www.gorengx.blogspot.com
.....
www.berasx.blogspot.com
......
Senin, 19 Desember 2022
tulang 3
Desember 19, 2022
tulang 3
PRESBIOPIA
Presbiopia yaitu keadaan yang berkaitan dengan usia dimana penglihatan kabur saat melihat-lihat objek berjarak dekat.Presbiopia yaitu proses degeneratif mata yang biasanya dimulai sekitar usia 40 tahun. Kelainan ini terjadi sebab lensa mata mengalami kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk berubah bentuk.
Anamnesis Keluhan :
ada gangguan pekerjaan terutama pada malam hari dan perlu sinar lebih terang untuk membaca.
Membaca dilakukan dengan menjauhkan kertas yang dibaca. Penglihatan kabur saat melihat-lihat dekat. Gejala lainnya, sesudah membaca mata terasa lelah, berair, dan sering terasa perih.
faktor yang memperparah :
Usia lanjut biasanya lebih dari 40 tahun.
Dilakukan refraksi penglihatan jarak dekat dengan memakai kartu Jaeger. Lensa sferis positif ditambahkan
pada lensa koreksi penglihatan jauh, lalu pasien diminta untuk menyebutkan kalimat hingga kalimat terkecil yang terbaca pada kartu.
Target koreksi sebesar 20/30.
Pemeriksaan refraksi untuk penglihatan jarak jauh dengan memakai Snellen Chart dilakukan terlebih dahulu.
diagnosa berdasar anamnesis,
pengobatan Koreksi kacamata lensa positif
Koreksi lensa positif disesuaikan usia
USIA KOREKSI LENSA
40 tahun + 1,0D
45 tahun + 1,5 D
50 tahun +2,0 D
55 tahun +2,5 D
60 tahun +3,0 D
Konseling :
Pasien perlu mengendalikan setiap tahun, untuk memeriksa apakah ada perubahan ukuran lensa koreksi.
menyarankan pasien dan keluarga bahwa presbiopia yaitu keadaan degeneratif yang dialami hampir semua pasien dan dapat dikoreksi dengan kacamata.
Peralatan
. Kartu Jaeger. Snellen Chart. Satu set lensa coba dan trial frame
KATARAK PADA PASIEN DEWASA
Katarak yaitu kekeruhan pada lensa yang memicu penurunan tajam penglihatan (visus). Katarak paling sering berkaitan dengan proses degenerasi
lensa pada pasien usia di atas 40 tahun (katarak senilis).Selain katarak senilis, katarak juga Akibat komplikasi glaukoma, uveitis, trauma mata,
dan kelainan sistemik seperti diabetes mellitus, riwayat pemakaian obat steroid,. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga
pada satu mata (monokular).
Anamnesis Keluhan :
penglihatan menurun secara perlahan seperti
tertutup asap/kabut. ditambah ukuran kacamata semakin bertambah, silau, dan sulit membaca.
faktor yang memperparah :
Pemakaian tetes mata steroid secara rutin
Kebiasaan merokok dan pajanan sinar matahari
Usia lebih dari 40 tahun, Riwayat penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus
Visus menurun yang tidak membaik dengan pemberian pinhole, Pemeriksaan shadow test positif, ada kekeruhan lensa yang dengan jelas dilihat dengan teknik pemeriksaan jauh (dari jarak 30 cm) memakai oftalmoskop sehingga
diperoleh media yang keruh pada pupil.Teknik ini akan lebih mudah dilakukan sesudah dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropikamid
0.5% atau dengan cara memeriksa pasien pada ruang gelap.
melakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan visus dan pemeriksaan lensa
Komplikasi Glaukoma dan uveitis
pengobatan
Pasien dengan katarak yang sudah memicu gangguan penglihatan yang menonjol dirujuk ke rumahsakit yang memiliki tenagamedis spesialis mata untuk memperoleh pengobatan lalu . Terapi definitif katarak yaitu operasi katarak.
Konseling :
menyarankan keluarga untuk mengendalikan teratur jika sudah didiagnosa katarak agar tidak terjadi komplikasi.menyarankan keluarga bahwa katarak yaitu gangguan penglihatan yang dapat diperbaiki.
ciri-ciri Rujukan :
Jika pasien sudah mengalami gangguan penglihatan yang menonjol , Jika muncul komplikasi, Katarak matur,
Peralatan
. Senter. Snellen chart. Tonometri Schiotz. Oftalmoskop,
GLAUKOMA AKUT
Glaukoma akut yaitu glaukoma yang dipicu peninggian tekanan intraokular yang mendadak. Glaukoma akut dapat bersifat primer atau
sekunder. Glaukoma primer muncul dengan sendirinya pada pasien yang memiliki bakat bawaan glaukoma, sedang glaukoma sekunder muncul sebagai penyulit penyakit mata lain ataupun sistemik. biasanya pengidap
glaukoma sudah berusia lanjut, terutama bagi yang memiliki risiko. Bila tekanan intraokular yang mendadak tinggi ini tidak diobati segera akan memicu kehilangan penglihatan sampai kebutaan yang permanen.
Anamnesis Keluhan :
Rasa sakit atau nyeri pada mata yang menjalar ke kepala. mual mulas perih kembung dan muntah (pada tekanan bola mata yang sangat tinggi)
. Mata merah. Tajam penglihatan turun mendadak
faktor yang memperparah :
Bilik mata depan yang dangkal
. Visus turun. Tekanan intra okular meningkat
. Konjungtiva bulbi: hiperemia kongesti, kemosis dengan injeksi silier, injeksi konjungtiva
. Edema kornea. Bilik mata depan dangkal
. Pupil mid-dilatasi, refleks pupil negatif
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pada pelayanan primer.
diagnosa :
berdasar anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologis.
diagnosa Banding:
Uveitis Anterior, Ulkus Kornea, Keratitis
pengobatan masalah glaukoma pada layanan primer menurunkan tekanan intra okuler sesegera mungkin dan lalu merujuk ke tenagamedis
spesialis mata di rumah sakit.
1. Non-Medikamentosa
Pembatasan asupan cairan untuk menjaga agar tekanan intra okular tidak semakin meningkat
2. Medikamentosa
--. Asetazolamid HCl 500 mg, dilanjutkan 4 x 250 mg/hari.
--. KCl 0.5 gr 3 x/hari.
--. Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari.
--. Tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotik 4-6 x 1 tetes sehari
--. Terapi simptomatik.
Konseling :
menyarankan keluarga bahwa keadaan mata dengan glaukoma akut tergolong kedaruratan mata, dimana tekanan intra okuler harus segera diturunkan
ciri-ciri Rujukan :
Pada glaukoma akut, rujukan dilakukan sesudah penanganan awal di layanan primer.
Peralatan
Oftalmoskopi, Snellen chart, Tonometri Schiotz
GLAUKOMA KRONIS
Glaukoma yaitu golongan penyakit mata yang biasanya ditandai kerusakan saraf optik dan kehilangan lapang pandang yang bersifat progresif dan berkaitan dengan berbagai faktor yang memperparah : terutama tekanan intraokular (TIO) yang tinggi. Glaukoma yaitu pemicu kebutaan kedua terbesar di dunia
sesudah katarak. Kebutaan sebab glaukoma tidak bisa disembuhkan, namun pada kebanyakan masalah glaukoma dapat dikendalikan. biasanya pengidap glaukoma sudah berusia lanjut, terutama bagi yang memiliki risiko. Hampir
separuh pengidap glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit ini .
Anamnesis Keluhan :
yang beragam dan berbeda tergantung jenis
glaukoma. Glaukoma kronis dapat dibagi menjadi glaukoma kronis primer dan sekunder.
Kehilangan lapang pandang perifer secara bertahap pada kedua mata
. Pada glaukoma yang lanjut dapat terjadi penyempitan lapang pandang yang berarti hingga memicu gangguan, seperti menabrak-nabrak
saat berjalan, . Rasa tidak nyaman atau mata cepat lelah. Mungkin ada riwayat penyakit mata, trauma, atau pemakaian obat kortikosteroid
. biasanya pada tahap awal, glaukoma kronis tidak memicu , dan diketahui secarakebetulan bila melakukan pengukuran TIO. Mata dapat terasa pegal, kadang pusing
faktor yang memperparah :
Pada glaukoma sekunder, ada riwayat pemakaian obat steroid secara rutin, atau riwayat trauma pada mata.. Usia 40 tahun atau lebih
Ada anggota keluarga menderita glaukoma
pengidap miopia, penyakit kardiovaskular, hipertensi, hipotensi, vasospasme, diabetes mellitus, dan migrain,
Glaukoma yaitu penyakit mata yang ditandai oleh trias glaukoma, yang terdiri dari:
Defek lapang pandang yang khas. Peningkatan tekanan intraokular. Perubahan patologis pada diskus optikus,
Pemeriksaan Oftalmologis
Lapang pandang menyempit pada tes konfrontasi
. Tekanan intra okular meningkat. Pada funduskopi, rasio cup / disc meningkat (rasio cup / disc normal: 0.3)Visus normal atau menurun
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pada pelayanan primer.
berdasar anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis.
diagnosa Banding:
Katarak. Kelainan refraksi, Retinopati diabetes / hipertensi. Retinitis pigmentosa
pengobatan masalah glaukoma pada layanan primer bertujuan mengendalikan tekanan intra okuler dan merujuk ke tenagamedis spesialis mata di rumah sakit.
Pengobatan biasanya Medikamentosa dengan obat-obat glaukoma, contohnya Timolol 0.5%, 2 x 1tetes/hari. Jenis obat lain diberikan bila
dengan 1 macam obat TIO belum terkendali
Konseling :
1. menyarankan keluarga bahwa kepatuhan pengobatan penting untuk
keberhasilan pengobatan glaukoma.
2. menyarankan pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat glaukoma
pada keluarga untuk memeriksakan matanya secara teratur.
ciri-ciri Rujukan : Pada glaukoma kronik, rujukan dilakukan segera sesudah diagnosa .
Peralatan Snellen chart, Oftalmoskop. Tonometer Schiotz
TRIKIASIS
Trikiasis yaitu keadaan di mana bulu mata tumbuh mengarah ke dalam, yaitu ke arah permukaan bola mata, sehingga dapat menggores kornea atau konjungtiva dan memicu berbagai komplikasi, seperti nyeri, erosi, infeksi, dan ulkus kornea. sebab pasien yang mengalami tanda maupun komplikasi dari trikiasis sangat mungkin mencari pertolongan di layanan primer terlebih dahulu.
Anamnesis Keluhan :
ada riwayat penyakit yang berkaitan dengan faktor predisposisi, contoh : blefaritis, trakoma, trauma mekanik atau kimiawi, herpes zoster
oftalmik, dan berbagai kelainan yang memicu munculnya sikatriks dan entropion.
dapat dialami oleh pasien dari semua golongan usia. keluhan pasien dapat beragam , contoh : mata berair, rasa mengganjal, silau bila terpapar cahaya, atau kelilipan. Penglihatan dapat terganggu bila sudah muncul ulkus pada kornea.
dapat dialami pada satu atau kedua mata.
Bila sudah terjadi inflamasi, dapat muncul mata merah.
Beberapa atau seluruh bulu mata berkontak dengan permukaan bola mata.ada entropion, yaitu terlipatnya margo palpebra ke arah dalam.
Bila ada inflamasi atau infeksi, ada injeksi konjungtival atau silier.
Kelainan pada kornea, contoh : abrasi, ulkus, nebula / makula / leukoma kornea.Bila sudah merusak kornea, memicu penurunan visus.
Bila ada ulkus pada kornea, uji fluoresein akan memberi hasil positif. Pemeriksaan harus dilakukan pada kedua mata, terlepas dari ada tidaknya
diagnosa trikiasis dilakukan melalui anamnesis dan Tes fluoresens dapat menandakan erosi atau ulkus kornea.diagnosa banding: pemicu inflamasi lain pada mata
pengobatan
1. Non-Medikamentosa
Epilasi, yaitu pencabutan bulu mata dengan pinset. untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi pada bola mata. Namun,
bulu mata akan tumbuh kembali dalam waktu 4 – 6 minggu, sehingga epilasi perlu diulang kembali.
2. Medikamentosa
Pengobatan topikal diberikan sesuai indikasi, contoh : salep atau tetes mata antibiotik untuk mengatasi infeksi.Konseling :
tenagamedis perlu menerangkan beberapa alternatif pilihan terapi, mulai dari epilasi dan pengobatan topikal yang dilakukan oleh tenagamedis di rumahsakit hingga operasi yang dilakukan oleh spesialis mata di rumahsakit . Terapi yang akan dijalani sesuai dengan pilihan
pasien.Pasien perlu diinformasikan untuk menjaga kebersihan matanya dan menghindari trauma pada mata yang yang memperparah gejala.
ciri-ciri Rujukan :
Bila pasien menghendaki pengobatan langsung di rumahsakit , Bila sudah terjadi kerusakan kornea. Bila pengobatan di atas tidak membantu pasien, dilakukan rujukan ke rumahsakit
. Bila sudah terjadi penurunan visus,
Peralatan
. Lampu biru (bisa berasal lampu biru pada oftalmoskop) . Lampu senter. Snellen Chart. Pinset untuk epilasi. LupDapat pula disediakan kertas fluoresein dan larutan NaCl 0.9% untuk ter fluoresein
EPISKLERITIS
Episkleritis yaitu reaksi radang pada episklera, yaitu jaringan ikat vaskular yang terletak di antara konjungtiva dan permukaan sklera. Penyakit
ini termasuk dalam golongan “mata merah dengan penglihatan normal”. Episkleritis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun dan membaik dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu. biasanya , episkleritis bersifat ringan, namun dapat pula yaitu tanda adanya penyakit sistemik, seperti
tuberkulosis, reumatoid artritis, dan systemic lupus erythematosus (SLE).
Anamnesis Keluhan :
biasanya bersifat akut, namun dapat pula berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan, pengikut lain, contoh : rasa kering, nyeri, mengganjal, atau berair. ini bersifat ringan dan tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Bila dirasakan amat parah, dipikirkan diagnosa lain
. biasanya mengenai satu mata dan dapat berulang pada mata yang sama atau bergantian
. Mata merah yaitu gejala atau satu-satunya
. Tidak ada gangguan dalam ketajaman penglihatan. ada gejala terkait penyakit dasar, di antaranya: tuberkulosis, reumatoid artritis, SLE, alergi (contoh : eritema nodosum), atau
dermatitis kontak
Episkleritis terbagi menjadi dua tipe, yaitu nodular dan simpel. biasanya , tanda dari episkleritis yaitu :
ada mata yang berair, dengan sekret yang jernih dan encer. Bila sekret tebal, kental, dan berair, perlu dipikirkan diagnosa lain.
--. Pemeriksaan status generalis harus dilakukan untuk memastikan tandatanda penyakit sistemik yang mungkin mendasari munculnya episkleritis,seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, SLE, eritema nodosum, dermatitis kontak. Kelainan sistemik biasanya lebih sering memicu episkleritis nodular dibandingkan simpel.
-- Pada episkleritis nodular, ada nodul kemerahan berbatas tegas di bawah konjungtiva. Nodul dapat digerakkan. Bila nodul ditekan dengan kapas atau melalui kelopak mata yang dipejamkan di atasnya, akan muncul rasa sakit yang menjalar ke sekitar mata.
--. Hasil pemeriksaan visus dalam batas normal.
--. Kemerahan hanya melibatkan satu bagian dari area episklera. Pada penyinaran dengan senter, tampak warna pink seperti daging salmon,
sedang pada skleritis warnanya lebih gelap dan keunguan.
--. Kemerahan pada episkleritis dipicu oleh kongesti pleksus episklera superfisial dan konjungtival, yang letaknya di atas dan terpisah dari lapisan sklera dan pleksus episklera profunda di dalamnya. maka , pada episkleritis, penetesan Fenil Efedrin 2,5% akan mengecilkan kongesti
dan mengurangi kemerahan; sesuatu yang tidak terjadi pada skleritis.
dengan anamnesis
diagnosa banding:
.Skleritis, Konjungtivitis
Cara membedakan episkleritis dengan skleritis yaitu dengan melakukan tes Fenil Efrin 2,5% (tetes mata), yaitu vasokonstriktor. Pada
episkleritis, penetesan Fenil Efrin 2,5% akan mengecilkan kongesti dan mengurangi kemerahan (blanching / memucat); sedang pada skleritis
kemerahan menetap.
pengobatan
1. Non-Medikamentosa
Bila ada gejala sensitifitas terhadap cahaya, pemakaian kacamata hitam dapat membantu.
. Bila ada riwayat yang jelas mengenai paparan zat eksogen, contoh alergen atau iritan, maka perlu dilakukan avoidance untuk mengurangi progresifitas gejala dan mencegah rekurensi.
2. Medikamentosa
-- Gejala berat atau yang memanjang dan episkleritis nodular dapat diatasi dengan tetes mata kortikosteroid, contoh : Prednisolon 0,5%,
Deksametason 0,1%, atau Betametason 0,1%.
--. Episkleritis nodular yang tidak membaik dengan obat topikal, dapat diberikan anti-inflamasi non-steroid (NSAID), contoh Ibuprofen
--. Episkleritis simpel biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus.
--. Gejala ringan hingga sedang dapat diatasi dengan tetes air mata buatan
.Konseling :
tenagamedis perlu memberi informasi kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya, dan memberi reassurance dan informasi yang
relevan, di antaranya mengenai natur penyakit yang ringan, biasanya selflimited, dan hal-hal yang pasien dapat lakukan untuk menyembuhkan
penyakitnya.
Peralatan
Tetes mata vasokontriktor: Fenil Efrin 2,5%. Snellen chart. Lampu senter. Kapas bersih.
FRAKTUR TERBUKA
Fraktur yaitu terputusnya keterkaitan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisik baik yang bersifat total maupun parsial.
Fraktur terbuka yaitu suatu fraktur yang ada hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri dan dapat
memicu komplikasi infeksi.
Anamnesis Keluhan :
Bengkak. Perubahan warna. Gangguan sensibilitas. Kelemahan otot. Adanya patah tulang terbuka sesudah terjadinya trauma . Nyeri. Sulit digerakkan. Deformitas.
faktor yang memperparah ::
1. Inspeksi
Adanya luka terbuka pada kulit yang berwujud tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh sebab tertembus, contoh oleh peluru atau trauma langsung dengan fraktur yang terpapar dengan dunia luar.
2. Palpasi
. Adanya deformitas. Panjang anggota gerak berkurang dibandingkan sisi yang sehat.
. Robekan kulit yang terpapar dunia luar
. Nyeri tekan. Terabanya jaringan tulang yang menonjol keluar
3. Gerak
biasanya tidak dapat digerakkan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi, berwujud : Foto polos dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral,
berdasar anamnesis, penunjang.
penggolongan
Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga golongan :
1. Grade I
Kerusakan jaringan minimal, frakturnya simple atau oblique dan sedikit kominutif .
. Fraktur terbuka dengan luka kulit kurang dari 1 cm dan bersih
2. Grade II
Flap kontusio avulsi yang luas dan fraktur kominutif sedang dan kontaminasi sedang.
Fraktur terbuka dengan luka robek lebih dari 1 cm, tanpa ada kerusakan jaringan lunak,
3. Grade III
Fraktur terbuka segmental atau kerusakan jaringan lunak yang luas atau amputasi traumatic, derajad kontaminasi yang berat dan trauma dengan kecepatan tinggi.
Fraktur grade III dibagi menjadi tiga, yaitu:
Grade IIIa: Fraktur segmental atau sangat kominutif penutupan tulang dengan jaringan lunak cukup kuat .
Grade IIIb: Trauma sangat berat atau kehilangan jaringan lunak yang cukup luas, terkelupasnya area periosteum dan tulang tampak terbuka,dan adanya kontaminasi yang cukup berat.
Grade IIIc: Fraktur dengan kerusakan pembuluh darah.
Komplikasi
Perdarahan, syok septik sampai kematian, osteomielitis kronik, delayed union, nonunion dan malunion, kekakuan sendi, komplikasi lain oleh
sebab perawatan yang lamaseptikemia, toksemia oleh sebab infeksi piogenik, tetanus, gangrene, perdarahan sekunder,
pengobatan
Prinsip penanganan fraktur terbuka
. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi dengan metode ATLS. Lakukan irigasi luka
. Lakukan imobilisasi fraktur. Pasang cairan dan berikan antibiotika intra vena yang sesuai dan kuat lalu segera rujuk kerumahsakit .pengobatan
--. Pembersihan terhadap luka fraktur, dengan cara irigasi dengan NaCl fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
--. Balut luka untuk menghentikan perdarahan, pada fraktur dengan tulang menonjol keluarsedapat mungkin dihindari memasukkan komponen tulang ini kembali kedalam luka.
--. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
--. Pemberian antibiotika: yaitu cara efektif mencegah terjadinya infeksi pada fraktur terbuka. Antibiotika yang diberikan sebaiknya dengan dosis yang besar. Untuk fraktur terbuka antibiotika yang disaran yaitu golongan cephalosporin, dan dikombinasi dengan golongan aminoglikosida.
-- Pencegahan tetanus: semua pengidap dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada pengidap yang sudah memperoleh
imunisasi aktif cukup dengan pemberian tetanus toksoid namun bagi yang belum, diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin.
ciri-ciri Rujukan :
Pasien segera dirujuk sesudah keadaan lebih stabil dengan tetap mengawasi tanda vital.
FRAKTUR TERTUTUP
Fraktur yaitu terputusnya keterkaitan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisik baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tertutup yaitu suatu fraktur yang tidakberkaitan dengan lingkungan luar.
