Senin, 19 Desember 2022

tulang 3



PRESBIOPIA
Presbiopia yaitu   keadaan  yang berkaitan  dengan usia dimana penglihatan kabur saat  melihat-lihat  objek berjarak dekat.Presbiopia yaitu  proses degeneratif mata yang biasanya  dimulai sekitar usia 40 tahun. Kelainan ini terjadi sebab  lensa mata mengalami kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk berubah bentuk. 
Anamnesis  Keluhan :
ada  gangguan pekerjaan terutama pada malam hari dan perlu sinar lebih terang untuk membaca.
Membaca dilakukan dengan menjauhkan kertas yang dibaca. Penglihatan kabur saat  melihat-lihat  dekat. Gejala lainnya, sesudah  membaca mata terasa lelah, berair, dan sering terasa perih.
faktor  yang memperparah  : 
Usia lanjut biasanya  lebih dari 40 tahun.
 Dilakukan refraksi penglihatan jarak dekat dengan memakai  kartu Jaeger. Lensa sferis positif  ditambahkan 
pada lensa koreksi penglihatan jauh, lalu pasien diminta untuk menyebutkan kalimat hingga kalimat terkecil yang terbaca pada kartu. 
Target koreksi sebesar 20/30. 
Pemeriksaan refraksi untuk penglihatan jarak jauh dengan memakai  Snellen Chart dilakukan terlebih dahulu.
 diagnosa  berdasar  anamnesis, 
pengobatan Koreksi kacamata lensa positif
 Koreksi lensa positif disesuaikan usia
USIA KOREKSI LENSA
40 tahun + 1,0D
45 tahun + 1,5 D
50 tahun +2,0 D
55 tahun +2,5 D
60 tahun +3,0 D
Konseling :
Pasien perlu mengendalikan  setiap tahun, untuk memeriksa apakah ada  perubahan ukuran lensa koreksi.
menyarankan  pasien dan keluarga bahwa presbiopia yaitu  keadaan  degeneratif yang dialami hampir semua pasien  dan dapat dikoreksi dengan kacamata.
Peralatan
. Kartu Jaeger. Snellen Chart. Satu set lensa coba dan trial frame




KATARAK PADA PASIEN DEWASA
Katarak yaitu  kekeruhan pada lensa yang memicu  penurunan tajam penglihatan (visus). Katarak paling sering berkaitan dengan proses degenerasi 
lensa pada pasien usia di atas 40 tahun (katarak senilis).Selain katarak senilis, katarak juga Akibat  komplikasi glaukoma, uveitis, trauma mata, 
dan  kelainan sistemik seperti diabetes mellitus, riwayat pemakaian obat steroid,. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga 
pada satu mata (monokular). 
Anamnesis  Keluhan :
 penglihatan menurun secara perlahan seperti 
tertutup asap/kabut.  ditambah  ukuran kacamata semakin bertambah, silau, dan sulit membaca.
faktor  yang memperparah  :
Pemakaian tetes mata steroid secara rutin
Kebiasaan merokok dan pajanan sinar matahari
  Usia lebih dari 40 tahun,  Riwayat penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus
Visus menurun yang tidak membaik dengan pemberian pinhole, Pemeriksaan shadow test positif, ada  kekeruhan lensa yang  dengan jelas dilihat dengan teknik pemeriksaan jauh (dari jarak 30 cm) memakai  oftalmoskop sehingga 
diperoleh  media yang keruh pada pupil.Teknik ini akan lebih mudah  dilakukan sesudah  dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropikamid 
0.5% atau dengan cara memeriksa pasien pada ruang gelap.
melakukan  berdasar  anamnesis dan pemeriksaan visus dan pemeriksaan lensa
Komplikasi Glaukoma dan uveitis  
pengobatan 
Pasien dengan katarak yang sudah  memicu  gangguan penglihatan yang menonjol  dirujuk ke rumahsakit yang memiliki tenagamedis  spesialis mata untuk memperoleh  pengobatan  lalu  . Terapi definitif katarak yaitu  operasi katarak.
Konseling :
menyarankan  keluarga untuk mengendalikan  teratur jika sudah didiagnosa  katarak agar tidak terjadi komplikasi.menyarankan  keluarga bahwa katarak yaitu  gangguan penglihatan yang dapat diperbaiki.
ciri-ciri  Rujukan : 
Jika pasien sudah  mengalami gangguan penglihatan yang menonjol , Jika muncul  komplikasi, Katarak matur, 
Peralatan
. Senter. Snellen chart. Tonometri Schiotz. Oftalmoskop, 




GLAUKOMA AKUT
Glaukoma akut yaitu  glaukoma yang dipicu  peninggian tekanan  intraokular yang mendadak. Glaukoma akut dapat bersifat primer atau 
sekunder. Glaukoma primer muncul  dengan sendirinya pada pasien  yang  memiliki  bakat bawaan glaukoma, sedang  glaukoma sekunder muncul  sebagai penyulit penyakit mata lain ataupun sistemik. biasanya  pengidap  
glaukoma sudah  berusia lanjut, terutama bagi yang memiliki risiko. Bila tekanan intraokular yang mendadak tinggi ini tidak diobati segera akan memicu  kehilangan penglihatan sampai kebutaan yang permanen.
Anamnesis  Keluhan :
Rasa sakit atau nyeri pada mata yang  menjalar ke kepala. mual mulas perih kembung dan muntah (pada tekanan bola mata yang sangat tinggi)
. Mata merah. Tajam penglihatan turun mendadak
faktor  yang memperparah  : 
Bilik mata depan yang dangkal
 . Visus turun. Tekanan intra okular meningkat
. Konjungtiva bulbi: hiperemia kongesti, kemosis dengan injeksi silier, injeksi konjungtiva
. Edema kornea. Bilik mata depan dangkal
. Pupil mid-dilatasi, refleks pupil negatif 
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pada pelayanan primer.
diagnosa  :
berdasar  anamnesis dan pemeriksaan 
oftalmologis.
diagnosa  Banding:
Uveitis Anterior, Ulkus Kornea, Keratitis 
pengobatan  masalah  glaukoma pada layanan primer  menurunkan tekanan intra okuler sesegera mungkin dan lalu  merujuk ke tenagamedis  
spesialis mata di rumah sakit.
1. Non-Medikamentosa 
Pembatasan asupan cairan untuk menjaga agar tekanan intra okular tidak semakin meningkat
2. Medikamentosa 
--. Asetazolamid HCl 500 mg, dilanjutkan 4 x 250 mg/hari.
--. KCl 0.5 gr 3 x/hari.
--. Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari.
--. Tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotik 4-6 x 1 tetes sehari
--. Terapi simptomatik.
Konseling :
menyarankan  keluarga bahwa keadaan  mata dengan glaukoma akut tergolong kedaruratan mata, dimana tekanan intra okuler harus segera diturunkan
ciri-ciri  Rujukan :  
Pada glaukoma akut, rujukan dilakukan sesudah  penanganan awal di layanan primer.
Peralatan
Oftalmoskopi, Snellen chart,  Tonometri Schiotz





GLAUKOMA KRONIS
Glaukoma yaitu  golongan  penyakit mata yang biasanya  ditandai kerusakan saraf optik dan kehilangan lapang pandang yang bersifat progresif dan  berkaitan  dengan berbagai faktor  yang memperparah  : terutama tekanan intraokular (TIO) yang tinggi. Glaukoma yaitu  pemicu  kebutaan kedua terbesar di dunia 
sesudah  katarak. Kebutaan sebab  glaukoma tidak bisa disembuhkan, namun  pada kebanyakan masalah  glaukoma dapat dikendalikan. biasanya  pengidap  glaukoma sudah  berusia lanjut, terutama bagi yang memiliki risiko. Hampir 
separuh pengidap  glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit ini .
Anamnesis  Keluhan :
  yang beragam  dan berbeda tergantung jenis 
glaukoma. Glaukoma kronis dapat dibagi menjadi glaukoma kronis primer dan sekunder. 
Kehilangan lapang pandang perifer secara bertahap pada kedua mata
. Pada glaukoma yang lanjut dapat terjadi penyempitan lapang pandang yang berarti  hingga memicu  gangguan, seperti menabrak-nabrak 
saat berjalan, . Rasa tidak nyaman atau mata cepat lelah. Mungkin ada riwayat penyakit mata, trauma, atau pemakaian obat kortikosteroid
. biasanya  pada tahap  awal, glaukoma kronis tidak memicu  , dan diketahui secarakebetulan bila melakukan pengukuran TIO. Mata dapat terasa pegal, kadang  pusing
faktor  yang memperparah  :
Pada glaukoma sekunder, ada   riwayat pemakaian obat steroid secara rutin, atau riwayat trauma pada mata.. Usia 40 tahun atau lebih
 Ada anggota keluarga menderita glaukoma
 pengidap  miopia, penyakit kardiovaskular, hipertensi, hipotensi, vasospasme, diabetes mellitus, dan migrain,  
Glaukoma yaitu  penyakit mata yang ditandai oleh trias glaukoma, yang terdiri dari:
Defek lapang pandang yang khas. Peningkatan tekanan intraokular. Perubahan patologis pada diskus optikus, 
Pemeriksaan Oftalmologis
 Lapang pandang menyempit pada tes konfrontasi 
. Tekanan intra okular meningkat. Pada funduskopi, rasio cup / disc meningkat (rasio cup / disc normal: 0.3)Visus normal atau menurun
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pada pelayanan primer.
berdasar  anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis.
diagnosa  Banding:
 Katarak. Kelainan refraksi,  Retinopati diabetes / hipertensi. Retinitis pigmentosa 
pengobatan  masalah  glaukoma pada layanan primer bertujuan mengendalikan tekanan intra okuler dan merujuk ke tenagamedis  spesialis mata di rumah sakit.
Pengobatan biasanya  Medikamentosa  dengan obat-obat glaukoma, contohnya Timolol 0.5%, 2 x 1tetes/hari. Jenis obat lain diberikan  bila 
dengan 1 macam obat TIO belum terkendali  
Konseling :
1. menyarankan  keluarga bahwa kepatuhan pengobatan penting  untuk 
keberhasilan pengobatan glaukoma. 
2. menyarankan  pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat glaukoma 
pada keluarga untuk memeriksakan matanya secara teratur. 
ciri-ciri  Rujukan : Pada glaukoma kronik, rujukan dilakukan segera sesudah    diagnosa .
Peralatan  Snellen chart, Oftalmoskop. Tonometer Schiotz





TRIKIASIS
Trikiasis yaitu  keadaan  di mana bulu mata tumbuh mengarah ke dalam, yaitu ke arah permukaan bola mata, sehingga dapat menggores kornea atau  konjungtiva dan memicu  berbagai komplikasi, seperti nyeri, erosi, infeksi, dan ulkus kornea. sebab  pasien  yang mengalami tanda maupun komplikasi dari trikiasis sangat mungkin mencari pertolongan di layanan primer terlebih dahulu.
Anamnesis  Keluhan :
ada  riwayat penyakit yang berkaitan dengan faktor predisposisi, contoh : blefaritis, trakoma, trauma mekanik atau kimiawi, herpes zoster 
oftalmik, dan berbagai kelainan yang memicu  munculnya  sikatriks dan entropion.
  dapat dialami oleh pasien dari semua golongan  usia. keluhan pasien dapat beragam , contoh : mata berair, rasa mengganjal, silau bila terpapar cahaya, atau kelilipan. Penglihatan dapat terganggu bila sudah muncul  ulkus pada kornea.
dapat dialami pada satu atau kedua mata. 
 Bila sudah  terjadi inflamasi, dapat muncul   mata merah.
Beberapa atau seluruh bulu mata berkontak dengan permukaan bola mata.ada   entropion, yaitu terlipatnya margo palpebra ke arah dalam.
 Bila ada  inflamasi atau infeksi, ada   injeksi konjungtival atau silier.
Kelainan pada kornea, contoh : abrasi, ulkus, nebula / makula / leukoma kornea.Bila sudah  merusak kornea, memicu   penurunan visus.
Bila ada  ulkus pada kornea, uji fluoresein akan memberi hasil positif. Pemeriksaan harus dilakukan pada kedua mata, terlepas dari ada tidaknya 
diagnosa  trikiasis dilakukan  melalui anamnesis dan    Tes fluoresens dapat menandakan  erosi atau ulkus kornea.diagnosa  banding: pemicu  inflamasi lain pada mata 
pengobatan 
1. Non-Medikamentosa 
Epilasi, yaitu pencabutan bulu mata dengan pinset. untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi pada bola mata. Namun, 
bulu mata akan tumbuh kembali dalam waktu 4 – 6 minggu, sehingga epilasi perlu diulang kembali.
2. Medikamentosa 
Pengobatan topikal diberikan sesuai indikasi, contoh : salep atau tetes mata antibiotik untuk mengatasi infeksi.Konseling :
 tenagamedis  perlu menerangkan  beberapa alternatif pilihan terapi, mulai dari epilasi dan pengobatan topikal yang dilakukan oleh tenagamedis  di rumahsakit   hingga operasi yang dilakukan oleh spesialis mata di rumahsakit . Terapi yang akan dijalani sesuai dengan pilihan 
pasien.Pasien perlu diinformasikan untuk menjaga kebersihan matanya dan menghindari trauma pada mata yang  yang memperparah  gejala.
ciri-ciri  Rujukan :
Bila pasien menghendaki pengobatan  langsung di rumahsakit , Bila sudah  terjadi kerusakan kornea. Bila pengobatan  di atas tidak membantu pasien, dilakukan rujukan ke rumahsakit 
. Bila sudah  terjadi penurunan visus, 
Peralatan
. Lampu biru (bisa berasal lampu biru pada oftalmoskop) . Lampu senter. Snellen Chart. Pinset untuk epilasi. LupDapat pula disediakan kertas fluoresein dan larutan NaCl 0.9% untuk ter fluoresein





EPISKLERITIS
Episkleritis yaitu  reaksi radang pada episklera, yaitu jaringan ikat vaskular yang terletak di antara konjungtiva dan permukaan sklera. Penyakit 
ini termasuk dalam golongan  “mata merah dengan penglihatan normal”.  Episkleritis biasanya  terjadi pada usia 20-50 tahun dan membaik dalam 
beberapa hari sampai beberapa minggu. biasanya , episkleritis bersifat ringan, namun dapat pula yaitu  tanda adanya penyakit sistemik, seperti 
tuberkulosis, reumatoid artritis, dan systemic lupus erythematosus (SLE). 
Anamnesis  Keluhan :
biasanya bersifat akut, namun dapat pula berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan, pengikut  lain, contoh : rasa kering, nyeri, mengganjal, atau berair.   ini  bersifat ringan dan tidak mengganggu  aktifitas sehari-hari. Bila  dirasakan amat parah, dipikirkan diagnosa  lain
.  biasanya mengenai satu mata dan dapat berulang pada mata yang sama atau bergantian
. Mata merah yaitu  gejala  atau satu-satunya
. Tidak ada gangguan dalam ketajaman penglihatan. ada   gejala  terkait penyakit dasar, di antaranya: tuberkulosis, reumatoid artritis, SLE, alergi (contoh : eritema nodosum), atau 
dermatitis kontak
Episkleritis terbagi menjadi dua tipe, yaitu nodular dan simpel. biasanya , tanda dari episkleritis yaitu :
ada   mata yang berair, dengan sekret yang jernih dan encer. Bila sekret tebal, kental, dan berair, perlu dipikirkan diagnosa  lain. 
--. Pemeriksaan status generalis harus dilakukan untuk memastikan tanda￾tanda penyakit sistemik yang mungkin mendasari munculnya  episkleritis,seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, SLE, eritema nodosum, dermatitis kontak. Kelainan sistemik biasanya  lebih sering memicu  episkleritis nodular dibandingkan  simpel.
-- Pada episkleritis nodular, ada  nodul kemerahan berbatas tegas di bawah konjungtiva. Nodul dapat digerakkan. Bila nodul ditekan dengan kapas atau melalui kelopak mata yang dipejamkan di atasnya, akan muncul  rasa sakit yang menjalar ke sekitar mata.
--. Hasil pemeriksaan visus dalam batas normal.
--. Kemerahan hanya melibatkan satu bagian dari area episklera. Pada penyinaran dengan senter, tampak warna pink seperti daging salmon, 
sedang  pada skleritis warnanya lebih gelap dan keunguan.
--. Kemerahan pada episkleritis dipicu  oleh kongesti pleksus episklera superfisial dan konjungtival, yang letaknya di atas dan terpisah dari lapisan sklera dan pleksus episklera profunda di dalamnya. maka , pada episkleritis, penetesan Fenil Efedrin 2,5% akan mengecilkan kongesti 
dan mengurangi kemerahan; sesuatu yang tidak terjadi pada skleritis.
 dengan anamnesis    
diagnosa  banding:
.Skleritis,  Konjungtivitis
Cara membedakan episkleritis dengan skleritis yaitu  dengan melakukan tes Fenil Efrin 2,5% (tetes mata), yaitu   vasokonstriktor. Pada 
episkleritis, penetesan Fenil Efrin 2,5% akan mengecilkan kongesti dan mengurangi kemerahan (blanching / memucat); sedang  pada skleritis 
kemerahan menetap.  
pengobatan 
1. Non-Medikamentosa 
Bila ada  gejala sensitifitas terhadap cahaya, pemakaian  kacamata hitam dapat membantu.
. Bila ada  riwayat yang jelas mengenai paparan zat eksogen, contoh  alergen atau iritan, maka perlu dilakukan avoidance untuk mengurangi progresifitas gejala dan mencegah rekurensi.
2. Medikamentosa 
-- Gejala berat atau yang memanjang dan episkleritis nodular dapat diatasi dengan tetes mata kortikosteroid, contoh : Prednisolon 0,5%, 
Deksametason 0,1%, atau Betametason 0,1%. 
--. Episkleritis nodular yang tidak membaik dengan obat topikal, dapat diberikan anti-inflamasi non-steroid (NSAID), contoh  Ibuprofen
--. Episkleritis simpel biasanya tidak memerlukan  pengobatan khusus.
--. Gejala ringan hingga sedang dapat diatasi dengan tetes air mata buatan
.Konseling :
tenagamedis  perlu memberi  informasi kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya, dan  memberi  reassurance dan informasi yang 
relevan, di antaranya mengenai  natur penyakit yang ringan, biasanya  self￾limited, dan hal-hal yang pasien dapat lakukan untuk menyembuhkan 
penyakitnya.
Peralatan
Tetes mata vasokontriktor: Fenil Efrin 2,5%. Snellen chart. Lampu senter. Kapas bersih. 




