pajanan glukosa 11 mM sudah menimbulkan efek pada peningkatan aktifitas enzim p38 MAPK yang tidak berbeda dengan yang ada pada pajanan glukosa 25 mM, Peningkatan aktifitas enzim p38 MAPK pada pajanan glukosa 11 mM dan 25 mM akibat peningkatan ROS, ROS mengaktifkan ASK1 yang
adalah sensor adanya stress oksidatif. ASK1 mengaktifkan MKK3/6 (MAPK kinase) yang kemudian memfosforilasi enzim p38 MAPK pada tirosin182 dan residu threonin180 , sehingga enzim p38 MAPK menjadi aktif.
Enzim p38 MAPK yang teraktifasi kemudian dapat memfosforilasi actifator transcription factors (ATF-2) yang menstimulasi transkripsi gen.
Enzim p38 MAPK yang aktif dapat mempengaruhi beberapa proses seluler, antara
lain respon jaringan spesifik akibat stres melalui regulasi ekspresi gen, pertumbuhan sel , apoptosis, inflamasi,
. Enzim p38 MAPK juga meregulasi serin kinase dan mengaktifasi faktor transkripsi yang memicu berbagai efek patologis,
Penelitian di sel hepatosit diketahui bahwa ekspresi angiotensinogen juga dipengaruhi oleh IL-6 yang adalah aktivator ekspresi protein .tahap akut kelas II. Angiotensinogen diekspresikan oleh hepar dan oleh beberapa jaringan seperti
jaringan adiposa,otak, jantung, ginjal yang mana ekspresinya dapat mempengaruhi fungsi organ secara lokal.
regulasi ekspresi angiotensinogen di hepar diketahui bahwa angiotensinogen termasuk dalam protein tahap akut kelas I yang .ekspresinya diregulasi oleh interleukin (IL)-1 α dan ß dan tumor necrosis factor (TNF) α dan ß.
bahwa pada pajanan glukosa yang tinggi (kandungan 25 mM), terjadi peningkatan sekresi angiotensinogen yang menonjol dibandingkan dengan sekresi angiotensinogen pada kultur adiposit yang dipajan glukosa 5 mM dan 11
mM. Angiotensinogen adalah molekul glikoprotein dengan berat molekul kira kira 55- 60 kilodalton. Angiotensinogen adalah prekursor angiotensin II dalam RAS dan sebagai subtrat bagi enzim renin.
Penelitian pada tikus yang diberi pajanan glukosa tinggi hingga 18 mM memicu
peningkatan ekspresi gen angiotensinogen di jaringan adiposa, Hasil penelitian ini terbukti bahwa pajanan glukosa tinggi, yakni pada kadar glukosa 25 mM dapat meningkatkan sekresi angiotensinogen oleh adiposit, Mekanisme peningkatan kadar angiotensinogen di kultur adiposit pada pajanan glukosa tinggi (25 mM) diduga melalui jalur biokimia yang diaktifkan akibat peningkatan ROS, yang kemudian dapat mengaktifkan enzim p38 MAPK. Penelitian
pada sel tubular ginjal dilaporkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi mRNA angiotensinogen .yang dipicu oleh peningkatan pembentukan ROS. ROS`akan mengaktifkan .enzim p38 MAPK yang kemudian mengaktifkan faktor transkripsi yang berperan .pada ekspresi gen angiotensinogen, .berdasar diagnosa Path dari hasil penelitian .ini menampakkan bahwa ada pengaruh enzim p38 MAPK terhadap kadar angiotensinogen (r=0.581; p= 0.003),
bahwa sistem renin angiotensin dapat berfungsi secara lokal, bergantung pada masing-masing organ , sehingga memunculkan konsep “local” atau “tissue” renin angiotensin systems.
Di jaringan adiposa, sistem RAS berperan dalam pertumbuhan jaringan adiposa, berperan dalam patogenesis tekanan darahtinggi yang berhubungan dengan kegemukan,
PENGARUH TANAH DAN AIR LAUT TERHADAP KUALITAS DNA DARI OTOT PSOAS MAYAT MELALUI METODE STR
mayat bisa ditemukan diberbagai tempat seperti terkubur di dalam tanah, dibiarkan begitu saja diatas tanah ,diatas batu ,didalam rumah , tenggelam di dalam air laut sungai rawa, dipicu oleh keinginan pelaku kriminal untuk menghilangkan jejak , penentuan waktu kematian sangat penting untuk menentukan situasi terakhir dari mayat itu, metode yang telah dikembangkan untuk mengungkap misteri kasus penemuan mayat dengan pengujian DNA forensik , Semua bahan biologis tubuh dapat dipakai sebagai sumber DNA contohnya kulit, rambut,saliva bagian epitel mukosa mulut,darah, urine, sperma, gigi, tulang dan organ lunak/kuat lainnya , penelitian ini memakai jaringan otot psoas mayat,
DNA dapat diperoleh dari mitokondria yang dinamakan mtDNA yang sifatnya tidak berkorelasi dengan DNA inti dan dari inti sel yang dinamakan DNA kromosomal ,
dipakai pola polimorfisme DNA inti, karena banyak dimanfaatkan sebagai
penentuan identitas pasien yaitu memakai Short Tandem Repeats (STR).
Short Tandem Repeats (STR) yaitu uncoding region yang ada pada DNA inti dan terdiri dari 2-7 urutan nukleotida yang tersusun berulang, Ukuran fragmen STR tidak lebih dari 500bp, maka STR dapat diamplifikasi dengan memakai jumlah DNA template yang sedikit dan dapat dipakai untuk menganalisa contoh DNA yang sudah terdegradasi, dengan memakai 13-20 lokus STR identitas pasien bisa ditentukan , Dipilihnya kedua buah lokus D18S51 dan STR: D13S317 karena memiliki kemampuan identifikasi pasien dan variasi pasangan alel yang cukup baik ,
penelitian ini memakai perbedaan kurun waktu pada hari ke-1, hari ke-7 dan hari ke-20. Pemilihan perbedaan kurun waktu itu, karena pada hari ke-1 adalah awal dimulainya proses identifikasi di TKP , Pada hari ke-7 adalah batas waktu paling lambat bagi peneliti dalam melakukan proses identifikasi di TKP sesudah
dilaksanakan pemeriksaan pendahuluan, memakai DNA untuk mengungkap kasus kematian dari mayat yang membusuk. Pembusukan pada mayat dipengaruhi oleh kedua media yaitu air dan tanah, sangat berpengaruh pada
proses pembusukan mayat , memakai media air laut dan tanah regosol yang mempengaruhi proses pembusukan mayat,
Penelitian DNA forensik sudah dilakukan di area tropis, namun penelitian tentang pemeriksaan kualitas DNA dari jaringan otot psoas mayat pada
media tanah regosol dan air laut masih jarang dilakukan, Penelitian ini nantinya
memberikan informasi untuk kepentingan forensik, yaitu dapat mengetahui
pengaruh media air dan tanah terhadap hasil uji kualitas DNA dari jaringan otot psoas mayat yang mengalami pembusukan di air laut dan dalam tanah regosol ,
Deoxyribonucleic Acid (DNA) diisolir pertama kali tahun 1869 oleh peneliti Jerman bernama Friedrich Miescher, yang pada awal penamaannya dinamakan nuklein karena ada di dalam nukleus, tahun 1880, Fischer menemukan adanya pirimidin dan basa purin yang ada dalam asam nukleat, berdasar penelitian Fischer,penemuan yang berhubungan dengan DNA tahun 1910 ditemukannya 5 gula karbon ribose pada molekul DNA oleh Levine, tahun 1910, Kossel menemukan guanin dan adenin pada purin dan sitosin , timin pada pirimidin, Tahun 1947, Chargaff menemukan molekul DNA terdiri dari bagian yang sama dari basa adenin , timin , sitosin ,purin , pirimidin dan guanin ada dalam jumlah yang sama,
Tahun 1953, Watson dan Crick menemukan bahwa DNA berbentuk double helix dan memperlihatkan banyak aktifitas dari molekul DNA, .Letak DNA ada pada nukleus, mitokondria pada hewan , kloroplas pada tanaman ,
DNA (Deoxyribonucleic Acid) semua organisme, baik eukariot dan prokariot tersusun atas sel, sel yaitu unit struktural dan fungsional dari organisme yang
ditemukan pertama kali oleh peneliti inggris bernama robert hooke, sel eukariot
lebih kompleks dibandingkan prokariot, karena sel eukariot memiliki membran dan organel tertentu yang tidak dimiliki sel prokariot, di dalam sebuah sel juga ada materi genetik, tepatnya terletak pada mitokondria dan inti sel pada hewan atau kloroplas pada tanaman,
Materi genetik berupa Ribonucleic Acid (RNA) atau Deoxyribonucleic Acid (DNA)
Deoxyribonucleic Acid (DNA) adalah asam nukleat yang membawa informasi
genetik dari generasi ke generasi selanjutnya,
perbedaan antara DNA itu, yaitu:
Deoxyribonucleic Acid DNA nukleus yang dinamakan juga DNA kromosomal, berbentuk benang lurus ,tidak bercabang dan berasosiasi sangat erat dengan protein histon,
Deoxyribonucleic Acid DNA mitokondria dan kloroplas berbentuk melingkar , tidak berasosiasi dengan protein histon, dengan ciri khas, yaitu hanya
mewariskan sifat-sifat yang berasal dari ibu, sedang DNA nukleus memiliki pola
pewarisan sifat dari kedua orang tua ,
Ukuran molekul DNA setiap spesies berbeda satu dengan lainnya,Molekul DNA pada sel yang berinti sejati berukuran sekitar 50-60µ , 500µ dan
1,6-1,8mm , Pada mitokondria molekul DNA berukuran 5µ dan molekul DNA pada bakteri berukuran 1,4mm.