Anamnesis Keluhan :
Perubahan warna. Gangguan sensibilitas. Kelemahan otot
. Adanya riwayat trauma (terjatuh, kecelakaan)
. Nyeri. Sulit digerakkan. Deformitas. Bengkak.
FaktorRisiko: Osteoporosis
1. Inspeksi
Adanya deformitas dari jaringan tulang, namun tidak menembus kulit. Anggota tubuh tdak dapat digerakkan.
2. Palpasi
Bengkak.. Perbedaan panjang anggota gerak yang sakitdi bandingkan dengan sisi yang sehat.
. Teraba deformitas tulang jika dibandingkan dengan sisi yang sehat.. Nyeri tekan..
3. Gerak
biasanya tidak dapat digerakkan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi berwujud foto polos dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral.
diagnosa : berdasar anamnesis, dan penunjang.
diagnosa Banding : -
Komplikasi : Compartemen syndrome
pengobatan
Prinsip pengobatan dilakukan dengan:
1. Semua fraktur dikelola secara emergensi dengan metode ATLS2. Lakukan stabilisasi fraktur dengan bidai, waspadai adanya gejala
compartemen syndrome seperti edema, kulit yang mengkilat dan adanya nyeri tekan.
3. Rujuk segera kerumahsakit
ciri-ciri Rujukan : :
Pasien segera dirujuk sesudah keadaan lebih stabildengan tetap mengawasi tanda vital.
Peralatan Jarum kecil Bidai
.POLIMIALGIA REUMATIK
PolyMyalgiaRheumatica(PMR) yaitu sindrom klinis dengan etiologi yang tidak diketahui yang mempengaruhi pasien usia lanjut. ini ditandai
denganmialgiaproksimaldari pinggul dan gelang bahu dengan kekakuan pagi hari yang berlangsung selama lebih dari 1 jam.
Anamnesis Keluhan :
pasien berada dalam kesehatan yang baik sebelum onset penyakit yang tiba-tiba. Pada kebanyakan pasien, gejala muncul pertama kali
pada bahu. Sisanya, pinggul atau leher yang terlibat saat onset. Gejala terjadi mungkin pada satu sisi namun biasanya menjadi bilateral dalam beberapa minggu. gejala termasuk nyeri dan kekakuan bahu dan pinggul. Kekakuan mungkin parah sehingga pasien mungkin mengalami kesulitan bangkit dari kursi, berbalik di tempat tidur, atau mengangkat tangan mereka di atas
bahu tinggi. Kekakuan sesudah periode istirahat dan kekakuan pada pagi hari lebih dari 1 jam biasanya terjadi. Pasien juga mungkin
menggambarkan sendi distal bengkak atau yang lebih jarang berwujud edema tungkai. Carpal tunnel syndrome dapat terjadi pada beberapa pasien.
Patognomonis
Tanda-tanda dan gejala polymyalgia rheumatic tidak khusus ,
gejala antaralain :
Pembengkakan ekstremitas distal dengan pitting edema.Penampilan lelah
Temuan muskul oskeletal antaralain :
Sinovitis transien pada lutut, pergelangan tangan, dan sendi sternoklavikula..
. Kekuatan otot normal, tidak ada atrofi otot
Nyeri pada bahu dan pinggul dengan gerakan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laju endap darah (LED)
diagnosa :
berdasar satu set syarat diagnosa : berikut, yaitu:
--. Tidak adanya penyakit lain memicu gejala muskuloskeletal
--. Kekakuan pagi berlangsung ≥ 1 jam
--. tanggapan cepat terhadap prednison (≤ 20 mg)
--. Usia onset 50 tahun atau lebih tua
--. Laju endap darah ≥ 40 mm / jam
--. Nyeri bertahan selama ≥ 1 bulan dan melibatkan 2 dari area berikut:
leher, bahu, dan korset panggul
diagnosa Banding
Hipotiroidism, Multipel mieloma, Osteoartritis, Sindroma paraneoplastik, Artritis reumatoid.
Amiloidosis, AA (Inflammatory), Depresi, Fibromialgia, Giant Cell Arteritis,
pengobatan
Terapi glukokortikoid diturunkan secara bertahap dengan dosis pemeliharaan 5-10 mg peroral setiap hari namun dilanjutkan selama minimal 1 tahun untuk mengurangi risiko kambuh. ESR kembali ke normal selama pengobatan awal, namun terapi berikutnya harus berdasar status ESR dan klinis. Prednison dengan dosis 10-15 mg peroral setiap hari, memicu kesembuhan dalam beberapa hari,
Konseling
nasihat keluarga bahwa penyakit ini mungkin memicu gangguan dalam aktivitas pengidap , sehingga dukungan keluarga sangatlah penting.
ciri-ciri Rujukan :
sesudah dilakukan dugaan diagnosa , pasien dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder.
Peralatan pemeriksaan darah
ARTRITIS REUMATOID
Penyakit autoimun yang ditandai dengan ada sinovitis erosif simetrik yang walaupun mengenai jaringan persendian, cenderung juga melibatkan organ tubuh lainnya.
Anamnesis Keluhan :
Gejala pada awal onset
Gejala prodromal: lelah (malaise), anoreksia, seluruh tubuh terasa lemah yang berlangsung berminggu-minggu berbulan-bulan.
Gejala khusus pada banyak sendi (poliartrikular) mengenai seluruh sendi terutama sendi PIP (proximal interphalangeal), sendi
MCP (metacarpophalangeal) atau MTP (metatarsophalangeal), pergelangan
tangan, bahu, lutut, dan kaki. Sendi DIP (distal interphalangeal) biasanya tidak terkena.
Gejala sinovitis pada sendi yang terkena: bengkak, nyeri yang diperburuk dengan gerakan sehingga gerakan menjadi terbatas, kekakuan pada pagi hari > 1 jam.
Gejala ekstraartikular: mata (episkleritis), kardiovaskular (nyeri dada pada perikarditis), hematologi (anemia).faktor yang memperparah :
Hormon seks. Infeksi, Wanita, Merokok. Faktor genetik..
Manifestasi artikular:
Bengkak/efusi sendi, nyeri tekan sendi, sendi teraba hangat, deformotas (swan neck, boutonniere, deviasi ulnar)
Manifestasi ekstraartikular:.
--. Sistem respiratorik ada adanya radang sendi krikoaritenoid, pneumonitis interstitial, efusi pleura, atau fibrosis paru luas.
--. Sistem kardiovaskuler ada perikarditis konstriktif, disfungsi katup, fenomena embolisasi, gangguan konduksi, aortritis, kardiomiopati.
Mata ada kerato-konjungtivitis sicca yaitu
manifestasi sindrom Sjorgen, episkleritis/ skleritis. Konjungtiva tampak anemia akibat penyakit kronik.
--. Kulit: ada nodul rheumatoid pada area yg banyak menerima penekanan, vaskulitis.
--. Soft tissue rheumatism, seperti carpal tunnel syndrome atau frozen shoulder.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laju endap darah (LED)
Pemeriksaan di pelayanan kesehatan sekunder atau rujukan horizontal:
CRP. Analisis cairan sendi
. Biopsi sinovium/ nodul rheumatoid
. Faktor reumatoid (RF) serum.
. Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berwujud pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxta-articular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis
difus, erosi meluas sampai area subkondral.
. ACPA (anti-cyclic citrullinated peptide antibody) / anti-CCP,
diagnosa RA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
syarat diagnosa :
berdasar ACR-EULAR 2010:
Dibuat skor dari beberapa poin dibawah ini : 1. Jumlah sendi yang terlibat . 1
sendi besar : 0, .
2-10 sendi besar : 1
. 1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa sendi besar) : 2
. 4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa sendi besar) : 3
. >10 sendi dengan minimal 1 sendi kecil : 5
Sendi DIP, MTP I, carpometacarpal I tidak termasuk dalam kriteria Yang dimaksud sendi kecil yaitu MCP, PIP, MTP II-V, ibu jari, dan
pergelangan tangan Yang dimaksud sendi besar yaitu bahu, siku, lutut, pangkal paha, dan
pergelangan kaki.
2. Acute phase reactants : LED dan CRP
. LED atau CRP naik : 1
3. RF atau anti CCP
--. RF dan anti CRP (-) : 0
--. RF atau anti CRP naik < 3 batas atas normal (BAN) : 2
--. RF atau CRP naik > 3 BAN : 3
4. Durasi
--. Lebih dari 6 Minggu : 1
--. Kurang dari 6 Minggu : 0
Skor 6 atau lebih dapat dibuat diagnosa RA
Sistem penilaian penggolongan kriteria RA (American College ofRheumatology/European League Against Rheumatism, 2010)
Kriteria penggolongan untuk RA (algoritma berdasar skor: tambahkan skor
dari kategori A-D; dari total skor 10, jika diperoleh jumlah skor ≥ 6 yaitu
definisi pasti RA)3
1. Keterlibatan sendi
1 sendi besar5 0
2-10 sendi besar 1
1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)6 2
4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)3 3
>10 sendi (min.1 sendi kecil)7 5
2. Serologi (min.1 hasil tes yang dibutuhkan untuk penggolongan )8
RF (-) dan ACPA (-) 0
RF (+) rendah dan ACPA (+) rendah 2
RF (+) tinggi dan ACPA (+) tinggi 3
3. Reaktan tahap akut (min.1 hasil tes yang dibutuhkan untuk penggolongan )9
CRP normal dan LED normal 0
CRP tidak normal dan LED tidak normal 1
4. Durasi dari gejala10
< 6 minggu 0
≥ 6 minggu 1
Catatan:
--. Normal/tidak normal ditentukan oleh standar laboratorium setempat. CRP
(C-reactive protein); LED (Laju Endap Darah).
--.Durasi gejala merujuk pada laporan dari pasien mengenai durasi gejala dan tanda sinovitis (contoh nyeri, bengkak, dan nyeri pada penekanan) dari sendi yang secara klinis terlibat saat pemeriksaan, tanpa memandang status pengobatan.
--. Kriteria ini ditujukan untuk penggolongan pasien baru. Sebagai tambahan, pasien dengan penyakit erosif tipikal RA dengan riwayat yang sesuai dengan kriteria 2010 ini harus digolongkan ke dalam RA. Pasien dengan penyakit lama, termasuk yang tidak aktif (dengan atau tanpa pengobatan), yang berdasar data retrospektif yang dimiliki memenuhi kriteria 2010 ini harus digolongkan ke dalam RA.
--. diagnosa banding beragam diantara pasien dengan manifestasi yang berbeda, namun boleh memasukkan keadaan seperti SLE, artritis psoriatic, dan gout. Jika diagnosa banding masih belum jelas, hubungi ahli reumatologi.
--. Walaupun pasien dengan skor < 6 dari tidak digolongkan ke dalam RA, status mereka dapat dinilai ulang dan kriteria ini bisa dipenuhi secara
kumulatif seiring waktu.
--. Dalam kategori ini, minimal 1 dari sendi yg terlibat harus sendi kecil; sendi lainnya dapat berwujud kombinasi dari sendi besar dan sendi kecil tambahan, seperti sendi lainnya yang tidak terdaftar secara khusus dimanapun (contoh temporomandibular, akromioklavikular, sternoklavikular).
--. Negatif merujuk pada nilai IU yg ≤ batas atas nilai normal (BAN) laboratorium dan assay; positif rendah merujuk pada nilai IU yang ≥ BAN
namun ≤ 3x BAN laboratorium dan assay; positif tinggi merujuk pada nilai IU
yang > 3x BAN laboratorium dan assay. saat RF hanya dapat dinilai sebagai positif atau negatif, hasil positif harus dinilai sebagai positif rendah
untuk RA. ACPA = anti-citrullinated protein antibody.
--. Keterlibatan sendi merujuk pada sendi yang bengkak atau nyeri pada pemeriksaan, yang dikonfirmasi oleh bukti pencitraan akan adanya
sinovitis. Sendi interfalang distal, sendi karpometakarpal I, dan sendi metatarsofalangeal I tidak dimasukkan dalam pemeriksaan. Kategori
distribusi sendi digolongkan berdasar lokasi dan jumlah sendi yang terlibat, ditempatkan ke dalam kategori tertinggi berdasar pola keterlibatan sendi.
--. Sendi-sendi besar merujuk pada bahu, siku, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki.
--. Sendi-sendi kecil merujuk pada sendi metakarpofalangeal, sendi interfalang proksimal, sendi metatarsophalangeal II-V, sendi interfalang
ibu jari, dan pergelangan tangan.
diagnosa Banding
pemicu arthritis lainnya, Spondiloartropati seronegatif, Lupus eritematosus istemik, Sindrom Sjogren
Komplikasi
--Sindrom Felty (gabungan gejala RA, splenomegali, leukopenia, dan ulkus
pada tungkai; juga sering ditambah limfadenopati dan trombositopenia)
--. Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar)
--. Sindrom terowongan karpal (TCS)
pengobatan :
--. Pemberian golongan steroid, seperti: prednison atau metil prednisolon dosis rendah (sebagai bridging therapy).
--. Fisioterapi, pengobatan okupasi, bila perlu diberikan ortosis.
--. Pasien diberikan informasi untuk memproteksi sendi, terutama pada stadium akut dengan memakai decker.
--. Pemberian obat anti inflamasi non-steroid, seperti: diklofenak 50-100 mg 2x/hari, meloksikam 7,5–15 mg/hari, celecoxib 200-400 mg/sehari.
ciri-ciri Rujukan :
. RA dengan komplikasi.
. Rujukan pembedahan jika terjadi deformitas.
. Tidak membaik dengan pemberian obat anti inflamasi dan steroid dosis rendah.
Peralatan
Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah.
ARTRITIS, OSTEOARTRITIS
Penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Pasien sering datang berobat saat sudah ada deformitas sendi yang
bersifat permanen.
Anamnesis Keluhan :
Pembesaran sendi. Perubahan gaya berjalan
. Nyeri sendi. Hambatan gerakan sendi
. Kaku pagi. Krepitasi.
faktor yang memperparah :
. Wanita, usia >50 tahun atau menopouse
. kegemukan . Pekerja berat dengen pemakaian satu sendi terus menerus, . Usia > 60 tahun
Tanda Patognomonis
. Pembengkakan sendi yang cenderung asimetris
. gejala peradangan sendi. Deformitas sendi yang permanen. Perubahan gaya berjalan, Hambatan gerak. Krepitasi,
Pemeriksaan Penunjang Radiografi
diagnosa : berdasar gambaran klinis dan radiografi.
diagnosa Banding Artritis Gout, Rhematoid Artritis
Komplikasi Deformitas permanen
pengobatan
Pengobatan untuk mencegah progresifitas dan meringankan gejala yang dikeluhkan, Pengelolaan OA berdasar atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena.
. rekayasa gaya hidup, dengan cara:
Melatih pasien untuk tetap memakai sendinya dan melindungi sendi yang sakit, Menurunkan berat badan
Pengobatan Non Medikamentosa : Rehabilitasi medis /Fisioterapi
. Pengobatan Medikamentosa
a. Analgesik topikal
b. NSAID (oral):
non selective: COX1 (Diklofenak, Ibuprofen, Piroksikam, Mefenamat, Metampiron) selective: COX2 (Meloksikam)
ciri-ciri Rujukan :
. Bila ada komplikasi, termasuk komplikasi terapi COX 1,. Bila ada komorbiditas, Bila nyeri tidak dapat diatasi dengan obat-obatan. Bila curiga ada efusi sendi,
.VULNUS
Kulit yaitu bagian tubuh yang paling luar yang bermanfaat melindungi diri dari trauma luar dan masuknya benda asing.bila kulit terkena trauma,
maka memicu luka/vulnus.Luka ini dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh dan dapat mengganggu aktifitas seharihari.
Keadaan terjadinya disketerkaitan jaringan, dapat dimuncul kan oleh berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar, pembedahan. luka robek (laserasi), luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi),
Etiologi
berdasar mekanisme trauma, terdiri dari :
Trauma tajam yang memicu luka terbuka, contoh
:--. Vulnus Perforatum
Luka jenis ini yaitu luka tembus atau luka jebol. pemicu oleh sebab panah, tombak atau proses infeksi yang meluas hingga melewati
selaput serosa/epithel organ jaringan.
--. Vulnus Amputatum
Luka potong, pancung dengan pemicu benda tajam ukuran besar/berat, gergaji.Luka membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang
dipotong.Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, ada gejala pathom limb.
--. Vulnus Punctum
pemicu yaitu benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, yaitu luka terbuka dari luar tampak kecil namun didalam mungkin
rusak berat, jika yang mengenai perut /thorax dinamakan vulnus penetrosum(luka tembus).
--. Vulnus Scissum/Insivum
pemicu dari luka jenis ini yaitu sayatan benda tajam atau jarum
yaitu luka terbuka akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif,
tepi luka tajam dan licin.
--. Vulnus Schlopetorum
pemicunya yaitu tembakan, granat.Pada pinggiran luka tampak
kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ada corpus alienum.
--. Vulnus Morsum
pemicu yaitu gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi
besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi
Trauma tumpul yang memicu luka tertutup (vulnus occlusum), atau luka
terbuka (vulnus apertum), contoh :
--. Vulnus Contussum
pemicu : benturan benda yang keras. Luka ini yaitu luka tertutup, akibat dari kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah
memicu nyeri dan berdarah (hematoma) bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarnya jika organ dalam terbentur memicu akibat yang serius.
--Trauma termal
, yaitu kerusakan kulit sebab suhu yang ekstrim, contoh air panas, api, sengatan listrik, bahan kimia, radiasi atau suhu yang sangat dingin, Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat mulai dari lepuh (bula), sampai karbonisasi (hangus).ada sensasi nyeri dan atau anesthesia.
-- Vulnus Laceratum
Jenis luka ini dipicu oleh sebab benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan
meningkatkan resiko infeksi.
--. Vulnus Excoriasi
pemicu luka sebab kecelakaan atau jatuh yang memicu lecet pada permukaan kulit yaitu luka terbuka namun yang terkena hanya area kulit.
Patofisiologi
Vulnus terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang bisa dipicu oleh trauma mekanis dan perubahan suhu (luka bakar).Vulnus
yang terjadi memicu beberapa tanda dan gejala seperti bengkak, krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau bisa juga memicu keadaan yang lebih serius.Tanda dan gejala yang muncul tergantung pada pemicu dan tipe vulnus.
Menurut tipenya luka dibedakan menjadi 4 tipe luka yaitu :
--Luka kontaminasi
Luka ini tidak rapi, terkontaminasi oleh lingkungan kotor, operasi pada saluran terinfeksi (usus besar, rektum, infeksi bronkhial,saluran kemih)
--Luka infeksi
Jenis luka ini diikuti adanya infeksi, kerusakan jaringan, dan kurangnya vaskularisasi pada jaringan luka.
--. Luka bersih
Luka bersih yaitu luka sebab tindakan operasi dengan tehnik steril, contoh pada area dinding perut, dan jaringan lain yang letaknya lebih
dalam (non contaminated deep tissue), contoh pembuluh darah, otak, tulang., tiroid, kelenjar,
--. Luka bersih-kontaminasi
yaitu luka yang terjadi sebab benda tajam, bersih dan rapi, lingkungan tidak steril atau operasi yang mengenai area usus halus dan bronchial.
Anamnesis Keluhan :
Terjadi trauma, ada jejas,memar, bengkak, nyeri, rasa panas diarea trauma.
Inspeksi: adanya kerusakan jaringan diarea trauma, ada perdarahan, edema sekitar area trauma, melepuh, kulit warna kemerahan sampai kehitaman. Palpasi: nyeri tekan, atau anestesi.
Pemeriksaan Penunjang : -
1. gejala
gejala biasanya pada perlukaan Akibat
komplikasi yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau perdarahan parah .Pada masalah vulnus diagnosa pertama dilakukan secara teliti untuk memastikan apakah ada pendarahan yang harus dihentikan.lalu ditentukan jenis trauma apakah trauma tajam atau trauma tumpul, banyaknya kematian jaringan, besarnya kontaminasi dan berat jaringan luka.
2. Gejala Lokal
a. Nyeri terjadi sebab kerusakan ujung-ujung saraf sensor . Intensitas atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada berat/luas
kerusakan ujung-ujung saraf , etiologi dan lokasi luka.
b. Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi luka, jenis pembuluh darah yang rusak.
c. Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
d. Gangguan fungsi, fungsi anggota badan akan terganggu baik oleh sebab rasa nyeri atau kerusakan tendon.
diagnosa :
berdasar anamnesis, , dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
pengobatan
1. Pertama dilakukan anestesi setempat atau biasanya , tergantung berat dan letak luka, dan keadaan pengidap , luka dan sekitar luka dibersihkan dengan antiseptik. Bahan yang dipakai yaitu larutan yodium povidon 1% dan larutan klorheksidin ½%, larutan yodium 3% atau alkohol 70% hanya dipakai untuk membersih kulit disekitar luka.
2. lalu area disekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari kontaminasi secara mekanis, contoh pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau dan dibersihkan dengan bilasan, atau guyuran NaCl.
3. dilakukan penjahitan bila memungkinkan, dan luka ditutup dengan bahan yang mencegah lengketnya kasa, contoh kasa yang mengandung vaselin ditambah dengan kasa penyerap dan dibalut dengan pembalut elastis.
Komplikasi Luka
1.Penyulit dini seperti : hematoma, seroma, infeksi
2. Penyulit lanjut seperti : keloid dan parut hipertrofik dan kontraktur
Peralatan
Alat Bedah Minor : gunting jaringan, pinset anatomis, pinset sirurgis, gunting benang, needle holder, klem arteri, scalpel blade dan handle.