FRAKTUR TERBUKA
Fraktur yaitu  terputusnya keterkaitan  tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisik  baik yang bersifat total maupun parsial.
Fraktur terbuka yaitu  suatu fraktur yang ada hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri dan dapat 
memicu  komplikasi infeksi.
Anamnesis  Keluhan :
Bengkak. Perubahan warna. Gangguan sensibilitas. Kelemahan otot.  Adanya patah tulang terbuka sesudah  terjadinya trauma . Nyeri. Sulit digerakkan. Deformitas. 
faktor  yang memperparah  :: 
 1. Inspeksi 
Adanya luka terbuka pada kulit yang  berwujud  tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh sebab  tertembus, contoh  oleh peluru atau trauma langsung dengan fraktur yang terpapar dengan dunia luar.
2. Palpasi 
. Adanya deformitas. Panjang anggota gerak berkurang dibandingkan sisi yang sehat. 
. Robekan kulit yang terpapar dunia luar
. Nyeri tekan. Terabanya jaringan tulang yang menonjol keluar
3. Gerak 
biasanya  tidak dapat digerakkan
Pemeriksaan Penunjang 
Pemeriksaan radiologi, berwujud : Foto polos dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, 
 berdasar anamnesis,   penunjang.
penggolongan 
Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga golongan : 
1. Grade I
Kerusakan jaringan minimal, frakturnya simple atau oblique dan sedikit kominutif .
. Fraktur terbuka dengan luka kulit kurang dari 1 cm dan bersih
2. Grade II 
Flap kontusio avulsi yang luas dan  fraktur kominutif sedang dan kontaminasi sedang. 
 Fraktur terbuka dengan luka robek lebih dari 1 cm, tanpa ada kerusakan jaringan lunak, 
3. Grade III 
Fraktur terbuka segmental atau kerusakan jaringan lunak yang luas atau amputasi traumatic, derajad kontaminasi yang berat dan trauma dengan kecepatan tinggi. 
Fraktur grade III dibagi menjadi tiga, yaitu: 
 Grade IIIa: Fraktur segmental atau sangat kominutif penutupan tulang dengan jaringan lunak cukup kuat .
Grade IIIb: Trauma sangat berat atau kehilangan jaringan lunak yang cukup luas, terkelupasnya area  periosteum dan tulang tampak terbuka,dan  adanya kontaminasi yang cukup berat. 
Grade IIIc: Fraktur dengan kerusakan pembuluh darah.
Komplikasi
Perdarahan, syok septik sampai kematian, osteomielitis kronik, delayed union, nonunion dan malunion, kekakuan sendi, komplikasi lain oleh 
sebab  perawatan yang lamaseptikemia, toksemia oleh sebab  infeksi piogenik, tetanus, gangrene, perdarahan sekunder, 
pengobatan 
Prinsip penanganan fraktur terbuka
. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi dengan metode ATLS. Lakukan irigasi luka
. Lakukan imobilisasi fraktur. Pasang cairan dan berikan antibiotika intra vena yang sesuai dan kuat  lalu  segera rujuk kerumahsakit .pengobatan  
--. Pembersihan terhadap luka fraktur, dengan cara irigasi dengan NaCl  fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
--. Balut luka untuk menghentikan perdarahan, pada fraktur dengan tulang  menonjol keluarsedapat mungkin dihindari memasukkan komponen tulang  ini  kembali kedalam luka. 
--. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
--. Pemberian antibiotika: yaitu  cara efektif mencegah terjadinya infeksi pada fraktur terbuka. Antibiotika yang diberikan sebaiknya dengan dosis yang besar. Untuk fraktur terbuka antibiotika yang disaran  yaitu  golongan cephalosporin, dan dikombinasi dengan golongan  aminoglikosida.
-- Pencegahan tetanus: semua pengidap  dengan fraktur terbuka perlu  diberikan pencegahan tetanus. Pada pengidap  yang sudah  memperoleh  
imunisasi aktif cukup dengan pemberian tetanus toksoid namun  bagi yang belum, diberikan  250 unit tetanus imunoglobulin.
ciri-ciri  Rujukan : 
Pasien segera dirujuk sesudah  keadaan  lebih stabil dengan tetap mengawasi tanda vital.



FRAKTUR TERTUTUP
Fraktur yaitu  terputusnya keterkaitan  tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisik  baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tertutup yaitu  suatu fraktur yang tidakberkaitan  dengan lingkungan luar.
Anamnesis  Keluhan :
Perubahan warna. Gangguan sensibilitas. Kelemahan otot
. Adanya riwayat trauma (terjatuh, kecelakaan)
. Nyeri. Sulit digerakkan. Deformitas. Bengkak. 
FaktorRisiko: Osteoporosis
 1. Inspeksi 
Adanya deformitas dari jaringan tulang, namun tidak menembus kulit. Anggota tubuh tdak dapat digerakkan. 
2. Palpasi
Bengkak.. Perbedaan panjang anggota gerak yang sakitdi bandingkan dengan sisi yang sehat.
. Teraba deformitas tulang jika dibandingkan dengan sisi yang sehat.. Nyeri tekan.. 
3. Gerak 
biasanya  tidak dapat digerakkan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi berwujud  foto polos dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral.
diagnosa  : berdasar  anamnesis,  dan penunjang.
diagnosa  Banding : -
Komplikasi : Compartemen syndrome
pengobatan 
Prinsip pengobatan  dilakukan dengan:
1. Semua fraktur dikelola secara emergensi dengan metode ATLS2. Lakukan stabilisasi fraktur dengan bidai, waspadai adanya gejala 
compartemen syndrome seperti edema, kulit yang mengkilat dan adanya nyeri tekan.
3. Rujuk segera kerumahsakit 
ciri-ciri  Rujukan : :
Pasien segera dirujuk sesudah  keadaan  lebih stabildengan tetap mengawasi tanda vital.
Peralatan Jarum kecil Bidai




.POLIMIALGIA REUMATIK
PolyMyalgiaRheumatica(PMR) yaitu   sindrom klinis dengan etiologi yang tidak diketahui yang mempengaruhi pasien  usia lanjut. ini ditandai 
denganmialgiaproksimaldari pinggul dan gelang bahu dengan kekakuan pagi hari yang berlangsung selama lebih dari 1 jam.
Anamnesis  Keluhan :
 pasien berada dalam kesehatan yang baik sebelum onset  penyakit yang tiba-tiba. Pada kebanyakan pasien, gejala muncul pertama kali 
pada bahu. Sisanya, pinggul atau leher yang terlibat saat onset. Gejala terjadi mungkin pada satu sisi namun  biasanya menjadi bilateral dalam beberapa minggu. gejala  termasuk nyeri dan kekakuan bahu dan pinggul. Kekakuan mungkin  parah sehingga pasien mungkin mengalami kesulitan bangkit  dari kursi, berbalik di tempat tidur, atau mengangkat tangan mereka di atas 
bahu tinggi. Kekakuan sesudah  periode istirahat dan  kekakuan pada pagi hari lebih dari 1 jam biasanya terjadi. Pasien juga mungkin 
menggambarkan sendi distal bengkak atau yang lebih jarang berwujud  edema tungkai. Carpal tunnel syndrome dapat terjadi pada beberapa pasien. 
 Patognomonis
Tanda-tanda dan gejala polymyalgia rheumatic tidak khusus , 
gejala  antaralain :
Pembengkakan ekstremitas distal dengan pitting edema.Penampilan lelah
Temuan muskul oskeletal antaralain :
Sinovitis transien pada lutut, pergelangan tangan, dan sendi sternoklavikula.. 
. Kekuatan otot normal, tidak ada atrofi otot
Nyeri pada bahu dan pinggul dengan gerakan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laju endap darah (LED)
diagnosa  : 
 berdasar  satu set syarat  diagnosa : berikut, yaitu:
--. Tidak adanya penyakit lain memicu   gejala muskuloskeletal
--. Kekakuan pagi berlangsung ≥ 1 jam
--. tanggapan  cepat terhadap prednison (≤ 20 mg)
--. Usia onset 50 tahun atau lebih tua
--. Laju endap darah ≥ 40 mm / jam
--. Nyeri bertahan selama ≥ 1 bulan dan melibatkan 2 dari area  berikut: 
leher, bahu, dan korset panggul
diagnosa  Banding
Hipotiroidism, Multipel mieloma, Osteoartritis, Sindroma paraneoplastik, Artritis reumatoid.
Amiloidosis, AA (Inflammatory), Depresi, Fibromialgia, Giant Cell Arteritis, 
pengobatan 
Terapi glukokortikoid  diturunkan secara bertahap dengan  dosis pemeliharaan 5-10 mg peroral setiap hari namun  dilanjutkan  selama minimal 1 tahun untuk mengurangi  risiko kambuh. ESR  kembali ke normal selama pengobatan awal, namun  terapi berikutnya harus berdasar  status ESR dan klinis. Prednison dengan dosis 10-15 mg peroral setiap hari,  memicu  kesembuhan  dalam beberapa hari, 
Konseling 
nasihat  keluarga bahwa penyakit ini mungkin memicu  gangguan dalam aktivitas pengidap , sehingga dukungan keluarga sangatlah penting.
ciri-ciri  Rujukan :  
sesudah  dilakukan  dugaan diagnosa , pasien dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder.
Peralatan pemeriksaan darah




ARTRITIS REUMATOID
Penyakit autoimun yang ditandai dengan ada  sinovitis erosif simetrik yang walaupun  mengenai jaringan persendian, cenderung  juga melibatkan organ tubuh lainnya.
Anamnesis  Keluhan :
 Gejala pada awal onset
Gejala prodromal: lelah (malaise), anoreksia, seluruh tubuh terasa lemah yang berlangsung berminggu-minggu  berbulan-bulan. 
Gejala khusus  pada banyak sendi (poliartrikular)  mengenai  seluruh sendi terutama sendi PIP (proximal interphalangeal), sendi 
MCP (metacarpophalangeal) atau MTP (metatarsophalangeal), pergelangan 
tangan, bahu, lutut, dan kaki. Sendi DIP (distal interphalangeal) biasanya  tidak terkena.
Gejala sinovitis pada sendi yang terkena: bengkak, nyeri yang diperburuk dengan gerakan sehingga gerakan menjadi terbatas, kekakuan pada pagi hari > 1 jam.
Gejala ekstraartikular: mata (episkleritis), kardiovaskular (nyeri dada pada perikarditis), hematologi (anemia).faktor  yang memperparah  :
Hormon seks. Infeksi, Wanita, Merokok. Faktor genetik.. 
 Manifestasi artikular: 
Bengkak/efusi sendi, nyeri tekan sendi, sendi teraba hangat, deformotas (swan neck, boutonniere, deviasi ulnar)
Manifestasi ekstraartikular:. 
--. Sistem respiratorik ada   adanya radang sendi krikoaritenoid, pneumonitis interstitial, efusi pleura, atau fibrosis paru luas.
--. Sistem kardiovaskuler ada   perikarditis konstriktif, disfungsi katup, fenomena embolisasi, gangguan konduksi, aortritis, kardiomiopati.
Mata ada   kerato-konjungtivitis sicca yaitu   
manifestasi sindrom Sjorgen, episkleritis/ skleritis. Konjungtiva tampak anemia akibat penyakit kronik.
--. Kulit: ada  nodul rheumatoid pada area  yg banyak menerima penekanan, vaskulitis.
--. Soft tissue rheumatism, seperti carpal tunnel syndrome atau frozen shoulder.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laju endap darah (LED)
Pemeriksaan di pelayanan kesehatan sekunder atau rujukan horizontal:
CRP. Analisis cairan sendi
. Biopsi sinovium/ nodul rheumatoid
. Faktor reumatoid (RF) serum. 
. Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berwujud  pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxta-articular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis 
difus, erosi meluas sampai area  subkondral.
. ACPA (anti-cyclic citrullinated peptide antibody) / anti-CCP, 
diagnosa  RA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
syarat  diagnosa : 
berdasar  ACR-EULAR 2010:
Dibuat skor dari beberapa poin dibawah ini : 1. Jumlah sendi yang terlibat . 1
 sendi besar : 0, . 
2-10 sendi besar : 1
. 1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa sendi besar) : 2
. 4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa sendi besar) : 3
. >10 sendi dengan minimal 1 sendi kecil : 5
Sendi DIP, MTP I, carpometacarpal I tidak termasuk dalam kriteria Yang dimaksud sendi kecil yaitu  MCP, PIP, MTP II-V, ibu jari, dan 
pergelangan tangan Yang dimaksud sendi besar yaitu  bahu, siku, lutut, pangkal paha, dan 
pergelangan kaki.
2. Acute phase reactants : LED dan CRP
. LED atau CRP naik : 1
3. RF atau anti CCP
--. RF dan anti CRP (-) : 0
--. RF atau anti CRP naik < 3 batas atas normal (BAN) : 2
--. RF atau CRP naik > 3 BAN : 3
4. Durasi
--. Lebih dari 6 Minggu : 1
--. Kurang dari 6 Minggu : 0
Skor 6 atau lebih dapat dibuat diagnosa  RA
Sistem penilaian penggolongan  kriteria RA (American College ofRheumatology/European League Against Rheumatism, 2010)
Kriteria penggolongan  untuk RA (algoritma berdasar  skor: tambahkan skor 
dari kategori A-D; dari total skor 10, jika diperoleh  jumlah skor ≥ 6 yaitu  
definisi pasti RA)3
1. Keterlibatan sendi
 1 sendi besar5 0
 2-10 sendi besar 1
 1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)6 2
 4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)3 3
>10 sendi (min.1 sendi kecil)7 5
2. Serologi (min.1 hasil tes yang dibutuhkan untuk penggolongan )8
 RF (-) dan ACPA (-) 0
 RF (+) rendah dan ACPA (+) rendah 2
 RF (+) tinggi dan ACPA (+) tinggi 3
3. Reaktan tahap  akut (min.1 hasil tes yang dibutuhkan untuk penggolongan )9
 CRP normal dan LED normal 0
 CRP tidak normal dan LED tidak normal 1
4. Durasi dari gejala10
< 6 minggu 0 
 ≥ 6 minggu 1
Catatan:
--. Normal/tidak normal ditentukan oleh standar laboratorium setempat. CRP 
(C-reactive protein); LED (Laju Endap Darah).
--.Durasi gejala merujuk pada laporan dari pasien mengenai durasi gejala dan tanda sinovitis (contoh  nyeri, bengkak, dan nyeri pada penekanan) dari sendi yang secara klinis terlibat saat pemeriksaan, tanpa memandang status pengobatan.
--. Kriteria ini ditujukan untuk penggolongan  pasien baru. Sebagai tambahan, pasien dengan penyakit erosif tipikal RA dengan riwayat yang sesuai dengan kriteria 2010 ini harus digolongkan  ke dalam RA. Pasien dengan penyakit lama, termasuk yang tidak aktif (dengan atau tanpa pengobatan), yang berdasar  data retrospektif yang dimiliki memenuhi kriteria 2010 ini harus digolongkan  ke dalam RA.
--. diagnosa  banding beragam  diantara pasien dengan manifestasi yang berbeda, namun  boleh memasukkan keadaan  seperti SLE, artritis psoriatic, dan gout. Jika diagnosa  banding masih belum jelas, hubungi ahli reumatologi.
--. Walaupun pasien dengan skor < 6 dari tidak digolongkan  ke dalam RA, status mereka dapat dinilai ulang dan kriteria ini bisa dipenuhi secara 
kumulatif seiring waktu.
--. Dalam kategori ini, minimal 1 dari sendi yg terlibat harus sendi kecil; sendi  lainnya dapat berwujud  kombinasi dari sendi besar dan sendi kecil  tambahan, seperti sendi lainnya yang tidak terdaftar secara khusus  dimanapun (contoh  temporomandibular, akromioklavikular, sternoklavikular).
--. Negatif merujuk pada nilai IU yg ≤ batas atas nilai normal (BAN) laboratorium dan assay; positif rendah merujuk pada nilai IU yang ≥ BAN 
namun  ≤ 3x BAN laboratorium dan assay; positif tinggi merujuk pada nilai IU 
yang  > 3x BAN laboratorium dan assay. saat  RF hanya dapat dinilai  sebagai positif atau negatif, hasil positif harus dinilai sebagai positif rendah 
untuk RA. ACPA = anti-citrullinated protein antibody.
--. Keterlibatan sendi merujuk pada sendi yang bengkak atau nyeri pada pemeriksaan, yang dikonfirmasi oleh bukti pencitraan akan adanya 
sinovitis. Sendi interfalang distal, sendi karpometakarpal I, dan sendi metatarsofalangeal I tidak dimasukkan dalam pemeriksaan. Kategori 
distribusi sendi digolongkan  berdasar  lokasi dan jumlah sendi yang terlibat, ditempatkan ke dalam kategori tertinggi berdasar  pola keterlibatan sendi.
--. Sendi-sendi besar merujuk pada bahu, siku, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki.
--. Sendi-sendi kecil merujuk pada sendi metakarpofalangeal, sendi  interfalang proksimal, sendi metatarsophalangeal II-V, sendi interfalang 
ibu jari, dan pergelangan tangan.
diagnosa  Banding
pemicu  arthritis lainnya, Spondiloartropati seronegatif, Lupus eritematosus istemik, Sindrom Sjogren
Komplikasi
--Sindrom Felty (gabungan gejala RA, splenomegali, leukopenia, dan ulkus 
pada tungkai; juga sering ditambah  limfadenopati dan trombositopenia)
--. Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar)
--. Sindrom terowongan karpal (TCS)
pengobatan :
--. Pemberian golongan steroid, seperti: prednison atau metil prednisolon dosis rendah (sebagai bridging therapy).
--. Fisioterapi, pengobatan  okupasi, bila perlu diberikan  ortosis.
--. Pasien diberikan informasi untuk memproteksi sendi, terutama pada stadium akut dengan memakai  decker.
--. Pemberian obat anti inflamasi non-steroid, seperti: diklofenak 50-100 mg  2x/hari, meloksikam 7,5–15 mg/hari, celecoxib 200-400 mg/sehari. 
ciri-ciri  Rujukan :  
. RA dengan komplikasi.
. Rujukan pembedahan jika terjadi deformitas.
. Tidak membaik dengan pemberian obat anti inflamasi dan steroid dosis rendah.
Peralatan
Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah. 