molekul DNA berbentuk double helix yang terdiri atas susunan kimia yang terdiri atas tiga macam molekul, yaitu: gula pentosa atau deoksiribosa, asam fosfat dan basa nitrogen yang terdiri atas pirimidin dan basa purin , purin terdiri atas guanin (G) dan adenin (A) pirimidin dibedakan menjadi sitosin (S) dan timin (T), Adenin hanya akan berpasangan dengan timin , guanin hanya akan berpasangan
dengan sitosin, sitosin dan guanin dihubungkan dengan 3 atom hidrogen,
Adenin dan timin dihubungkan oleh 2 atom hidrogen,
Tes DNA dilakukan dengan cara mengambil DNA dari kromosom sel tubuh
(autosom) yang mengandung STR (short tandem repeats), STR inilah yang bersifat unik karena berbeda pada setiap orang, Perbedaannya yaitu pada urutan pasang basa yang dihasilkan dan urutan pengulangan STR, Pola STR ini diwariskan dari orang tua ,
Aplikasi teknik ini contohnya pada tes DNA untuk paternitas (pembuktian anak kandung), yaitu tes DNA untuk membuktikan apakah seorang anak benar-benar adalah anak kandung dari sepasang suami dan isteri, Cara memeriksa tes DNA dilakukan dengan cara mengambil STR dari anak ,
dibuktikan melalui tes paternitas, yaitu dengan tes DNA sehingga dapat memberikan bukti yang akurat hubungan biologis antara orangtua dan anak ,
dianalisa urutan untaian STR ini apakah urutannya sama dengan pasien yang dijadikan pola dari seorang anak, Urutan tidak hanya satu-satunya karena pemeriksaan seorang anak ditemukan bahwa pada kromosom nomor tiga memiliki urutan kode AGACT dengan pengulangan dua kali. Bila ibu atau ayah yang mengaku orang .tua kandungnya juga memiliki pengulangan sama pada nomor kromosom yang sama, maka disimpulkan antara 2 orang itu memiliki hubungan keluarga , pasien memiliki hubungan darah jika memiliki urutan dan
pengulangan setidaknya pada 16 STR yang sama dengan keluarga kandungnya, maka kedua orang yang dicek memiliki ikatan saudara kandung atau hubungan darah yang dekat. Jumlah ini kecil dibandingkan dengan keseluruhan ikatan spiral DNA dalam tubuh manusia yang berjumlah miliaran ,
Ekstraksi DNA yaitu memisahkan DNA dari kandungan lain dari sebuah contoh sehingga didapat DNA murni. DNA yang diekstraksi dapat bersumber dari darah,
rambut, air liur, urine, sperma, tulang, gigi, feses, atau kuku , banyak
metode ekstraksi DNA namun prinsip dasar dari semua metode itu sama yakni memisahkan protein dan materi-materi lainnya dari molekul DNA, langkah-langkah dasar pada ekstraksi DNA adalah, pertama pelisisan sel untuk melepas molekul DNA, kedua memisahkan molekul DNA dari materi seluler lainnya, ketiga pengisolasian DNA sehingga dapat dilakukan amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR) ,
metode ekstraksi DNA seperti metode FTA (Flitzco/Flinder Technology Agreement) , metode fenolkloroform dan metode chelex ,
Prosedur dari tiap metode bervariasi tergantung dari mana sumber DNA akan diekstraksi contohnya, darah dapat diperlakukan berbeda dengan contoh noda darah atau contoh tulang ,
Metode organik atau metode fenolkloroform , bahan bahan kimia yang dipakai dalam metode ini yaitu proteinase-K dan sodium dedosilsulfat (SDS) yang dipakai untuk menghancurkan protein dan membran sel yang menyelimuti molekul DNA di dalam kromosom. Selanjutnya, campuran fenolkloroform ditambahan untuk memisahkan protein dari DNA itu sendiri, kemudian sentrifugasi yaitu pemisahan molekul DNA dengan molekul lainnya dengan memberikan gaya sentrifugal sehingga molekul akan terpisah berdasar berat jenisnya, Metode ini memiliki kelemahan yaitu memakai banyak zat-zat kimia berbahaya, memerlukan proses pemindahan contoh dari satu mikrotube ke mikrotube lain berkali-kali , memakan waktu lama sampai mendapatkan DNA murni, sehingga beresiko kontaminasi DNA dari zat-zat lain ,
metode lain yaitu chelex, yang memakai suspensi resin pengikat ion yang langsung dicampurkan ke dalam contoh. Suspensi resin pada chelex
yaitu larutan difinil benzena yang mengandung ion imino diasetat yang dapat
mengikat ion-ion metal seperti magnesium dengan mengikat magnesium, enzim
penghancur DNA akan tidak aktif sehingga molekul DNA akan tetap terlindungi, Hasil nya yaitu DNA single strand, sehingga perlu dilanjutkan dengan analisis
PCR. Metode ini cocok untuk analisa PCR, sebab melenyapkan inhibitor PCR dan hanya memerlukan satu mikrotube yang mencegah kontaminasi , metode
chelex tidak memerlukan kerja dan contoh banyak dibandingkan dengan metode organik ,
Flitzco atau Flinder Technology Agreement (FTA) yaitu sebuah kertas
yang mengandung empat substansi kimia yang dapat melindungi molekul DNA dan mencegah pertumbuhan bakteri. contoh yang diletakkan pada kertas FTA akan mengalami lisis pada membran sel dan mengering, kemudian , setitik contoh dari kertas diambil dan dimasukkan ke dalam mikrotube yang sudah terisi dengan reagen penjernih khusus dari inhibitor PCR , Kertas FTA yang sudah berisi contoh disimpan sampai 8 tahun sehingga menghasilkan hasil PCR kualitas baik,
Amplifikasi adalah suatu penerapan bioteknologi untuk memperbanyak DNA pada kromosom. DNA dapat diperbanyak hingga ribuan kali. Amplifikasi dapat
dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) yang ditemukan Karry Mullis
pada tahun 1983. Amplifikasi dengan metode PCR memerlukan primer. Primer adalah sekuen oligonukleotida (umumnya 10-20 nukleotida) khusus yang akan berikatan dengan DNA pada area tertentu,
Amplifikasi DNA yaitu proses perbanyakan DNA sehingga dapat dianalisa secara kualitatif. Perbanyakan DNA dilakukan dengan teknik PCR, yaitu proses enzimatis pada suatu DNA yang khusus yang direplikasi secara berulang ulang sehingga didapat banyak salinan urutan DNA yang sama. Proses PCR
termasuk proses pemanasan dan pendinginan berulang yang dilakukan sampai sekitar 30 siklus, saat pemanasan, ikatan hidrogen pada polinukleotida akan terputus, sedang pada pendinginan DNA akan membentuk kembali pasangan basanya, sehingga dalam proses anneling ketika suhu diturunkan dalam mesin
PCR, maka primer akan menempel pada template DNA pada suhu optimal,
Keberhasilan amplifikasi dengan metode PCR dipengaruhi oleh optimalisasi PCR, kesesuaian primer dengan bahan ekstraksi ,jika primer tidak sesuai dengan bahan ekstraksi akan memicu area lain dan bukan area sasaran yang
teramplifikasi atau bahkan tidak ada area yang diamplifikasi, Optimalisasi PCR
diperlukan untuk menghasilkan pita DNA yang diinginkan, Optimalisasi ini menyangkut penempelan (anneling) DNA dalam mesin PCR dan suhu denaturasi Pembusukan adalah tanda dari kematian proses kerusakan jaringan akibat bakteri yang berasal dari usus, terutama Clostridium welchii dan proses autolisis akibat kerja digestif enzim-enzim tertentu yang dilepaskan sel sesudah kematian, Proses pembusukan dipengaruhi oleh faktor eksterna dan interna ,
faktor eksterna yaitu kelembaban udara , media tempat mayat berada,mikroorganisme dan suhu di sekitar mayat, Faktor interna yaitu umur, sebab kematian dan keadaan mayat.