MALARIA SEREBRAL
Malaria Serebral yaitu salah satu komplikasi infeksi dari Plasmodium falciparum, yaitu komplikasi berat yang paling sering ada dan pemicu kematian,
Anamnesis Keluhan :
Pasien dengan malaria Serebral biasanya ditandai oleh
. Trias malaria kejang (menggigil, demam, berkeringat) . Penurunan kesadaran berat
faktor yang memperparah ::
Riwayat terinfeksi Plasmodium falciparum, Tinggal atau pernah berkunjung ke area endemik malaria,
Pada pemeriksaan fisikada :
--Pada pemeriksaan funduskopi ada retina yang pucat, perdarahan retina (40% masalah ), edema papil dan cotton wool spots.
Gejala neurologi yang sering yaitu lesi upper motor neuron, tonus otot dan reflex tendon meningkat (namun dapat juga normal ataupun menurun), refleks babinsky positif,
--. Pada pemeriksaan mata ada nistagmus dan deviasi conjugee
--. Penurunan kesadaran yang didahului mengantuk, kebingungan, disorientasi, delirium atau agitasi namun kaku kuduk dan rangsang
meningeal lain tidak ada dan dapat berlanjut menjadi koma.
--. Kaku kuduk biasanya negatif, hiperekstensi leher terjadi pada masalah berat
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin dan gula darah
Pemeriksaan apusan darah Bisa ada adanya Plasmodium falciparumaseksual pada pengidap
yang mengalami penurunan kesadaran,
diagnosa malaria serebral dilakukan dengan ada nya Plasmodium falciparum bentuk aseksual pada pemeriksaan apusan darah tepi pasien
dengan penurunan kesadaran berat (koma), walaupun semua gangguan kesadaran (GCS<15) harus dianggap dan diterapi sebagai malaria berat.
Gangguan kesadaran pada malaria dapat pula dipicu oleh demam yang tinggi, hipoglikemia, syok, ensefalopati uremikum, ensefalopati hepatikum,
sepsis. Semua pengidap dengan demam dan penurunan kesadaran seharusnya didiagnosa banding sebagai malaria serebral, khususnya jika
pengidap tinggal atau pernah berkunjung ke area endemik malaria.
diagnosa Banding:
Meningoensefalitis, Abses serebral, Trauma kepala, Stroke, intoksikasi,
Infeksi virus, bakteri, jamur (cryptococcal), protozoa (African Trypanosomiasis),
gangguan metabolik,
Komplikasi:
hiperlaktemia, hipovolemia, edema paru, sindrom gagal nafas akut, Gagal ginjal akut, ikterus, asidosis metabolik, hipoglikemia,
pengobatan dilakukan dengan:
Semua pasien yang didiagnosa malaria serebral dipastikan jalan nafas lancar dan pernafasan dibantu dengan oksigen, sesudah pengobatan pendukung seperti pemberian cairan agar segera dirujuk ke rumahsakit
ciri-ciri Rujukan : :
Pasien dengan Malaria Serebral agar segera dirujuk ke RS
Konseling :
--Hindari aktivitas di malam hari khususnya bagi mereka yang tinggal atau bepergian ke area endemic malaria
--. Konsultasi ke tenagamedis untuk pemakaian kemoprofilaksis bagi mereka yang hendak berkunjung ke area endemic malaria
--. Malaria bisa dicegah dengan menghindari kontak dengan nyamuk anopheles baik dengan memakai kelambu maupun reppelen,
Peralatan
Termometer. Stetoskop. Tensi. Senter. Palu reflex8. Funduskopi. Laboratorium untuk pemeriksaan apusan darah tebal. Laboratoriumuntuk pemeriksaan darah rutin dan gula darah.
EPILEPSI
Epilepsi yaitu suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 1hari yang muncul tanpa provokasi.sedang yang dimaksud dengan bangkitan epilepsi yaitu
gejala yang dipicu oleh aktivitas listrik yang tidaknormal dan berlebihan dari segolongan neuron di otak.Etiologi epilepsi:
--. Simptomatik: bangkitan epilepsi dipicu oleh kelainan/lesi struktural pada otak, contoh gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif. cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang,
-- Idiopatik: tidak ada lesi struktural di otak atau defisit neurologis dan diperkirakan tidak memiliki predisposisi genetik dan biasanya berkaitan dengan usia.
--. Kriptogenik: dianggap simptomatik namun pemicunya belum diketahui, termasuk disini epilepsi mioklonik.sindromaWest, sindroma Lennox-Gastaut,
Anamnesis :
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosa epilepsi, yaitu:
1. Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal yaitu bangkitan epilepsi. Pada sebagian besar masalah , diagnosa
epilepsi dilakukan berdasar informasi yang diperoleh dari anamnesis baik auto maupun allo-anamnesis dari pasien tua maupun saksi
mata yang lain.
--. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.
--. Riwayat keluarga dengan penyakit neurologik lain, penyakit psikitrik atau sistemik.
--. Riwayat saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/anak.
--. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antar bangkitan,
--. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan tanggapan terhadap terapi (dosis,kadar OAE, kombinasi terapi).
--. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam.
--. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP.
--. Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan Keadaan pengidap saat bangkitan: duduk/ berdiri/ bebaring/ tidur/ berkemih. Gejala awitan (aura, gerakan/ sensasi awal/ speech arrest).
Pola/bentuk yang tampak selama bangkitan: pucat berkeringat, deviasi mata.gerakan tonik/klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, Keadaan sesudah kejadian: tidur,
gaduh gelisah, Todd’s paresis.bingung, terjaga, pusing , Faktor pemicu : alkohol, kurang tidur, hormonal. Jumlah pola bangkitan satu atau lebih, atau ada perubahan pola bangkitan.
--. Penyakit lain yang mungkin diderita sekarang maupun riwayat penyakit neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik
yang mungkin menjadi pemicu .
2. Langkah kedua: bila benar ada bangkitan epilepsi, maka tentukan bangkitan ini bangkitan yang mana (penggolongan ILAE 1981).
3. Langkah ketiga: menentukan etiologi, sindrom epilepsi, atau penyakitepilepsi apa yang diderita pasien dilakukan dengan memperhatikan
penggolongan ILAE 1989. Langkah ini penting untuk menentukan prognosis dan tanggapan terhadap OAE (Obat Anti Epilepsi).
pada dasarnya yaitu melihat-lihat adanya tandatanda dari gangguan yang berkaitan dengan epilepsi seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol atau obat terlarang, kelainan pada kulit, kanker, defisit neurologik fokal.
Pemeriksaan neurologis
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat tergantung dari interval antara dilakukannya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir.
Jika dilakukan pada beberapa waktu sesudah bangkitan terakhir berlalu, sasaran utama yaitu menentukan apakah ada gejala disfungsi
system saraf permanen (epilepsi simptomatik) dan walaupun jarang apakah ada gejala peningkatan tekanan intrakranial.
Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam sesudah bangkitan maka akan tampak tanda sesudah iktal terutama tanda fokal seperti todds paresis (hemiparesis sesudah kejang yang terjadi sesaat), trans aphasic syndrome (afasia sesaat) yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi.
Pemeriksaan Penunjang
dilakukan di rumahsakit yaitu pemeriksaan laboratorium lengkap dan pemeriksaan kadar OAE.EEG, pemeriksaan pencitraan otak,
diagnosa :
dengan anamnesis, biasanya dan
neurologis.
diagnosa Banding
Global amnesia, Tics dan gerakan involunter
Sinkop, Transient Ischemic Attack, Vertigo,
pengobatan
Sebagai tenagamedis pelayanan primer, bila pasien terdiagnosa sebagai epilepsi, untuk penanganan awal pasien harus dirujuk ke tenagamedis spesialis saraf.
-. OAE diberikan bila:
--. pengidap dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan
terhadap tujuan pengobatan
--. pengidap dan/atau keluarganya sudah diberitahu mengenai
kemungkinan efek samping yang muncul dari OAE
--. diagnosa epilepsi sudah dipastikan
--. Pastikan faktor pemicu dapat dihindari (alkohol, stress, kurang tidur, )
--. ada minimum 2 bangkitan dalam setahun
-. Terapi dimulai dengan monoterapi memakai OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi:
-. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau muncul efek samping. Kadar obat dalam darah ditentukan bila bangkitan tidak terkendali dengan dosis efektif. Bila diduga ada perubahan
farmakokinetik OAE (kehamilan, penyakit hati, penyakit ginjal, gangguan penyerapan OAE), diduga pengidap epilepsi tidak patuh pada pengobatan.
sesudah pengobatan dosis regimen OAE, dilihat interaksi antar OAE atau obat lain. Pemeriksaan interaksi obat ini dilakukan rutin setiap tahun pada
pemakaian phenitoin.
-. Bila pada pemakaian dosis maksimum OAE tidak dapat mengatasi bangkitan, maka dapat dirujuk kembali untuk memperoleh penambahan OAE kedua. Bila OAE kedua sudah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan
bertahap (tapering off) perlahan-lahan.
-. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan di rumahsakit atau tersier sesudah terbukti tidak dapat diatasi dengan pemakaian dosis maksimal kedua OAE pertama.
-. pengidap dengan bangkitan tunggal disarankan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi yaitu bila:
--. ada sindrom epilepsi yang berisiko tinggi seperti JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi).
--. Riwayat trauma kepala ditambah penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP.
--. Bangkitan pertama berwujud status epileptikus.Namun ini dilakukan di pelayanan kesehatan sekunder
--. ada fokus epilepsi yang jelas pada EEG.
--. Pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI Otak ada lesi yang berkorelasi dengan bangkitan: meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak,
ensephalitis herpes.
--. Pada pemeriksaan neurologik ada kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak.
--. ada riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan pasien tua).
--. Riwayat bangkitan simptomatik.
-. Efek samping perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi farmakokinetik antar OAE
-. Strategi untuk mencegah efek samping:
---. pakai titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada sindrom epilepsi dan karaktersitik pengidap epilepsi
---. Mulai pengobatan dengan mempikirkan keuntungan dan kerugian pemberian terapi
---. Pilih OAE yang paling cocok untuk sifat pengidap
-. OAE dapat dihentikan pada keadaan:
---. Bila dipakai lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.
---. Keputusan untuk menghentikan OAE dilakukan pada tingkat rumahsakit
---. sesudah minimal 2 tahun bebas bangkitan.
---. Gambaran EEG normal.
---. Harus dilakukan secara bertahap, biasanya 25% dari dosis semula
setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
-. Kekambuhan sesudah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada
keadaan antaralain :
---. pemakaian lebih dari satu OAE.
---. memperoleh satu atau lebih bangkitan sesudah memulai terapi.
---. memperoleh terapi sesudah 10 tahun.
---. Semakin tua usia, kemungkinan kekambuhan semakin tinggi.
---. Epilepsi simptomatik.
---. Gambaran EEG tidaknormal .
---. Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan.
ciri-ciri Rujukan :
sesudah diagnosa epilepsi dilakukan maka pasien segera dirujuk ke rumahsakit yang memiliki tenagamedis spesialis saraf.
Peralatan
Tersedia Obat Anti Epilepsi
Konseling :
Pendampingan terhadap pasien epilipesi anak-anak perlu pendampingan sehingga lingkungan dapat menerima dengan baik. Pasien epilepsi dapat beraktifitas dengan baik Dilakukan untuk pasien dan keluarga menasihati kepada keluarga bahwa penyakit ini tidak menular. mengendalikan pengobatan yaitu hal penting bagi pengidap
Prognosis biasanya bonam, tergantung penggolongan epilepsi yang dideritanya,
sedang serangan serangan epilepsi dapat berulang, tergantung mengendalikan terapi dari pasien.
TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK (TIA)
TIA atau serangan serangan iskemik otak sepintas (SOS) yaitu penurunan aliran darah yang
berlangsung sepintas (tidak menetap atau tidak permanen) ke area tertentu dari otak, sehingga memicu disfungsi neurologis yang berlangsung singkat (kurang dari 1hari ). Jika gejala nerologik menetap (irreversible),dan berlangsung lebih lama (lebih dari 1hari ), maka dikategorikan sebagai stroke iskemik (infark). Defisit neurologis yang berlangsung lebih lama dari 1hari , namun tidak menetap (reversible,) dan dalam waktu kurang dari 2 minggu sembuh total tanpa gejala sisa,
dinamakan reversible ischemic neurological deficit (RIND).serangan serangan TIA terjadi secara tiba-tiba (akut), dan biasanya berlangsung singkat (beberapa menit), jarang sampai lebih dari 1-2 jam, diikuti kesembuhan total tanpa
gejala sisa. Pada pasien yang mengalami serangan serangan TIA lebih dari 3 jam, dengan
pemeriksaan MRI, lebih dari 50% diantaranya ada gambaran infark di otak.Pasien yang pernah mengalami TIA, memiliki risiko lebih besar untuk terserang stroke iskemik (infark). Sekitar 15-26% pasien stroke, pernah mengalami TIA
sebelumnya. Sehingga TIA termasuk faktor yang memperparah : stroke, dinamakan warning sign (tanda peringatan) terjadinya stroke. sesudah TIA, 15% pasien mengalami stroke iskemik dalam waktu 3 bulan, dan sebagian besar diantaranya terjadi dalam waktu 2 hari sesudah terjadinya TIA. sebab itu, TIA maupun stroke iskemik, keduanya yaitu kedaruratan medis yang memiliki
kesamaan mekanisme patogenesis, dan memerlukan prevensi sekunder, evaluasi,
dan pengobatan yang hampir sama.
Anamnesis :
biasanya , gejala neurologis yang dipicu oleh TIA tergantung pada pembuluh darah otak yang mengalami gangguan, yaitu sistem karotis atau
vertebrobasilaris.
1. Disfungsi neurologis fokal yang sering ada berwujud :
--. Gangguan bicara (disartria)
--. Gangguan berbahasa (afasia)
--. Gejala neurologik lainnya:
sulit menelan makanan (disfagia) melihat-lihat ganda (diplopia) Penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kwadran-anopsia) Jalan sempoyongan (ataksia) Rasa berputar (vertigo)
--. Kelemahan atau kelumpuhan salah satu sisi wajah, lengan, tungkai (hemiparesis, hemiplegi)
--. Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai (hemihipestesi, hemi-anesthesi)
2. Gangguan ini terjadi mendadak, berlangsung dalam waktu yang singkat (beberapa menit), jarang sampai lebih dari 1-2 jam, diikuti
kesembuhan total tanpa gejala sisa.
3. Diperlukan anamnesis yang teliti mengenai faktor yang memperparah : TIA/stroke
Meliputi pemeriksaan biasanya dan neurologis.
Pemeriksaan biasanya
Terutama pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, jantung, bising karotis/subklavia, dan tanda vital lainnya.
Pemeriksaan neurologis
Terutama untuk menemukan adanya tanda defisit neurologis berwujud kortikal luhur, fungsi serebelar, otonomik, status mental, motorik, sensorik sederhana,
Pemeriksaan standar dilakukan di rumahsakit :
. Elektrolit serum. Tes faal ginjal. Darah lengkap
. Faal hemostasis. CT scan kepala (atau MRI)
. EKG (elektrokardiografi). Kadar gula darah
Catatan: CT scan atau MRI kepala pada pasien TIA biasanya tidak menandakan kelainan, kecuali dengan teknik khusus, contoh perfusion CT, atau diffusion weighted MRI (DWI).
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi):
. Ekokardiografi (jika diduga emboli kardiogenik)
. TCD (transcranial Doppler). EEG (elektro-ensefalografi). Foto toraks. Tes faal hati
diagnosa :
berdasar anamnesis, neurologis dan CT
scan kepala (bila diperlukan)
diagnosa Banding:
-. Stroke iskemik (infark)
-. Stroke hemoragik
-. Gangguan fungsi otak yang menyerupai TIA/stroke, contoh :
---. Todd’s paralysis (hemiparesis sesudah serangan serangan kejang)---. Gangguan metabolik: hipo/hiperglikemia---. Cedera otak traumatik: hematoma epidural/subdural---. Tumor otak---. Infeksi otak: abses, tuberkuloma
Komplikasi:
Antara 10-15% pasien mengalami stroke iskemik dalam waktu 3 bulan, dan sebagian besar diantaranya terjadi dalam waktu 2 hari sesudah terjadinya TIA.
pengobatan dilakukan dengan:
Bila memperoleh serangan serangan TIA, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit agar
memperoleh pemeriksaan untuk menemukan pemicu dan penanganan lebih lanjut. Bila skor ABCD2 > 5, pasien harus segera memperoleh perawatan seperti perawatan pasien stroke iskemik akut. Tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan penyakit gangguan darah harus segera diterapi. Untuk mencegah
berulangnya TIA dan serangan serangan stroke, perlu diberikan obat antiplatelet, contoh
asetosal, clopidogrel, dipyridamole, cilostazol. Pada stenosis karotis, mungkin diperlukan tindakan carotid endarterectomy atau carotid angioplasty. Jika ada fibrilasi atrial, mungkin diperlukan antikoagulan oral, contoh dabigatran, apixaban. warfarin, rifaroxaban,
ciri-ciri Rujukan :
Pasien segera dirujuk ke RS untuk penanganan lebih lanjut.
Peralatan
foto toraks
Pasien memerlukan CT scan atau MRI di rumahsakit Laboratorium: darah lengkap dan kimia darah Pemeriksaan radiologi:
Prognosis
Prognosis bonam bila faktor yang memperparah : dapat teratasi dan penanganan cepat dilakukan.
Pemberian obat antiplatelet dan antikoagulan dapat mencegah berulangnya TIA dan
serangan serangan stroke iskemik.
STROKE
Stroke yaitu defisit neurologis fokal (atau global) yang terjadi mendadak, berlangsung lebih dari 1hari dan dipicu oleh faktor vaskuler. Secara global, saat ini stroke yaitu salah satu pemicu kematian , dan pemicu kecacatan pada pasien dewasa. Anamnesis :
Gejala awal serangan serangan stroke terjadi mendadak yang sering ada yaitu
-. Gangguan bicara (disartria)
-. Gangguan berbahasa (afasia)
-. Gejala neurologik lainnya seperti melihat-lihat ganda (diplopia), penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kwadran-anopsia)jalan sempoyongan (ataksia), rasa berputar
(vertigo), sulit menelan makanan (disfagia),
-. Kelemahan atau kelumpuhan salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai (hemiparesis, hemiplegi)
-. Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai (hemihipestesi, hemianesthesi)
Kebanyakan pengidap stroke mengalami lebih dari satu macam gejala diatas. Pada beberapa pengidap dapat pula ada pusing , mual mulas perih kembung, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang saat terjadi serangan serangan stroke.
Untuk memudahkan pengenalan gejala stroke bagi pasien , dipakai istilah FAST (Facial movement, Arm Movement, Speech, Time: acute onset). , bila pasien mengalami kelemahan otot wajah dan anggota gerak satu sisi, dan gangguan bicara, yang terjadi mendadak, patut diduga mengalami serangan serangan stroke. Keadaan seperti itu memerlukan penanganan darurat agar tidak memicu kematian dan kecacatan. sebab itu pasien harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk penanganan tindakan darurat bagi pengidap stroke.
Seperti halnya TIA, pada stroke diperlukan anamnesis yang teliti mengenai faktor yang memperparah :
Beberapa faktor yang memperparah : yang mempermudah terjadinya serangan serangan stroke, contoh usia tua, jenis kelamin (laki-laki), berat badan lahir rendah, faktor herediter, ras, memang tidak bisa dihindari atau diubah . sedang faktor yang memperparah : lainnya mungkin masih bisa dihindari, diobati atau diperbaiki
. Pemeriksaan bruitkarotis dan subklavia
. Pemeriksaan perut . Pemeriksaan ekstremitas
. Pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan tanda vital: pernapasan, nadi, suhu, tekanan darah harus diukur kanan dan kiri. Pemeriksaaan jantung paru
--. Sensorik
--. Tanda serebelar: dismetria, disdiadokokinesia, ataksi, nistagmus
--. Pemeriksaan fungsi luhur, terutama fungsi kognitif (bahasa, memori )
--. Kesadaran: tingkat kesadaran diukur dengan memakai Glassgow Coma Scale (GCS)
--. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Laseque, Kernig, dan Brudzinski
--. Saraf kranialis: terutama Nn. VII, XII, IX/X,dan saraf kranialis lainnya
--. Motorik: kekuatan, tonus, refleks fisiologis, refleks patologis,
. Pada pasien dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan pemeriksaan refleks batang otak:
Pola pernafasan: Refleks kornea,
Refleks muntah,
Refleks okulo-sefalik(doll’s eyes phenomenon)
Cheyne-Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral, apneustik, ataksik, Refleks cahaya (pupil),
Pemeriksaan pendukung yang diperlukan dalam pengobatan stroke akut di rumahsakit
1. Pemeriksaan standar:
Elektrolit serum. Tes faal ginjal. Darah lengkap
. Faal hemostasis. CT scan kepala (atau MRI)
. EKG (elektrokardiografi). Kadar gula darah
2. Pemeriksaan lain (sesuai indikasi):
. Kadar alkohol dalam darah. Pungsi lumbal (pada perdarahan subaraknoid). TCD (transcranial Doppler). EEG (elektro-ensefalografi.
. Foto toraks. Tes faal hati. Saturasi oksigen, analisis gas darah. Toksikologi
diagnosa :
diagnosa awal dilakukan berdasar anamnesis dan .Cara skoring ROSIER (Recognition of Stroke in Emergency Room) dapat dipakai pada
stroke akut.Stroke is unlikely but non completely excluded if total score are < 0
penggolongan
Stroke dibedakan menjadi:
--. Stroke iskemik biasanya tidak ditambah pusing hebat, muntah, penurunan kesadaran dan tekanan darah tidak tinggi.