ARTRITIS, OSTEOARTRITIS
Penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Pasien sering datang berobat saat sudah ada deformitas sendi yang 
bersifat permanen.
Anamnesis  Keluhan :
 Pembesaran sendi. Perubahan gaya berjalan
. Nyeri sendi. Hambatan gerakan sendi
. Kaku pagi. Krepitasi. 
faktor  yang memperparah  : 
. Wanita, usia >50 tahun atau menopouse
. kegemukan . Pekerja berat dengen pemakaian  satu sendi terus menerus, . Usia > 60 tahun
 Tanda Patognomonis
. Pembengkakan sendi yang cenderung  asimetris
. gejala peradangan sendi. Deformitas sendi yang permanen. Perubahan gaya berjalan, Hambatan gerak. Krepitasi, 
Pemeriksaan Penunjang Radiografi
diagnosa  : berdasar  gambaran klinis dan radiografi.
diagnosa  Banding Artritis Gout, Rhematoid Artritis
Komplikasi Deformitas permanen 
pengobatan 
 Pengobatan untuk  mencegah progresifitas dan meringankan gejala yang dikeluhkan, Pengelolaan OA berdasar  atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena.
. rekayasa  gaya hidup, dengan cara:
 Melatih pasien untuk tetap memakai  sendinya dan melindungi sendi yang sakit, Menurunkan berat badan
 Pengobatan Non Medikamentosa  : Rehabilitasi medis  /Fisioterapi
. Pengobatan Medikamentosa 
a. Analgesik topikal
b. NSAID (oral): 
 non selective: COX1 (Diklofenak, Ibuprofen, Piroksikam, Mefenamat, Metampiron) selective: COX2 (Meloksikam)
ciri-ciri  Rujukan :  
. Bila ada komplikasi, termasuk komplikasi terapi COX 1,. Bila ada komorbiditas,  Bila nyeri tidak dapat diatasi dengan obat-obatan. Bila curiga ada  efusi sendi, 





.VULNUS
Kulit yaitu  bagian tubuh yang paling luar yang bermanfaat  melindungi diri dari trauma luar dan  masuknya benda asing.bila  kulit terkena trauma, 
maka memicu   luka/vulnus.Luka ini  dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh dan  dapat mengganggu aktifitas sehari￾hari.
Keadaan terjadinya disketerkaitan  jaringan, dapat dimuncul kan oleh berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar,  pembedahan.  luka robek (laserasi), luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), 
Etiologi
berdasar  mekanisme trauma, terdiri dari :
Trauma tajam yang memicu  luka terbuka, contoh  
:--. Vulnus Perforatum 
Luka jenis ini yaitu  luka tembus atau luka jebol. pemicu  oleh sebab  panah, tombak atau proses infeksi yang meluas hingga melewati 
selaput serosa/epithel organ jaringan.
--. Vulnus Amputatum 
Luka potong, pancung dengan pemicu  benda tajam ukuran besar/berat, gergaji.Luka membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang 
dipotong.Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, ada  gejala pathom limb.
--. Vulnus Punctum 
pemicu  yaitu  benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, yaitu  luka terbuka dari luar tampak kecil namun  didalam mungkin 
rusak berat, jika yang mengenai perut /thorax dinamakan  vulnus penetrosum(luka tembus).
--. Vulnus Scissum/Insivum 
pemicu  dari luka jenis ini yaitu  sayatan benda tajam atau jarum 
yaitu  luka terbuka akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, 
tepi luka tajam dan licin.
--. Vulnus Schlopetorum 
pemicunya  yaitu  tembakan, granat.Pada pinggiran luka tampak 
kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ada  corpus alienum.
--. Vulnus Morsum 
pemicu  yaitu  gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi 
besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi
Trauma tumpul yang memicu  luka tertutup (vulnus occlusum), atau luka 
terbuka (vulnus apertum), contoh  :
--. Vulnus Contussum 
pemicu : benturan benda yang keras. Luka ini yaitu  luka tertutup, akibat dari kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah 
memicu  nyeri dan berdarah (hematoma) bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarnya jika organ dalam terbentur   memicu  akibat yang serius.
--Trauma termal
, yaitu kerusakan kulit sebab  suhu yang ekstrim, contoh  air panas, api, sengatan listrik, bahan kimia, radiasi atau suhu yang sangat dingin, Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat mulai dari lepuh (bula), sampai karbonisasi (hangus).ada  sensasi nyeri dan atau anesthesia.
-- Vulnus Laceratum 
Jenis luka ini dipicu  oleh sebab  benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan 
meningkatkan resiko infeksi.
--. Vulnus Excoriasi 
pemicu  luka sebab  kecelakaan atau jatuh yang memicu  lecet pada permukaan kulit yaitu  luka terbuka namun  yang terkena hanya area  kulit.
Patofisiologi
Vulnus terjadi bila  ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang bisa dipicu  oleh trauma mekanis dan perubahan suhu (luka bakar).Vulnus 
yang terjadi memicu   beberapa tanda dan gejala seperti bengkak, krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau bisa juga memicu  keadaan  yang lebih serius.Tanda dan gejala yang muncul  tergantung pada pemicu  dan tipe vulnus.
Menurut tipenya luka dibedakan menjadi 4 tipe luka yaitu :
--Luka kontaminasi 
Luka ini tidak rapi, terkontaminasi oleh lingkungan kotor, operasi pada saluran terinfeksi (usus besar, rektum, infeksi bronkhial,saluran kemih)
--Luka infeksi 
Jenis luka ini diikuti  adanya infeksi, kerusakan jaringan, dan  kurangnya vaskularisasi pada jaringan luka.
--. Luka bersih
Luka bersih yaitu  luka sebab  tindakan operasi dengan tehnik steril, contoh  pada area  dinding perut, dan jaringan lain yang letaknya lebih 
dalam (non contaminated deep tissue), contoh  pembuluh darah, otak, tulang., tiroid, kelenjar, 
--. Luka bersih-kontaminasi 
yaitu  luka yang terjadi sebab  benda tajam, bersih dan rapi, lingkungan tidak steril atau operasi yang mengenai area  usus halus dan bronchial.
Anamnesis  Keluhan :
Terjadi trauma, ada jejas,memar, bengkak, nyeri, rasa panas diarea  trauma.
 Inspeksi: adanya kerusakan jaringan diarea  trauma, ada perdarahan, edema sekitar area trauma, melepuh, kulit warna kemerahan sampai kehitaman. Palpasi: nyeri tekan, atau anestesi.
Pemeriksaan Penunjang : -
1. gejala  
gejala  biasanya  pada perlukaan Akibat  
komplikasi  yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau perdarahan parah .Pada masalah  vulnus diagnosa  pertama dilakukan secara teliti untuk memastikan apakah ada pendarahan yang harus dihentikan.lalu  ditentukan jenis trauma apakah trauma tajam atau trauma tumpul, banyaknya kematian jaringan, besarnya kontaminasi dan berat jaringan luka.
2. Gejala Lokal
a. Nyeri terjadi sebab  kerusakan ujung-ujung saraf sensor . Intensitas atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada berat/luas 
kerusakan ujung-ujung saraf , etiologi dan lokasi luka.
b. Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi luka, jenis pembuluh darah yang rusak.
c. Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
d. Gangguan fungsi, fungsi anggota badan akan terganggu baik oleh sebab  rasa nyeri atau kerusakan tendon.
diagnosa  : 
 berdasar  anamnesis, , dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
pengobatan 
1. Pertama dilakukan anestesi setempat atau biasanya , tergantung berat dan letak luka, dan  keadaan pengidap , luka dan sekitar luka dibersihkan dengan antiseptik. Bahan yang  dipakai yaitu  larutan yodium povidon 1% dan larutan klorheksidin ½%, larutan yodium 3% atau alkohol 70% hanya dipakai  untuk membersih kulit disekitar luka.
2. lalu  area  disekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari kontaminasi secara mekanis, contoh  pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau dan dibersihkan dengan bilasan, atau guyuran NaCl. 
3.  dilakukan penjahitan bila memungkinkan, dan luka ditutup dengan bahan yang  mencegah lengketnya kasa, contoh  kasa yang mengandung vaselin ditambah dengan kasa penyerap dan dibalut dengan pembalut elastis.
Komplikasi Luka 
1.Penyulit dini seperti : hematoma, seroma, infeksi
2. Penyulit lanjut seperti : keloid dan parut hipertrofik dan kontraktur
Peralatan
Alat Bedah Minor : gunting jaringan, pinset anatomis, pinset sirurgis, gunting benang, needle holder, klem arteri, scalpel blade dan  handle.







MALARIA SEREBRAL
Malaria Serebral yaitu  salah satu komplikasi infeksi dari Plasmodium  falciparum,  yaitu  komplikasi berat yang paling sering ada  dan  pemicu  kematian, 
Anamnesis  Keluhan :
Pasien dengan malaria Serebral biasanya ditandai oleh
. Trias malaria kejang (menggigil, demam, berkeringat) . Penurunan kesadaran berat
faktor  yang memperparah  :: 
Riwayat terinfeksi Plasmodium falciparum, Tinggal atau pernah berkunjung ke area  endemik malaria, 
Pada pemeriksaan fisikada   :
--Pada pemeriksaan funduskopi ada  retina yang pucat, perdarahan retina (40% masalah ), edema papil dan cotton wool spots.
Gejala neurologi yang sering yaitu  lesi upper motor neuron, tonus otot  dan reflex tendon meningkat (namun  dapat juga normal ataupun menurun), refleks babinsky positif, 
--. Pada pemeriksaan mata ada    nistagmus dan deviasi conjugee
--. Penurunan kesadaran yang  didahului mengantuk, kebingungan, disorientasi, delirium atau agitasi namun kaku kuduk dan rangsang 
meningeal lain tidak ada  dan dapat berlanjut menjadi koma.
--. Kaku kuduk biasanya negatif, hiperekstensi leher terjadi pada masalah  berat
Pemeriksaan Penunjang 
Pemeriksaan darah rutin dan gula darah
 Pemeriksaan apusan darah Bisa ada  adanya Plasmodium falciparumaseksual pada pengidap  
yang mengalami penurunan kesadaran, 
diagnosa  malaria serebral dilakukan  dengan ada nya Plasmodium falciparum bentuk aseksual pada pemeriksaan apusan darah tepi pasien 
dengan penurunan kesadaran berat (koma), walaupun semua gangguan kesadaran (GCS<15) harus dianggap dan diterapi sebagai malaria berat.
Gangguan kesadaran pada malaria dapat pula dipicu  oleh demam yang tinggi, hipoglikemia, syok, ensefalopati uremikum, ensefalopati hepatikum, 
sepsis. Semua pengidap  dengan demam dan penurunan kesadaran seharusnya  didiagnosa  banding sebagai malaria serebral, khususnya jika 
pengidap  tinggal atau pernah berkunjung ke area  endemik malaria. 
diagnosa  Banding:
Meningoensefalitis, Abses serebral, Trauma kepala, Stroke, intoksikasi, 
Infeksi virus, bakteri, jamur (cryptococcal), protozoa (African Trypanosomiasis), 
gangguan metabolik, 
Komplikasi: 
hiperlaktemia, hipovolemia, edema paru, sindrom gagal nafas akut, Gagal ginjal akut, ikterus, asidosis metabolik, hipoglikemia,  
pengobatan  dilakukan dengan:
Semua pasien yang didiagnosa   malaria serebral  dipastikan jalan nafas lancar dan pernafasan dibantu dengan oksigen, sesudah  pengobatan  pendukung  seperti pemberian cairan agar segera dirujuk ke rumahsakit 
ciri-ciri  Rujukan : : 
Pasien dengan Malaria Serebral agar segera dirujuk ke RS
Konseling :
--Hindari aktivitas di malam hari khususnya bagi mereka yang tinggal atau bepergian ke area  endemic malaria 
--. Konsultasi ke tenagamedis  untuk pemakaian  kemoprofilaksis bagi mereka yang hendak berkunjung ke area  endemic malaria
--. Malaria bisa dicegah dengan menghindari kontak dengan nyamuk anopheles baik dengan memakai  kelambu maupun reppelen, 
Peralatan
Termometer. Stetoskop. Tensi. Senter. Palu reflex8. Funduskopi. Laboratorium untuk pemeriksaan apusan darah tebal. Laboratoriumuntuk pemeriksaan darah rutin dan gula darah. 