Pertumbuhan dan perkembangan setiap organisme tentu dipengaruhi oleh suhu temperatur. Namun, pada organisme yang dapat mempertahankan suhu tubuh, pengaruh suhu temperatur lingkungan tidak besar ,
Tanda-tanda pembusukan mayat mulai tampak pada 24 - 48 jam kematian, yaitu dinding perut dan dada pecah, kuku dan rambut lepas, organ-organ dalam membusuk ,warna kehijauan pada perut kanan bawah, pelebaran vena superfisial,
muka bengkak, perut mengembung, skrotum atau vulva membengkak, kulit
menggelembung melepuh, bola mata melunak, lidah dan bola mata menonjol,
pembusukan mayat dibagi menjadi lima tahap, antaralain :
tahap pertama adalah Initial Decay (fresh stage), dimulai beberapa saat sesudah
kematian, berlangsung selama 24-72 jam. Tahap kaku mayat dan lebam mayat baru dimulai, Perubahan yang terjadi belum nampak , Bakteri mulai menyebar ke seluruh tubuh dan menyebarkan enzim enzim digestif, Beberapa serangga mulai
tertarik untuk datang dan berkoloni pada mayat, seperti lalat dari famili calliphoridae. Kemudian lalat dari famili sarcophagidae, lalat dari famili piophilidae dan lalat dari famili muscidae.
Tahap kedua adalah Putrefaction yang berlangsung selama 4-10 hari sesudah
kematian, di tahap ini terjadi pembengkakan pada mayat akibat gas yang
dihasilkan oleh metabolisme bakteri anaerob, Gas yang terdiri dari methane dan hydrogen sulphide tanda-tanda yang terlihat pada tahap ini yaitu keluarnya cairan melalui lubang lubang tubuh, warna kehijauan pada kulit yang dimulai dari perut ,mulai menimbulkan bau busuk yang nyata, Perut mengembung, lidah dan bola mata menonjol,
Tahap ketiga adalah Black Putrefaction , berlangsung selama 10-25 hari sesudah kematian. Tanda dari tahap ini yaitu warna kehitaman pada mayat,Bagian bagian tubuh mayat terbuka dan semakin memudahkan larva lalat untuk masuk, bau yang sangat menyengat , larva lalat telah mencapai 3 rd instar, kemudian mulai meninggalkan mayat untuk menjadi pupa,
Tahap keempat adalah Butyric Fermentation Stage berlangsung selama 20-25 hari setelah kematian. Pada tahap ini mayat terlihat lebih kering dari , Terjadi fermentasi menghasilkan gas asam butirat (berbau seperti keju) yang menarik serangga seperti dermestidae,kumbang dari famili carcass dan trogidae ,
namun jika mayat berada di tempat yang basah atau lembab, mungkin famili kumbang tidak akan muncul dan larva dapat bertahan lebih lama,
Tahap kelima adalah Dry or Remains Decay, berlangsung selama 25-50 hari setelah kematian. Pada tahap ini lalat atau larva sudah tidak ada pada mayat, mayat menjadi sangat kering, tertinggal kulit yang mengering, rambut dan tulang,
Kecepatan masing-masing tahap pembusukan mayat bermacam macam karena
dipengaruhi oleh kandungan lemak ,ukuran tubuh mayat, temperatur udara, iklim, penyebab kematian, pakaian, obat-obatan,
Pembusukan mayat yang berada di air terjadi lebih lambat dibandingkan
yang berada di darat, proses pembusukan mayat di medium air dibagi dalam 6 tahap ,antaralain:
Tahap pertama adalah Submerged Fresh, berlangsung selama 2-6 hari, Tahap rentang waktu antara mayat tenggelam di dalam air hingga mayat terlihat
mulai terapung di air,
Tahap kedua adalah Early Floating berlangsung selama 6-8 hari, Gas yang
diproduksi oleh bakteri-bakteri anaerob dalam tubuh mayat meningkat, sehingga membuat mayat terangkat sampai ke permukaan air,
Bau busuk yang dihasilkan dari proses pembusukan mayat ini akan menarik bagi
serangga, seperti blow flies untuk datang dan meletakkan telur pada bagian tubuh mayat yang tidak terendam air,
Tahap ketiga adalah Floating Decay, berlangsung selama 8-24 hari, Terjadi
peningkatan aktivitas larva lalat pada bagian mayat yang tampak di permukaan air, menyebabkan banyak luka terbuka pada mayat. Kulit mayat mulai mengelupas dan warnanya menjadi kehitaman.
Tahap keempat adalah Bloated Deterioration, berlangsung selama 8-12 hari.