--. Stroke hemoragik biasanya ditambah pusing hebat, muntah, penurunan kesadaran, tekanan darah tinggi.
diagnosa Banding
Membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik penting untuk pengobatan pasien.
Komplikasi
Komplikasi stroke yang harus diwaspadai sebab memicu kematian dan kecacatan yaitu
komplikasi neurologis terutama yaitu edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, dan transformasi perdarahan pada infark.
komplikasi medis, antara lain komplikasi pada jantung, paru (pneumonia), perdarahan saluran cerna, infeksi saluran kemih, dekubitus, trombosis
vena dalam, dan sepsis.
biasanya , angka kematian dan kecacatan semakin tinggi, jika pasien datang terlambat (melewati therapeutic window) dan tidak ditangani dengan cepat dan tepat di rumah sakit yang memiliki rumahsakit stroke akut.
pengobatan
Pertolongan pertama pada pasien stroke akut.
--. Mengukur kadar gula darah (finger stick)
--. memberi Dekstrose 50% 25 gram intravena (bila hipoglikemia berat)
--. Memantau irama jantung
--. Memasang cairan infus salin normal atau ringer laktat (500 ml/12 jam)
--. mengukur perkembangan gejala stroke selama perjalanan ke rumah sakit layanan
sekunder
--. Menenangkan pengidap
--. mengukur jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi
--. Menjaga jalan nafas agar tetap kuat
--. memberi oksigen bila diperlukan
--. Memposisikan badan dan kepala lebih tinggi (head-and-trunk up) 20-30 derajat
Rencana Tindak Lanjut
1. Merekayasa gaya hidup sehat
Melakukan aktivitas fisik sedang pada pasien stroke iskemik atau TIA. Intensitas sedang dapat yaitu aktivitas fisik yang cukup berarti hingga berkeringat atau meningkatkan denyut jantung 1-3 kali perminggu.
. menasihati untuk tidak merokok atau menghindari lingkungan perokok
. menghentikan konsumsi alkohol
. Mengurangi berat badan pada pengidap stroke yang kegemukan
2. mengatasi faktor yang memperparah :
Kolesterol. Trigliserida. Jantung. Tekanan darah. Gula darah pada pasien DM.
3. Pada pasien stroke iskemik diberikan obat-obat klopidogrel, antiplatelet: asetosal,
Konseling :
. Mengawasi agar pasien teratur minum obat.
. Membantu pasien menghindari faktor yang memperparah, . memberi nasihat kepada pasien dan keluarganya agar tidak terjadi kekambuhan atau serangan serangan stroke ulang. Jika terjadi serangan serangan stroke ulang, harus segera memperoleh pertolongan segera,
ciri-ciri Rujukan :
Semua pasien stroke sesudah dilakukan diagnosa secara klinis dan diberikan penanganan awal, segera mungkin harus dirujuk ke rumahsakit
sekunder yang memiliki tenagamedis spesialis saraf, terkait dengan angka kecacatan dan
kematian yang tinggi. Dalam hal ini, perhatian terhadap therapeutic window untuk pengobatan stroke akut sangat diutamakan.
Prognosis yaitu dubia, tergantung luas dan letak lesi. Untuk stroke hemoragik sebagian besar dubia ad malam. Penanganan yg lambat berakibat angka kecacatan dan kematian tinggi.
BELLS’ PALSY
Bells’palsy yaitu paralisis fasialis perifer idiopatik, yaitu pemicu tersering dari paralisis fasialis perifer unilateral. Bells’ palsy muncul mendadak
(akut), unilateral, berwujud paralisis saraf fasialis perifer, yang secara gradual dapat mengalami perbaikan pada 80% masalah . Bells’ palsy yaitu salah satu dari penyakit neurologis tersering yang melibatkan saraf kranialis, dan pemicu
tersering (65%) dari masalah paralisis fasialis unilateral akut di dunia. Bells’ palsy lebih sering ada pada usia dewasa, pasien dengan DM, dan wanita hamil. Peningkatan kejadian berdampak pada kemungkinan infeksi HSV type I dan
reaktivasi herpes zoster dari ganglia nervus fasialis. pemicu Bells’ palsy tidak diketahui (idiopatik), dan diduga penyakit ini yaitu bentuk polineuritis dengan kemungkinan pemicunya virus, inflamasi, auto imun dan faktor iskemik.
Anamnesis :
Peningkatan produksi air mata (epifora), yang diikuti penurunan produksi air mata yang memicu mata kering (dry eye), ipsilateral
. Hiperakusis ipsilateral. Penurunan rasa pengecapan pada lidah, ipsilateral
. Paralisis otot fasialis atas dan bawah unilateral, dengan onset akut (periode 48 jam)
. Nyeri auricular posterior atau otalgia, ipsilateral
Gejala awal:
. Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (40%)
. Penurunan rasa pengecapan pada lidah, ipsilateral (40%)
. Hiperakusis ipsilateral (30%)
. Gangguan lakrimasi ipsilateral (50%)
. Kelumpuhan otot otot fasialis unilateral, yang memicu hilangnya kerutan dahi ipsilateral, tidak mampu menutup mata ipsilateral, wajah merot/tertarik ke sisi kontralateral, bocor saat berkumur, tidak bisa bersiul.
. Gangguan sensorik wajah jarang ada , kecuali jika inflamasi menyebar ke saraf trigeminal.
Awitan (onset)
Awitan Bells’ palsy mendadak, dan gejala mencapai puncaknya kurang dari 2 hari .
Gejala yang mendadak ini membuat pasien khawatir dan gelisah .
Mereka sering berpikir terkena stroke atau tumor otak dapat yang memicu distorsi wajah permanen. sebab keadaan ini terjadi secara mendadak dan cepat, pasien sering datang langsung ke IGD. Kebanyakan pasien menyatakan paresis
terjadi pada pagi hari. Kebanyakan masalah paresis mulai terjadi selama pasien tidur.
faktor yang memperparah ::
. Diabetes mellitus. Hipertensi. Kehamilan
. Paparan dingin (kehujanan, udara malam, AC)
. Infeksi, terutama virus (HSV tipe 1). Penyakit autoimun,
Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung dan mulut harus dilakukan pada semua pasien dengan paralisis fasial.
--saat pasien diminta untuk mengangkat alis, sisi dahi yang lumpuh terlihatdatar.
--. Pada tahap awal, pasien juga dapat merasa adanya peningkatan salivasi. Jika paralisis hanya melibatkan wajah bagian bawah saja, maka harus dipikirkan pemicu sentral (supranuklear). Apalagi jika pasien mengeluh juga mengenai adanya
kelumpuhan anggota gerak (hemiparesis), gangguan keseimbangan (ataksia),
nistagmus, diplopia, atau paresis saraf kranialis lainnya, kemungkinan besar bukan Bell’s palsy. Pada keadaan seperti itu harus dicurigai adanya lesi serebral, serebelar, atau batang otak, oleh sebab berbagai sebab, antara lain vaskular
(stroke), tumor, infeksi, trauma, dan sebagainya.
Pada Bell’s palsy, progresifitas paresis masih mungkin terjadi, namun biasanya tidak memburuk sesudah hari ke 7 sampai 10. Jika progresifitas masih berlanjut sesudah hari ke 7-10, harus dicurigai diagnosa lain (bukan Bell’s palsy).
Pasien dengan kelumpuhan fasial bilateral harus dievaluasi lebih lanjut, sebab dapat dipicu oleh Sindroma Guillain-Barre, penyakit Lyme, meningitis (terutama tuberkulosa), penyakit autoimun (multiple sclerosis, neurosarcoidosis).
Manifestasi Okular,
--. Kelemahan atau paralisis yang melibatkan saraf fasial (N VII) memicu kelemahan wajah (atas dan bawah)satu sisi (unilateral). Pada lesi UMN (lesi supra nuclear/di atas nukleus fasialis di pons),wajah bagian atas tidak mengalami kelumpuhan. ini dipicu muskuli orbikularis, frontalis dan korrugator, diinervasi bilateral oleh saraf kortikobulbaris. Inspeksi awal pasien
memperlihatkan hilangnya lipatan (kerutan) dahi dan lipatan nasolabial unilateral.
--. Saat pasien diminta untuk tersenyum, akan tampak kelumpuhan otot orbikularis oris unilateral, dan bibir akan tertarik ke sisi wajah yang normal (kontralateral).
Komplikasi okular unilateral pada tahap awal berwujud :
--. Lagoftalmus (ketidakmampuan untuk menutup mata secara total)
--. Penurunan sekresi air mata
--. Kedua hal diatas memicu paparan kornea (corneal exposure), erosi kornea, infeksi dan ulserasi kornea
--. Retraksi kelopak mata atas
Manifestasi okular lanjut
--. Ringan: kontraktur pada otot fasial, melebarnyacelah palpebral.
--. Regenerasi aberan saraf fasialis dengan sinkinesis motorik.
--. Sinkinesis otonom (air mata buaya, berwujud menetesnya air mata saat mengunyah).
--. pasien mengeluh masalah air mata. ini terjadi sebab penurunan fungsi orbicularis okuli dalam membantu ekskresi air mata.
Nyeri auricular posterior
Separuh pasien dengan Bells’ palsy mengeluh nyeri auricular posterior. Nyeri sering
terjadi simultan dengan paresis, namun nyeri mendahului paresis 2-3 hari sekitar pada
40% pasien. Pasien perlu ditanya apakah ada riwayat trauma, yang diperhitungkan menjadi pemicu nyeri dan paralisis fasial. Sepertiga pasien mengalami hiperakusis pada telinga ipsilateral paralisis, sebagai akibat kelumpuhan
sekunder otot stapedius.
Gangguan pengecapan
Walaupun hanya sepertiga pasien merasa gangguan pengecapan, sekitar 70% pasien menandakan penurunan rasa pengecapan. Kemungkinan pasien gagal mengenal penurunan rasa, sebab sisi lidah yang lain tidak mengalami gangguan. Penyembuhan awal pengecapan mengindikasikan penyembuhan komplit.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah: Darah lengkap, gula darah saat , tes faal ginjal (BUN/kreatinin serum)
diagnosa :
berdasar anamnesis, neurologis (saraf kranialis, motorik, sensorik, serebelum). Bells’ palsy yaitu
diagnosa eksklusi.
Gambaran klinis penyakit yang membantu membedakan dengan pemicu lain dari paralisis fasialis:
1. Onset yang mendadak dari paralisis fasial unilateral
2. Tidak adanya gejala dan tanda pada susunan saraf pusat, telinga, dan penyakit cerebellopontin angle (CPA).Jika ada kelumpuhan pada saraf kranial yang lain, kelumpuhan motorik dan
gangguan sensorik, maka penyakit neurologis lain harus dipikirkan (contoh : meningitis basilaris, tumor Cerebello Pontine Angle, stroke, GBS,).
Gejala tumor biasanya kronik progresif. Tumor CPA cenderung didahului gangguan
pendengaran (saraf VIII), diikuti gangguan saraf VII, dan V, gangguan keseimbangan (serebelar). Pasien dengan paralisis progresif saraf VII lebih lama dari 3 minggu harus dievaluasi kemungkinan pemicu lain, contoh neoplasma, penyakit
autoimun, dan sebagainya.
penggolongan
Sistem grading ini dikembangkan oleh House and Brackmann dgn skala I sampai VI.
1. Grade I yaitu fungsi fasial normal.
2. Grade II disfungsi ringan. sifat nya yaitu antaralain :
. Gerakan dahi sedikit sampai baik.
. Menutup mata sempurna dilakukan dengan sedikit usaha.. Sedikit asimetri mulut ada .
. Kelemahan ringan saat dilakukan inspeksi secara detil.. Sinkinesis ringan dapat terjadi.
. Simetris normal saat istirahat.
3. Grade III yaitu disfungsi moderat, dengan karekteristik:
. Simetris normal saat istirahat.. Gerakan dahi sedikit sampai moderat.. Menutup mata sempurna dilakukan dengan usaha.. Sedikit lemah gerakan mulut dengan usaha maksimal.. Asimetri kedua sisi terlihat jelas, kelemahan minimal.. Adanya sinkinesis, kontraktur atau spasme hemifasial ada . 4. Grade IV yaitu disfungsi moderat sampai berat, dengan tandanya antaralain :
. Tidak ada gerakan dahi.. Mata tidak menutup sempurna.. Asimetris mulut dilakukan dengan usaha maksimal. . Kelemahan dan asimetri jelas terlihat.. Simetris normal saat istirahat.
5. Grade V yaitu disfungsi berat. sifat nya yaitu antaralain :
. Tidak ada gerakan pada dahi. . Mata menutup tidak sempurna.. Gerakan mulut hanya sedikit.
. Hanya sedikit gerakan yang dilakukan.
. Asimetris juga ada saat istirahat.
6. Grade VI yaitu paralisis total. keadaan nya yaitu:
. Asimetris luas.. Tidak ada gerakan otot otot wajah.Dengan sistem ini, grade I dan II menandakan hasil yang baik, grade III dan IV
ada disfungsi moderat, dan grade V dan VI menandakan hasil yang buruk. Grade VI dinamakan dengan paralisis fasialis komplit. Grade yang lain dinamakan inkomplit. Paralisis fasialis inkomplit dinyatakan secara anatomis dan dinamakan saraf intak secara fungsional. Grade ini seharusnya dicatat pada rekam
medis pasien saat pertama kali datang memeriksakan diri.
diagnosa Banding
Penyakit-penyakit berikut dipikirkan sebagai diagnosa banding, yaitu:
. Sindroma autoimun. Botulismus. Karsinomatosis
. Cholesteatoma telinga tengah. Malformasi congenital. Sindroma Ramsay Hunt (adanya lesi vesicular pada telinga atau bibir). Amiloidosis
. Aneurisma a. vertebralis, a. basilaris, atau a. Carotis. Schwannoma n. Fasialis. Infeksi ganglion genikulatum. pemicu lain, contoh trauma kepala
. Stroke vertebrabasilaris (hemiparesis alternans)
. Acoustic neuroma danlesi cerebellopontine angle
. Otitis media akut atau kronik,
pengobatan
Prognosis pasien Bells’ palsy biasanya baik. sebab pemicunya idiopatik, pengobatan Bell’s palsy masih kontroversi. pengobatan yaitu memperbaiki fungsi saraf VII (saraf fasialis) dan mencegah kerusakan saraf lebih lanjut.
Pengobatan dipikirkan untuk mulai diberikan pada pasien dalam tahap awal 1-4
hari onset.
Hal penting yang perlu diperhatikan:
1. Pengobatan inisial
--. Kortikosteroid (Prednison), dosis: 1 mg/kg atau 60 mg/day selama 6 hari, diikuti penurunan bertahap total selama 10 hari.
--. Steroid dan asiklovir (dengan prednison) mungkin efektif untuk pengobatan Bells’ palsy (American Academy Neurology/AAN, 2011).
--. Steroid kemungkinan kuat efektif dan meningkatkan perbaikan fungsi saraf
kranial, jika diberikan pada onset awal
--. bila tidak ada gangguan gungsi ginjal, antiviral (Asiklovir)diberikan dengan dosis 400 mg oral 5 kali sehari selama 7-10 hari. Jika virus varicella
zoster dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral 5 kali/hari.
2. Lindungi mata
Perawatan mata: lubrikasi okular topikal dengan air mata artificial (tetes air mata buatan) dapat mencegah corneal exposure. (lihat bagian pembahasan dry eye)
3. Fisioterapi atau akupunktur dilakukan sesudah melewati tahap akut (+/- 2 minggu).
Pemeriksaan kembali fungsi nervus facialis untuk memantau perbaikan sesudah
pengobatan.
ciri-ciri Rujukan :
Terjadi kekambuhan atau komplikasi. Bila dicurigai kelainan lain ( lihat diagnosa banding). Tidak menandakan perbaikan,
Prognosis biasanya baik, keadaan terkendali dengan pengobatan pemeliharaan. Kesembuhan terjadi dalam waktu 3 minggu pada 75% pasien.
Dapat meninggalkan gejala sisa (sekuale) berwujud kelemahan fasial unilateral atau
kontralateral, sinkinesis, spasme hemifasialis, dan kadang terjadi rekurensi,
STATUS EPILEPTIKUS
Status epileptikus yaitu bangkitan yang terjadi lebih dari 30 menit atau adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak ada pemulihan kesadaran.Status epileptikus yaitu keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikan bangkitan (dalam waktu 30
menit). diagnosa pasti status epileptikus bila pemberian benzodiazepin awal tidak efektif dalam menghentikan bangkitan.
Anamnesis :
kejang, keluarga pasien perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit epilepsi pernah memperoleh obat anti epilepsi dan penghentian obat secara tiba-tiba.Riwayat penyakit tidak menularsebelumnya juga perlu ditanyakan, seperti Diabetes Melitus, stroke, hipertensi.
Riwayat gangguan imunitas contoh HIV yang ditambah infeksi oportunistik dan data mengenai bentuk dan pola kejang juga perlu ditanyakan secara mendetil.
Pada pemeriksaan ada adanya kejang atau gangguan perilaku, penurunan kesadaran, sianosis, diikuti oleh takikardi dan peningkatan tekanan darah, dan sering diikuti hiperpireksia.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: pemeriksaan gula darah saat .diagnosa :
diagnosa Status Epileptikus (SE) dilakukan dari anamnesis dan diagnosa Banding
Pseudoseizure
Komplikasi Asidosis metabolik, aspirasi, trauma kepala
pengobatan
Pasien dengan status epilektikus, harus dirujuk ke rumahsakit sekunder yang memiliki tenagamedis spesialis saraf. Pengelolaan SE
sebelum sampai rumahsakit .
1. Stadium I (0-10 menit)
a. Memperbaiki fungsi kardiorespirasi
b. Memperbaiki jalannafas, pemberian oksigen, resusitasi bila perlu
c. Pemberian benzodiazepin rektal 10 mg
2. Stadium II (1-60 menit)
a. Pemeriksaan status neurologis
b. Pengukuran tekanan darah, nadi suhu
c. Pemeriksaan EKG (bilatersedia)
d Memasang infus pada pembuluh darah besar dengan NaCl 0,9 %.
pemantauan obat dan bangkitan pada pasien.
Konseling :
memberi informasi penyakit kepada pasien dan keluarganya, mengenai :
. Penyakit dan tujuan merujuk
. Pencegahan komplikasi terutama aspirasi
. Pencegahan kekambuhan dengan meminum OAE teratur dan tidak menghentikannya secara tiba-tiba
4. Menghindari aktifitas dan tempat-tempat berbahaya
ciri-ciri Rujukan :
Semua pasien dengan status epileptikus sesudah dilakukan diagnosa dan sudah memperoleh penanganan awal segera dirujuk untuk:. Mengetahui etiologi. Pengaturan obat. Mengatasi serangan serangan . Mencegah komplikasi
DELIRIUM
Delirium yaitu gangguan kesadaran yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian.
Anamnesis :
penurunan kesadaran, ditandai dengan:
. Gangguan emosi. Arus dan isi pikir yang kacau
. Gangguan siklus bangun tidur. Berkurangnya atensi. Gangguan psikomotor. Gejala diatas terjadi dalam jangka waktu yang pendek dan cenderung
berfluktuasi dalam sehariHasil yang diperoleh pada autoanamnesis, yaitu:
Adanya perilaku yang tidak terkendali.
Alloanamnesis, yaitu adanya gangguan medis lain yang mendahului terjadinya gejala
delirium, contoh gangguan medis biasanya , atau penyalahgunaan zat.Pasien tidak mampu menjawab pertanyaan tenagamedis sesuai dengan apa yang diharapkan, ditanyakan.
faktor yang memperparah :
Adanya gangguan medis biasanya , seperti:
Penyakit sistemik, seperti: infeksi, gangguan metabolik, penyakit jantung, COPD,
gangguan ginjal, gangguan hepar
. Penyalahgunaan zat. Penyakit SSP (trauma kepala, tumor, pendarahan, TIA)
gejala vital dan generalis terutama sesuai penyakit utama
Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan pada layanan primer.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk delirium, yaitu : . Mini-mental State Examination (MMSE).
. Pemeriksaan laboratorium untuk mencari diagnosa penyakit utama, yaitu:
ureum, kreatinin, urinalisis, analisis gas darah, foto toraks, elektrokardiografi, dan CT Scan kepala, jika diperlukan.Hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, gula darah, elektrolit (terutama natrium), SGOT, SGPT,
diagnosa : dilakukan berdasar anamnesis dan .
syarat diagnosa : untuk delirium dalam DSM-IV-TR (diagnosa and Statistical Manual for Mental Disorder – IV – Text Revised), yaitu :
--. Perkembangan dari gangguan selama periode waktu yang singkat (biasanya jam sampai hari) dan kecenderungan untuk berfluktuasi dalam perjalanan hariannya;
--. Bukti dari riwayat, atau temuan laboratorium, bahwa gangguan ini dipicu oleh: keadaan medis biasanya , intoksikasi, efek samping,
putus obat dari suatu substansi.
--. Gangguan kesadaran ditambah menurunnya kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, dan mengubah perhatian;
--. Gangguan Perubahan kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak berkaitan dengan demensia sebelumnya, yang sedang berjalan atau memberat;
diagnosa Banding
kelainan neurologis.Demensia, psikosis fungsional, pengobatan
Tujuan Terapi
Mengobati gangguan perilaku terkait delirium, contoh agitasi psikomotor. Mencari dan mengobati pemicu delirium . Memastikan keamanan pasien,
pengobatan
Bila belum memperoleh pengobatan, pasien diberikan obat anti psikotik. Obat ini diberikan bila ada gejala psikosis dan atau agitasi, yaitu:
Haloperidol injeksi 2-5 mg IntraMuskular (IM)/ IntraVena (IV). Injeksi dapat diulang setiap 30 menit, dengan dosis maksimal 20 mg/hari.