 EPILEPSI
Epilepsi yaitu  suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 1hari  yang muncul  tanpa provokasi.sedang  yang dimaksud dengan bangkitan epilepsi yaitu  
gejala  yang dipicu  oleh aktivitas listrik yang tidaknormal  dan berlebihan dari segolongan  neuron di otak.Etiologi epilepsi:
--. Simptomatik: bangkitan epilepsi dipicu  oleh kelainan/lesi struktural pada otak, contoh gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif. cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, 
-- Idiopatik: tidak ada  lesi struktural di otak atau defisit neurologis dan diperkirakan tidak memiliki  predisposisi genetik dan biasanya  berkaitan  dengan usia.
--. Kriptogenik: dianggap simptomatik namun  pemicunya  belum diketahui, termasuk disini epilepsi mioklonik.sindromaWest, sindroma Lennox-Gastaut,  
Anamnesis  :
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosa  epilepsi, yaitu:
1. Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal yaitu  bangkitan epilepsi. Pada sebagian besar masalah , diagnosa  
epilepsi dilakukan  berdasar  informasi yang diperoleh dari anamnesis baik auto maupun allo-anamnesis dari pasien  tua maupun saksi 
mata yang lain.
--. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.
--. Riwayat keluarga dengan penyakit neurologik lain, penyakit psikitrik atau sistemik.
--. Riwayat saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/anak.
--. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antar bangkitan, 
--. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan tanggapan  terhadap terapi (dosis,kadar OAE, kombinasi terapi).
--. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam.
--. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP.
--. Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan Keadaan pengidap  saat bangkitan: duduk/ berdiri/ bebaring/ tidur/ berkemih. Gejala awitan (aura, gerakan/ sensasi awal/ speech arrest).
 Pola/bentuk yang tampak selama bangkitan: pucat berkeringat, deviasi mata.gerakan tonik/klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit,  Keadaan sesudah  kejadian: tidur, 
gaduh gelisah, Todd’s paresis.bingung, terjaga, pusing , Faktor pemicu : alkohol, kurang tidur, hormonal. Jumlah pola bangkitan satu atau lebih, atau ada  perubahan pola bangkitan.
--. Penyakit lain yang mungkin diderita sekarang maupun riwayat penyakit neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik 
yang mungkin menjadi pemicu .
2. Langkah kedua: bila  benar ada  bangkitan epilepsi, maka tentukan bangkitan ini  bangkitan yang mana (penggolongan  ILAE 1981).
3. Langkah ketiga: menentukan etiologi, sindrom epilepsi, atau penyakitepilepsi apa yang diderita pasien dilakukan dengan memperhatikan 
penggolongan  ILAE 1989. Langkah ini penting untuk menentukan prognosis dan tanggapan  terhadap OAE (Obat Anti Epilepsi).
  pada dasarnya yaitu  melihat-lihat  adanya tanda￾tanda dari gangguan yang berkaitan  dengan epilepsi seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol atau obat terlarang, kelainan pada kulit, kanker, defisit neurologik fokal.
Pemeriksaan neurologis
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat tergantung dari interval antara dilakukannya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir.
Jika dilakukan pada beberapa waktu sesudah  bangkitan terakhir berlalu, sasaran utama yaitu  menentukan apakah ada gejala disfungsi 
system saraf permanen (epilepsi simptomatik) dan walaupun jarang apakah ada gejala peningkatan tekanan intrakranial.
Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam sesudah  bangkitan maka akan tampak tanda sesudah  iktal terutama tanda fokal seperti todds paresis (hemiparesis sesudah  kejang yang terjadi sesaat), trans aphasic syndrome (afasia sesaat) yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi.
Pemeriksaan Penunjang 
dilakukan di rumahsakit yaitu pemeriksaan laboratorium lengkap dan pemeriksaan kadar OAE.EEG, pemeriksaan pencitraan otak, 
diagnosa  : 
 dengan anamnesis,  biasanya  dan 
neurologis.
diagnosa  Banding 
Global amnesia, Tics dan gerakan  involunter
Sinkop, Transient Ischemic Attack, Vertigo, 
pengobatan  
Sebagai tenagamedis  pelayanan primer, bila pasien terdiagnosa  sebagai epilepsi, untuk penanganan awal pasien harus dirujuk ke tenagamedis  spesialis saraf.
-. OAE diberikan bila:
--. pengidap  dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan 
terhadap tujuan pengobatan
--. pengidap  dan/atau keluarganya sudah  diberitahu mengenai  
kemungkinan efek samping yang muncul  dari OAE
--. diagnosa  epilepsi sudah dipastikan
--. Pastikan faktor pemicu  dapat dihindari (alkohol, stress, kurang tidur, )
--. ada  minimum 2 bangkitan dalam setahun
-. Terapi dimulai dengan monoterapi memakai  OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan  dan jenis sindrom epilepsi:
-. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau muncul  efek samping. Kadar obat dalam darah ditentukan bila bangkitan tidak terkendali   dengan dosis efektif. Bila diduga ada perubahan 
farmakokinetik OAE (kehamilan, penyakit hati, penyakit ginjal, gangguan penyerapan  OAE), diduga pengidap  epilepsi tidak patuh pada pengobatan. 
sesudah  pengobatan dosis regimen OAE, dilihat interaksi antar OAE atau obat lain. Pemeriksaan interaksi obat ini dilakukan rutin setiap tahun pada 
pemakaian  phenitoin.
-. Bila pada pemakaian  dosis maksimum OAE tidak dapat mengatasi  bangkitan, maka dapat dirujuk kembali untuk memperoleh  penambahan OAE kedua. Bila OAE kedua sudah  mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan 
bertahap (tapering off) perlahan-lahan.
-. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan di rumahsakit atau tersier sesudah  terbukti tidak dapat diatasi dengan pemakaian  dosis maksimal kedua OAE pertama.
-. pengidap  dengan bangkitan tunggal disarankan  untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi yaitu bila:
--. ada  sindrom epilepsi yang berisiko tinggi seperti JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi).
--. Riwayat trauma kepala ditambah  penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP.
--. Bangkitan pertama berwujud  status epileptikus.Namun ini dilakukan di pelayanan kesehatan sekunder
--. ada   fokus epilepsi yang jelas pada EEG.
--. Pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI Otak ada   lesi yang berkorelasi dengan bangkitan: meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak, 
ensephalitis herpes.
--. Pada pemeriksaan neurologik ada   kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak.
--. ada  riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan pasien  tua).
--. Riwayat bangkitan simptomatik.
-. Efek samping perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi farmakokinetik antar OAE
-. Strategi untuk mencegah efek samping:
---. pakai  titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada sindrom epilepsi dan karaktersitik pengidap  epilepsi
---. Mulai pengobatan dengan mempikirkan  keuntungan dan kerugian pemberian terapi
---. Pilih OAE yang paling cocok untuk sifat  pengidap 
-. OAE dapat dihentikan pada keadaan:
---. Bila dipakai  lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang 
bukan utama.
---. Keputusan untuk menghentikan OAE dilakukan pada tingkat rumahsakit 
---. sesudah  minimal 2 tahun bebas bangkitan.
---. Gambaran EEG normal.
---. Harus dilakukan secara bertahap, biasanya  25% dari dosis semula 
setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
-. Kekambuhan sesudah  penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada 
keadaan antaralain :
---. pemakaian  lebih dari satu OAE.
---. memperoleh  satu atau lebih bangkitan sesudah  memulai terapi.
---. memperoleh  terapi sesudah  10 tahun.
---. Semakin tua usia, kemungkinan kekambuhan semakin tinggi.
---. Epilepsi simptomatik.
---. Gambaran EEG tidaknormal .
---. Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan.
ciri-ciri  Rujukan :  
sesudah  diagnosa  epilepsi dilakukan  maka pasien segera dirujuk ke rumahsakit  yang memiliki tenagamedis  spesialis saraf.
Peralatan
Tersedia Obat Anti Epilepsi 
Konseling : 
Pendampingan terhadap pasien epilipesi  anak-anak perlu pendampingan sehingga lingkungan dapat menerima dengan baik. Pasien epilepsi dapat beraktifitas dengan baik Dilakukan untuk pasien  dan keluarga menasihati kepada keluarga bahwa penyakit ini tidak menular. mengendalikan  pengobatan yaitu  hal penting bagi pengidap 
Prognosis biasanya  bonam, tergantung penggolongan  epilepsi yang dideritanya, 
sedang  serangan serangan  epilepsi dapat berulang, tergantung mengendalikan  terapi dari pasien.




TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK (TIA)
TIA atau serangan serangan  iskemik otak sepintas (SOS) yaitu  penurunan aliran darah yang 
berlangsung sepintas (tidak menetap atau tidak permanen) ke area tertentu dari otak, sehingga memicu  disfungsi neurologis yang berlangsung singkat (kurang dari 1hari ). Jika gejala nerologik menetap (irreversible),dan berlangsung lebih lama (lebih dari 1hari ), maka dikategorikan sebagai stroke iskemik (infark). Defisit neurologis yang berlangsung lebih lama dari 1hari , namun  tidak menetap (reversible,) dan dalam waktu kurang dari 2 minggu sembuh total tanpa gejala sisa, 
dinamakan  reversible ischemic neurological deficit (RIND).serangan serangan  TIA terjadi secara tiba-tiba (akut), dan biasanya berlangsung singkat (beberapa menit), jarang sampai lebih dari 1-2 jam, diikuti kesembuhan total tanpa 
gejala sisa. Pada pasien yang mengalami serangan serangan  TIA lebih dari 3 jam, dengan 
pemeriksaan MRI, lebih dari 50% diantaranya ada  gambaran infark di otak.Pasien yang pernah mengalami TIA, memiliki  risiko lebih besar untuk terserang stroke iskemik (infark). Sekitar 15-26% pasien stroke, pernah mengalami TIA 
sebelumnya. Sehingga TIA termasuk faktor  yang memperparah  : stroke, dinamakan  warning sign (tanda peringatan) terjadinya stroke. sesudah  TIA, 15% pasien mengalami stroke iskemik dalam waktu 3 bulan, dan sebagian besar diantaranya terjadi dalam waktu 2 hari  sesudah  terjadinya TIA. sebab  itu, TIA maupun stroke iskemik, keduanya yaitu  kedaruratan medis  yang memiliki 
kesamaan mekanisme patogenesis, dan memerlukan prevensi sekunder, evaluasi, 
dan pengobatan  yang hampir sama.
Anamnesis  :
biasanya , gejala neurologis yang dipicu  oleh TIA tergantung pada pembuluh darah otak yang mengalami gangguan, yaitu sistem karotis atau 
vertebrobasilaris.
1. Disfungsi neurologis fokal yang sering ada  berwujud :
--. Gangguan bicara (disartria)
--. Gangguan berbahasa (afasia)
--. Gejala neurologik lainnya:
sulit menelan makanan  (disfagia) melihat-lihat  ganda (diplopia) Penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kwadran-anopsia) Jalan sempoyongan (ataksia) Rasa berputar (vertigo)
 --. Kelemahan atau kelumpuhan salah satu sisi wajah, lengan,  tungkai (hemiparesis, hemiplegi)
--. Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai (hemihipestesi, hemi-anesthesi)
2. Gangguan ini  terjadi mendadak,   berlangsung dalam waktu yang singkat (beberapa menit), jarang sampai lebih dari 1-2 jam, diikuti 
kesembuhan total tanpa gejala sisa.
3. Diperlukan anamnesis yang teliti mengenai  faktor  yang memperparah  : TIA/stroke
Meliputi pemeriksaan biasanya  dan neurologis.
Pemeriksaan biasanya 
Terutama pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, jantung, bising karotis/subklavia, dan tanda vital lainnya.
Pemeriksaan neurologis
Terutama untuk menemukan adanya tanda defisit neurologis berwujud  kortikal luhur, fungsi serebelar,  otonomik, status mental, motorik, sensorik sederhana,  
Pemeriksaan standar dilakukan di rumahsakit :
. Elektrolit serum. Tes faal ginjal. Darah lengkap
. Faal hemostasis. CT scan kepala (atau MRI)
. EKG (elektrokardiografi). Kadar gula darah
Catatan: CT scan atau MRI kepala pada pasien TIA biasanya tidak menandakan  kelainan, kecuali dengan teknik khusus, contoh  perfusion CT, atau diffusion weighted MRI (DWI).
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi):
. Ekokardiografi (jika diduga emboli kardiogenik)
. TCD (transcranial Doppler). EEG (elektro-ensefalografi). Foto toraks. Tes faal hati
diagnosa  : 
 berdasar  anamnesis,  neurologis dan CT 
scan kepala (bila diperlukan)
diagnosa  Banding: 
-. Stroke iskemik (infark)
-. Stroke hemoragik
-. Gangguan fungsi otak yang menyerupai TIA/stroke, contoh :
---. Todd’s paralysis (hemiparesis sesudah  serangan serangan  kejang)---. Gangguan metabolik: hipo/hiperglikemia---. Cedera otak traumatik: hematoma epidural/subdural---. Tumor otak---. Infeksi otak: abses, tuberkuloma
Komplikasi: 
Antara 10-15% pasien mengalami stroke iskemik dalam waktu 3 bulan, dan sebagian besar diantaranya terjadi dalam waktu 2 hari  sesudah  terjadinya TIA.
pengobatan  dilakukan dengan:
Bila memperoleh  serangan serangan  TIA, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit agar 
memperoleh  pemeriksaan untuk menemukan pemicu  dan penanganan lebih lanjut. Bila skor ABCD2 > 5, pasien harus segera memperoleh  perawatan seperti  perawatan pasien stroke iskemik akut. Tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan penyakit gangguan darah harus segera diterapi. Untuk mencegah 
berulangnya TIA dan serangan serangan  stroke, perlu diberikan obat antiplatelet, contoh  
asetosal, clopidogrel, dipyridamole, cilostazol. Pada stenosis karotis, mungkin diperlukan tindakan carotid endarterectomy atau carotid angioplasty. Jika ada fibrilasi atrial, mungkin diperlukan antikoagulan oral, contoh  dabigatran, apixaban. warfarin, rifaroxaban, 
ciri-ciri  Rujukan : 
Pasien segera dirujuk ke RS untuk penanganan lebih lanjut.
Peralatan 
foto toraks
Pasien memerlukan  CT scan atau MRI di rumahsakit Laboratorium: darah lengkap dan kimia darah Pemeriksaan radiologi: 
Prognosis
Prognosis bonam bila faktor  yang memperparah  : dapat teratasi dan penanganan cepat dilakukan. 
Pemberian obat antiplatelet dan antikoagulan dapat mencegah berulangnya TIA dan 
serangan serangan  stroke iskemik.