Sebagian besar tubuh mayat telah muncul ke permukaan air. Cairan-cairan dalam tubuh keluar dari berbagai lubang pada tubuh mayat, gas yang terbentuk pada tahap sebelumnya mampu membuat bagian perut mayat menjadi pecah,
Tahap kelima adalah Floating Remains, berlangsung selama 4-20 hari, Aktivitas larva lalat famili calliphoridae mulai menurun, dipicu karena terjatuh dan
tenggelam, atau bermigrasi atau dimangsa oleh predator lain, Bagian tubuh mayat juga telah banyak terurai,
Tahap keenam adalah Sunken Remains, hanya tulang dan sedikit kulit dari
mayat yang tersisa dan bau busuk telah menghilang, Kecepatan masing-masing tahap pembusukan dalam air juga bermacam macam dipengaruhi oleh
ukuran tubuh jenasah, kondisi tenggelam atau terapung,temperatur air, kadar garam, konsentrasi oksigen, aquatic organism, pakaian jenasah,
Penelitian ini untuk membuktikan ada pengaruh media tanah dan air laut
terhadap kualitas DNA dari jaringan otot psoas mayat yang disimpan selama 1, 7, dan 20 hari pada lokus D13S317 dan D18S51,
Bahan penelitian yang dipakai untuk penelitian ini antara lain yaitu, jaringan otot
psoas yang berasal dari satu mayat tipe T4, yaitu mayat yang terlantar tanpa identitas tidak memiliki tempat tinggal tetap ,
Mengambil contoh jaringan otot psoas mayat memakai alat, seperti sonde steril,pisau bedah, gunting, Pipa Paralon PVC 20 mm x 1,5 meter yang steril untuk
menyimpan hasil pengambilan potongan jaringan otot psoas mayat agar contoh
mayat segar terlindungi dari serangga. Pipa paralon dilabel sesuai contoh pada media air laut maupun tanah regosol berdasar perbedaan waktu,
Potongan contoh jaringan otot psoas yang telah diambil dari satu mayat
dimasukkan ke dalam Pipa Paralon PVC 20 mm x 1,5 meter yang telah terisi air laut dan tanah regosol, kemudian didiamkan selama rentang waktu periode 1 hari, 7 hari dan 20 hari. Pada hari ke-1, hari ke-7 dan hari ke-20, potongan jaringan otot psoas mayat diambil memakai sonde steril kemudian dimasukkan ke dalam tabung steril untuk mencegah kontaminasi, Isolasi DNA dari jaringan otot psoas mayat mulai dilakukan sesudah pengambilan contoh pada setiap waktu
periodenya, yaitu hari ke-1 sebanyak 6 contoh, pada hari ke-7 sebanyak 6 contoh dan pada hari ke-20 sebanyak 6 contoh,
Bahan untuk PCR adalah PCR Mix (12,5µl) yang terdiri dari dNTP
(ATP, CTP, TTP, GTP), MgCl2, dan Taq Polimerase, DW Sigma (DNA atau nuclease
free water), primer: D13S317 (5’-ATTACAGAAGTCTGGGATGTGGAGGA-
3’ dan 5’-GGCAGCCCAAAAAGACAGA-3’) dan D18S51 (5’ TTCTTGAGCCCAGAAGGTTA-3’ dan 5’-ATTCTACCAGCAACAACACAAATAAAC
-3’).
Bahan untuk ekstraksi DNA adalah DNA zol reagent.
psoas mayat dengan DNAzol reagent (Invitrogen Tech-Linesm) contoh jaringan otot psoas mayat di haluskan dengan mortar, dimasukkan ke dalam tabung conical dan dicampur dengan DNA free water, selanjutnya dilakukan sonikasi selama semalam. Cairan yang masih berada di tabung, dipipet ke tabung yang baru kemudian disentrifus (10.000 g) selama 10 menit. Pellet diambil kemudian dicampur dengan 1ml DNAzol. Keduanya dicampur dengan cara vortexing kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu kamar. Campuran kemudian
disentrifus (10.000 g) selama 10 menit pada suhu 4 °C, kemudian viscous supernatant diambil dan dimasukkan ke dalam tabung baru. 0,5 ml etanol absolut ditambahkan, dibolak-balik, kemudian diinkubasi selama 1-3 menit, disentrifus (4.000 g) selama 1-2 menit pada suhu 4 °C, kemudian supernatan dibuang secara hati-hati agar DNA tidak ikut terbuang, Pellet dicuci dengan 0,8-1 ml etanol 75% sebanyak 2 kali dan setiap kali dicuci dibolak balik selama-3-6 kali. Tabung diletakkan dengan posisi tegak selama 0,5-1 menit, sesudah itu etanol 75% dibuang dengan cara decanting atau pippeting , Pellet kemudian
dikeringkan dengan cara membiarkan tabung terbuka selama 15 detik sesudah etanol 75% dibuang. Pellet yang berisi DNA itu kemudian dilarutkan dengan larutan NaOH 8 mM sebanyak 0,2-0,3 ml, divorteks secukupnya, kemudian disimpan pada suhu - 20 ° C,
Amplifikasi DNA melalui PCR yaitu :
D13S317 (Gene Ampr. PCR System 9700 Thermal Cycler, Promega Corp.2001):tahap I:
initial denaturation 960C selama 2 menit;
tahap II:
siklus 1 (10 kali) yang terdiri dari subsequent denaturation 94 ° C selama 1 menit, annealing 64 ° C selama 1 menit, extension 70 ° C selama 1 menit 30 detik dan siklus 2 (20 kali) yang terdiri dari denaturation 90° C selama 1 menit, annealing 64 ° C selama 1 menit, extension 70 ° C selama 1 menit 30 detik;
tahap III:
hold step 4 ° C , D18S51 (Gene Ampr. PCR System 9700 Thermal Cycler,
Promega Corp.2001):
tahap I:
initial denaturation 96 ° C selama 2 menit;
tahap II:
siklus 1 (10 kali) terdiri dari subsequent denaturation 94 ° C selama 1 menit, annealing 64 ° C selama 1 menit, extension 70 ° C selama 1 menit 30 detik dan siklus 2 (20 kali) terdiri dari denaturation 90 ° C selama 1 menit, annealing 64 ° C selama 1 menit, extension 70 ° C selama 1 menit 30 detik;
tahap III:
hold step 4 ° C
Dalam tahap ini dengan memakai Polyacrylamid Agarose Composite Gel
Electrophoresis (PAGE) dengan pewarnaan silver staining. Prosedur PAGE dilakukan :
agarose gel dibuat dari 30 ml Tris Boric EDTA 0,5X dan agarose 0,15 gram, dipanaskan dalam microwave sampai jernih kemudian didinginkan sampai suhu 50 ° C Kemudian ditambah Acrylamid Bis 4,5 ml dan Temed 15 μl. Selanjutnya ditambahkan amonium persulfat 100 μl, lalu dituangkan pada cetakan .(gel bed), ditunggu sampai dingin/membeku. Selanjutnya DNA hasil PCR 12,5 μl dengan
loading 2 μl dimasukkan dan di-running pada voltase 70 volt selama 2 jam.
Prosedur Silver Staining PAGE (Edvotek, 2001) yang terdiri dari: drying:
(metanol 20% + gliserol 2%) dalam 100 ml aquades selama 5 menit, fiksasi: (etanol 10% + gliserol asam asetat 5%) dalam 100 ml aquades selama 20 menit, dicuci/ bilas dengan aquades 1x dengan cepat, staining: AgNO3
0,1% dalam aquades 100 ml selama 50-80 menit, developing: (NaOH 1,5% + Formalin 100 μl) dalam 100 ml aquades, lalu dilihat di lampu sampai terlihat jelas.
Analisis DNA memakai . ultracentrifuge (Gyrozen Co., Ltd.), vortex mixer, refrigerator untuk menyimpan contoh : elektroforator (Mini Run Gel
Electrophoresis System GE-100), UV transilluminator (BioRad), ice box,
microwave, inkubator, autoclave ,pipet mikro (eppendorf pippet) P10, P100,
dan P1000, Thermal cycler PCR Machine (Boeco), kamera digital untuk mengambil foto dari hasil elektroforesis,
6 contoh jaringan otot psoas mayat yang homogen telah diambil DNAnya. Kadar dan kemurnian DNA dari contoh jaringan otot psoas berbeda antara media tanah dan air laut pada lama waktu paparan hari ke-1, hari ke-7, dan hari ke-20. dimulai
pada contoh jaringan otot psoas mayat, yakni pemaparan lama waktu,
lama waktu paparan dalam penelitian ini: hari ke-1, 7, dan 20.
Tabel Kadar dan kemurnian DNA contoh jaringan otot psoas mayat.
contoh : Kadar DNA(µg/ml) : Kemurnian DNA :
Tanah hari ke-1 5411 1,11
Air Laut hari ke-1 1060,5 1,29
Tanah hari ke-7 808,5 1,01
Air Laut hari ke-7 752,5 1,15
Tanah hari ke-20 773,5 0,99
Air laut hari ke-20 703,5 1,04
Kemudian solasi DNA contoh jaringan otot psoas dengan metode DNAzol. Hasil isolasi DNA contoh .itu dilanjutkan dengan pengukuran kadar DNA dengan memakai spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 260/280 nm.