. keadaan pasien harus dijaga agar terhindar dari risiko kecelakaan selama perawatan.
. bila pasien sudah memperoleh pengobatan, sebaiknya tidak menambahkan obat pada terapi yang sedang dijalanin oleh pasien.
Konseling :
memberi informasi terhadap keluarga/ care giver agar mereka dapat memahami mengenai delirium dan terapinya.
ciri-ciri Rujukan :
Bila gejala agitasi sudah terkendali, pasien dapat segera dirujuk ke rumahsakit
rujukan sekunder untuk memperbaiki penyakit utamanya.
KEJANG DEMAM
Kejang Demam (KD) yaitu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang berkaitan dengan demam, namun tidak dipicu infeksi intrakranial atau pemicu lain seperti trauma kepala, gangguan kesimbangan elektrolit, hipoksia atau hipoglikemia.
Anamnesis :
kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang. Perlu deskripsi kejang seperti tipe kejang, lama, frekuensi dan kesadaran sesudah kejang. lalu mencari kemungkinan adanya faktor pemicu atau pemicu kejang. biasanya kejang demam terjadi pada anak danberlangsung pada permulaan demam akut.Sebagian besar berwujud serangan serangan kejang klonik biasanya atau tonik klonik, singkat dan tidak ada gejala neurologi post iktal.Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, keadaan medis yang berkaitan , obat-obatan, trauma, gejala infeksi, neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.Riwayat kejang demam dalam keluarga juga perlu ditanyakan.
faktor yang memperparah :
1. Demam
a. Demam yang berperan pada KD, akibat:
Infeksi THT Infeksi saluran kencing Roseola infantum/infeksi virus akut lain. Paska imunisasi
Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pencernaan,
b. Derajat demam:
35% dari anak dengan demam > 400C
65% dari anak dengan demam ≥ 390C
2. Usia
a. biasanya terjadi pada usia 6 bulan–6tahun
b. Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan
c. Kejang demam sebelum usia 5–6 bulan mungkin dipicu oleh infeksi SSP
d. Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu dipikirkan febrile seizure plus (FS+).
3. Gen
Risiko meningkat 8% bila pasien tua mengalami kejang demam, Risiko meningkat 4x bila saudara sekandung mengalami kejang demam dimulai dengan gejala vital dan kesadaran. Pada kejang
demam tidak ada penurunan kesadaran. Pemeriksaan biasanya ditujukan untuk
mencari gejala infeksi pemicu demam. Pemeriksaan neurologi meliputi
saraf kranial, motrik, tonus otot, refleks fisiologis dan patologis.kepala, ubun-ubun besar, tanda rangsang meningeal, pupil,
Pemeriksaan penunjang untuk mencari pemicu demam. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan :
Pemeriksaan lain atas indikasi : glukosa, elektrolit, pungsi lumbal. Pemeriksaan hematologi rutin dan urin rutin
diagnosa :
berdasar anamnesis dan . penggolongan kejang demam terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Kejang demam sederhana
Kejang tidak berulang dalam 1hari .. Kejang biasanya tonik, klonik atau tonik-klonik.. Durasi< 15 menit
2. Kejang demam kompleks
Kejang berulang dalam 1hari .. Kejang fokal atau fokal menjadi biasanya .. Durasi> 15 menit
diagnosa Banding
Meningitis. Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.Epilepsi
Komplikasi dan prognosis
Kejang demam suatu kondis yang jinak/benign, tidak memicu kematian. Sebagian besar akan menghilang pada usia 5-6 tahun. faktor yang memperparah : epilepsi di lalu hari tergantung dari: ada defisit neurologis. kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
pengobatan
--. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan
prognosisnya.
--. Farmakoterapi ditujukan untuk pengobatan kejang akut dan pengobatan
profilaksis untuk mencegah kejang berulang.
--. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejang akut yaitu dengan:
a. Diazepam per rektal (0,5mg/kg BeratBadan ) atau BB < 10 kg diazepam rektal 5 mg ,
BB > 10 kg diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera diberikan jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan mudah. Jika akses intravena sudah diperoleh diazepam lebih baik diberikan intravena
dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV 0,3-0,5 mg/kg BeratBadan /kali dengan maksimum pemberian 20 mg. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV diberikan 2 kali dengan interval 5 menit. Lorazepam intravena, setara
efektivitasnya dengan diazepam intravena dengan efek samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam pengobatan kejang akut.
b. Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/intravena masih ada kejang diberikan fenitoin IV dengan dosis inisial 20 mg/kg BeratBadan ,
diencerkan dalam NaCl 0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%, dengan kecepatan pemberian 1mg/kg BeratBadan /menit, maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum yaitu 1000 mg. Jika dengan fenitoin masih ada kejang, diberikan fenobarbital IV dengan dosis inisial 20 mg/kg BeratBadan , tanpa pengenceran dengan kecepatan pemberian 20 mg/menit.
Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam lalu dengan dosis 5-7 mg/kg BeratBadan /hari dalam 2 dosis. Jika kejang berhenti dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam lalu denagn dosis 4-6 mg/kg BeratBadan /hari dalam 2 dosis.
4. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang
di lalu hari.
--. Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3 mg/kg BeratBadan /kali
tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode demam, terutama dalam waktu 1hari sesudah munculnya demam.
--. Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital dosis 4-6 mg/kg BeratBadan /hari dibagi 2 dosis atau asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kg BeratBadan /hari dibagi 2-3 dosis. Profilaksis hanya diberikan pada masalah -masalah tertentu seperti kejang demam dengan status epileptikus, ada defisit neurologis yang nyata seperti
cerebral palsy. Profilaksis diberikan selama 1 tahun. Indikasi EEG
Tidak ada indikasi pemeriksaan EEG pada kejang demam , kecuali jika ada keragu-raguan apakah ada demam sebelum kejang. Indikasi pencitraan (CT-scan/MRI kepala)
Pemeriksaan pencitraan hanya dilakukan jika ada kejang demam yang bersifat fokal atau ada defisit neurologi pada .
Konseling : membantu keluarga mengatasi
pengalaman menegangkan akibat kejang demam dengan memberi informasi mengenai:
Rendahnya risiko terkena epilepsi dan tidak adanya manfaat memakai terapi obat antiepilepsi dalam mengubah risiko itu. . Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau kesulitan intelektual akibat kejang demam.
. Kejang demam kurang dari 30 menit tidak memicu kerusakan otak.. Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan.
ciri-ciri Rujukan :
Jika diperlukan pemeriksaan penunjang seperti EEG dan pencitraan (lihat indikasi EEG dan pencitraan). . bila kejang tidak membaik sesudah diberikan obat antikonvulsan sampai lini ketiga (fenobarbital).
Peralatan
Tabung oksigen dan kelengkapannya, infus set, diazepam rektal/intravena, lorazepam, fenitoin IV, fenobarbital IV, NaCl 0,9%.
TETANUS NEONATORUM
24% pemicu kematian neonatus yaitu tetanus
neonatorum. Tetanus neonatorum bertanggung jawab terhadap 70% kematian neonatus yang dipicu oleh penyakit yang dicegah dengan imunisasi. Tetanus neonatorum dapat dicegah dengan imunisasi dan atau pelayanan
persalinan dan sesudah persalinan yang bersih. gejala muncul sesudah toksin mencapai susunan saraf. Masa inkubasi antara 3-10 hari. Trismus akibat spasme otot masseter ada pada
lebih dari separuh pengidap , diikuti kekauan otot leher, sulit menelan makanan dan mulut
mencucu seperti mulut ikan. Spasme otot punggung dan otot perut. Spasme dapat
terjadi spontan atau terhadap rangsangan dengan frekuensi yang beragam .
Kesadaran masih intak.Anamnesis, meliputi :
Status imunisasi TT ibu sebelum dan selama kehamilan. Sejak kapan bayi tidak dapat menetek
. Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala spasme pertama
. Penolong persalinan apakah tenaga medis/paramedis/non medis/dukun bayi
. sudah memperoleh pelatihan atau belum
. Alat yang dipakai memotong tali pusat
. Ramuan apa yang dibubuhkan pada perawatan tali pusat,
Hasil dan Penunjang :
. Kesadaran intak. Trismus. Kekakuan otot leher, punggung, perut. Mulut mencucu seperti mulut ikan
. Kejang
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus untuk tetanus neonatorum. diagnosa utamanya dilakukan dengan adanya gejala seperti trismus,
disfagia, kekakuan otot (muscular rigidity).
diagnosa :
berdasar anamnesis, dan penunjang.
diagnosa Banding
Semua pemicu kejang neonatus seperti Kongenital ( cerebral anomalies ), perinatal (komplikasi persalinan, trauma perinatal dan atau perdarahan intracranial)
dan postnatal (Intervensi dan gangguan metabolik)
Komplikasi
Fraktur, dislokasi mandibular, hipoksia dan pneumonia aspirasi, Long bone fractures
pengobatan
pengobatan dilakukan dengan :
1. Eradikasi kuman
--. Penisilin prokain 50.000 IU/kg/kali IM, tiap 12 jam, --.Tali pusat dibersihkan dengan alcohol 70% atau providon iodin.
--. Antibiotikatau
--. Ampisilin 50 mg/kg/dosis, atau
Usia gestasi (UG) < 37 minggu
- n< 28 hari tiap 12 jam
- > 28 hari tiap 8 jam
UG > 37 minggu
- < 7 hari tiap 12 jam
- > 7 hari tiap 8 jam
e. Metronidazole loading dose 15mg/kg/dosis, lalu 7,5mg/kg/dosis, atau
f. Interval
Usia < 28 hari tiap 12 jam
Usia > 28 hari tiap 8 jam
g. Pemberian dosis rumatan
UG < 37 minggu 1hari sesudah loading dose
UG > 37 minggu 12 jam sesudah loading dose
h. Eritromisin 15-25 mg/kg/dosis tiap 8 jam
Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan sefotaksim 50 mg/kg/dosis
UG < 30 minggu
- <28 hari tiap 12 jam
- >28 hari tiap 8 jam
UG > 30 minggu
- < 14 hari tiap 12 jam
- > 14 hari tiap 8 jam
2. Netralisasi toksin
--. Bila tersedia diberikan HTIG 3000-6000 IU IM
--. ATS 50.000 – 100.000 IU, setengah dosis IM, setengahnya IV, dilakukan uji kulit lebih dahulu.
3. memberi pelemas otot untuk mengatasi spasme ototDiazepam 20-40 mg/kg BeratBadan /hari, drip, dilarutkan dalam larutan dekstrose 5%
memakai syringe pump. Obat dibagi menjadi 4 sediaan untuk menghindari efek pengendapan obat diazepam. Hati-hati terjadi henti napas
dalam pemberiannya. Bila diazepam sudah mencapai dosis maksimal namun spasme tetap tidak teratasi disaran pemberian pelumpuh otot pankuronium 0,05-0,1 mg/kg BeratBadan /kali dang pemakaian ventilator mekanik.
4. Terapi pendukung
Keseimbangan cairan, elektrolit dan kalori
. Pemberian oksigen. Pembersihan jalan nafas.
5. Imunisasi
Diberikan imunisasi Tetanus Toksoid sesuai dengan jadwal imunisasi diberikan saat pengidap pulang.
Konseling : :
. Pencegahan tetanus neonatorum dilakukan dengan menjaga proses persalinan tetap aseptic termasuk saat pemotongan tali pusat.2. Imunisasi aktif wanita hamil dengan 2 dosis Tetanus Toksoid 0,5 ml dengan jarak penyuntikan 2 bulan dapat mencegah terjadinya penyakit tetanus neonatroum
LARINGITIS AKUT
Laringitis yaitu peradangan pada laring dipicu oleh virus, jamur, bakteri, Laringitis yaitu akibat dari Refluks gastroesofageal, bronkitis, pneumonia, infeksi pada pita suara, pemakaian suara yang berlebihan, terpapar polutan eksogen, Laringitis diderita oleh anak usia 3 bulan hingga 3 tahun, ditambah inflamasi pada trakea dan bronkus dan dinamakan penyakit
croup. Penyakit ini kebanyakan dipicu oleh virus, virus influenza A, influenza B, RSV, parainfluenza, adenovirus, virus campak. M. pneumonia juga bisa memicu croup.
Anamnesis Keluhan :
Keluhan Gejala radang umum, seperti demam, malaise. Batuk kering yang lama kelamaan ditambah dengan dahak kental.Sesak nafas dan stridor.. Nyeri tenggorokan, terutama nyeri saat menelan atau berbicara. Pasien mengeluh suara serak atau hilang suara (afonia).gejala suara parau, suara kasar, suara susah keluar, suara dengan nada rendah bahkan sampai tidak bersuara sama sekali(afoni). ini terjadi sebab gangguan getaran dan ketegangan kedua pita suara kiri dan kanan, Gejala common cold, seperti bersin-bersin, nyeri tenggorokan hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
suhu yang tidak mengalami peningkatan dari 38o C. . Obstruksi jalan nafas jika ada edema laring diikuti edema subglotis yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak menjadi resah, cemas , nafas berbunyi, air hunger, sesak semakin bertambah berat.Laringitis kronik ditandai dengan afonia yang persisten. Pada pagi hari, biasanya tenggorokan terasa sakit namun membaik pada suhu yang lebih hangat. Nyeri
tenggorokan dan batuk menurun kembali menjelang siang. Batuk ini bisa juga dipicu oleh udara dingin atau minuman dingin.
pemicu keparahan:
Perubahan suhu yang mendadak Malnutrisi.kondisi menurunnya sistem imun atau daya tahan tubuh.pemakaian suara yang berlebihan.
terpapar zat iritatif seperti asap rokok dan minum-minuman alkohol.Adanya refluks laringofaringeal, bronkitis, dan pneumonia, Rhinitis alergi,
Pemeriksaan Laringoskopi indirek (khusus untuk pasien dewasa): Pada laringitis kronik, bisa muncul nodul, ulkus dan penebalan mukosa pita suara. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis dan membengkak terutama di bagian atas dan bawah pita suara.Biasanya ada tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap.
Foto rontgensoft tissue leher AP lateral: bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis(Steeple sign). Tanda ini muncul pada 50% masalah .
Foto toraks AP.
diagnosa berdasar Pemeriksaan Penunjang :, anamnesis, pemeriksaan fisik,
penggolongan :
1. Laringitis Akut yaitu radang akut laring, dipicu oleh virus dan bakteri. Keluhan berlangsung <3 minggu dan biasanya dipicu oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirusdan adenovirus. Staphylococcus aureus, Streptococcuspneumoniae, Haemofilus influenzae,
Branhamellacatarrhalis, Streptococcus pyogenes,
2. Laringitis kronik bisa terjadi Sesudah laringitis akut yang berulang, sinusitis kronis, terpapar iritan yang bersifat konstan, konsumsi alkohol berlebih, deviasi septum berat, polip hidung, bronkitis kronik, refluks laringofaring, merokok,
Tanda dari laringitis kronik ini yaitu nyeri tenggorokan yang tidak menonjol ,Mungkin juga dipicu penyalahgunaan suara seperti berteriak-teriak atau bicara keras. suara serak, ada edema pada laring.
3. Laringitis Kronik khusus
a. Laringitis tuberkulosa
Penyakit ini dipicu tuberkulosis paru. Sesudah diobati, biasanya tuberkulosis paru sembuh namun laringitis tuberculosis menetap (memerlukan pengobatan yang lebih lama), sebab
struktur mukosa laring sangat lekat pada kartilago dan vaskularisasi tidak sebaik paru. ada 4 stadium:
Stadium Infiltrasi
Mukosa laring membengkak, hiperemis (bagian posterior), pucat. Terbentuk tuberkel di area submukosa, tampak bintik-bintik kebiruan. Tuberkel membesar, menyatu sehingga mukosa di atasnya meregang. Bila pecah akan muncul ulkus.
Stadium Ulserasi
Ulkus membesar, dangkal, dasarnya ditutupi perkejuan dan terasa nyeri oleh pasien
Stadium Perikondritis
Ulkus makin dalam mengenai kartilago laring, paling sering terkena kartilago aritenoid, dan epiglottis. Terbentuk nanah yang berbau sampai
terbentuk sekuester. Pada stadium ini kondisi pasien rendah dan bisa meninggal. Bila bertahan maka berlanjut ke stadium akhir yaitu stadium
fibrotuberkulosis
Stadium Fibrotuberkulosis
Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan subglotik.
b. Laringitis luetika
Radang menahun ini jarang muncul .
diagnosa Banding :
Tumor pada laring, Kelumpuhan pita suara
Benda asing pada laring, Faringitis, Bronkiolitis, Bronkitis, Pneumonia,
Komplikasi
Obstruksi jalan napas atas, Pneumonia, Bronkhitis
Pengobatan :
1. Non- Medikamentosa( obat)
Bila ada sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa endotrakea, atau trakeostomi. Istirahat suara (vocal rest). Rehabilitasi suara (voice therapy), bila diperlukan.Meningkatkan konsumsi cairan.
2. Medikamentosa( obat)
Proton Pump Inhibitor pada laringitis yang dipicu oleh refluks laringofaringeal.Kortikosteroid bisa diberikan jika laringitis berat.Laringitis tuberkulosis: obat antituberkulosis.
Laringitis luetika: penisilin dengan dosis tinggi.
Parasetamol atau Ibuprofen sebagai antipiretik dan analgetik.Pemberian antibiotik dilakukan bila peradangan dari paru dan bila pemicu berwujud Streptokokus grup A muncul melalui kultur. Pada masalah ini, antibiotik yang bisa dipakai yaitu golongan Penisilin.
Pengobatan lanjutan:
Pemeriksaan laringoskopi indirek kembali untuk memeriksa perbaikan organ laring.
Konseling :
Mengistirahatkan pasien berbicara dan bersuara atau tidak bersuara berlebihan.
Menghindari makanan yang mengiritasi atau meningkatkan asam lambung. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga berenang teratur.Menghentikan merokok.
Rawat rumah sakit jika:
dehidrasi atau exhausted. Ada kecurigaan tumor laring.ada tanda sumbatan jalan nafas atas.
Usia penderita dibawah 3 tahun.Tampak toksik, sianosis,
TONSILITIS AKUT
Tonsilitis yaitu peradangan tonsil palatina yaitu bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan jaringan limfoid yang ada di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial),
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/
Gerlach’s tonsil).Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak berusia 3 sampai 10 tahun.
Anamnesis Keluhan :
. Mulut berbau (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri
telan yang hebat (ptialismus).
. Pada tonsilitis kronik, pasien mengeluh ada penghalang / mengganjal di tenggorok, tenggorok terasa kering dan pernafasan berbau (halitosis).
Nyeri bisa menyebar sebagai referred pain ke telinga. Demam yang bisa sangat tinggi sampai memicu kejang pada bayi dan anak-anak.
pusing badan lesu, dan nafsu makan berkurang.
Plummy voice / hot potato voice: suara pasien terdengar seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Rasa kering di tenggorokan sebagai gejala awal.Nyeri pada tenggorok, terutama saat menelan. Rasa nyeri semakin lama semakin bertambah sehingga anak menjadi tidak mau makan. Pada Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) gejala yang muncul yaitu demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorokan, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. pemicu keparahan:
Rangsangan menahun (contoh rokok, makanan tertentu).,kebersihan rongga mulut yang kurang baik.Riwayat alergi, Faktor usia, terutama pada anak.
. Penurunan daya tahan tubuh.
Pemeriksaan Fisik :
1. Tonsilitis akut:
Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga tampak udem dan hiperemis. Kelenjar limfe leher bisa membesar dan ditambah nyeri tekan.
Tonsil hipertrofik dengan ukuran ≥ T2.
Bercak detritus ini bisa melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi ruang antara kedua tonsil sehingga
tampak menyempit. Temuan ini mengarahkan pada Diagnosa banding: tonsilitis difteri.
. Hiperemis dan ada detritus di dalam kripti yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas dinamakan tonsilitis folikularis. Bila bercakbercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis kronik:
Pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami perlengketan.Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan berisi detritus.
3. Tonsilitis difteri:
Tampak pseudomembran yang melekat erat pada dasar tonsil sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.Tampak tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas
berdasar rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil bisa dibagi menjadi:
1. T0: tonsil sudah diangkat.
2. T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula.
3. T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringatau batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterioruvula.
4. T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterioruvula.
5. T4: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Darah lengkap
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, untuk diagnosa definitif dengan Pemeriksaan Penunjang :.
Diagnosa banding:
tumor tonsil, Infiltrat tonsil, limfoma,
Komplikasi
1. Komplikasi lokal
Otitis media akut, Rinosinusitis, Abses peritonsil (Quinsy), Abses parafaringeal,
2. Komplikasi sistemik
Glomerulonephritis, Miokarditis, Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
Pengobatan :
Pemberian obat topikal bisa berwujud obat kusia antiseptik Pemberian obat oral sistemik, . Istirahat cukup. Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi, Menjaga kebersihan mulut.
a. Tonsilitis viral.