STROKE
Stroke yaitu  defisit neurologis fokal (atau global) yang terjadi mendadak, berlangsung lebih dari 1hari  dan dipicu  oleh faktor vaskuler. Secara global, saat ini stroke yaitu  salah satu pemicu  kematian , dan pemicu  kecacatan pada pasien  dewasa. Anamnesis  :
Gejala awal serangan serangan  stroke terjadi mendadak  yang sering ada   yaitu 
-. Gangguan bicara (disartria)
-. Gangguan berbahasa (afasia)
-. Gejala neurologik lainnya seperti melihat-lihat  ganda (diplopia), penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kwadran-anopsia)jalan sempoyongan (ataksia), rasa berputar 
(vertigo), sulit menelan makanan  (disfagia), 
-. Kelemahan atau kelumpuhan salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai (hemiparesis, hemiplegi)
-. Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai (hemihipestesi, hemianesthesi)
Kebanyakan pengidap  stroke mengalami lebih dari satu macam gejala diatas. Pada beberapa pengidap  dapat pula ada   pusing , mual mulas perih kembung, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang saat terjadi serangan serangan  stroke.
Untuk memudahkan pengenalan gejala stroke bagi pasien , dipakai  istilah FAST (Facial movement, Arm Movement, Speech, Time: acute onset). , bila pasien  mengalami kelemahan otot wajah dan anggota gerak satu sisi, dan  gangguan bicara, yang terjadi mendadak, patut diduga mengalami serangan serangan  stroke. Keadaan seperti itu memerlukan penanganan darurat agar tidak memicu  kematian dan kecacatan. sebab  itu pasien harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk penanganan tindakan darurat bagi pengidap  stroke.
Seperti halnya TIA, pada stroke diperlukan anamnesis yang teliti mengenai  faktor  yang memperparah  : 
Beberapa faktor  yang memperparah  : yang  mempermudah terjadinya serangan serangan  stroke, contoh  usia tua, jenis kelamin (laki-laki), berat badan lahir rendah, faktor herediter, ras,  memang tidak bisa dihindari atau diubah . sedang  faktor  yang memperparah  : lainnya mungkin masih bisa dihindari, diobati atau  diperbaiki 
 . Pemeriksaan bruitkarotis dan subklavia
. Pemeriksaan perut . Pemeriksaan ekstremitas
. Pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan tanda vital: pernapasan, nadi, suhu, tekanan darah harus diukur kanan dan kiri. Pemeriksaaan jantung paru
--. Sensorik
--. Tanda serebelar: dismetria, disdiadokokinesia, ataksi, nistagmus
--. Pemeriksaan fungsi luhur, terutama fungsi kognitif (bahasa, memori )
--. Kesadaran: tingkat kesadaran diukur dengan memakai  Glassgow Coma Scale (GCS)
--. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Laseque, Kernig, dan Brudzinski
--. Saraf kranialis: terutama Nn. VII, XII, IX/X,dan saraf kranialis lainnya
--. Motorik: kekuatan, tonus, refleks fisiologis, refleks patologis, 
. Pada pasien dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan pemeriksaan refleks batang otak: 
 Pola pernafasan: Refleks kornea, 
 Refleks muntah, 
 Refleks okulo-sefalik(doll’s eyes phenomenon)
Cheyne-Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral, apneustik, ataksik,  Refleks cahaya (pupil), 
 Pemeriksaan pendukung yang diperlukan dalam pengobatan  stroke akut di rumahsakit 
1. Pemeriksaan standar:
Elektrolit serum. Tes faal ginjal. Darah lengkap
. Faal hemostasis. CT scan kepala (atau MRI)
. EKG (elektrokardiografi). Kadar gula darah
2. Pemeriksaan lain (sesuai indikasi):
. Kadar alkohol dalam darah. Pungsi lumbal (pada perdarahan subaraknoid). TCD (transcranial Doppler). EEG (elektro-ensefalografi.
. Foto toraks. Tes faal hati. Saturasi oksigen, analisis gas darah. Toksikologi
diagnosa  : 
diagnosa  awal dilakukan  berdasar  anamnesis dan .Cara skoring ROSIER (Recognition of Stroke in Emergency Room) dapat dipakai  pada 
stroke akut.Stroke is unlikely but non completely excluded if total score are < 0
penggolongan 
Stroke dibedakan menjadi:
--. Stroke iskemik biasanya tidak ditambah  pusing  hebat, muntah, penurunan kesadaran dan tekanan darah tidak tinggi.
--. Stroke hemoragik biasanya ditambah  pusing  hebat, muntah, penurunan kesadaran, tekanan darah tinggi.
diagnosa  Banding
Membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik penting  untuk pengobatan  pasien.
Komplikasi
Komplikasi stroke yang harus diwaspadai sebab  memicu   kematian dan kecacatan yaitu 
komplikasi neurologis terutama yaitu  edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, dan  transformasi perdarahan pada infark.
komplikasi medis, antara lain komplikasi pada jantung, paru (pneumonia), perdarahan saluran cerna, infeksi saluran kemih, dekubitus, trombosis 
vena dalam, dan sepsis. 
biasanya , angka kematian dan kecacatan semakin tinggi, jika pasien datang terlambat (melewati therapeutic window) dan tidak ditangani dengan cepat dan tepat di rumah sakit yang memiliki  rumahsakit stroke akut. 
pengobatan 
Pertolongan pertama pada pasien stroke akut.
--. Mengukur kadar gula darah (finger stick)
--. memberi  Dekstrose 50% 25 gram intravena (bila hipoglikemia berat)
--. Memantau irama jantung
--. Memasang cairan infus salin normal atau ringer laktat (500 ml/12 jam)
--. mengukur  perkembangan gejala stroke selama perjalanan ke rumah sakit layanan 
sekunder
--. Menenangkan pengidap 
--. mengukur  jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi
--. Menjaga jalan nafas agar tetap kuat 
--. memberi  oksigen bila diperlukan
--. Memposisikan badan dan kepala lebih tinggi (head-and-trunk up) 20-30 derajat
Rencana Tindak Lanjut
1. Merekayasa  gaya hidup sehat
Melakukan aktivitas fisik sedang pada pasien stroke iskemik atau TIA. Intensitas sedang dapat yaitu  aktivitas fisik yang cukup berarti hingga berkeringat atau meningkatkan denyut jantung 1-3 kali perminggu. 
. menasihati  untuk tidak merokok atau menghindari lingkungan perokok
. menghentikan  konsumsi alkohol
. Mengurangi berat badan pada pengidap  stroke yang kegemukan 
2. mengatasi  faktor  yang memperparah  :
Kolesterol. Trigliserida. Jantung. Tekanan darah. Gula darah pada pasien DM. 
3. Pada pasien stroke iskemik diberikan obat-obat klopidogrel, antiplatelet: asetosal, 
Konseling :
. Mengawasi agar pasien teratur minum obat.
. Membantu pasien menghindari faktor  yang memperparah, . memberi  nasihat  kepada pasien dan keluarganya agar tidak terjadi kekambuhan atau serangan serangan  stroke ulang. Jika terjadi serangan serangan  stroke ulang, harus segera memperoleh  pertolongan segera, 
ciri-ciri  Rujukan :  
Semua pasien stroke sesudah  dilakukan  diagnosa  secara klinis dan diberikan penanganan awal, segera mungkin harus dirujuk ke rumahsakit 
sekunder yang memiliki tenagamedis  spesialis saraf, terkait dengan angka kecacatan dan 
kematian yang tinggi. Dalam hal ini, perhatian terhadap therapeutic window untuk pengobatan  stroke akut sangat diutamakan.
Prognosis yaitu  dubia, tergantung luas dan letak lesi. Untuk stroke hemoragik sebagian besar dubia ad malam. Penanganan yg lambat berakibat angka kecacatan dan kematian tinggi.




BELLS’ PALSY
Bells’palsy yaitu  paralisis fasialis perifer idiopatik, yaitu   pemicu  tersering dari paralisis fasialis perifer unilateral. Bells’ palsy muncul mendadak 
(akut), unilateral, berwujud  paralisis saraf fasialis perifer, yang secara gradual dapat  mengalami perbaikan pada 80% masalah . Bells’ palsy yaitu  salah satu dari penyakit neurologis tersering yang melibatkan saraf kranialis, dan pemicu  
tersering (65%) dari masalah  paralisis fasialis unilateral akut di dunia. Bells’ palsy lebih sering ada  pada usia dewasa, pasien  dengan DM, dan wanita hamil. Peningkatan kejadian berdampak  pada kemungkinan infeksi HSV type I dan 
reaktivasi herpes zoster dari ganglia nervus fasialis. pemicu  Bells’ palsy tidak diketahui (idiopatik), dan diduga penyakit ini yaitu  bentuk polineuritis dengan kemungkinan pemicunya  virus, inflamasi, auto imun dan faktor iskemik. 
Anamnesis  :
Peningkatan produksi air mata (epifora), yang diikuti penurunan produksi air mata yang memicu   mata kering (dry eye), ipsilateral
. Hiperakusis ipsilateral. Penurunan rasa pengecapan pada lidah, ipsilateral
. Paralisis otot fasialis atas dan bawah unilateral, dengan onset akut (periode 48 jam)
. Nyeri auricular posterior atau otalgia, ipsilateral
Gejala awal: 
. Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (40%)
. Penurunan rasa pengecapan pada lidah, ipsilateral (40%)
. Hiperakusis ipsilateral (30%)
. Gangguan lakrimasi ipsilateral (50%)
. Kelumpuhan otot otot fasialis unilateral, yang memicu  hilangnya kerutan dahi ipsilateral, tidak mampu menutup mata ipsilateral, wajah merot/tertarik ke sisi kontralateral, bocor saat berkumur, tidak bisa bersiul.
. Gangguan sensorik wajah jarang ada , kecuali jika inflamasi menyebar ke saraf trigeminal.
Awitan (onset)
Awitan Bells’ palsy mendadak, dan gejala mencapai puncaknya kurang dari 2 hari . 
Gejala yang mendadak ini membuat pasien khawatir dan gelisah  . 
Mereka sering berpikir terkena stroke atau tumor otak dapat yang memicu  distorsi wajah permanen. sebab  keadaan  ini terjadi secara mendadak dan cepat, pasien sering datang langsung ke IGD. Kebanyakan pasien menyatakan paresis 
terjadi pada pagi hari. Kebanyakan masalah  paresis mulai terjadi selama pasien tidur. 
faktor  yang memperparah  ::
. Diabetes mellitus. Hipertensi. Kehamilan
. Paparan dingin (kehujanan, udara malam, AC)
. Infeksi, terutama virus (HSV tipe 1). Penyakit autoimun, 
Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung dan mulut harus dilakukan pada semua pasien dengan paralisis fasial.
--saat pasien diminta untuk mengangkat alis, sisi dahi yang lumpuh terlihatdatar. 
--. Pada tahap  awal, pasien juga dapat merasa  adanya peningkatan salivasi. Jika paralisis hanya melibatkan wajah bagian bawah saja, maka harus dipikirkan pemicu  sentral (supranuklear). Apalagi jika pasien mengeluh juga mengenai  adanya 
kelumpuhan anggota gerak (hemiparesis), gangguan keseimbangan (ataksia), 
nistagmus, diplopia, atau paresis saraf kranialis lainnya, kemungkinan besar bukan  Bell’s palsy. Pada keadaan seperti itu harus dicurigai adanya lesi serebral, serebelar, atau batang otak, oleh sebab  berbagai sebab, antara lain vaskular 
(stroke), tumor, infeksi, trauma, dan sebagainya. 
Pada Bell’s palsy, progresifitas paresis masih mungkin terjadi, namun biasanya tidak memburuk sesudah  hari ke 7 sampai 10. Jika progresifitas masih berlanjut sesudah  hari ke 7-10, harus dicurigai diagnosa  lain (bukan Bell’s palsy).
Pasien dengan kelumpuhan fasial bilateral harus dievaluasi lebih lanjut, sebab  dapat dipicu  oleh Sindroma Guillain-Barre, penyakit Lyme, meningitis (terutama tuberkulosa), penyakit autoimun (multiple sclerosis, neurosarcoidosis).
Manifestasi Okular, 
--. Kelemahan atau paralisis yang melibatkan saraf fasial (N VII) memicu kelemahan wajah (atas dan bawah)satu sisi (unilateral). Pada lesi UMN (lesi supra nuclear/di atas nukleus fasialis di pons),wajah bagian atas tidak mengalami kelumpuhan. ini dipicu  muskuli orbikularis, frontalis dan korrugator, diinervasi bilateral oleh saraf kortikobulbaris. Inspeksi awal pasien 
memperlihatkan hilangnya lipatan (kerutan) dahi dan lipatan nasolabial unilateral.
--. Saat pasien diminta untuk tersenyum, akan tampak kelumpuhan otot orbikularis oris unilateral, dan bibir akan tertarik ke sisi wajah yang normal (kontralateral). 
Komplikasi okular unilateral pada tahap  awal berwujud : 
--. Lagoftalmus (ketidakmampuan untuk menutup mata secara total)
--. Penurunan sekresi air mata
--. Kedua hal diatas memicu   paparan kornea (corneal exposure), erosi kornea, infeksi dan ulserasi kornea
--. Retraksi kelopak mata atas
Manifestasi okular lanjut 
--. Ringan: kontraktur pada otot fasial, melebarnyacelah palpebral.
--. Regenerasi aberan saraf fasialis dengan sinkinesis motorik.
--. Sinkinesis otonom (air mata buaya, berwujud  menetesnya air mata saat mengunyah).
--.  pasien mengeluh masalah air mata. ini terjadi sebab  penurunan fungsi orbicularis okuli dalam membantu ekskresi air mata. 
Nyeri auricular posterior
Separuh pasien dengan Bells’ palsy mengeluh nyeri auricular posterior. Nyeri sering 
terjadi simultan dengan paresis, namun  nyeri mendahului paresis 2-3 hari sekitar pada 
40% pasien. Pasien perlu ditanya apakah ada riwayat trauma, yang  diperhitungkan menjadi pemicu  nyeri dan paralisis fasial. Sepertiga pasien mengalami hiperakusis pada telinga ipsilateral paralisis, sebagai akibat kelumpuhan 
sekunder otot stapedius.
Gangguan pengecapan
Walaupun hanya sepertiga pasien merasa  gangguan pengecapan, sekitar 70% pasien menandakan  penurunan rasa pengecapan. Kemungkinan pasien gagal mengenal penurunan rasa, sebab  sisi lidah yang lain tidak mengalami gangguan. Penyembuhan awal pengecapan mengindikasikan penyembuhan komplit. 
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah: Darah lengkap, gula darah saat , tes faal ginjal (BUN/kreatinin serum)
diagnosa  : 
 berdasar  anamnesis,  neurologis (saraf kranialis, motorik, sensorik, serebelum). Bells’ palsy yaitu  
diagnosa  eksklusi.
Gambaran klinis penyakit yang  membantu membedakan dengan pemicu  lain dari paralisis fasialis:
1. Onset yang mendadak dari paralisis fasial unilateral 
2. Tidak adanya gejala dan tanda pada susunan saraf pusat, telinga, dan penyakit cerebellopontin angle (CPA).Jika ada  kelumpuhan pada saraf kranial yang lain, kelumpuhan motorik dan 
gangguan sensorik, maka penyakit neurologis lain harus dipikirkan (contoh : meningitis basilaris, tumor Cerebello Pontine Angle, stroke, GBS,).
Gejala tumor biasanya kronik progresif. Tumor CPA cenderung  didahului gangguan 
pendengaran (saraf VIII), diikuti gangguan saraf VII, dan V, gangguan keseimbangan (serebelar). Pasien dengan paralisis progresif saraf VII lebih lama dari 3 minggu harus dievaluasi kemungkinan pemicu  lain, contoh  neoplasma, penyakit 
autoimun, dan sebagainya. 
penggolongan 
Sistem grading ini dikembangkan oleh House and Brackmann dgn skala I sampai VI. 
1. Grade I yaitu  fungsi fasial normal. 
2. Grade II disfungsi ringan. sifat nya yaitu  antaralain :
. Gerakan dahi sedikit sampai baik.
. Menutup mata sempurna dilakukan dengan sedikit usaha.. Sedikit asimetri mulut ada  .
. Kelemahan ringan saat dilakukan inspeksi secara detil.. Sinkinesis ringan dapat terjadi. 
. Simetris normal saat istirahat.
3. Grade III yaitu  disfungsi moderat, dengan karekteristik:
. Simetris normal saat istirahat.. Gerakan dahi sedikit sampai moderat.. Menutup mata sempurna dilakukan dengan usaha.. Sedikit lemah gerakan mulut dengan usaha maksimal.. Asimetri kedua sisi terlihat jelas, kelemahan minimal.. Adanya sinkinesis, kontraktur atau spasme hemifasial ada  . 4. Grade IV yaitu  disfungsi moderat sampai berat, dengan tandanya antaralain :
. Tidak ada  gerakan dahi.. Mata tidak menutup sempurna.. Asimetris mulut dilakukan dengan usaha maksimal. . Kelemahan dan asimetri jelas terlihat.. Simetris normal saat istirahat. 
5. Grade V yaitu  disfungsi berat. sifat nya yaitu  antaralain :
. Tidak ada  gerakan pada dahi. . Mata menutup tidak sempurna.. Gerakan mulut hanya sedikit.
. Hanya sedikit gerakan yang  dilakukan.
. Asimetris juga ada  saat istirahat.
6. Grade VI yaitu  paralisis total. keadaan nya yaitu:
. Asimetris luas.. Tidak ada gerakan otot otot wajah.Dengan sistem ini, grade I dan II menandakan  hasil yang baik, grade III dan IV 
ada  disfungsi moderat, dan grade V dan VI menandakan  hasil yang buruk. Grade VI dinamakan  dengan paralisis fasialis komplit. Grade yang lain dinamakan inkomplit. Paralisis fasialis inkomplit dinyatakan secara anatomis dan dinamakan  saraf intak secara fungsional. Grade ini seharusnya dicatat pada rekam 
medis  pasien saat pertama kali datang memeriksakan diri. 
diagnosa  Banding
Penyakit-penyakit berikut dipikirkan  sebagai diagnosa  banding, yaitu:
. Sindroma autoimun. Botulismus. Karsinomatosis
. Cholesteatoma telinga tengah. Malformasi congenital. Sindroma Ramsay Hunt (adanya lesi vesicular pada telinga atau bibir). Amiloidosis
. Aneurisma a. vertebralis, a. basilaris, atau a. Carotis. Schwannoma n. Fasialis. Infeksi ganglion genikulatum. pemicu  lain, contoh  trauma kepala
. Stroke vertebrabasilaris (hemiparesis alternans)
. Acoustic neuroma danlesi cerebellopontine angle
. Otitis media akut atau kronik, 
pengobatan  
Prognosis pasien Bells’ palsy biasanya  baik. sebab  pemicunya  idiopatik, pengobatan Bell’s palsy masih kontroversi.  pengobatan yaitu  memperbaiki fungsi saraf VII (saraf fasialis) dan mencegah kerusakan saraf lebih lanjut. 
Pengobatan dipikirkan  untuk mulai diberikan pada pasien dalam tahap  awal 1-4 
hari onset.
Hal penting yang perlu diperhatikan:
1. Pengobatan inisial
--. Kortikosteroid (Prednison), dosis: 1 mg/kg atau 60 mg/day selama 6 hari, diikuti penurunan bertahap total selama 10 hari.
--. Steroid dan asiklovir (dengan prednison) mungkin efektif untuk pengobatan Bells’ palsy (American Academy Neurology/AAN, 2011).
--. Steroid kemungkinan kuat efektif dan meningkatkan perbaikan fungsi saraf 
kranial, jika diberikan pada onset awal 
--. bila  tidak ada gangguan gungsi ginjal, antiviral (Asiklovir)diberikan  dengan dosis 400 mg oral 5 kali sehari selama 7-10 hari. Jika virus varicella 
zoster dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral 5 kali/hari. 
2. Lindungi mata
Perawatan mata: lubrikasi okular topikal dengan air mata artificial (tetes air mata buatan) dapat mencegah corneal exposure. (lihat bagian pembahasan dry eye)
3. Fisioterapi atau akupunktur dilakukan sesudah  melewati tahap  akut (+/- 2 minggu).
Pemeriksaan kembali fungsi nervus facialis untuk memantau perbaikan sesudah  
pengobatan.
ciri-ciri  Rujukan : 
Terjadi kekambuhan atau komplikasi. Bila dicurigai kelainan lain ( lihat diagnosa  banding). Tidak menandakan  perbaikan, 
Prognosis biasanya  baik, keadaan  terkendali dengan pengobatan pemeliharaan. Kesembuhan terjadi dalam waktu 3 minggu pada 75% pasien.
Dapat meninggalkan gejala sisa (sekuale) berwujud  kelemahan fasial unilateral atau 
kontralateral, sinkinesis, spasme hemifasialis, dan kadang  terjadi rekurensi, 