Hasil pengukuran kadar DNA sesudah isolasi DNA dari contoh jaringan otot psoas mayat .sebelum dilakukan amplifikasi Polymerase .Chain Reaction (PCR) disajikan pada Tabel atas , tampak adanya penurunan kadar dan kemurnian DNA dari jaringan otot psoas pada contoh yang terpapar lama waktu baik pada media tanah maupun air laut. Semakin lama waktu yang dipaparkan semakin turun
kadar dan kemurnian DNAnya, yaitu pada hari ke-1, 7, dan 20 berturut-turut pada media tanah adalah 5411 μg/ml dan 1,11; 808,5 μg/ml dan 1,01; dan 773,5 μg/ml dan 0,99. sedang, kadar dan kemurnian DNAnya, yaitu rerata pada hari ke 1, 7, dan 20 berturutturut pada media air laut adalah 1060,5 μg/ml dan 1,29; 752,5 μg/ml dan 1,15; dan 703,5 μg/ml dan 1,04. Adanya penurunan kadar .DNA dalam penelitian ini menandakan adanya pengaruh lama waktu paparan, sehingga memicu adanya kerusakan struktur DNA , Kerusakan DNA yang dipicu oleh paparan yang .tidak normal contohnya temperatur yang tinggi , dipicu oleh rusaknya ikatan hidrogen DNA yang irreversible, ini memicu kerusakan pasangan purin-primidin pada DNA, dimana pasangan purin-primidin ini
yaitu komponen utama pada struktur DNA,
adanya pengaruh efek lingkungan dalam hal ini lama waktu paparan terhadap pengukuran kadar DNA yang terkandung, dari hasil pengukuran kadar dan
kemurnian DNA melalui spektrofotometer menunjukkan penurunan kadar dan kemurnian pada contoh jaringan otot psoas yang terkubur di dalam tanah dan ditenggelamkan di dalam air laut tempat dari hari ke-1, 7 sampai hari ke-20 ada penurunan. Namun dengan adanya penurunan kadar itu, bukan suatu hambatan sebab kadar DNA yang tersisa masih memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan DNA profiling yakni minimal 50 ng , Kadar minimal DNA yang dapat
dipakai pada analisis DNA tergantung kebutuhan dan jenis pemeriksaan yang dilakukan. Pada pemeriksaan DNA forensik yang berbasis Restriction Fragment Length Polymorphism (RLFP) contohnya, kadar DNA yang diperlukan sangat besar yakni sekitar 100 ng, untuk meningkatkan keberhasilan dalam DNA profiling, kadar DNA minimal yang diperlukan pada pemeriksaan DNA forensik masing-masing sebesar 50 ng dan 20 ng, kadar DNA dalam pemeriksaan STR minimal 0,5-2,5 ng. Dalam penelitian inikadar DNA yang ada dari contoh jaringan otot psoas mayat pada media air laut antara rentang 1060,5-703,5 μg/m,
kadar DNA .yang ada dari contoh jaringan otot psoas mayat pada media tanah antara rentang 5411-773,5 μg/ml, sehingga masih mencukupi untuk dilakukan pemeriksaan analisis DNA,
Tabel .Hasil pengujian bahan penelitian.
Parameter : Satuan : Tanah Air : Laut:
pH - 8,75 5,50
NaCl mg/L 314,20 1.652,93
contoh jaringan otot psoas mayat di tanah regosol pada hari ke-20 mengalami
penurunan kemurnian DNA yaitu 0,99, namun contoh jaringan otot psoas mayat di air laut pada hari ke-20 tetap stabil memiliki kemurnian DNA yang baik, yaitu 1,04. Contoh hasil uji kemurnian DNA contoh pada hari ke-20 di media tanah
dan air laut ini, kemurnian DNA dipengaruhi oleh kelembaban, mikroba, suhu, pada proses pembusukan mayat yang berada di air laut terjadi lebih lambat
dibandingkan proses pembusukan di dalam tanah, Kualitas air dinyatakan dengan
beberapa parameter, seperti parameter kimia yaitu kadar logam,pH, oksigen terlarut, BOD, parameter biologi yaitu keberadaan bakteri dan plankton ,parameter fisika yaitu padatan terlarut, suhu, kekeruhan,
pengujian kandungan pH dan NaCl terhadap media air laut memiliki kadar
NaCl yang cukup tinggi yakni 5,50 dan 1.652,93 mg/L, dibandingkan media tanah
regosol memiliki kandungan pH di atas 7,00 yakni 8,75 dan NaCl 314,20 mg/L
ini diperkuat dengan adanya sebuah grafik yang menunjukkan penurunan
kadar DNA dan waktu paparan pada kedua media secara jelas Garis biru pada grafik diatas menyatakan penurunan kadar DNA menurun pada media tanah mulai hari ke-1, hari ke-7, sampai hari ke-20. Garis hitam menyatakan
penurunan kadar DNA pada media air laut mulai hari ke-1, hari ke-7, sampai hari ke-20. ,konsentrasi khlorida (Cl-) mempengaruhi kualitas air tanah, dimana berdasar pembagian kualitas air tanah yaitu air payau-garam mengandung khlorida 1000-10000 mg/L. kandungan NaCl yang cukup tinggi itu membuat contoh jaringan otot psoas mayat khususnya di air laut dalam lama waktu paparan pada hari ke-1, hari ke-7, dan hari ke-20, kadar dan kemurnian DNAnya
tetap bagus, yaitu diatas 1,00 , Kemurnian DNA menjadi persyaratan dalam pemeriksaan Polimerase Chain Reaction (PCR) dimana kemurnian DNA 1-2
(ideal 1,8-2) memungkinkan dilakukan amplifikasi , Kadar DNA yaitu faktor penting dalam pemeriksaan DNA forensik berpengaruh terhadap keberhasilan STR-PCR pada contoh-contoh DNA. Penurunan kadar DNA hingga 1 ng berpotensi terhadap penurunan kemampuan deteksi STR hingga
95% , Jumlah kadar DNA yang diperlukan dalam analisis DNA forensik
berbeda-beda tergantung dari pemeriksaan. Pada pemeriksaan Short
Tandem Repeat (STR) hanya memerlukan konsentrasi DNA minimal antara 1–25 ng. dari bahan pemeriksaan juga dibutuhkan kualitas DNA yaitu DNA yang dipakai harus dalam kondisi terdegradasi , jika DNA dalam kondisi terdegradasi
parah, maka dapat memicu primer tidak dapat menempel pada DNA target yang
akan digandakan , Degradasi DNA pada jenasah dapat dipicu oleh 2 faktor, yaitu exogenous dan endogenous ,Faktor endogenous berasal pada sel sendiri, sebagai kerusakan spontan. Faktor exogenous berasal dari lingkungan. Perusakan postmortem pada tubuh manusia adalah proses yang sangat
kompleks, dimulai dengan autolysis dan pembusukan dan diikuti oleh penguraian
aerobik dan bakterial (pembusukan) dari bahan organik. Faktor lingkungan seperti kelembaban dan temperatur berpengaruh terhadap kondisi DNA yang dipakai sebagai bahan identifikasi DNA di bidang forensik,
-contoh forensik yang dilakukan pemeriksaan DNA, 40% sudah mengalami
degradasi atau kontaminasi, sehingga dengan analisis Short Tandem Repeat (STR) yang mempunyai core sequences kurang 1 kb (kilobase) sangat efektif dan nilai keberhasilannya cukup tinggi, terutama pada DNA yang mengalami degradasi akan terfragmented (terpotong-potong) dengan menghasilkan fragmen yang pendek-pendek , Hasil pemeriksaan efek perlakuan lama waktu paparan pada media tanah dan air laut terhadap DNA dari jaringan otot psoas
mayat dalam lokus-lokus STR CODIS (D18S51 dan D13S317 ) dapat dilihat pada
Tabel ini
Tabel Hasil deteksi efek perlakuan lama waktu paparan pada media tanah
dan air laut terhadap DNA dari jaringan otot psoas mayat pada lokus STR CODIS
(D18S51 dan D13S317 )
Media & Lama D13S317 D13S317
Waktu
T TT T TT
Tanah Hari 1 6 0 6 0
Air Laut Hari 1 6 0 6 0
Tanah Hari 7 6 0 6 0
Air Laut Hari 7 6 0 6 0
Tanah Hari 20 6 0 6 0
Air Laut Hari 20 6 0 6 0
Keterangan:
T : terdeteksi TT : tidak terdeteksi
Dari Tabel seluruh contoh dalam penelitian ini yang dilakukan pemeriksaan melalui DNA profiling pada lokus D13S317, dan D18S51 dari DNA hasil
isolasi jaringan otot psoas mayat semua terdeteksi dan penampakan pita band-nya sama karena contoh homogen. Pada lokus D13S317 pada hari ke-1, hari ke-7, dan hari ke-20 semua contoh menunjukkan pita band yang samar. Namun, pada lokus D18S51 pada hari ke-1, hari ke-7, dan hari ke-20 semua contoh menunjukkan pita band yang jelas,
Visualisasi hasil PCR dengan PAGE menunjukkan semua contoh terdeteksi dengan pita band yang jelas pada semua perlakuan lama waktu terhadap
lokus D18S51 (rentang antara 290 bp - 366 bp).