Istirahat, minum cukup, analgetika / antipiretik (contoh , Paracetamol), dan antivirus diberikan bila gejala berat. Antivirus Metisoprinol diberikan pada infeksi virus dengan dosis 60-100mg/kg BeratBadan dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada pasien dewasa dan pada anak < 5 tahun diberikan 50mg/kg BeratBadan dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
b. Tonsilitis bakteri
Bila diduga pemicu nya Streptococcus group A, diberikan antibiotik yaitu Penisilin G Benzatin 50.000 U/kg BeratBadan /IM dosis tunggal atau Amoksisilin 50 mg/kg BeratBadan dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500
mg selama 6-10 hari atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan Kortikosteroid sebab steroid terbukti perbaikan klinis yang bisa menekan reaksi inflamasi. Steroid yang bisa diberikan berwujud Deksametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan pada
anak-anak 0,01 mg/kg BeratBadan /hari dibagi 3 kali pemberian selama 3 hari.
Analgetik / antipiretik, contoh Paracetamol bisa diberikan.
c. Tonsilitis difteri
Anti Difteri Serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung usia dan jenis kelamin. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25-50 mg/kg BeratBadan /hari. Antipiretik untuk simptomatis dan pasien harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama
2-3 minggu.
d. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) Antibiotik spektrum luas diberikan selama 1 minggu, dan pemberian vitamin C dan vitamin B kompleks.
Indikasi dan Kontraindikasi Tonsilektomi
, indikasi tonsilektomi, yaitu:
Kontraindikasi relatif tonsilektomi:
Anemia, Gangguan perdarahan, Risiko anestesi atau penyakit sistemik yang berat
Konseling :
Melakukan pengobatan yang kuat sebab risiko kekambuhan cukup tinggi.. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga berenang teratur. Berhenti merokok.. Selalu menjaga kebersihan mulut.. Mencuci tangan secara teratur.Menghindari pemicu , termasuk makanan dan minuman yang mengiritasi
Pengobatan lanjutan:
melaporkan ke health department setempat jika ada masalah tonsilitis difteri.
rujuk ke health department jika:
Adanya indikasi tonsilektomi, Pasien dengan tonsilitis difteri, Komplikasi tonsilitis akut: abses peritonsiler, septikemia, meningitis,
glomerulonephritis, demam rematik akut.
ASMA BRONKIAL (ASMA STABIL)
a. Asma pada Dewasa
Asma yaitu penyakit heterogen, selalu dicirikan dengan inflamasi kronis di saluran napas. ada riwayat gejala respirasi seperti mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang intensitasnya berberda-beda berdasar keragaman keterbatasan
aliran udara ekspiras
Anamnesis Keluhan :
Gejala khas untuk Asma, jika ada maka menigkatkan kemungkinan pasien memiliki
Asma, yaitu :
Gejala beragam waktu dan intensitasnya
. Gejala dipicu oleh infeksi virus, latihan, terpapar allergen, perubahan cuaca, tertawa atau iritan seperti asap kendaraan, rokok atau bau yang sangat tajam,
ada lebih dari satu gejala ( mengi, sesak, dada terasa berat) khususnya pada dewasa muda
Gejala sering menurun di malam hari atau pagi dini hari, Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik pasien asma biasanya normal. ketidaknormalan yang sering muncul yaitu mengi ekspirasi saat pemeriksaan auskultasi, namun ini bisa saja hanya terdengar saat ekspirasi paksa. Mengi bisa juga tidak tampak selama eksaserbasi asma yang berat sebab penurunan aliran napas dinamakan “silent chest”.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan darah (eosinofil dalam darah)
Arus Puncak Ekspirasi (APE) memakai Peak Flowmeter,
Diagnosa :
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan Penunjang :, yaitu ada kenaikan ≥15 % rasio APE sebelum dan sesudah pemberian inhalasi salbutamol.
Diagnosa banding:
Kistik fibrosis, Gagal jantung, Defisiensi benda asing, Disfungsi pita suara, Hiperventilasi, Bronkiektasis,
Pengobatan :
Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan jangka panjang dan menetapkan pengobatan pada serangan akut , Pasien disarankan untuk mengidentifikasi dan mengatasi pemicunya .
Pemeriksaan Penunjang : Lanjutan
Foto toraks, Uji provokasi bronkus, Spirometri
Uji kepekaan kulit,
Komplikasi
Asma resisten terhadap steroid., Pneumotoraks, Pneumomediastinum, Gagal napas,
Konseling :
checkup secara teratur antara lain untuk menilai dan pemantauan berat asma secara berkala (asthma control test/ ACT), menasihati pasien dan keluarga mengenai ciri penyakit , sifat penyakit, perubahan penyakit
(apakah membaik atau menurun ), jenis dan mekanisme kerja obat-obatan, mengetahui kapan harus meminta pertolongan tenaga medis .
Pola hidup sehat. Menghindari setiap pemicu .
memakai bronkodilator/steroid inhalasi sebelum melakukan exercise untuk mencegah exercise induced asthma.. Bila sering terjadi eksaserbasi.
Pada serangan asma akut sedang dan berat.
Asma dengan komplikasi., Persiapan dalam melakukan rujukan bagi pasien asma, yaitu:
. ada oksigen.. Pemberian steroid sistemik injeksi atau inhalasi disamping pemberian bronkodilator kerja cepat inhalasi.. Pasien harus didampingi oleh tenaga medis /tenaga kesehatan terlatih selama perjalanan menuju ke rumahsakit .
peralatan medis :
Tabung oksigen. Kanul hidung. Masker sederhana. Nebulizer. Masker inhalasi. Peak flow meter, Spirometri, Asthma control test
ASMA PADA ANAK
Asma yaitu mengi berulang dan atau batuk persisten dengan sifat antaralain : muncul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, Sesudah aktivitas fisik, dan ada riwayat asma atau atopi lain pada
pasien dan atau keluarganya. Inflamasi ini juga berkaitan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan. Prevalens total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).
Anamnesis Keluhan :
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat agar diperoleh riwayat penyakit yang akurat mengenai gejala sulit bernapas, mengi atau dada terasa berat yang bersifat episodik dan berkaitan dengan musim dan ada riwayat asma atau penyakit
atopi pada anggota keluarga. meski informasi akurat mengenai hal ini tidak mudah diperoleh , beberapa pertanyaan berikut ini bermanfaat dalam pertimbangan diagnosa asma :
Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat, atau batuk Sesudah terpajan alergen atau polutan?. Apakah jika mengalami pilek, anak memerlukan >10 hari untuk sembuh?. Apakah gejala klinis membaik Sesudah pemberian pengobatan anti-asma?. Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang?. Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?. Apakah anak mengalami mengi atau batuk Sesudah berolahraga berenang ?
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, biasanya tidak muncul kelainan saat pasien tidak mengalami serangan. Pada sebagian kecil pasien yang derajat asmanya lebih berat, bisa ditemukan mengi di luar serangan. Dengan adanya kesulitan ini, diagnosa asma pada bayi dan anak kecil (di bawah usia 5 tahun) hanya yaitu (penilaian hanya berdasar gejala dan pemeriksaan fisik dan tanggapan terhadap pengobatan). Pada golongan usia ini, tes fungsi paru atau pemeriksaan untuk
mengetahui adanya kepekaan tinggi saluran napas tidak mungkin dilakukan dalam praktek sehari-hari. Kemungkinan asma perlu dipikirkan pada anak yang hanya menandakan batuk sebagai satu-satunya gejala dan pada pemeriksaan fisik tidak muncul mengi, sesak, dan lain-lain. Pada anak yang tampak sehat dengan batuk malam hari yang rekuren, asma harus dipertimbangkan sebagai probable diagnosa .
Beberapa anak menandakan gejala Sesudah berolahraga berenang .
Pemeriksaan Penunjang :
Arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow meter. prinsip standart yaitu cara mengukur nilai diurnal APE terbaik yaitu pengukuran selama
paling sedikit 1 minggu dan hasilnya dinyatakan sebagai persen nilai terbaik dari selisih nilai APE pagi hari terendah dengan nilai APE malam hari tertinggi. Jika diperoleh variabilitas APE diurnal > 20% (petanda adanya perrendah an asma) maka
diagnosa asma perlu dipertimbangkan.
Diagnosa :
Asma Stabil
Jika gejala dan tanda klinis jelas dan tanggapan terhadap pemberian obat asma baik, pemeriksaan lebih lanjut tidak perlu dilakukan. Jika tanggapan terhadap obat asma tidak baik, sebelum mengganti obat dengan yang lebih poten, harus dinilai lebih dahulu apakah dosis sudah kuat , cara dan waktu pemberian sudah benar, dan
ketaatan pasien baik. Bila semua aspek ini sudah dilakukan dengan baik dan benar, diagnosa bukan asma perlu dipikirkan
Asma Eksaserbasi
Eksaserbasi (serangan) asma yaitu periode perrendah an gejala asma secara progresif. Gejala yang dimaksud yaitu sesak napas, batuk, mengi, dada rasa tertekan, atau berbagai campuran gejala ini . biasanya , eksaserbasi ditambah distres pernapasan. Serangan asma ditandai oleh penurunan PEF atauFEV1. Pengukuran ini yaitu indikator yang lebih bisa dipercaya dibandingkan
penilaian berdasar gejala. Sebaliknya, derajat gejala lebih peka untuk menandakan awal terjadinya ekaserbasi sebab memberatnya gejala biasanya mendahului perrendah an PEF. Derajat serangan asma beragam mulai dari yang
ringan sampai yang mengancam jiwa, perrendah an bisa terjadi dalam beberapa menit, jam, atau hari. Serangan akut biasanya muncul akibat terpapar faktor pemicu (paling sering infeksi virus atau allergen atau campuran keduanya), sedang serangan berwujud perrendah an yang bertahap menandakan kegagalan pengelolaan jangka panjang penyakit.
Asma Stabil
Obat asma bisa dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda kadang juga dinamakan obat pelega atau obat serangan. Obat golongan ini dipakai untuk meredakan serangan atau gejala asma yang muncul . Jika serangan sudah teratasi dan gejala sudah menghilang, obat ini tidak dipakai lagi. golongan kedua yaitu obat
pengendali dinamakan obat pencegah atau profilaksis. Obat ini dipakai untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas. maka , obat ini dipakai terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung pada derajat penyakit asma dan tanggapan nya terhadap pengobatan.
Asma Eksaserbasi
Global initiative for asthma (GINA) membagi pengobatan serangan asma menjadi 2 yaitu pengobatan di rumah dan di rumah sakit. pengobatan di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. ini bisa dilakukan oleh pasien yang sebelumnya sudah menjalani terapi dengan teratur dan memiliki pendidikan
yang cukup. Pada panduan pengobatan di rumah, dinamakan bahwa terapi awal yaitu inhalasi B2 agonis kerja cepat sebanyak 2 kali dengan selang waktu 20 menit. Bila belum ada perbaikan, segera mencari pertolongan ke tenaga medis atau sarana kesehatan.
1. Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berwujud bronkodilator -agonis hirupan kerja pendek (Short Acting B2-Agonist, SABA) atau golongan xantin kerja cepat hanya jika perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan. Pada alur pengobatan jangka panjang , terlihat bahwa jika pengobatan asma episodik jarang sudah kuat , namun tanggapan nya tetap tidak baik dalam 4-6 minggu, pengobatan nya berpindah ke asma episodik sering.
2. Asma episodik sering pemakaian B2-agonis hirupan lebih dari 3 x per minggu (tanpa menghitung pemakaian pra-aktivitas fisik), atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, yaitu indikasi pemakaian anti-inflamasi sebagai pengendali. Obat steroid hirupan yang sering dipakai pada anak yaitu
budesonid, sehingga dipakai sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan yaitu 100-200 g/hari budesonid (50-100 g/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 200-400 g/hari budesonid (100-200 g/hari flutikason)
untuk anak berusia di atas 12 tahun. Pada pemakaian beklometason atau budesonid dengan dosis 100-200 g/hari atau setara dengan flutikason 50-100 g, belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang. Jika Sesudah pengobatan selama 8-12 minggu dengan steroid dosis rendah tidak muncul
tanggapan (masih ada gejala asma atau gangguan tidur atau aktivitas seharihari), pengobatan dilanjutkan dengan tahap kedua , yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai dengan 400 g/hari yang termasuk dalam pengobatan asma persisten. Jika pengobatan suatu derajat penyakit asma sudah kuat , namun tanggapan nya tetap tidak baik dalam 8-12 minggu, derajat pengobatan nya berpindah ke yang lebih berat . Sebaliknya, jika asma terkendali dalam 8-12 minggu, derajatnya beralih ke yang lebih ringan . Jika memungkinkan, steroid hirupan dihentikan pemakaian nya.Sebelum melakukan step-up, harus dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan penghindaran pemicu , pemakaian obat, dan faktor komorbid yang mempersulit pengendalian asma seperti rinitis dan sinusitis.
3. Asma persisten
Bergantung pada masalah nya, steroid hirupan bisa diberikan mulai dari dosis tinggi lalu diturunkan sampai dosis rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya, mulai dari dosis rendah sampai dosis tinggi hingga gejala bisa
dikendalikan. Pada kondisi tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, disarankan untuk memakai dosis tinggi dahulu, ditambah steroid oral jangka pendek (3-5 hari).
ciri-ciri Rujukan :
Asma Persisten Pencegahan, Asma eksaserbasi sedang-berat, Asma tidak tercheckup , Asma mengancam jiwa, Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan terpapar tungau debu rumah
dan rontokan bulu binatang, sudah terbukti mengurangi muncul nya alergi makanan dan
khususnya dermatitis atopik pada bayi.
Komplikasi :
Pneumotoraks, Atelektasis. Gagal napas. Bronkitis, Fraktur iga,Pneumomediastinum dan emfisema subkutis,
peralatan medis :
Oksigen, Alat tiup APE, Pemeriksaan darah rutin, Radiologi . Prognosis tergantung pada beratnya penyakit, kecepatan pengobatan,
STATUS ASMATIKUS (ASMA AKUT BERAT)
Asma akut berat (serangan asma atau asma eksaserbasi) yaitu periode kronis gejala yang progresif dari sesak, batuk, mengi, atau rasa berat di dada, atau campuran gejala ini . Anamnesis Keluhan :Riwayat singkat serangan meliputi gejala, pengobatan yang sudah dipakai ,
tanggapan pengobatan, waktu mula terjadinya dan pemicu serangan saat itu, dan ada tidaknya risiko tinggi untuk memperoleh kondisi fatal/ kematian yaitu:
Riwayat perawatan di rumah sakit atau kunjungan ke darurat gawat dalam satu tahun terakhir, Saat serangan, masih dalam glukokortikosteroid oral, atau baru saja menghentikan salbutamol atau ekivalennya Dengan gangguan psikiatri atau masalah psikososial termasuk pemakaian sedasi
Riwayat tidak patuh dengan pengobatan (jangka panjang) asma, Riwayat serangan asma yang memerlukan intubasi/ ventilasi mekanis, Pada fasilitas layanan kesehatan sederhana hanya fokus kepada :
Nadi, Tekanan darah (pulsus paradoksus), Ada tidak mengi, Posisi penderita, Cara bicara, Frekuensi napas, pemakaian otot-otot bantu napas,
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan jika fasilitas tersedia.
Pada serangan asma, APE sebaiknya diperiksa sebelum pengobatan, tanpa menunda pemberian pengobatan. Pemeriksaan ini dilakukan jika alat tersedia. Saturasi oksigen dengan pulse oxymetry bisa dilakukan bila alat tersedia.
Diagnosa banding:
Obstruksi saluran napas atas, Disfungsi pita suara, Gagal jantung akut, Gagal ginjal akut
Benda asing di saluran napas, PPOK eksaserbasi, Penyakit paru parenkimal,
Pengobatan lanjutan:
ciri-ciri untuk melanjutkan observasi
tergantung kepada peralatan medis yang tersedia :
. Pengobatan yang tidak kuat sebelumnya
. Kondisi rumah yang sulit/ tidak menolong
. masalah dalam transport atau mobilisasi ke rumah sakit, . tanggapan terapi tidak kuat dalam 1-2 jam. Obstruksi jalan napas yang menetap (APE < 30% nilai terbaik/ prediksi). Riwayat serangan asma berat, perawatan rumah sakit/ ICU sebelumnya. Dengan risiko tinggi (lihat di riwayat serangan). Gejala menurun berkepanjangan sebelum datang memerlukan pertolongan saat itu
ciri-ciri Pulang
Pertimbangan untuk memulangkan penderita di layanan primer:
Bila APE sesudah pengobatan awal > 60% nilai terbaik/ prediksi dan pasien bisa memakai obat inhalasi atau oral dengan patuh.Penderita dirawat inap,
. Bila terjadi perbaikan klinis, yaitu: keluhan berkurang, frekuensi napas kembali normal, mengi menghilang, nadi dan tekanan darah kembali normal, pasien bisa bernapas tanpa otot-otot bantu napas, pasien bisa berbicara lebih lancar
atau berjalan, atau kesadaran membaik.
. Bila APE sesudah pengobatan awal 40-60% nilai terbaik/ prediksi dengan pengawasan ketat di komunitas.
ciri-ciri Rujukan :
1. tidak menanggapi dengan pengobatan, ditandai dengan:
Tanda dan gejala tidak jelas (atipik), atau masalah dalam Diagnosa banding: , atau komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid); seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis (ABPA), rinitis berat, disfungsi pita suara, refluks gastroesofagus dan PPOK.
diperlukan pemeriksaan lainnya di luar pemeriksaan standar, seperti uji kulit (uji alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih (kardiopulmonary exercise test), bronkoskopi dan sebagainya.
. Tidak terjadi perbaikan klinis, . Bila APE sebelum pengobatan awal < 25% nilai terbaik/ prediksi; atau APE sesudah pengobatan < 40% nilai terbaik/ prediksi.Serangan akut yang mengancam jiwa
Konseling :
. berolahraga renang . Menghindari pemicu di lingkungan sehari-har, Berhenti merokok
peralatan medis :
Analisis gas darah, Tensimeter. Tabung oksigen. Kanul hidung. Sungkup sederhana. Sungkup inhalasi. Nebulizer. Peak flow meter. Pulse oxymeter,
PNEUMONIA ASPIRASI
Pneumonia aspirasi (Aspiration pneumonia) yaitu pneumonia yang dipicu oleh terbawanya bahan yang ada diorofaring saat respirasi ke saluran napas bawah dan bisa memicu kerusakan parenkim paru. , pneumonia aspirasi diartikan dengan muncul nya bukti radiografi berwujud
penambahan infiltrat di paru pada pasien dengan pemicu keparahan: aspirasi orofaring.
Anamnesis Keluhan :
Kejadian aspiration pneumonia biasanya tidak bisa diketahui waktu terjadinya dan
paling sering pada orang tua. Keluhannya berwujud :Tanda-tanda dari pneumonia, Batuk, Takipnea,
pemicu keparahan: :
ada ketidaknormalan anatomis dari traktus aerodigestifus atas.. Pasien dengan disfagi neurologis.. Pasien dengan irupsi dari gastroesophageal junction.
Pemeriksaan fisik mirip pada pneumonia biasanya . Temuan pemeriksaan fisik
dada tergantung dari luas lesi di paru.
Inspeksi : bisa terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
Palpasi : fremitus bisa mengeras pada bagian yang sakit
Perkusi : redup di bagian yang sakit
Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
ditambah ronki basah halus, yang lalu menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, Foto toraks
diagnosa berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik , dan penunjang.
Pengobatan :
Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila cairan parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, peningkatan suhu dan derajat dehidrasi.Pemberian oksigen . Pemberian antibiotik tergantung pada kondisi :
--. Pneumonia komunitas : levofloksasin (500mg/hari) atau seftriakson (1-2 gr/hari)
--. Pasien dalam perawatan di rumah sakit : levofloksasin (500 mg/hari)atau piperasilin tazobaktam (3, 375 gr/6 jam) atau seftazidim (2 gr/8 jam)
--. Penyakit periodontal berat, dahak yang busuk atau alkoholisme : piperasilintazobaktam (3, 375 gr/6 jam) atau imipenem (500 mg/8 jam sampai 1 gr/6 jam) atau campuran dua obat : levofloksasin (500 mg/hari) atau siprofloksasin (400 mg/12 jam) atau seftriakson (1-2 gr/hari) ditambah
klindamisin (600 mg/8 jam) atau metronidazol (500 mg/8jam)
ciri-ciri Rujukan :
Penilaian status keparahan mirip dengan pneumonia biasa.
peralatan medis :
Tabung oksigen bedan nasal kanul atau masker
PNEUMONIA, BRONKOPNEUMONIA
Pneumonia yaitu peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang meliputi bronkiolus respiratorius dan alveoli, dan memicu konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. kebanyakan dipicu oleh mikroorganisme virus atau bakteri dan sebagian kecil dipicu oleh hal lain (aspirasi, radiasi ). Pneumonia yang dimaksud di sini tidak termasuk dengan pneumonia yang dipicu oleh Mycobacterium tuberculosis. Pneumonia
yaitu pemicu utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita). 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, kebanyakan terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
a. Pneumonia pada Pasien Dewasa
Anamnesis Keluhan :
gejala biasanya ditandai dengan :
Nyeri dada, Sesaknapas, Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat bisa melebihi 40°C. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang ditambah darah,
Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru.
Inspeksi : bisa terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
Palpasi : fremitus bisa mengeras pada bagian yang sakit
Perkusi : redup di bagian yang sakit
Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin ditambah ronki basah halus, yang lalu menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi.