STATUS EPILEPTIKUS
Status epileptikus yaitu  bangkitan yang terjadi lebih dari 30 menit atau adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak ada  pemulihan kesadaran.Status epileptikus yaitu  keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikan bangkitan (dalam waktu 30 
menit). diagnosa  pasti status epileptikus bila pemberian benzodiazepin awal tidak efektif dalam menghentikan bangkitan.
Anamnesis  :
 kejang, keluarga pasien perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit epilepsi  pernah memperoleh obat anti epilepsi dan penghentian obat secara tiba-tiba.Riwayat penyakit tidak menularsebelumnya juga perlu ditanyakan, seperti Diabetes Melitus, stroke,  hipertensi.
Riwayat gangguan imunitas contoh  HIV yang ditambah infeksi oportunistik dan data mengenai  bentuk dan pola kejang juga perlu ditanyakan secara mendetil.
Pada pemeriksaan ada   adanya kejang atau gangguan perilaku, penurunan kesadaran, sianosis, diikuti oleh takikardi dan peningkatan tekanan darah, dan sering diikuti hiperpireksia.
Pemeriksaan Penunjang 
Laboratorium: pemeriksaan gula darah saat .diagnosa  :
diagnosa  Status Epileptikus (SE) dilakukan dari anamnesis dan diagnosa  Banding
Pseudoseizure
Komplikasi  Asidosis metabolik, aspirasi, trauma kepala 
pengobatan 
Pasien dengan status epilektikus, harus dirujuk ke rumahsakit sekunder yang memiliki tenagamedis  spesialis saraf. Pengelolaan SE 
sebelum sampai rumahsakit .
1. Stadium I (0-10 menit)
a. Memperbaiki fungsi kardiorespirasi
b. Memperbaiki jalannafas, pemberian oksigen, resusitasi bila perlu
c. Pemberian benzodiazepin rektal 10 mg
2. Stadium II (1-60 menit)
a. Pemeriksaan status neurologis
b. Pengukuran tekanan darah, nadi suhu
c. Pemeriksaan EKG (bilatersedia)
d Memasang infus pada pembuluh darah besar dengan NaCl 0,9 %. 
pemantauan obat dan bangkitan pada pasien.
Konseling :
memberi  informasi penyakit kepada pasien  dan keluarganya, mengenai :
. Penyakit dan tujuan merujuk
. Pencegahan komplikasi terutama aspirasi
. Pencegahan kekambuhan dengan meminum OAE teratur dan tidak menghentikannya secara tiba-tiba
4. Menghindari aktifitas dan tempat-tempat berbahaya
ciri-ciri  Rujukan :  
Semua pasien dengan status epileptikus sesudah  dilakukan  diagnosa  dan sudah  memperoleh  penanganan awal segera dirujuk untuk:. Mengetahui etiologi. Pengaturan obat. Mengatasi serangan serangan . Mencegah komplikasi





DELIRIUM
Delirium yaitu  gangguan kesadaran yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian.
Anamnesis  :
 penurunan kesadaran, ditandai dengan:
. Gangguan emosi. Arus dan isi pikir yang kacau
. Gangguan siklus bangun tidur. Berkurangnya atensi. Gangguan psikomotor. Gejala diatas terjadi dalam jangka waktu yang pendek dan cenderung 
berfluktuasi dalam sehariHasil yang  diperoleh pada autoanamnesis, yaitu:
 Adanya perilaku yang tidak terkendali. 
Alloanamnesis, yaitu adanya gangguan medis  lain yang mendahului terjadinya gejala 
delirium, contoh  gangguan medis  biasanya , atau penyalahgunaan zat.Pasien tidak mampu menjawab pertanyaan tenagamedis  sesuai dengan apa yang diharapkan, ditanyakan.
faktor  yang memperparah  :
Adanya gangguan medis  biasanya , seperti:
Penyakit sistemik, seperti: infeksi, gangguan metabolik, penyakit jantung, COPD, 
gangguan ginjal, gangguan hepar
. Penyalahgunaan zat. Penyakit SSP (trauma kepala, tumor, pendarahan, TIA)
gejala vital dan  generalis terutama sesuai penyakit utama
Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan pada layanan primer. 
Pemeriksaan yang dilakukan untuk delirium, yaitu : . Mini-mental State Examination (MMSE).
. Pemeriksaan laboratorium untuk  mencari diagnosa  penyakit utama, yaitu: 
 ureum, kreatinin, urinalisis, analisis gas darah, foto toraks, elektrokardiografi, dan CT Scan kepala, jika diperlukan.Hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, gula darah, elektrolit (terutama natrium), SGOT, SGPT,
diagnosa  : dilakukan  berdasar  anamnesis dan .
syarat  diagnosa : untuk delirium dalam DSM-IV-TR (diagnosa  and Statistical Manual for Mental Disorder – IV – Text Revised), yaitu :
--. Perkembangan dari gangguan selama periode waktu yang singkat (biasanya  jam sampai hari) dan kecenderungan untuk berfluktuasi dalam perjalanan hariannya;
--. Bukti dari riwayat,  atau temuan laboratorium, bahwa gangguan ini  dipicu  oleh:  keadaan  medis biasanya , intoksikasi, efek samping, 
putus obat dari suatu substansi.
--. Gangguan kesadaran ditambah  menurunnya kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, dan mengubah perhatian;
--. Gangguan Perubahan kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak berkaitan dengan demensia sebelumnya, yang sedang berjalan atau memberat;
diagnosa  Banding
kelainan neurologis.Demensia, psikosis fungsional, pengobatan 
Tujuan Terapi
Mengobati gangguan perilaku terkait delirium, contoh  agitasi psikomotor. Mencari dan mengobati pemicu  delirium . Memastikan keamanan pasien, 
pengobatan 
Bila belum memperoleh  pengobatan, pasien diberikan  obat anti psikotik. Obat ini diberikan bila  ada  gejala psikosis dan atau agitasi, yaitu: 
Haloperidol injeksi 2-5 mg IntraMuskular (IM)/ IntraVena (IV). Injeksi dapat diulang setiap 30 menit, dengan dosis maksimal 20 mg/hari.
. keadaan  pasien harus dijaga agar terhindar dari risiko kecelakaan selama perawatan.
. bila  pasien sudah  memperoleh pengobatan, sebaiknya tidak menambahkan obat pada terapi yang sedang dijalanin oleh pasien.
Konseling :
memberi  informasi terhadap keluarga/ care giver agar mereka dapat memahami mengenai  delirium dan terapinya.
ciri-ciri  Rujukan : 
Bila gejala agitasi sudah  terkendali, pasien dapat segera dirujuk ke rumahsakit 
rujukan sekunder untuk memperbaiki penyakit utamanya.





KEJANG DEMAM
Kejang Demam (KD) yaitu  bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang berkaitan  dengan demam, namun  tidak dipicu  infeksi intrakranial atau pemicu  lain seperti trauma kepala, gangguan kesimbangan elektrolit, hipoksia atau hipoglikemia.
Anamnesis  :
   kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang. Perlu deskripsi kejang seperti tipe kejang, lama, frekuensi dan kesadaran sesudah  kejang. lalu  mencari kemungkinan adanya faktor pemicu  atau pemicu  kejang. biasanya  kejang demam terjadi pada anak danberlangsung pada permulaan demam akut.Sebagian besar berwujud  serangan serangan  kejang klonik biasanya  atau tonik klonik, singkat dan tidak ada gejala neurologi post iktal.Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, keadaan  medis yang berkaitan , obat-obatan, trauma, gejala infeksi,  neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.Riwayat kejang demam dalam keluarga juga perlu ditanyakan.
faktor  yang memperparah  :
1. Demam
a. Demam yang berperan pada KD, akibat:
Infeksi THT Infeksi saluran kencing Roseola infantum/infeksi virus akut lain. Paska imunisasi
 Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pencernaan, 
 b. Derajat demam:
35% dari anak dengan demam > 400C 
 65% dari anak dengan demam ≥ 390C
 2. Usia 
a. biasanya  terjadi pada usia 6 bulan–6tahun
b. Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan
c. Kejang demam sebelum usia 5–6 bulan mungkin dipicu  oleh infeksi SSP
d. Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu dipikirkan  febrile seizure plus (FS+).
3. Gen 
Risiko meningkat 8% bila pasien  tua mengalami kejang demam,  Risiko meningkat 4x bila saudara sekandung mengalami kejang demam dimulai dengan gejala vital dan kesadaran. Pada kejang 
demam tidak ada  penurunan kesadaran. Pemeriksaan biasanya  ditujukan untuk 
mencari gejala infeksi pemicu  demam. Pemeriksaan neurologi meliputi 
saraf kranial, motrik, tonus otot, refleks fisiologis dan patologis.kepala, ubun-ubun besar, tanda rangsang meningeal, pupil, 
Pemeriksaan penunjang  untuk mencari pemicu  demam. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan :
 Pemeriksaan lain atas indikasi : glukosa, elektrolit, pungsi lumbal. Pemeriksaan hematologi rutin dan urin rutin
diagnosa  :
 berdasar  anamnesis dan . penggolongan  kejang demam terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Kejang demam sederhana
Kejang tidak berulang dalam 1hari .. Kejang biasanya  tonik, klonik atau tonik-klonik.. Durasi< 15 menit
2. Kejang demam kompleks 
Kejang berulang dalam 1hari .. Kejang fokal atau fokal menjadi biasanya .. Durasi> 15 menit
diagnosa  Banding
 Meningitis. Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.Epilepsi
Komplikasi dan prognosis
Kejang demam suatu kondis yang jinak/benign, tidak memicu  kematian. Sebagian besar akan menghilang pada usia 5-6 tahun. faktor  yang memperparah  : epilepsi di lalu  hari tergantung dari: ada  defisit neurologis. kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, 
pengobatan 
--. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan 
prognosisnya.
--. Farmakoterapi ditujukan untuk pengobatan  kejang akut dan pengobatan  
profilaksis untuk mencegah kejang berulang. 
--. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejang akut yaitu  dengan:
a. Diazepam per rektal (0,5mg/kg BeratBadan ) atau BB < 10 kg diazepam rektal 5 mg ,
BB > 10 kg diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera diberikan jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan mudah. Jika akses intravena sudah  diperoleh diazepam lebih baik diberikan intravena 
dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV 0,3-0,5 mg/kg BeratBadan /kali dengan maksimum pemberian 20 mg. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV diberikan  2 kali dengan interval 5 menit. Lorazepam intravena, setara 
efektivitasnya dengan diazepam intravena dengan efek samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam pengobatan kejang akut. 
b. Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/intravena masih ada  kejang diberikan  fenitoin IV dengan dosis inisial 20 mg/kg BeratBadan , 
diencerkan dalam NaCl 0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%, dengan kecepatan pemberian 1mg/kg BeratBadan /menit, maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum yaitu  1000 mg. Jika dengan fenitoin masih ada  kejang, diberikan  fenobarbital IV dengan dosis inisial 20 mg/kg BeratBadan , tanpa pengenceran dengan kecepatan pemberian 20 mg/menit. 
Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam lalu  dengan dosis 5-7 mg/kg BeratBadan /hari dalam 2 dosis. Jika kejang berhenti dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam lalu  denagn dosis 4-6 mg/kg BeratBadan /hari dalam 2 dosis. 
4. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang 
di lalu  hari.
--. Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3 mg/kg BeratBadan /kali 
tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode demam, terutama dalam waktu 1hari  sesudah  munculnya  demam.
--. Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital dosis 4-6 mg/kg BeratBadan /hari dibagi 2 dosis atau asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kg BeratBadan /hari dibagi 2-3 dosis. Profilaksis hanya diberikan pada masalah -masalah  tertentu seperti kejang demam dengan status epileptikus, ada  defisit neurologis yang nyata seperti 
cerebral palsy. Profilaksis diberikan selama 1 tahun. Indikasi EEG
Tidak ada  indikasi pemeriksaan EEG pada kejang demam , kecuali jika ada  keragu-raguan apakah ada demam sebelum kejang. Indikasi pencitraan (CT-scan/MRI kepala)
Pemeriksaan pencitraan hanya dilakukan jika ada  kejang demam yang bersifat fokal atau ada  defisit neurologi pada . 
Konseling : membantu  keluarga mengatasi 
pengalaman menegangkan akibat kejang demam dengan memberi  informasi mengenai:
Rendahnya risiko terkena epilepsi dan tidak adanya manfaat memakai  terapi obat antiepilepsi dalam mengubah risiko itu. .  Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau kesulitan intelektual akibat kejang demam.
. Kejang demam kurang dari 30 menit tidak memicu  kerusakan otak.. Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan.
ciri-ciri  Rujukan : 
Jika diperlukan pemeriksaan penunjang seperti EEG dan pencitraan (lihat indikasi EEG dan pencitraan). . bila  kejang tidak membaik sesudah  diberikan obat antikonvulsan sampai lini ketiga (fenobarbital).
Peralatan
Tabung oksigen dan kelengkapannya, infus set, diazepam rektal/intravena, lorazepam, fenitoin IV, fenobarbital IV, NaCl 0,9%. 