Visualisasi hasil PCR dengan PAGE semua contoh terdeteksi dengan pita band yang samar pada semua perlakuan lama waktu terhadap lokus D13S317 (rentang antara 169 bp - 201 bp).
perlakuan lama waktu paparan yakni hari ke-1, hari ke-7, dan hari ke-20 pada lokus (D18S51 dan D13S317 ) semua contoh dalam visualisasi hasil Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan silver staining PAGE nampak pita/band-nya terdeteksi). Namun hanya lokus D18S51 semua contohnya (100%) nampak
pita/band-nya (terdeteksi tebal/jelas), sedang lokus D13S317 hanya (50%) yang
nampak jelas pita/band-nya, (terdeteksi namun samar). ini menunjukkan bahwa pada pemeriksaan DNA bahan jaringan otot psoas mayat melalui deteksi lokus STR (D18S51 dan D13S317 ) ada respon deteksi yang berbeda pada berbagai waktu lama paparan yang telah diberikan pada contoh jaringan otot psoas mayat. Disamping kadar DNA contoh, pada pemeriksaan DNA berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) diperlukan kualitas DNA, Kualitas DNA yakni bahwa DNA yang dipakai dalam analisis harus terdegradasi. Jika DNA mengalami degradasi parah memic uprimer tidak dapat menempel atau annealing pada DNA target yang akan digandakan , untuk mendapat hasil visualisasi yang baik perlu kemurnian DNA dan kadar DNA yang memadai, sehingga DNA dapat dipakai sebagai bahan pemeriksaan DNA termasuk dalam ini adalah identifikasi dan tes paternitas. maka kualitas DNA yang bagus menjadi syarat keberhasilan reaksi PCR , kepekaan PCR yaitu fungsi dari jumlah siklus , kadar dan integritas dari DNA,
Penelitian ini memakai contoh jaringan otot psoas. Jaringan otot yaitu
jaringan yang menunjukkan kerja mekanis dengan cara berkontraksi. Serabut-serabut otot itu pada hakikatnya yaitu sel-sel otot. Serabut-serabut otot berkumpul menjadi berkas-berkas otot. Beberapa berkas otot berkumpul membentuk otot atau daging. Bagian tengah dari daging ini menyambung
dan kedua ujungnya mengecil dan keras, dinamakan urat atau tendon. Tendon inilah yang menempel pada daging atau otot. Otot manusia adalah setengah dari berat tubuh .manusia yang mencapai lebih dari 600 jenis, yaitu salah satunya adalah otot psoas. Musculus psoas major yaitu otot-otot dinding posterior abdomen. Fungsi dari otot ini adalah sebagai fleksi tungkai atas terhadap tubuh, jika tungkai atas difiksasi, maka otot ini mengfleksikan badan terhadap tungkai atas, seperti jika waktu duduk dari posisi berbaring. Musculus psoas major di
ambil dengan mengiris bagian pinggul mayat tipe T4 pada bagian distantia intercristalis .setinggi vertebra lumbali IV. Jaringan otot psoas dikubur di dalam tanah dan ditenggelamkan di dalam air laut selama maksimal 20 hari , Dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan berpengaruh terhadap kadar DNA. Seperti diketahui faktor lingkungan seperti halnya kelembaban dan temperatur lingkungan . berpengaruh terhadap kondisi DNA yang dipakai sebagai bahan identifikasi DNA di bidang forensik, pada pemeriksaan DNA di bidang lainnya.
pemeriksaan DNA mayat memakai teknik STR banyak dipakai .di negara asia tenggara. STR lokus yang diperiksa pada penelitian ini adalah D18S51 dan D13S317 , karena lokus-lokus itu memiliki daya deskriminasi besar pada populasi negara asia tenggara , Adanya perbedaan waktu paparan dari kedua media yang
dipakai memicu penurunan kadar DNA dan kemurniannya. sedang untuk
hasil elektroforesis, lokus D18S51 dan D13S317 memadai untuk analisis DNA dari jaringan otot psoas mayat.
Asam nukleat bebas untuk deteksi DNA dan RNA Dalam plasma dan serum
di salah satu jurnal di Perancis pada tahun 1940 , Mandel dan Mëtais sebagai yang pertama kali dalam sejarah menganalisa Asam nukleat dalam sirkulasi,
dan adanya asam nukleat bebas dalam plasma ,Mandel dan Mëtais mendeteksi DNA dan RNA dalam plasma darah pada pasien sehat dan sakit , namun temuan itu tidak diperhatikan kemungkinan karena saat itu konsep tentang DNA masih belum jelas , kemudian Leon, pada tahun 1977 menemukan kadar DNA
sirkulasi menurun dihubungkan dengan kemoterapi pada pasien kanker dan
berharap agar temuan itu dapat menjadi cara untuk mengevaluasi terapi pasien kanker, CNA diketahui pada 1994, onkogen mutasi sekuen gen K-ras yang diketahui dengan PCR memakai primer khusus yang deteksinya diambil dari plasma atau serum dari pasien karsinoma pankreas ,naiknya kadar CNA (DNA dan RNA) dalam darah pasien menunjukkan bahwa .CNA merupakan pemeriksaan atau marker yang menjanjikan karena merupakan pemeriksaan non invasif bersifat non invasive yang akuratcepat, sensitif, dalam menganalisa
penyakit untuk deteksi dini pada penyakit melalui DNA dan RNA
bebas . CNA kadang dinamakan CNAPS (circulating nucleid acid in plasma
and serum), telah terbuka bagi berbagai penelitian yang terbingkai pada dua area
penelitian translasional: pengembangan teknik baru analisa non invasif pada prenatal ,dan pemanfaatannya dalam analisa , manajemen patologi, paling tidak
sebagai sebuah alat pelengkap analisa , Nilai potensial CNAPS dan sedikitnya pengetahuan dasar dan implikasinya telah menarik perhatian
peneliti ,
Konsep CNAPS telah dimulai sejak pertengahan abad 20 saat Mandel dan Métais untuk pertama kalinya melihat adanya cell-free DNA (cfDNA) dalam plasma,
Pengertian “CNAPS” merujuk pada perbedaan tipe dari cell-free nucleic acids
(cfNAs), seperti messenger (m)RNA, microRNA (miRNA), genomic-DNA (gDNA), mitochondrial-DNA (mitDNA), viral-DNA and RNA, yang telah dianalisa
ada dalam plasma , Analisis fragmen cfDNA dapat dipahami dari asalnya yaitu dari sel nekrosis, apoptosis, atau dari sel itu sendiri, khususnya sel limfosit, dua sumber yang mungkin CNAPS adalah pelepasan pasif dari sel mati dan dari pelepasan aktif dari sekresi sel ,
Pada orang normal, asal CNA dari hasil apoptosis limfosit dan inti sel lainnya. ini bahwa kadar DNA plasma normal pada elektroforesis menandakan ukuran pita ekuivalen dengan jumlah multiplikasi keseluruhan (1-5x) dari DNA nucleosomal (185 – 200 bp) , apoptosis merupakan sumber utama CNAPS, sedang pada pasien kanker, dimana apoptosis sel hilang karena proliferasi sel meningkat sehingga pada elektroforesis muncul pola tangga (pada kanker paru dan pankreas) yang mirip seperti pola apoptosis sel ,
Sumber DNA fetal yang masuk ke plasma maternal, berasal dari hematopoeitic, transfer DNA langsung dan sel-sel placenta , placenta sebagai
sumber predominan , Untuk RNA dengan sifat yang sangat labil dan mudah terdegradasi karena enzim RNA-ase yang ada dimana mana,
adanya cell-free RNA dalam plasma. Namun hadirnya RNA endogenus stabil yang sama dengan eksogenusnya dalam sirkulasi memberi kesan bahwa RNA bisa saja terkandung dalam badan apoptosis atau terikat pada protein/phospolipid dan terlindungi dari degradasi oleh enzim nuclease,
Metode analisis CAN.