Pemeriksaan Penunjang :
. Kultur sputum jika fasilitas tersedia, . Kultur darah jika fasilitas tersedia. Pewarnaan gram
. Pemeriksaan lekosit. Pemeriksaan foto toraks jika fasilitas tersedia
Diagnosa :
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk diagnosa defenitif dilakukan Pemeriksaan Penunjang :. diagnosa pasti pneumonia komuniti dilakukan jika pada foto toraks ada infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
Pemeriksaan fisik : muncul tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki. Leukosit > 10.000 atau < 4500,. Batuk-batuk bertambah. Perubahan sifat dahak / purulen
. Suhu tubuh > 38°C (aksila) / riwayat demam,
Komplikasi
gagal napas, sepsis.Efusi pleura, Empiema, Abses paru, Pneumotoraks,
Pengobatan :
perlu diperhatikan kondisi klinisnya. Bila kondisi klinis baik dan tidak ada indikasi rawat bisa diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor rekayasa yaitu kondisi yang bisa memicu infeksi dengan mikroorganisme patogen yang khusus .
1. Pengobatan pendukung / simptomatik
. Istirahat di tempat tidur, Dalam hal mengobati penderita pneumonia. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas,
2. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik yang harus diberikan kurang dari 8 jam.
Pasien Rawat Jalan
. Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak ada risiko kebal obat ; Makrolid: azitromisin, klaritromisin atau eritromisin (rekomendasi kuat)
Doksisiklin (rekomendasi lemah). ada komorbid seperti penyakit jantung kronik, paru, hati atau penyakit ginjal, diabetes mellitus, alkoholisme, keganasan, kondisi imunosupresif atau
pemakaian obat imunosupresif, antibiotik lebih dari 3 bulan atau faktor risiko lain infeksi pneumonia :
Florokuinolon respirasi : moksifloksasisn, gemfloksasin atau levofloksasin (750 mg) (rekomendasi kuat) β-lactam + makrolid : Amoksisilin dosis tinggi (1 gram, 3x1/hari) atau
amoksisilin-klavulanat (2 gram, 2x1/hari) (rekomendasi kuat) Alternatif obat lainnya termasuk ceftriakson, cefpodoxime dan
cefuroxime (500 mg, 2x1/hari), doksisiklin
Pasien perawatan, tanpa rawat ICU
--. Florokuinolon respirasi (rekomendasi kuat)
--. β-laktam+makrolid (rekomendasi kuat)
Agen β-laktam termasuk sefotaksim, seftriakson, dan ampisilin; ertapenem untuk pasien tertentu; dengan doksisiklin sebagai alternatif untuk makrolid. Florokuinolon respirasi sebaikanya dipakai untuk pasien alergi penisilin.
Konseling :
Vaksinasi influenza dan pneumokokal, terutama bagi golongan risiko tinggi (orang usia lanjut atau penderita penyakit kronis). nasihat diberikan kepada setiap pasien dan keluarga mengenai pencegahan infeksi berulang, pola hidup sehat termasuk tidak merokok dan sanitasi lingkungan.
1. ciri-ciri CURB
(Conciousness, kadar Ureum, Respiratory rate>30 x/menit, tekanan darah: sistolik<90 mmHg dan diastolik <60 mmHg; masing masing bila ada kelainan bernilai 1).
Dirujuk bila total nilai 2.
2. ciri-ciri PORT (patient outcome research team)
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti bisa dilakukan dengan memakai sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT).
Berdasar kesepakatan PDPI, ciri-ciri yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti yaitu :
1.Pneumonia pada pemakai NAPZA
2. Skor PORT > 70
3. Bila skor PORT < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila ditemukan salah
satudari ciri-ciri dibawah ini :
. Foto toraks paru mengikutsertakan > 2 lobus. Tekanan diastolik < 60 mmHg . Tekanan sistolik < 90 mmHg
. Frekuensi napas > 30/menit. Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg. Foto toraks paru menandakan kelainan bilateral
4. Menurut ATS (American Thoracic Society) ciri-ciri pneumonia berat bila ditemukan salah satu atau lebih' ciri-ciri di bawah ini.
a. ciri-ciri minor:
Foto toraks paru mengikutsertakan > 2 lobus, Tekanan sistolik < 90 mmHg, Tekanan diastolik < 60 mmHg
Frekuensi napas > 30/menit, Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg, Foto toraks paru menandakan kelainan bilateral
b. ciri-ciri mayor yaitu antaralain : :
memerlukan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, memerlukan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah > 50%pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang memerlukan dialisis, Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif yaitu penderita yang memiliki :
1. Satu dari dua gejala mayor tertentu (memerlukan ventalasi mekanik dan
memerlukan vasopressor >4 jam [syok sptik]) atau
2. Dua dari tiga gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks parumenandakan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). ciri-ciri minor dan mayor yang lain bukan yaitu indikasi untuk perawatan
Ruang Rawat Intensif.
. Bronkopneumonia pada Pasien Anak
Anamnesis Keluhan :
kebanyakan gejala pneumonia pada anak rata-rata antara ringan hingga sedang, sehingga bisa berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin ada komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit. faktor yang mempengaruhi gejala pneumonia pada anak yaitu :
golongan usia pada anak yaitu faktor utama yang memicu sifat penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam
pengobatan pneumonia.. Imaturitas anatomik dan imunologik. Mikroorganisme pemicu yang luas, gejala klinis yang kadang tidak khas terutama pada bayi. Etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering. Faktor patogenesis,
gejala pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, namun secara umum yaitu antaralain :
1. Gejala infeksi umum, yaitu muntah, diare; kadang muncul gejala infeksi ekstrapulmoner. demam, pusing resah, cemas , malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual,
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis, batuk, sesak napas, retraksi dada,
Pada pemeriksaan fisik bisa muncul tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah, dan ronki. namun pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru biasanya tidak muncul kelainan.
Pemeriksaan Penunjang :
pemeriksaan foto toraks, kultur sputum,
kultur darah,Pewarnaan gram, pemeriksaan lekosit,
Diagnosa :
diagnosa etiologik berdasar pemeriksaan mikrobiologis dan atau serologis sebagai dasar terapi yang optimal. namun , penemuan bakteri pemicu tidak selalu mudah sebab memerlukan laboratorium penunjang yang mencukupi . Oleh
sebab itu, pneumonia pada anak biasanya didiagnosa berdasar gambaran klinis yang menandakan keterlibatan sistem respiratori, dan gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia yaitu demam, sianosis, lebih dari satu gejala respiratori antaralain : takipnea, ronki, suara napas melemah.batuk, napas cuping hidung, retraksi, WHO membuat pedoman diagnosa dan pengobatan yang sederhana.
Pedoman ini untuk rumahsakit , meliputi napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumahsakit . Napas cepat dinilai dengan
menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh saat bayi dalam kondisi tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan–5 tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi rendah ; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan yaitu malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam , penggolongan pneumonia berdasar pedoman WHO yaitu :
1. Bayi dan anak berusia 2 bulan–5 tahun
a. Pneumonia berat
Ada sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik.
b. Pneumonia
Tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas:
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan–1 tahun
>40 x/menit untuk anak >1–5 tahun
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
c. Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas
2. Bayi berusia di bawah 2 bulan
a. Pneumonia
Ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik.
b. Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
Pengobatan :
kebanyakan pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasar berat-ringannya penyakit, contoh toksis, distres pernapasan, tidak mau makan dan minum atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi,
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.Dasar pengobatan pneumonia rawat inap yaitu pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai dan pengobatan pendukung yang meliputi :
-Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan kuat
-Komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi,
-Pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, gangguan keseimbangan elektrolit, gangguan keseimbangan gula darah
- Untuk nyeri dan demam bisa diberikan analgetik/antipiretik
-Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif,
Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan bisa diberikan antibiotik lini pertama secara oral, contoh amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, bisa diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan,
pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol 2 kali sehari memiliki efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan yaitu 25 mg/kg BeratBadan , sedang kotrimoksazol yaitu 4 mg/kg BeratBadan TMP − 20 mg/kg BeratBadan sulfametoksazol.
Penumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik lini pertama bisa memakai antibiotik golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak menanggapi if terhadap beta-laktam dan
kloramfenikol, bisa diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang muncul . Sebaiknya segera dirujuk jika tidak tersedia antibiotik yang sesuai. ciri-ciri Rujukan ::
Pneumonia rawat inap, Pneumonia berat,
Pencegahan
Pemberian ASI, Menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA, Pemberian imunisasi Pemberian vitamin A. Menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara Membiasakan cuci tangan. Isolasi penderita, Menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum,
Komplikasi
Empiema torakis, Perikarditis purulenta, Pneumotoraks, Infeksi ekstrapulmoner
seperti meningitis purulenta,
peralatan medis :
. Pemeriksaan darah rutin, . Radiologi . Oksigen
Termometer, tensimeter. Pulse oxymeter
. Pemeriksaan pewarnaan gram,
Prognosis tergantung pada beratnya penyakit dan kecepatan pengobatan
PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks yaitu adanya udara bebas dalam rongga pleura. Insiden pneumotoraks sulit diketahui sebab periode nya banyak yang tidak
diketahui. biasanya laki-laki lebih banyak dari wanita. ada 2 jenis pneumotoraks, yaitu:
Pneumotoraks spontan sekunder yaitu pneumotoraks yang terjadi pada penderita yang memiliki riwayat penyakit paru sebelumnya seperti PPOK, TB paru dan lain-lain.
Pneumotoraks spontan primer yaitu pneumotoraks yang terjadi tanpa riwayat
penyakit paru sebelumnya ataupun trauma, dan bisa terjadi pada masing-masing yang sehat. Terutama lebih sering pada laki, tinggi kurus, perokok.
Anamnesis Keluhan :
pemicu keparahan: , di antaranya:
Merokok, Infeksi, contoh : tuberkulosis, pneumonia
Trauma,
Pneumotoraks bisa memicu keluhan atau tidak. Keluhan yang bisa muncul yaitu sesak napas, ditambah nyeri dada pada sisi yang sakit. Nyeri dada tajam, muncul secara tiba-tiba, semakin nyeri jika menarik napas dalam atau terbatuk. Keluhan muncul mendadak saat tidak sedang aktivitas.
Gejala klinis :
Hiperkapnia, Hipotensi, Takikardi, Perubahan status mental,
Pemeriksaan fisik paru :
Perkusi paru, muncul suara hipersonor dan pergeseran mediastinum ke arah yang sehat
Auskultasi paru, diperoleh suara napas yang melemah dan jauh, Inspeksi paru, tampak sisi yang sakit lebih menonjol dan tertinggal pada
pernapasan, Palpasi paru, suara fremitus menurun di sisi yang sakit,
Pemeriksaan Penunjang :
-Pulse oxymetry. Pemeriksaan ini tidak untuk melakukan diagnosa , namun untuk menilai apakah sudah terjadi gagal napas.diagnosa
-Foto toraks, diperoleh garis penguncupan paru yang sangat halus , dan gambaran avaskuler di sisi yang sakit. Bila ditambah darah atau cairan
lainnya, akan tampak garis mendatar yaitu batas udara dan cairan
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan untuk diagnosa definitif dengan Pemeriksaan Penunjang :.
Komplikasi :
Kematian, Kegagalan respirasi. Kegagalan sirkulasi,
Pengobatan :
Jika ada tanda kegagalan sirkulasi, dilakukan pemasangan IV line dengan cairan kristaloid, Oksigen_
Konseling :
Menjelaskan kepada pasien pasien dan keluarga mengenai: Perlunya rujukan segera ke RS
Bahaya dan komplikasi pneumotoraks, Pertolongan kegawatdaruratan pada
pneumotoraks, Segera rujuk pasien yang terdiagnosa pneumotoraks, Sesudah dilakukan
penanggulangan awal. peralatan medis :
. Sungkup sederhana. Lidocaine 2% . Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc, 20 cc, 50 cc. Three-way. Botol bervolume 500 cc. Infus set. A BeratBadan ocath 14. Tabung oksigen. Kanul hidung
PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS)
PPOK yaitu penyakit paru kronik yang bisa dicegah dan diobati, dicirikan dengan hambatan aliran udara yang persisten, progresif, berkaitan dengan peningkatan tanggapan inflamasi kronis di paru terhadap partikel dan gas berbahaya.
Eksaserbasi dan komorbid menyumbang pada keseluruhan keparahan tiap masing-masing . PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan. Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada para pasien dengan pendidikan rendah,
Anamnesis Keluhan :
. Keluhan Rasa berat di dada, Sesak napas Batuk kering atau dengan dahak yang produktif, kadang ditambah mengi
. pemicu keparahan:
Polusi udara dalam rumah dari pemanas atau biomassa rumah tangga dengan ventilasi yang rendah . Genetik. terpapar partikel Asap rokok
Debu kerja, organik dan inorganik
Polusi udara bebas. Pertumbuhan dan perkembangan paru. Stres oksidatif Jenis kelamin
. usia . Infeksi paru. Status sosial-ekonomi,
. Nutrisi. . Komorbiditas,
. Penilaian severitas dilakukan dengan kuesioner COPD Assesment Test (CAT) yang terdiri atas 8 pertanyaan untuk mengukur pengaruh PPOK terhadap status kesehatan pasien.
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
pemakaian otot bantu napas yaitu indikasi gangguan pernapasan. Bila sudah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai,
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), laju ekspirasi
lebih lambat memungkinkan pengosongan paru yang lebih efisien, . Sianosis sentral pada membran mukosa mungkin muncul . ketidaknormalan dinding dada yang menandakan hiper inflasi paru termasuk iga yang tampak horizontal, barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) dan perut yang menonjol keluar. Hemidiafragma mendatar. Laju respirasi istirahat meningkat lebih dari 20 kali/menit dan pola napas lebih dangkal
2. Palpasi dan Perkusi
Hiperinflasi memicu hati letak rendah dan mudah di palpasi. Sering tidak muncul kelainan pada PPOK. Irama jantung di apeks mungkin sulit muncul sebab hiperinflasi paru,
3. Auskultasi
. Ronki basah kasar saat inspirasi bisa muncul
. Bunyi jantung terdengar lebih keras di area xiphoideus. Pasien dengan PPOK sering mengalami penurunan suara napas tapi tidak
khusus untuk PPOK. Mengi selama pernapasan biasa menandakan keterbatasan aliran udara.
namun mengi yang hanya terdengar Sesudah ekspirasi paksa tidak khusus untuk PPOK
Pemeriksaan Penunjang : yang bisa dilakukan yaitu uji jalan 6 menit yang direkayasa . Untuk di Puskesmas dengan sarana terbatas, evaluasi yang bisa dipakai yaitu keluhan lelah yang muncul atau bertambah sesak.pemeriksaan ini bisa dilakukan bila fasilitas tersedia:
Foto toraks. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit). Spirometri . Peak flow meter (arus puncak respirasi). Pulse oxymetry. Analisis gas darah .
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Tujuan Pengobatan :
. Mengurangi laju beratnya penyakit Mempertahankan PPOK yang stabil
. Mengatasi eksaserbasi ringan. Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit, Kortikosteroid dipakai dalam bentuk inhalasi, bila tersedia.. Ekspektoran dengan obat batuk hitam (OBH)
. Mukolitik (ambroxol) bisa diberikan bila sputum mukoid. . Obat-obatan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan mempertahankan kondisi stabil.2. Bronkodilator dalam bentuk oral, campuran golongan β2 agonis (salbutamol)
dengan golongan xantin (aminofilin dan teofilin). Masing-masing dalam dosis suboptimal, sesuai dengan berat badan dan beratnya penyakit. Untuk dosis pemeliharaan, aminofilin/teofilin 100-150 mg campuran dengn salbutamol 1 mg.
Pengobatan : PPOK eksaserbasi akut ringan
-. Oksigen (bila tersedia)-. Bronkodilator,
Pada kondisi eksaserbasi, dosis dan atau frekuensi bronkodilator kerja pendek ditingkatkan dan dicampuran kan dengan antikolinergik. Bronkodilator yang disarankan yaitu dalam sediaan inhalasi. Jika tidak tersedia, obat bisa
diberikan secara injeksi, subkutan, intravena atau perdrip, contoh : Adrenalin 0, 3 mg subkutan, dipakai dengan hati-hati Aminofilin bolus 5 mg/kg BeratBadan (dengan pengenceran) harus perlahan (10 menit) untuk menghindari efek samping.dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8 mg/kg BeratBadan /jam.
-. Kortikosteroid diberikan dalam dosis 30 mg/hari diberikan maksimal selama 2 minggu.
Pemberian selama 2 minggu tidak perlu tapering off.
-. Antibiotik yang tersedia di Puskesmas
-. Pada kondisi sudah terjadi kor pulmonale, bisa diberikan diuretik dan perlu berhati-hati dalam pemberian cairan.
Konseling :
. nasihat untuk mencegah penyakit bertambah berat dengan cara memakai obat-obatan yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah eksaserbasi.
. Pengurangan terpapar pemicu keparahan:
. Berhenti merokok. Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat, bisa diberikan
dalam porsi kecil namun sering.Latihan otot pernapasan dan ekstremitas, . Terapi oksigen jangka panjang. Latihan bernapas dengan pursed lip breathing. Latihan ekspektorasi
ciri-ciri Rujukan ::
. Untuk memastikan diagnosa dan menentukan derajat PPOK. PPOK eksaserbasi sedang - berat
. Rujukan Pengobatan : jangka panjang
peralatan medis :
. Kanul hidung. Sungkup sederhana
. Sungkup inhalasi. Nebulizer. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin. Spirometer. Peak flow meter. Pulse oxymeter. Tabung oksigen
EPISTAKSIS
Epistaksis yaitu perdarahan yang mengalir keluar dari hidung yang berasal dari rongga hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan. Hampir 90% epistaksis bisa berhenti sendiri. Perdarahan dari
hidung bisa yaitu gejala yang mengganggu. Faktor etiologi bisa lokal atau sistemik. Sumber perdarahan harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif
penggolongan
1. Epistaksis Anterior
Epistaksis anterior paling sering berasal dari pleksus Kiesselbach, yaitu sumber perdarahan paling sering ditemukan pada anak-anak. Selain
itu juga bisa berasal dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan bisa berhenti sendiri (spontan) dan bisa dikendalikan dengan tindakan sederhana.
2. Epistaksis Posterior
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina atau arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien dewasa yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Anamnesis Keluhan :
Keluar darah dari hidung atau riwayat keluar darah dari hidung.. Harus ditanyakan mengenai :
Lamanya perdarahan, Lokasi keluarnya darah (depan rongga hidung atau ke tenggorok). Banyaknya perdarahan, . Frekuensi,
pemicu keparahan:
Adanya deviasi septum.. Pengaruh lingkungan, contoh tinggal di area yang sangat tinggi, tekanan udara rendah, atau lingkungan dengan udara yang sangat kering.. Kebiasaan,
Riwayat pemakaian obat-obatan sepertiNSAID, aspirin, warfarin, heparin, tiklodipin, semprot hidung kortikosteroid.. Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal, atau nasofaring.. Kelainan kongenital, contoh : hereditary hemorrhagic telangiectasia / Osler's disease.. Trauma. Adanya penyakit di hidung yang mendasari, contoh : rinosinusitis, rinitis alergi.
Penyakit sistemik, seperti kelainan pembuluh darah, nefritis kronik, demam berdarah dengue.
Pemeriksaan Fisik
-- Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk mengabaikan diagnosa hipertensi, sebab hipertensi bisa memicu epistaksis posterior yang hebat dan sering berulang,
-- Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan secara berurutan dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat untuk mengetahui sumber perdarahan.
--Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang untuk mengabaikan neoplasma.
Pemeriksaan Penunjang :
Skrining terhadap koagulopati (bleeding time, clotting time), Darah perifer lengkap
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Diagnosa banding:
Karsinoma nasofaring, Angiofibroma hidung,
Hemoptisis, Varises oesofagus yang berdarah, Perdarahan di basis cranii,
Komplikasi
--Akibat perdarahan hebat bisa terjadi syok dan anemia.
-- Akibat pemasangan tampon anterior bisa muncul sinusitis (sebab ostium sinus
tersumbat) dan sumbatan duktus lakrimal.
--Akibat pemasangan tampon posterior bisa muncul otitis media, haemotympanum, dan laserasi palatum mole dan sudut bibir bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.
Pengobatan :
prinsip mengatasi epistaksis, yaitu :
Mencegah berulangnya epistaksis Menghentikan perdarahan. Mencegah komplikasi
Pengobatan :
--Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan bisa dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan lidi kapas yang dibasahi larutan Nitras Argenti 15 –25% atau asam Trikloroasetat 10%. Sesudahnya area ini diberi salep antibiotik.
-- Bila perdarahan tidak berhenti, masukkan kapas yang dibasahi ke dalam hidung dengan larutan anestesi lokal yaitu 2 cc larutan Pantokain 2% atau 2 cc larutan Lidokain 2% yang ditetesi 0,2 cc larutan Adrenalin 1/1000. ini bertujuan untuk
melenyapkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga
perdarahan bisa berhenti sementara untuk mencari sumber perdarahan. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
--. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan bisa dihentikan dengan cara duduk dengan kepala dilakukan , lalu cuping
hidung ditekan ke arah septum selama 3-5 menit (prinsip Trotter).. Bila perdarahan berhenti, dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat
pengisap (suction) dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku,
--. Perbaiki kondisi penderita,penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok, pasien bisa berbaring
dengan kepala dimiringkan.
--. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi Vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. bisa juga dipakai tampon rol yang
dibuat dari kasa sehingga mirip pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung.
Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan bisa dipertahankan selama 2 x 24 jam. Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk mencari faktor pemicu epistaksis. Selama pemakaian tampon, diberikan antibiotik sistemik dan analgetik Untuk perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang dinamakan tampon Bellocq. Tampon ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus berdiameter kira-kira 3 cm. Pada tampon ini ada 3 buah benang, yaitu
2 buah pada satu sisi dan sebuah pada sisi lainnya. Tampon harus bisa menutupi koana (nares posterior). Teknik pemasangan tampon posterior, yaitu:
--. Masukkan kateter karet melalui nares anterior dari hidung yang berdarah sampai tampak di orofaring, lalu tarik keluar melalui mulut.