TETANUS NEONATORUM
24% pemicu  kematian neonatus yaitu  tetanus 
neonatorum. Tetanus neonatorum bertanggung jawab terhadap 70% kematian neonatus yang dipicu  oleh penyakit yang  dicegah dengan imunisasi. Tetanus neonatorum dapat dicegah dengan imunisasi dan atau pelayanan 
persalinan dan sesudah  persalinan yang bersih. gejala  muncul  sesudah  toksin mencapai susunan saraf. Masa inkubasi    antara 3-10 hari. Trismus akibat spasme otot masseter ada  pada 
lebih dari separuh pengidap , diikuti kekauan otot leher, sulit menelan makanan  dan mulut 
mencucu seperti mulut ikan. Spasme otot punggung dan otot perut. Spasme dapat 
terjadi spontan atau terhadap rangsangan dengan frekuensi yang beragam . 
Kesadaran masih intak.Anamnesis, meliputi :
Status imunisasi TT ibu sebelum dan selama kehamilan. Sejak kapan bayi tidak dapat menetek 
. Berapa lama selang waktu antara gejala  tidak dapat menetek dengan gejala spasme pertama 
. Penolong persalinan apakah tenaga medis/paramedis/non medis/dukun bayi
. sudah  memperoleh  pelatihan atau belum
. Alat yang dipakai memotong tali pusat
. Ramuan apa yang dibubuhkan pada perawatan tali pusat, 
Hasil   dan Penunjang :
 . Kesadaran intak. Trismus. Kekakuan otot leher, punggung, perut. Mulut mencucu seperti mulut ikan
. Kejang
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus  untuk tetanus neonatorum. diagnosa  utamanya dilakukan  dengan adanya gejala  seperti trismus, 
disfagia, kekakuan otot (muscular rigidity).
diagnosa  :
 berdasar  anamnesis,   dan penunjang.
diagnosa  Banding
Semua pemicu  kejang neonatus seperti Kongenital ( cerebral anomalies ), perinatal (komplikasi persalinan, trauma perinatal dan  atau perdarahan intracranial) 
dan postnatal (Intervensi dan  gangguan metabolik)
Komplikasi
Fraktur, dislokasi mandibular, hipoksia dan pneumonia aspirasi, Long bone fractures
pengobatan 
pengobatan  dilakukan dengan :
1. Eradikasi kuman
--. Penisilin prokain 50.000 IU/kg/kali IM, tiap 12 jam, --.Tali pusat dibersihkan dengan alcohol 70% atau providon iodin.
--. Antibiotikatau
--. Ampisilin 50 mg/kg/dosis, atau
 Usia gestasi (UG) < 37 minggu 
- n< 28 hari tiap 12 jam
- > 28 hari tiap 8 jam
 UG > 37 minggu
- < 7 hari tiap 12 jam
- > 7 hari tiap 8 jam
e. Metronidazole loading dose 15mg/kg/dosis, lalu   7,5mg/kg/dosis, atau 
f. Interval 
 Usia < 28 hari tiap 12 jam
 Usia > 28 hari tiap 8 jam
g. Pemberian dosis rumatan
 UG < 37 minggu 1hari  sesudah  loading dose
 UG > 37 minggu 12 jam sesudah  loading dose
h. Eritromisin 15-25 mg/kg/dosis tiap 8 jam
Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan sefotaksim 50 mg/kg/dosis
 UG < 30 minggu 
- <28 hari tiap 12 jam
- >28 hari tiap 8 jam
 UG > 30 minggu
- < 14 hari tiap 12 jam
- > 14 hari tiap 8 jam
2. Netralisasi toksin
--. Bila tersedia diberikan  HTIG 3000-6000 IU IM
--. ATS 50.000 – 100.000 IU, setengah dosis IM, setengahnya IV, dilakukan uji kulit lebih dahulu.
3. memberi  pelemas otot untuk mengatasi spasme ototDiazepam 20-40 mg/kg BeratBadan /hari, drip, dilarutkan dalam larutan dekstrose 5% 
memakai  syringe pump. Obat dibagi menjadi 4 sediaan untuk menghindari efek pengendapan obat diazepam. Hati-hati terjadi henti napas 
dalam pemberiannya. Bila diazepam sudah  mencapai dosis maksimal namun  spasme tetap tidak teratasi disaran  pemberian pelumpuh otot pankuronium 0,05-0,1 mg/kg BeratBadan /kali dang pemakaian  ventilator mekanik.
4. Terapi pendukung 
Keseimbangan cairan, elektrolit dan kalori
. Pemberian oksigen. Pembersihan jalan nafas. 
5. Imunisasi
Diberikan imunisasi Tetanus Toksoid sesuai dengan jadwal imunisasi diberikan saat pengidap  pulang.
Konseling : :
. Pencegahan tetanus neonatorum dilakukan dengan menjaga proses persalinan tetap aseptic termasuk saat pemotongan tali pusat.2. Imunisasi aktif wanita hamil dengan 2 dosis Tetanus Toksoid 0,5 ml dengan jarak penyuntikan 2 bulan dapat mencegah terjadinya penyakit tetanus neonatroum



LARINGITIS AKUT
Laringitis yaitu  peradangan pada laring   dipicu  oleh virus, jamur, bakteri, Laringitis  yaitu  akibat dari Refluks  gastroesofageal, bronkitis, pneumonia,  infeksi pada pita suara, pemakaian  suara yang berlebihan, terpapar  polutan eksogen,  Laringitis  diderita oleh anak usia 3 bulan hingga 3 tahun,   ditambah  inflamasi pada trakea dan bronkus dan dinamakan  penyakit 
croup. Penyakit ini kebanyakan  dipicu  oleh virus,  virus influenza A,  influenza B, RSV, parainfluenza, adenovirus,   virus campak.   M. pneumonia juga bisa  memicu  croup.
Anamnesis Keluhan  :
Keluhan  Gejala radang umum, seperti demam, malaise. Batuk kering yang lama kelamaan ditambah  dengan dahak kental.Sesak nafas dan stridor.. Nyeri tenggorokan, terutama nyeri saat  menelan atau berbicara. Pasien mengeluh  suara serak atau hilang suara (afonia).gejala  suara parau,  suara  kasar,  suara  susah keluar,  suara dengan nada rendah bahkan sampai tidak bersuara sama sekali(afoni). ini  terjadi sebab  gangguan getaran dan  ketegangan kedua pita suara kiri dan kanan, Gejala common cold, seperti bersin-bersin, nyeri tenggorokan  hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan 
suhu  yang tidak mengalami peningkatan dari 38o C. . Obstruksi jalan nafas jika  ada edema laring diikuti edema subglotis yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak menjadi resah, cemas , nafas berbunyi, air hunger, sesak semakin bertambah berat.Laringitis kronik ditandai dengan afonia yang persisten. Pada pagi hari, biasanya  tenggorokan terasa sakit namun membaik pada suhu yang lebih hangat. Nyeri 
tenggorokan dan batuk menurun   kembali menjelang siang. Batuk ini bisa  juga dipicu oleh udara dingin atau minuman dingin.
pemicu keparahan: 
Perubahan suhu yang mendadak  Malnutrisi.kondisi  menurunnya sistem imun atau daya tahan tubuh.pemakaian  suara yang berlebihan.
terpapar  zat iritatif seperti asap rokok dan minum-minuman alkohol.Adanya refluks laringofaringeal, bronkitis, dan pneumonia, Rhinitis alergi, 
Pemeriksaan Laringoskopi indirek (khusus untuk pasien dewasa): Pada laringitis kronik, bisa  muncul  nodul, ulkus dan penebalan mukosa pita suara. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis dan membengkak terutama di bagian atas dan bawah pita suara.Biasanya ada   tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal. 
Pemeriksaan Penunjang : 
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap.
Foto rontgensoft tissue leher AP lateral: bisa tampak pembengkakan jaringan  subglotis(Steeple sign). Tanda ini muncul  pada 50% masalah .
Foto toraks AP.
diagnosa berdasar Pemeriksaan Penunjang :,  anamnesis, pemeriksaan fisik, 
penggolongan :
1. Laringitis Akut yaitu  radang akut laring, dipicu  oleh virus dan bakteri. Keluhan berlangsung <3 minggu dan biasanya  dipicu  oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirusdan adenovirus.  Staphylococcus aureus,  Streptococcuspneumoniae, Haemofilus influenzae, 
Branhamellacatarrhalis, Streptococcus pyogenes, 
2. Laringitis kronik bisa  terjadi Sesudah  laringitis akut yang berulang, sinusitis kronis, terpapar  iritan yang bersifat konstan,  konsumsi alkohol berlebih, deviasi septum berat, polip hidung, bronkitis kronik, refluks laringofaring, merokok, 
Tanda dari laringitis kronik ini yaitu nyeri tenggorokan yang tidak menonjol ,Mungkin juga dipicu  penyalahgunaan suara seperti berteriak-teriak atau bicara keras. suara serak,  ada   edema pada laring. 
3. Laringitis Kronik khusus 
a. Laringitis tuberkulosa
Penyakit ini dipicu  tuberkulosis paru. Sesudah  diobati, biasanya tuberkulosis paru sembuh namun laringitis tuberculosis menetap (memerlukan  pengobatan yang lebih lama), sebab 
struktur mukosa laring sangat lekat pada kartilago dan  vaskularisasi tidak sebaik paru. ada   4 stadium:
 Stadium Infiltrasi
Mukosa laring membengkak, hiperemis (bagian posterior),  pucat. Terbentuk tuberkel di area  submukosa, tampak  bintik-bintik kebiruan. Tuberkel membesar, menyatu sehingga mukosa di atasnya meregang. Bila pecah akan muncul  ulkus.
 Stadium Ulserasi
Ulkus membesar, dangkal, dasarnya ditutupi perkejuan dan terasa nyeri oleh pasien
 Stadium Perikondritis
Ulkus makin dalam mengenai kartilago laring, paling sering terkena kartilago aritenoid, dan epiglottis. Terbentuk nanah yang berbau sampai 
terbentuk sekuester. Pada stadium ini kondisi  pasien rendah  dan bisa  meninggal. Bila bertahan maka berlanjut ke stadium akhir yaitu stadium 
fibrotuberkulosis
 Stadium Fibrotuberkulosis
Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan subglotik.
b. Laringitis luetika
Radang menahun ini jarang muncul . 
diagnosa   Banding :
Tumor pada laring, Kelumpuhan pita suara
Benda asing pada laring, Faringitis, Bronkiolitis, Bronkitis, Pneumonia, 
Komplikasi 
Obstruksi jalan napas atas, Pneumonia, Bronkhitis
Pengobatan : 
1. Non- Medikamentosa( obat)  
Bila ada   sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa endotrakea, atau trakeostomi. Istirahat suara (vocal rest). Rehabilitasi suara (voice therapy), bila diperlukan.Meningkatkan konsumsi  cairan.
2.  Medikamentosa( obat)  
Proton Pump Inhibitor pada laringitis yang dipicu  oleh refluks laringofaringeal.Kortikosteroid bisa  diberikan jika laringitis berat.Laringitis tuberkulosis: obat antituberkulosis.
Laringitis luetika: penisilin dengan dosis tinggi.
Parasetamol atau Ibuprofen sebagai antipiretik dan analgetik.Pemberian antibiotik dilakukan bila peradangan dari paru dan bila pemicu  berwujud  Streptokokus grup A muncul  melalui kultur. Pada masalah  ini, antibiotik yang bisa  dipakai  yaitu golongan Penisilin.
Pengobatan  lanjutan:
Pemeriksaan laringoskopi indirek kembali untuk memeriksa perbaikan organ laring.
Konseling :
Mengistirahatkan pasien berbicara dan bersuara atau tidak bersuara berlebihan.
Menghindari makanan yang mengiritasi atau meningkatkan asam lambung. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga berenang  teratur.Menghentikan merokok.
Rawat rumah sakit jika:
dehidrasi atau exhausted. Ada kecurigaan tumor laring.ada   tanda sumbatan jalan nafas atas.
 Usia penderita dibawah 3 tahun.Tampak toksik, sianosis, 



TONSILITIS AKUT
Tonsilitis yaitu  peradangan tonsil palatina yaitu   bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan jaringan limfoid yang ada   di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), 
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ 
Gerlach’s tonsil).Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak berusia 3 sampai 10 tahun. 
Anamnesis Keluhan  :
. Mulut berbau (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri 
telan yang hebat (ptialismus). 
. Pada tonsilitis kronik, pasien mengeluh ada penghalang / mengganjal di tenggorok, tenggorok terasa kering dan pernafasan berbau (halitosis).
Nyeri bisa  menyebar sebagai referred pain ke telinga.  Demam yang bisa  sangat tinggi sampai memicu  kejang pada bayi dan anak-anak. 
pusing  badan lesu, dan nafsu makan berkurang. 
Plummy voice / hot potato voice: suara pasien terdengar seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Rasa kering di tenggorokan sebagai gejala awal.Nyeri pada tenggorok, terutama saat menelan. Rasa nyeri semakin lama semakin bertambah sehingga anak menjadi tidak mau makan. Pada Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) gejala yang muncul  yaitu  demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorokan, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. pemicu keparahan: 
Rangsangan menahun (contoh  rokok, makanan tertentu).,kebersihan  rongga mulut yang kurang baik.Riwayat alergi, Faktor usia, terutama pada anak.
. Penurunan daya tahan tubuh.
Pemeriksaan Fisik : 
1. Tonsilitis akut: 
Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga tampak udem dan hiperemis.  Kelenjar limfe leher bisa  membesar dan ditambah  nyeri tekan.
Tonsil hipertrofik dengan ukuran ≥ T2.
Bercak detritus ini bisa  melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi ruang antara kedua tonsil sehingga 
tampak menyempit. Temuan ini mengarahkan pada Diagnosa  banding:  tonsilitis difteri.
. Hiperemis dan ada   detritus di dalam kripti yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas dinamakan  tonsilitis folikularis. Bila bercak￾bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. 
2. Tonsilitis kronik: 
Pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami perlengketan.Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan berisi detritus.
3. Tonsilitis difteri: 
Tampak pseudomembran yang melekat erat pada dasar tonsil sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.Tampak tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas
berdasar  rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil bisa  dibagi menjadi:
1. T0: tonsil sudah diangkat.
2. T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula.
3. T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringatau batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior￾uvula.
4. T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior￾uvula.
5. T4: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.
Pemeriksaan  Penunjang :
1. Darah lengkap
diagnosa  dilakukan  berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, untuk diagnosa definitif dengan Pemeriksaan Penunjang :.
Diagnosa  banding: 
tumor tonsil, Infiltrat tonsil, limfoma, 
Komplikasi 
1. Komplikasi lokal
Otitis media akut, Rinosinusitis, Abses peritonsil (Quinsy), Abses parafaringeal, 
2. Komplikasi sistemik
Glomerulonephritis, Miokarditis,  Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
Pengobatan : 
Pemberian obat topikal bisa  berwujud  obat kusia  antiseptik Pemberian obat oral sistemik, . Istirahat cukup. Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi, Menjaga kebersihan mulut. 
a. Tonsilitis viral.
Istirahat, minum cukup, analgetika / antipiretik (contoh , Paracetamol), dan antivirus diberikan bila gejala berat. Antivirus Metisoprinol diberikan pada infeksi virus dengan dosis 60-100mg/kg BeratBadan  dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada pasien dewasa dan pada anak < 5 tahun diberikan  50mg/kg BeratBadan  dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
b. Tonsilitis bakteri
Bila diduga pemicu nya Streptococcus group A, diberikan antibiotik yaitu Penisilin G Benzatin 50.000 U/kg BeratBadan /IM dosis tunggal atau Amoksisilin 50  mg/kg BeratBadan  dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 
mg selama 6-10 hari atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan Kortikosteroid sebab  steroid terbukti  perbaikan klinis yang bisa  menekan reaksi inflamasi. Steroid yang bisa  diberikan berwujud  Deksametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan pada 
anak-anak 0,01 mg/kg BeratBadan /hari dibagi 3 kali pemberian selama 3 hari. 
Analgetik / antipiretik, contoh  Paracetamol bisa  diberikan. 
c. Tonsilitis difteri
Anti Difteri Serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan  dosis 20.000-100.000 unit tergantung usia  dan jenis kelamin. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25-50 mg/kg BeratBadan /hari. Antipiretik untuk simptomatis dan pasien harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 
2-3 minggu.
d. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) Antibiotik spektrum luas diberikan selama 1 minggu, dan pemberian vitamin C dan  vitamin B kompleks.
Indikasi dan Kontraindikasi Tonsilektomi 
, indikasi  tonsilektomi, yaitu: 
Kontraindikasi relatif tonsilektomi:
Anemia, Gangguan perdarahan, Risiko anestesi atau penyakit sistemik yang berat
Konseling :
Melakukan pengobatan yang kuat  sebab  risiko kekambuhan cukup tinggi.. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga berenang  teratur. Berhenti merokok.. Selalu menjaga kebersihan mulut.. Mencuci tangan secara teratur.Menghindari pemicu , termasuk makanan dan minuman yang mengiritasi
Pengobatan  lanjutan:
melaporkan  ke health department  setempat jika ada   masalah  tonsilitis difteri.
 rujuk ke health department  jika:
Adanya indikasi tonsilektomi, Pasien dengan tonsilitis difteri, Komplikasi tonsilitis akut: abses peritonsiler, septikemia, meningitis, 
glomerulonephritis, demam rematik akut.