DNA sirkulasi diisolasi memakai kit seperti QIAmp 96 spin Blood DNA extraction dari Qiagen. Sistem isolasi otomatis seperti MagNa Pure LC menghasilkan salinan DNA/RNA yang tinggi secara khusus dan tampak lebih baik dibandingkan sistem manual , DNA plasma dengan kadar dibawah nanogram dapat dideteksi dengan radio imunoassay, kadar dibawah picogram dapat
dideteksi dengan PCR. Bahkan sekarang dengan real time (RT) quantitative PCR
dipakai untuk mengkuantifikasi dan mengamplifikasi DNA/RNA. Light-cycler
RT-PCR prosesnya cepat, mampu mengeliminasi masalah kontaminasi dan
tidak memerlukan proses pasca PCR (20). Efisiensi ekstraksi CNAPS juga lebih baik dengan memberikan representasi fragmen DNA lebih kecil pada saat ekstraksi , Cell free RNA (cfRNA) dapat dideteksi dalam cairan tubuh lainnya seperti urine ,saliva , hasilnya yaitu dianalisa mampu mendeteksi sebagai marka analisa kanker mulut dan urologi , metode kuantifikasi dan isolasi DNA/RNA pada plasma/serum sangat berpotensi dalam analisis data, diperlukan analisis data ,standarisasi teknik, evaluasi sesuai parameter , seperti spesifisitas sensitifitas , sediaan yang sesuai antara plasma atau serum diketahui, ini dapat
menjadikan CNAPS sebagai salah satu teknik pemeriksaan laboratorium rutin dalam mengetahui DNA/RNA.
DASAR MOLEKULER PASIEN AKONDROPLASIA
Akondroplasia adalah salah satu jenis kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal dominan, displasia skeletal atau kelainan pertumbuhan tulang, pemicu dwarfisme, pasien dengan jenis mutasi heterozigot berkarakter fertil dan akondroplasia dapat diturunkan pada keturunannya dengan karakter complete penetrance,pasien dengan akondroplasia heterozigot gejalanya yaitu frontal bossing, trident shaped-hand , stenosis spinal,lengan pendek, makrosefali, depressed nasal bridge,
homozigot mungkin berkarakter letal, Sebagian besar masalah akondroplasia adalah kelainan yang berkarakter de novo atau sporadik yang dikaitkan
dengan late paternal age,
Akondroplasia disebabkan oleh mutasi pada gen fibroblast growth factor receptor-3 (FGFR3) yang ada pada lengan pendek kromosom 4 (4p16.3). Gen FGFR3 mengkodekan protein FGFR3 yang berperan sebagai reseptor pada jalur sinyal yang menghambat proliferasi dan meningkatkan differensiasi kondrosit,
Protein FGFR3 terdiri dari 3 region yaitu: region intraselular, region ekstraseluler,
dan region transmembran, Jenis mutasi pada gen FGFR3 yang
memicu akondroplasia adalah substitusi basa guanin menjadi adenin pada
basa ke 1138 (G1138A) atau substitusi guanin menjadi sitosin (G1138C),
Mutasi G1138A sebagai pemicu dari akondroplasia pada berbagai etnik,
Kedua jenis mutasi itu memicu substitusi asam amino ke-360 dari glisin menjadi arginin (G380R) yang ada pada domain transmembran protein FGFR3,
Residu glisin yang memiliki berat molekul kecil dan tidak bermuatan digantikan
oleh residu arginin yang molekulnya besar dan berkarakter basa memicu terbentuknya ikatan hidrogen yang menstabilkan dimer FGFR3 sehingga FGFR3 teraktivasi tanpa adanya ligan yang berikatan ,
kelainan itu berkarakter autosomal dominan dan complete penetrance
dan dalam bentuk homozigot berkarakter letal,
analisa ini bertujuan untuk mengetahui presentase masalah yang memiliki tampilan klinis akondroplasia terkonfirmasi dengan teknik biologi molekuler melalui deteksi mutasi pemicu akondroplasia.
Keempat jenis displasia skeletal itu memiliki tampilan fisik utama short stature
namun dengan severitas yang berbeda tergantung pada letak mutasi pada gen FGFR3 dan perubahan asam amino yang dipicu oleh mutasi itu ,
Selain akondroplasia, displasia skeletal lain yang dipicu oleh mutasi pada gen
FGFR3 adalah SADDAN (skeletal skin brain with acantosis nigricans), tanatophorik displasia (TD) dan hipokondroplasia (HPC),
teknik biomolekuler untuk menganalisa displasia skeletal, Pendeteksian mutasi
pemicu akondroplasia difokuskan pada mutasi G1138C dan G1138A yang
melatarbelakangi akondroplasia pada seluruh etnik.
apakah pendeteksian mutasi jenis lain pada gen FGFR3 diperlukan selain kedua jenis mutasi itu diatas untuk masalah akondroplasia di negara asia tenggara,
pasien yang memiliki masalah suspek akondroplasia dirujuk ke Klinik
GenNeka Lembaga Biologi Molekuler Eijkman oleh dokter spesialis anak
untuk dideteksi jenis mutasinya. Pasien dengan rentang usia 1 hari - 8 tahun dirujuk dengan gejala klinis seperti: brachidactilia ,lordosis,short stature, rhizomelik dan frontal bossing,
DNA diekstraksi dari sampel darah memakai Wizard® Genomic DNA
Purification Kit-Promega (Wisconsin, USA).
Jenis mutasi G1138C dan G1138A dideteksi pada seluruh contoh dengan metode PCRRFLP (polymerase chain reaction- restriction fragment length polymorfism) dengan modifikasi metode yang sudah dideskripsikan ,
8 Reaksi total PCR sebanyak 25µL terdiri dari 1x themopol buffer yang
mengandung 20mM Tris-HCl, 10mM (NH4)2SO4, 10mM Kcl, 2mM MgSO4, 0.1%
Triton X-100 pH 8.8 (New Englands Biolabs Inc), 200µM dNTPs (Invitrogen), masing masing 0.4µM primer forward FG10F 5’AGGAGCTGGTGGAGGCTGA-3’ dan
primer reverse FG10R 5’- GGAGATCTTGTGCACGGTGG-3’, 0.625
Units Taq polimerase (New Englands Biolabs Inc) dan 100ng DNA genomik. Reaksi PCR dilakukan pada mesin thermal cycler (Applied Biosystem 9700) dengan kondisi yaitu 95 ° C 5 menit inisiasi denaturasi, (95 ° C 30 detik, 65 ° C 30 detik, 72 ° C 1 menit) sebanyak 35 siklus dan 72 ° C selama 5 menit.