--. Ikatkan ujung kateter pada 2 buah benang tampon Bellocq, lalu tarik kembali kateter itu melalui hidung.
--. Tarik kedua ujung benang yang sudah keluar melalui nares anterior dengan bantuan jari telunjuk, dorong tampon ke nasofaring. Jika dianggap perlu, jika masih tampak perdarahan keluar dari rongga hidung, maka bisa pula
dimasukkan tampon anterior ke dalam kavum nasi.
--. Ikat kedua benang yang keluar dari nares anterior pada sebuah gulungan kain kasa di depan lubang hidung, supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak.
--. Lekatkan benang yang ada di rongga mulut dan terikat pada sisi lain dari tampon Bellocq pada pipi pasien. Gunanya yaitu untuk menarik tampon keluar melalui mulut Sesudah 2-3 hari.
--. Berikan juga obat hemostatik selain dari tindakan penghentian perdarahan itu
Pengobatan lanjutan:
Sesudah perdarahan bisa diatasi, langkah selanjutnya yaitu mencari sumber perdarahan atau pemicu epistaksis.
Konseling :
Memberitahu pasien pasien dan keluarga untuk:
Menghindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari sehingga diperlukan pengawasan yang lebih ketat pada pasien anak. Membatasi pemakaian obat-obatan yang bisa meningkatkan perdarahan seperti aspirin atau ibuprofen.. Mengidentifikasi pemicu epistaksis, sebab ini yaitu gejala suatu penyakit, sehingga bisa mencegah muncul nya kembali epistaksis.
. mengendalikan tekanan darah pada penderita dengan hipertensi.. Menghindari membuang lendir melalui hidung terlalu keras.
Pemeriksaan Penunjang : lanjutan
Pemeriksaan radiologi: Foto sinus paranasal bila dicurigai sinusitis.
. Bila perlu mencari sumber perdarahan dengan modalitas yang tidak tersedia di layanan primer, contoh naso-endoskopi.. Pasien dengan epistaksis yang curiga akibat tumor di rongga hidung atau nasofaring.. Epistaksis yang terus berulang atau masif
peralatan medis :
. Nelaton kateter. Benang kasur. Larutan Adrenalin 1/1000. Larutan Pantokain 2% atau Lidokain 2%
. Larutan Nitras Argenti 15 – 25%. Salep vaselin, Salep antibiotik. Lampu kepala. Spekulum hidung
. Alat penghisap (suction). Pinset bayonet
. Tampon anterior, Tampon posterior. Kaca rinoskopi posterior. Kapas dan kain kassa. Lidi kapas
BENDA ASING DI HIDUNG
masalah benda asing di hidung sering ditemui oleh tenaga medis di rumahsakit
primer. masalah ini paling sering dialami oleh anak dan balita. ada dua jenis
benda asing, yaitu benda hidup (organik) dan benda mati (anorganik). Contoh benda
asing organik, antara lain lintah, lalat, larva, sedang benda asing anorganik,
contoh manik-manik, kertas, tisu, logam, baterai kecil, selai kacangtanah , dan lainlain.
Anamnesis Keluhan :
Bila benda asing organik, terasa ada yang bergerak-gerak di dalam rongga hidung. Khusus untuk lintah, sumbatan pada hidung semakin memberat setiap hari.. Adanya laporan dari pasien atau orang tua mengenai adanya benda yang masuk atau dimasukkan ke rongga hidung.
. Hidung tersumbat. Onset tiba-tiba. biasanya unilateral. Hiposmia atau anosmia. Sesudah 2 – 3 hari, keluar sekret mukoid / mukopurulen dan berbau di satu sisi hidung. . bisa muncul rasa nyeri,
pemicu keparahan:
faktor yang memicu masuknya benda asing ke dalam rongga hidung:
Adanya masalah kejiwaan, emosi, dan gangguan psikiatrik, usia : biasanya anak ≤ 5 tahun
. Adanya kegagalan mekanisme proteksi yang normal, contoh : kondisi tidur, kesadaran menurun, alkoholisme, epilepsi
Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior, nampak:
. Benda asing, Sekret purulen (bila sudah berlangsung 2 – 3 hari),
Pemeriksaan Penunjang :
Foto Rontgen kranium (Schedel) posisi AP dan lateral, bila diperlukan dan fasilitas tersedia.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosa banding: Rinolit
Komplikasi
Benda asing baterai cepat merusak mukosa sehingga bisa masuk ke dalam septum atau konka inferior dalam beberapa jam dan memicu perforasi septum.. Pada benda asing berwujud lalat (miasis hidung), bisa terjadi invasi ke intrakranium dan, meski jarang, bisa memicu meningitis yang fatal. Obstruksi jalan napas akut akibat masuknya benda asing ke saluran napas yang lebih distal (laring, trakea).Pada benda asing organik berwujud larva / ulat / lintah, bisa terjadi destruksi mukosa dan kartilago hidung.
Pengobatan :
1. Non Medikamentosa(tanpa obat)
Untuk lintah, sebelum ekstraksi, teteskan air tembakau ke dalam rongga hidung dan biarkan 5 menit hingga lintah terlebih dahulu terlepas dari
mukosa hidung. Tindakan ekstraksi benda asing secara manual dengan memakai pengait tumpul atau pinset. tenaga medis perlu berhati-hati agar tidak sampai mendorong benda asing lebih dalam sehingga masuk ke saluran napas bawah.
2. Medikamentosa( obat)
Pemberian antibiotik per oral selama 5 hari bila sudah terjadi infeksi sekunder.
Konseling :
Sebelum tindakan dilakukan, tenaga medis perlu menjelaskan mengenai prosedur ekstraksi dan meminta persetujuan pasien / orang tua .Reassurance bahwa tidak ada kondisi berbahaya bila segera dilakukan ekstraksi. Sesudah benda asing berhasil dikeluarkan, tenaga medis bisa memberi beberapa saran yang relevan untuk mencegah berulangnya kejadian kemasukan benda asing ke hidung di lalu hari, contoh :
Pada pekerja yang sering terpapar larva atau benda-benda organik lain,
Pada orang tua, bisa lebih berhati-hati dalam meletakkan benda-benda yang mudah atau sering dimasukkan ke dalam rongga hidung.. Pada anak, bisa diingatkan untuk menghindari memasukkan benda-benda ke dalam hidung.
ciri-ciri Rujukan :
Pasien tidak kooperatif.. Pengeluaran benda asing tidak berhasil sebab perlekatan atau posisi benda
asing sulit dilihat,
FURUNKEL PADA HIDUNG
Furunkel yaitu infeksi dari kelenjar sebasea atau folikel rambut hidung yang mengikutsertakan jaringan subkutan. Biasanya dipicu oleh Staphylococcus aureus. Penyakit ini memiliki insidensi yang rendah. Belum ada data khusus yang menandakan prevalensi furunkel. Anamnesis Keluhan :
Bisul di dalam hidung, ditambah rasa nyeri dan perasaan tidak nyaman. . Kadang bisa ditambah gejala rinitis.
pemicu keparahan:
Rinitis kronis, akibat iritasi dari sekret rongga hidung.Kebiasaan mengorek rinitis bagian dalam hidung.Sosio ekonomi rendah, kebersihan pasien yang rendah ,
Pemeriksaan Fisik
Pada lubang hidung tampak furunkel. Paling sering ada pada lateral vestibulum nasi yang memiliki vibrissae (rambut hidung).
Pemeriksaan Penunjang ::
Tidak diperlukan
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Komplikasi
Vestibulitis, Abses, Penyebaran infeksi ke vena fasialis, vena oftalmika, lalu ke sinus kavernosus
sehingga memicu tromboflebitis sinus kavernosus.
Pengobatan :
1. Non Medikamentosa(tanpa obat)
Insisi dilakukan jika sudah muncul abses, Kompres hangat
2. Medikamentosa( obat)
. Antibiotik topikal, seperti salep Bacitrasin dan Polimiksin B
Antibiotik oral selama 7-10 hari, yaitu Amoksisilin 3 x 500 mg/hari, Sefaleksin 4 x 250 – 500 mg/hari, atau Eritromisin 4 x 250 – 500 mg/hari.
Konseling :
Menghindari kebiasaan mengorek-ngorek bagian dalam hidung.Tidak memencet atau melakukan insisi padafurunkel.
peralatan medis :
Pinset Bayonet. Larutan Povidon Iodin 7,5%
. Lampu kepala. Spekulum hidung. Skalpel atau jarum suntik ukuran sedang (untuk insisi)
. Kassa steril. Klem .
RINITIS AKUT
Rinitis akut yaitu peradangan pada mukosa hidung akut (<12 minggu). ini bisa dipicu oleh infeksi virus, bakteri, ataupun iritan. Radang
sering muncul sebab manifestasi dari rinitis simpleks (common cold), influenza, penyakit eksantem (seperti morbili, variola, varisela, pertusis), penyakit khusus , sekunder dari iritasi lokal atau trauma.
Anamnesis Keluhan :
Keluar ingus dari hidung (rinorea), Hidung tersumbat, bisa ditambah rasa panas atau gatal pada hidung, Bersin-bersin,
pemicu keparahan:
Paparan dengan penderita infeksi saluran napas.
Penurunan daya tahan tubuh.Paparan debu, asap, atau gas yang bersifat iritatif.
Pemeriksaan Fisik
Suhu bisa meningkat
. Rinoskopi anterior:
Pada rinitis difteri tampak sekret yang bercampur darah. Membran keabuabuan tampak menutup konka inferior dan kavum nasi bagian bawah, membrannya lengket dan bila diangkat mudah berdarah.. Tampak kavum nasi sempit, ada sekret serous atau mukopurulen, mukosa konka udem dan hiperemis.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
penggolongan berdasar etiologi:
1. Rinitis Iritan
dipicu oleh paparan debu, asap atau gas yang bersifat iritatif seperti ammonia, formalin, gas asam trauma yang mengenai mukosa hidung selama masa manipulasi intranasal, contohnya
pada pengangkatan corpus alienum. Pada rinitis iritan ada reaksi yang terjadi segera yang dinamakan “immediate catarrhalreaction” bersamaan dengan bersin, rinore, hidung tersumbat. Gejalanya bisa sembuh cepat
dengan melenyapkan faktor pemicu atau bisa menetap selama beberapa hari jika epitel hidung sudah rusak. Pemulihan akan bergantung pada kerusakan epitel dan infeksi yang terjadi.
2. Rinitis Virus
--Rinitis eksantematous Morbili,varisela,variola,dan pertusis,sering berkaitan dengan rinitis,dimana didahului dengan eksantema sekitar 2-3 hari. Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering ditemukan dan lebih berat.
--Rinitis simplek (pilek, selesma, common cold, coryza)Rinitis simplek dipicu oleh virus. Infeksi biasanya terjadi melalui droplet di udara. Beberapa jenis virus yang berperan antara lain, adenovirus, picovirus, dan subgrupnya seperti rhinovirus, dancoxsackievirus. Masa inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3 minggu.
-- Rinitis influenza.
Virus influenza A, Batau C berperan dalam penyakit ini. Tanda dan gejalanya mirip dengan common cold. Komplikasi berkaitan dengan infeksi bakteri sering terjadi.
3. Rinitis Bakteri
--. Rinitis Difteri
dipicu oleh Corynebacterium diphteriae, bisa berbentuk akut atau kronik dan bersifat primer pada hidung atau sekunder pada tenggorokan.
Harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang muncul sebab cakupan program
imunisasi yang semakin meningkat.
--. Infeksi non khusus
Rinitis bakteri primer. Infeksi ini tampak pada anak dan biasanya akibat dari infeksi staphylococcus, pneumococcus, streptococcus
Membran putih keabu-abuan yang lengket bisa terbentuk di rongga hidung, dan jika diangkat bisa memicu pendarahan / epistaksis.
Rinitis bakteri sekunder yaitu akibat dari infeksi bakteri pada rinitis viral akut.
Diagnosa banding:
Rinitis alergi pada serangan akut, Rinitis vasomotor pada serangan akut
Komplikasi
Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti pneumonia, laringitis, trakeobronkitis,
. Rinosinusitis, Otitis media akut.Otitis media efusi
Pengobatan :
1. Non Medikamentosa(tanpa obat)
Menjaga konsumsi yang bergizi dan sehat
2. Medikamentosa( obat)
Untuk rinitis difteri: Penisilin sistemik dan anti-toksin difteri.. Simtomatik: analgetik dan antipiretik (Paracetamol), dekongestan topikal,
dekongestan oral (Pseudoefedrin, Fenilpropanolamin, Fenilefrin).. Antibiotik: bila ada komplikasi seperti infeksi sekunder bakteri, Amoksisilin, Eritromisin, Sefadroksil.
Pengobatan lanjutan:
Jika ada masalah rinitis difteri dilakukan pelaporan ke health department setempat.
Konseling :
Menutup mulut saat batuk dan bersin.Mengikuti program imunisasi lengkap, sepertivaksinasi influenza, vaksinasi MMR untuk mencegah terjadinya rinitis eksantematosa.Menghindari terpapar alergen bila ada faktor alergi sebagai pemicu.
RINITIS VASOMOTOR
Rinitis vasomotor yaitu salah satu bentuk rinitis kronik yang tidak diketahui pemicu nya (idiopatik), tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan
hormonal, dan terpapar obat (aspirin,klorpromazin, obat topikal hidung dekongestan, kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker,). Rinitis non alergi dan mixed rhinitis sering ditemukan pada pasien dewasa dibandingkan anak-anak,
lebih sering ditemukan pada wanita dan cenderung bersifat menetap.
Keluhan :
Rinore yang bersifat serosa atau mukus, kadang jumlahnya agak banyak. Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan rinitis alergika.
. Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur pasien, menurun pada pagi hari dan jika terpajan lingkungan non-khusus seperti perubahan suhu atau kelembaban udara, asap rokok, bau menyengat.
Faktor Predisposisi
Faktor endokrin, seperti kehamilan, masa pubertas, pemakaian kontrasepsi oral, dan hipotiroidisme.
Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang, dan stress. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis antara lain:
Ergotamin, Klorpromazine, obat anti hipertensi, dan obat vasokonstriktor topikal. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan bau yang menyengat (contoh , parfum).
Rinoskopi anterior:
Tampak gambaran konka inferior membesar (edema atau hipertrofi), berwarna merah gelap atau merah tua atau pucat.Untuk membedakan edema dengan hipertrofi konka, tenaga medis bisa memberi arutan Epinefrin 1/10.000 melalui tampon hidung. Pada edema, konka akan
mengecil, sedang pada hipertrofi tidak mengecil.
Terlihat adanya sekret serosa dan biasanya jumlahnya tidak banyak. namun pada golongan rinore tampak sekret serosa yang jumlahnya sedikit lebih banyak dengan konka licin atau berbenjol-benjol.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengabaikan kemungkinan rinitis alergi.
Pemeriksaan dilakukan bila diperlukan dan fasilitas tersedia di layanan primer, yaitu:
Kadar IgE khusus, Tes cukit kulit (skin prick test)
Kadar eosinofil pada darah tepi atau sekret hidung
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis,pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang bila diperlukan.berdasar gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu:
-- Golongan bersin (sneezer): gejalabiasanya memberi tanggapan baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikoid topikal.
--Golongan rinore (runners): gejala rinore yang jumlahnya banyak.
--Golongan tersumbat (blockers): gejala kongesti hidung dan hambatan aliran udara pernafasan yang dominan dengan rinore yang minimal.
Diagnosa banding:
Rinitis alergi, Rinitis Medikamentosa( obat) , Rinitis akut
Komplikasi : Anosmia, Rinosinusitis
Pengobatan :
1. Non Medikamentosa(tanpa obat)
Kauterisasi konka yang hipertofi bisa memakai larutan AgNO3 25% atau trikloroasetat pekat.
2. Medikamentosa( obat)
--. pengobatan dengan terapi oral bisa memakai preparat simpatomimetik golongan agonis alfa (Fenilefrin, Pseudoefedrin, Fenilpropanolamin) sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa campuran antihistamin.
--. pengobatan dengan terapi kortikosteroid topikal bisa diberikan, contoh Budesonide 1-2 x/hari dengan dosis 100-200 mcg/hari. Dosis bisa
ditingkatkan sampai 400 mcg/hari. Hasilnya akan terlihat Sesudah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini ada kortikosteroid topikal baru
dalam aqua seperti Fluticasone Propionate dengan pemakaian cukup 1 x/hari dengan dosis 200 mcg selama 1-2 bulan.
--. Pada masalah dengan rinorea yang berat, bisa ditambahkan antikolinergik topikal Ipratropium Bromide.
Konseling :
Mengidentifikasi dan menghindari faktor pemicu , yaitu iritasi terhadap lingkungan non-khusus .
peralatan medis :
Epinefrin 1/10.000, Lampu kepala, Spekulum hidung, Tampon hidung
RINITIS ALERGIK
Rinitis alergi yaitu penyakit inflamasi yang dipicu oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh alergen yang sama dan dilesesudah n suatu mediator kimia saat terjadi paparan ulangan dengan alergen
khusus ini . Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001, rinitis alergi yaitu kelainan pada gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat Sesudah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh Ig E.
Rinitis muncul di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terjadi terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan perempuan sama. Insidensi tertinggi ada pada anak-anak dan dewasa muda dengan rata-rata
pada usia 8-11 tahun, sekitar 70% masalah rinitis alergi berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insidensi rinitis alergi pada anak-anak 50% dan menurun seiring bertambahnya usia sehingga pada usia tua rinitis alergi jarang muncul .
Anamnesis Keluhan :
Pasien mengeluh keluarnya ingus encer dari hidung (rinorea), bersin,hidung tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias alergi). Bersin yaitu gejala khas, biasanya terjadi berulang, terutama pada pagi hari. Bersin lebih dari 6 kali
sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi tahap cepat. Gejala lain berwujud mata gatal dan banyak air mata.
pemicu keparahan:
Terpaparnya debu tungau biasanya karpet dan sprai tempat tidur, suhu yang tinggi. Adanya riwayat atopi. Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi yaitu pemicu keparahan: untuk untuk tumbuhnya jamur, sehingga bisa muncul gejala alergis.
Pemeriksaan Fisik
--Perhatikan adanya allergic salute, yaitu gerakan pasien menggosok hidung dengan tangannya sebab gatal.
--. Wajah:
Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan memicu gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid).Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.. Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berkaitan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung.
--. Faring: dinding posterior faring tampak granuler dan edema (co BeratBadan lestone appearance), dan dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).
--. Rinoskopi anterior:
Pada rongga hidung bisa muncul massa seperti polip dan tumor, atau bisa juga muncul pembesaran konka inferior yang bisa berwujud edema atau hipertropik. Dengan dekongestan topikal, polip dan hipertrofi konka tidak
akan menyusut, sedang edema konka akan menyusut. Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau kebiruan (livide), ditambah adanya sekret encer, tipis dan banyak. Jika kental dan purulen biasanya berkaitan dengan sinusitis. . Pada rinitis alergi kronis atau penyakit granulomatous, bisa terlihat adanya deviasi atau perforasi septum.
--. Pada kulit kemungkinan ada tanda dermatitis atopi.
Pemeriksaan Penunjang :
Bila diperlukan dan bisa dilakukan di layanan primer.
Pemeriksaan Ig E total serum, Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung.
diagnosa dilakukan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang bila diperlukan.Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma),
2001, rinitis alergi dibagi berdasar sifat berlangsungnya menjadi:
--. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
--Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
sedang untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
--. Ringan, yaitu bila tidak muncul gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,bersantai, berolahraga berenang , belajar, bekerja dan hal lain yang
mengganggu.
--Sedang atau berat, yaitu bila ada satu atau lebih dari gangguan ini di atas.
Diagnosa banding:
Rinitis vasomotor, Rinitis akut
Komplikasi
Polip hidung, Sinusitis paranasal, Otitis media
Pengobatan :
-. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat tanggapan tahap
lambat tidak bisa diatasi dengan obat lain. Obat yang sering dipakai yaitu kortikosteroid topikal:
mometason furoat, triamsinolon. beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason,
-. Preparat antikolinergik topikal yaitu ipratropium bromida yang bermanfaat
untuk mengatasi rinorea sebab aktivitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor.
-. Menghindari alergen khusus
-. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran olahraga berenang sudah diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis
-. Terapi topikal bisa dengan dekongestan hidung topikal melalui semprot hidung. Obat yang biasa dipakai yaitu oxymetazolin atau xylometazolin, namun hanya bila hidung sangat tersumbat dan dipakai beberapa hari (< 2 minggu) untuk menghindari rinitis Medikamentosa( obat) .
-. Terapi oral sistemik
--Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa bisa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa campuran antihistamin.
Dekongestan oral: fenilefrin, pseudoefedrin, fenilpropanolamin,
--Antihistamin
Anti histamin generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin, siproheptadin.
Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine
-. Terapi lainnya bisa berwujud operasi terutama bila ada kelainan anatomi, selain itu bisa juga dengan imunoterapi
Konseling :
Menghindari suhu ekstrim panas maupun ekstrim dingin.mengabaikan faktor pemicu yang dicurigai (alergen).
Bila diperlukan, dilakukan:
Pemeriksaan radiologi dengan foto sinus paranasal.. Uji kulit atau Prick Test, dipakai untuk menentukan alergen pemicu rinitis alergi pada pasien.Bila perlu dilakukan tindakan operatif.
. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.