Sebanyak 5µL produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 2% (LE agarose, Roche). Pita yang diharapkan untuk produk PCR sebesar 164pb, Ladder DNA фX174/HaeIII (New Englands Biolabs Inc) dipakai sebagai penanda ukuran DNA. Kemudian produk PCR ditambahkan dengan 10 Units SfcI untuk mendeteksi mutasi G1138A dan MspI untuk mutasi G1138C kemudian diinkubasi minimal
selama 4 jam pada suhu 37 ° C, Produk RFLP dielektroforesis pada gel agarosa 2% (LE agarose, Roche) dan difoto memakai Gel DocTM XR Biorad. bila ada mutasi G1138A pita DNA akan terpotong menjadi fragmen 55pb dan 109 pb ,
sedang untuk mutasi G1138C pita DNA akan terpotong menjadi fragmen 57pb dan 107 pb ,
Pendeteksian mutasi G1138C dan G1138A dilakukan memakai metode
PCR-RFLP, segmen DNA yang meliputi ekson 10 diamplifikasi memakai sepasang
primer yang menghasilkan produk PCR dengan ukuran 164pb kemudian produk PCR itu dipotong dengan enzim MspI dan SfcI ,
Hasil PCR-RFLP menampakkan hasil positif untuk mutasi G1138A dan negatif
untuk mutasi G1138C, Pada setiap RFLP ditambahkan kendali positif yaitu fragmen DNA yang memiliki situs pengenalan enzim restriksi
MspI dan SfcI , Berbeda dengan kendali positif mutasi G1138A, kendali positif untuk mutasi G1138C memakai fragmen DNA gen globin beta yang berukuran 749pb dimana pada fragmen itu ada situs pengenalan enzim restriksi MspI sehingga fragmen DNA terpotong menjadi 2pb, 613pb dan 134pb , ini menampakkan bahwa enzim restriksi MspI yang dipakai berfungsi baik.
menampakkan jumlah masalah akondroplasia dan hasil deteksi mutasi masalah
akondroplasia di Klinik GenNeka sejak periode 2006-2014. Hasil deteksi dengan PCR RFLP menampakkan 13 dari 22 pasien memiliki mutasi substitusi G1138A, dan tidak ada jenis mutasi G1138C. ini menampakkan bahwa mutasi G1138A yang melatarbelakangi sebagian besar masalah akondroplasia ,Walaupun jika
jumlah pasien lebih banyak kemungkinan menemukan jenis mutasi G1138C lebih besar.
Lebih dari 90% pasien akondroplasia dari beberapa etnik yang berbeda memiliki
mutasi G1138A pada gen FGFR3,
kebanyakan pasien akondroplasia memiliki mutasi G1138A, Mutasi itu predominan namun tidak mencapai 90% , sedang mutasi G1138C yang biasanya
ditemukan sekitar 1% pada pasien, pada ke-22 masalah yang dikerjakan, jenis mutasi itu tidak terdeteksi. ini disebabkan karena kemungkinan masalah akondroplasia jarang. Jika jumlah pasien lebih banyak akan memperbesar kemungkinan jenis mutasi G1138C ditemukan pada pasien akondroplasia , Jumlah masalah yang sedikit menandakan bahwa jenis mutasi pemicu akondroplasia lebih beragam, sehingga deteksi mutasi jenis lain pemicu akondroplasia diperlukan seperti G375 dan G346E.1,6 ,dengan melakukan sekuensing seluruh gen FGFR3 untuk mendeteksi jenis mutasi yang
melatarbelakangi pasien akondroplasia yang hasil PCR-RFLP menampakkan negatif untuk mutasi G1138C dan G1138A , dan kemungkinan awareness klinisi dan pasien akan penyakit genetik ini kurang,
Pada analisa itu ditemukan mutasi baru Y278C yang memicu terbentuknya
ikatan disulfida pada domain imunoglobulinlike III dengan fenotipe tampak sebagai hipokondroplasia atau akondroplasia berat, Gen FGFR3 yang terdiri dari 19 ekson adalah pengkode protein fibroblast growth factor receptor 3. Protein FGFR3 termasuk jenis reseptor tirosin kinase yang berperan mengenali dan meneruskan sinyal fibroblast growth factor (FGF) yang menghambat proliferasi dan meningkatkan diferensiasi kondrosit, mencit transgenik yang memiliki mutasi G380R, proliferasi kondrositnya terhambat dan differensiasinya meningkat, sehingga tulangnya lebih pendek jika dibandingkan dengan mencit wild type. Protein FGFR3 tersusun atas 840 asam amino dan terdiri dari
3 region yaitu region ekstraselular yang terdiri dari 3 domain imunoglobulin-like loop (IgI,IgII,IgIII), region transmembran (TM), dan region sitoplasmik yang terdiri dari 2 domain tirosin kinase yaitu tirosin kinase distal (TKd) dan tirosin kinase proksimal (TKp) ,
Mutasi pada gen FGFR3 memiliki efek yang berbeda tergantung pada perubahan asam amino yang dipicu oleh mutasi itu,
substitusi pada domain tirosin kinase K650E memicu tanatophorik
displasia tipe II (TD II), sedang
Substitusi pada domain imunoglobulin-like dan transmembran terutama perubahan suatu asam amino menjadi sistein (Y373C,R248C, S249C, G370R, S371C) melatarbelakangi tanatophorik displasia tipe I (TD I),.
Tanatophorik displasia (OMIM: 187600) adalah jenis skeletal displasia
yang berkarakter letal dengan gejala lebih berat dari akondroplasia yaitu
mikromelia berat, tulang femur melengkung pada TDI dan tulang femur lurus pada TDII, makrosepali, dan rongga torak yang sempit dengan rusuk yang pendek.
sedang substitusi N540K pada domain pada tirosin kinase proksimal memicu
hipokondroplasia (OMIM: 14600) yaitu jenis skeletal displasia yang lebih ringan
dibandingkan dengan akondroplasia dengan gejala mikromelia ringan, lordosis, retardasi mental ringan,short stature,
bahwa terjadi keterlambatan defosforilasi sehingga FGFR3 meneruskan sinyal secara terus menerus. Mutasi pemicu akondroplasia sebagian besar berkarakter spontan (de novo). dikaitkan dengan usia paternal diatas lebih dari 40 tahun, Mutasi ini diturunkan secara autosomal dominan, sehingga setiap anak yang lahir dari orang tua yang keduanya akondroplasia memiliki kemungkinan 25% normal, 50% akondroplasia, dan 25% letal.Deteksi akondroplasia dengan teknik biologi molekuler dapat dipakai sebagai cara untuk mengetahui kondisi janin lebih dini terutama bagi pasangan yang beresiko tinggi seperti pasangan akondroplasia dan calon ayah yang berusia lebih dari 50 tahun,
gejala yang beragam akibat mutasi pada gen FGFR3 mungkin akibat
protein FGFR3 mengalami gain-of-function, Pada keadaan normal protein FGFR3 akan teraktivasi saat fibroblast growth factor (FGF) dan heparin berikatan dengan protein FGFR3.
Aktivasi itu memicu reseptor FGFR3 membentuk dimer dan meneruskan
sinyal. Pada masalah skeletal displasia perubahan asam amino pada protein FGFR3 memicu terbentuk ikatan disulfida atau ikatan hidrogen yang menstabilkan dimer FGFR3 sehingga dimer itu teraktivasi secara terus menerus walaupun tidak ada FGF yang berikatan.