ASMA BRONKIAL (ASMA STABIL)
a. Asma pada Dewasa
Asma yaitu  penyakit heterogen, selalu dicirikan  dengan inflamasi kronis di saluran napas. ada   riwayat gejala respirasi seperti mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang intensitasnya berberda-beda berdasar  keragaman keterbatasan 
aliran udara ekspiras
Anamnesis Keluhan  :
Gejala khas untuk Asma, jika ada maka menigkatkan kemungkinan pasien memiliki 
Asma, yaitu :
Gejala beragam   waktu dan intensitasnya
. Gejala dipicu oleh infeksi virus, latihan, terpapar  allergen, perubahan cuaca, tertawa atau iritan seperti asap kendaraan, rokok atau bau yang sangat tajam, 
ada   lebih dari satu gejala ( mengi, sesak, dada terasa berat) khususnya pada dewasa muda
 Gejala sering menurun   di malam hari atau pagi dini hari, Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik pasien asma biasanya normal. ketidaknormalan  yang  sering muncul  yaitu  mengi ekspirasi saat pemeriksaan auskultasi, namun  ini bisa saja hanya terdengar saat ekspirasi paksa. Mengi bisa  juga tidak tampak  selama eksaserbasi asma yang berat sebab  penurunan aliran napas dinamakan “silent chest”.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan darah (eosinofil dalam darah)
Arus Puncak Ekspirasi (APE) memakai  Peak Flowmeter, 
Diagnosa  :
diagnosa  dilakukan  berdasar  anamnesis, pemeriksaan fisik  dan Pemeriksaan Penunjang :, yaitu ada   kenaikan ≥15 % rasio APE sebelum dan sesudah pemberian inhalasi salbutamol.
Diagnosa  banding: 
Kistik fibrosis, Gagal jantung, Defisiensi benda asing,  Disfungsi pita suara, Hiperventilasi, Bronkiektasis, 
Pengobatan : 
Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan jangka panjang dan  menetapkan pengobatan pada serangan akut , Pasien disarankan untuk mengidentifikasi dan  mengatasi  pemicunya .
Pemeriksaan Penunjang : Lanjutan 
Foto toraks, Uji provokasi bronkus, Spirometri
Uji kepekaan  kulit, 
Komplikasi
Asma resisten terhadap steroid., Pneumotoraks, Pneumomediastinum, Gagal napas, 
Konseling :
checkup  secara teratur antara lain untuk menilai dan pemantauan  berat asma secara berkala (asthma control test/ ACT), menasihati  pasien dan keluarga  mengenai ciri penyakit , sifat penyakit, perubahan penyakit
(apakah membaik atau menurun  ), jenis dan mekanisme kerja obat-obatan,  mengetahui kapan harus meminta pertolongan tenaga medis .
 Pola hidup sehat. Menghindari setiap pemicu .
 memakai bronkodilator/steroid inhalasi sebelum melakukan exercise untuk mencegah exercise induced asthma.. Bila sering terjadi eksaserbasi.
Pada serangan asma akut sedang dan berat.
 Asma dengan komplikasi., Persiapan dalam melakukan rujukan bagi pasien asma, yaitu:
. ada   oksigen.. Pemberian steroid sistemik injeksi atau inhalasi disamping pemberian bronkodilator kerja cepat inhalasi.. Pasien harus didampingi oleh tenaga medis /tenaga kesehatan terlatih selama perjalanan menuju ke rumahsakit  . 
peralatan medis :
Tabung oksigen. Kanul hidung. Masker sederhana. Nebulizer. Masker inhalasi. Peak flow meter, Spirometri, Asthma control test
ASMA PADA ANAK
Asma yaitu  mengi berulang dan atau  batuk persisten dengan sifat  antaralain : muncul  secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, Sesudah  aktivitas fisik, dan  ada   riwayat asma atau atopi lain pada 
pasien dan atau  keluarganya. Inflamasi ini juga berkaitan  dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan. Prevalens total asma di dunia  diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).
Anamnesis Keluhan  :
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat agar diperoleh riwayat penyakit yang  akurat mengenai gejala sulit bernapas, mengi atau dada terasa berat yang bersifat episodik dan berkaitan dengan musim dan  ada   riwayat asma atau penyakit 
atopi pada anggota keluarga. meski  informasi akurat mengenai hal  ini  tidak mudah diperoleh  , beberapa pertanyaan berikut ini bermanfaat  dalam pertimbangan diagnosa   asma :
Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat, atau batuk Sesudah  terpajan alergen atau polutan?. Apakah jika mengalami pilek, anak memerlukan  >10 hari untuk sembuh?. Apakah gejala klinis membaik Sesudah  pemberian pengobatan anti-asma?. Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang?. Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?. Apakah anak mengalami mengi atau batuk Sesudah  berolahraga berenang ?
 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, biasanya  tidak muncul  kelainan saat pasien tidak mengalami serangan. Pada sebagian kecil pasien yang derajat asmanya lebih berat, bisa  ditemukan  mengi di luar serangan. Dengan adanya kesulitan ini, diagnosa   asma pada bayi dan anak kecil (di bawah usia 5 tahun) hanya yaitu   (penilaian hanya berdasar  gejala dan pemeriksaan fisik  dan tanggapan  terhadap pengobatan). Pada golongan  usia ini, tes fungsi paru atau pemeriksaan untuk 
mengetahui adanya kepekaan tinggi  saluran napas tidak mungkin dilakukan dalam praktek sehari-hari. Kemungkinan asma perlu dipikirkan pada anak yang hanya menandakan  batuk sebagai satu-satunya gejala dan pada pemeriksaan fisik  tidak muncul  mengi, sesak, dan lain-lain. Pada anak yang tampak sehat dengan batuk malam hari yang rekuren, asma harus dipertimbangkan sebagai probable diagnosa  . 
Beberapa anak menandakan  gejala Sesudah  berolahraga berenang . 
Pemeriksaan Penunjang :
Arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow meter. prinsip  standart  yaitu  cara mengukur nilai diurnal APE terbaik yaitu  pengukuran selama 
paling sedikit 1 minggu dan hasilnya dinyatakan sebagai persen nilai terbaik dari selisih nilai APE pagi hari terendah dengan nilai APE malam hari tertinggi. Jika diperoleh variabilitas APE diurnal > 20% (petanda adanya perrendah an asma) maka 
diagnosa   asma perlu dipertimbangkan.
Diagnosa  :
Asma Stabil
Jika gejala dan tanda klinis jelas dan  tanggapan  terhadap pemberian obat asma baik, pemeriksaan lebih lanjut tidak perlu dilakukan. Jika tanggapan  terhadap obat asma tidak baik, sebelum mengganti obat dengan yang lebih poten, harus dinilai lebih dahulu  apakah dosis sudah kuat , cara dan waktu pemberian sudah benar, dan  
ketaatan pasien baik. Bila semua aspek ini  sudah dilakukan dengan baik dan benar, diagnosa   bukan asma perlu dipikirkan
Asma Eksaserbasi
Eksaserbasi (serangan) asma yaitu  periode  perrendah an gejala  asma secara progresif. Gejala yang dimaksud yaitu  sesak napas, batuk, mengi, dada rasa tertekan, atau berbagai campuran  gejala ini . biasanya , eksaserbasi  ditambah  distres pernapasan. Serangan asma ditandai oleh penurunan PEF atauFEV1. Pengukuran ini yaitu  indikator yang lebih bisa  dipercaya dibandingkan  
penilaian berdasar  gejala. Sebaliknya, derajat gejala lebih peka  untuk menandakan  awal terjadinya ekaserbasi sebab  memberatnya gejala biasanya mendahului perrendah an PEF. Derajat serangan asma beragam   mulai dari yang 
ringan sampai yang mengancam jiwa, perrendah an bisa  terjadi dalam beberapa menit, jam, atau hari. Serangan akut biasanya muncul  akibat terpapar  faktor pemicu  (paling sering infeksi virus atau allergen atau campuran  keduanya), sedang  serangan berwujud  perrendah an yang bertahap menandakan  kegagalan pengelolaan jangka panjang penyakit.
Asma Stabil
Obat asma bisa  dibagi dalam 2 golongan  besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda kadang  juga dinamakan  obat pelega atau obat serangan. Obat golongan  ini dipakai  untuk meredakan serangan atau gejala asma yang  muncul . Jika serangan sudah teratasi dan gejala sudah menghilang, obat ini tidak dipakai  lagi. golongan  kedua yaitu  obat 
pengendali dinamakan  obat pencegah atau profilaksis. Obat ini dipakai  untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas. maka , obat ini dipakai terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung pada derajat penyakit asma dan tanggapan nya terhadap pengobatan.
Asma Eksaserbasi
Global initiative for asthma (GINA) membagi pengobatan  serangan asma menjadi 2 yaitu pengobatan  di rumah dan di rumah sakit. pengobatan  di rumah dilakukan  oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. ini  bisa  dilakukan oleh pasien yang sebelumnya sudah  menjalani terapi dengan teratur dan memiliki  pendidikan 
yang cukup. Pada panduan pengobatan di rumah, dinamakan  bahwa terapi awal yaitu  inhalasi B2 agonis kerja cepat sebanyak 2 kali dengan selang waktu 20 menit. Bila belum ada perbaikan, segera mencari pertolongan ke tenaga medis  atau sarana kesehatan. 
1. Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berwujud  bronkodilator -agonis hirupan kerja pendek (Short Acting B2-Agonist, SABA) atau golongan  xantin kerja cepat hanya jika  perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan. Pada  alur pengobatan  jangka panjang , terlihat bahwa jika pengobatan  asma episodik jarang sudah kuat , namun  tanggapan nya tetap tidak baik dalam 4-6 minggu, pengobatan nya berpindah ke asma episodik sering.
2. Asma episodik sering pemakaian  B2-agonis hirupan lebih dari 3 x per minggu (tanpa menghitung pemakaian  pra-aktivitas fisik), atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, yaitu  indikasi pemakaian  anti-inflamasi sebagai pengendali. Obat steroid hirupan yang sering dipakai  pada anak yaitu  
budesonid, sehingga dipakai  sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan yaitu  100-200 g/hari budesonid (50-100 g/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 200-400 g/hari budesonid (100-200 g/hari flutikason) 
untuk anak berusia di atas 12 tahun. Pada pemakaian  beklometason atau budesonid dengan dosis 100-200 g/hari atau setara dengan flutikason 50-100 g, belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang. Jika Sesudah  pengobatan selama 8-12 minggu dengan steroid dosis rendah tidak muncul  
tanggapan  (masih ada   gejala asma atau gangguan tidur atau aktivitas sehari￾hari), pengobatan dilanjutkan dengan tahap kedua , yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai dengan 400 g/hari yang termasuk dalam pengobatan  asma persisten. Jika pengobatan  suatu derajat penyakit asma sudah kuat , namun  tanggapan nya tetap tidak baik dalam 8-12 minggu, derajat pengobatan nya berpindah ke yang lebih berat . Sebaliknya, jika asma terkendali dalam 8-12 minggu, derajatnya beralih ke yang lebih ringan . Jika memungkinkan, steroid hirupan dihentikan pemakaian nya.Sebelum melakukan step-up, harus dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan penghindaran pemicu , pemakaian  obat, dan  faktor komorbid yang mempersulit pengendalian asma seperti rinitis dan sinusitis.
3. Asma persisten
Bergantung pada masalah nya, steroid hirupan bisa  diberikan mulai dari dosis  tinggi lalu diturunkan sampai dosis rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya, mulai dari dosis rendah sampai dosis tinggi hingga gejala bisa  
dikendalikan. Pada kondisi  tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, disarankan  untuk memakai  dosis tinggi dahulu, ditambah  steroid oral jangka pendek (3-5 hari).
ciri-ciri  Rujukan :
Asma Persisten Pencegahan, Asma eksaserbasi sedang-berat, Asma tidak tercheckup ,  Asma mengancam jiwa, Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan terpapar  tungau debu rumah 
dan rontokan bulu binatang, sudah  terbukti mengurangi muncul nya alergi makanan dan 
khususnya dermatitis atopik pada bayi.
Komplikasi : 
Pneumotoraks, Atelektasis. Gagal napas. Bronkitis,  Fraktur iga,Pneumomediastinum dan emfisema subkutis, 
peralatan medis : 
Oksigen, Alat tiup APE, Pemeriksaan darah rutin, Radiologi  . Prognosis tergantung pada beratnya penyakit,  kecepatan pengobatan, 




STATUS ASMATIKUS (ASMA AKUT BERAT)
Asma akut berat (serangan asma atau asma eksaserbasi) yaitu  periode  kronis  gejala yang progresif dari sesak, batuk, mengi, atau rasa berat di dada, atau campuran  gejala  ini . Anamnesis Keluhan  :Riwayat singkat serangan meliputi gejala, pengobatan yang sudah  dipakai , 
tanggapan  pengobatan, waktu mula terjadinya dan pemicu   serangan saat itu, dan ada tidaknya risiko tinggi untuk memperoleh  kondisi  fatal/ kematian yaitu:
Riwayat perawatan di rumah sakit atau kunjungan ke darurat gawat dalam satu tahun terakhir,  Saat serangan, masih dalam glukokortikosteroid oral, atau baru saja menghentikan salbutamol atau ekivalennya Dengan gangguan psikiatri atau masalah psikososial termasuk pemakaian  sedasi
 Riwayat tidak patuh dengan pengobatan (jangka panjang) asma, Riwayat serangan asma yang memerlukan  intubasi/ ventilasi mekanis, Pada fasilitas layanan kesehatan sederhana  hanya fokus  kepada :
Nadi,  Tekanan darah (pulsus paradoksus),  Ada tidak mengi, Posisi penderita,  Cara bicara, Frekuensi napas,  pemakaian  otot-otot bantu napas, 
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan jika fasilitas tersedia. 
 Pada serangan asma, APE sebaiknya diperiksa sebelum pengobatan, tanpa menunda pemberian pengobatan. Pemeriksaan ini dilakukan jika alat tersedia. Saturasi oksigen dengan pulse oxymetry bisa  dilakukan bila alat tersedia.
Diagnosa  banding: 
Obstruksi saluran napas atas, Disfungsi pita suara, Gagal jantung akut,  Gagal ginjal akut
Benda asing di saluran napas,  PPOK eksaserbasi, Penyakit paru parenkimal, 
Pengobatan  lanjutan:
ciri-ciri  untuk melanjutkan observasi 
tergantung kepada peralatan medis  yang tersedia :
. Pengobatan yang tidak kuat  sebelumnya
. Kondisi rumah yang sulit/ tidak menolong
. masalah  dalam transport atau mobilisasi ke rumah sakit, . tanggapan  terapi tidak kuat  dalam 1-2 jam. Obstruksi jalan napas yang menetap (APE < 30% nilai terbaik/ prediksi). Riwayat serangan asma berat, perawatan rumah sakit/ ICU sebelumnya. Dengan risiko tinggi (lihat di riwayat serangan). Gejala menurun    berkepanjangan sebelum datang memerlukan  pertolongan saat itu
ciri-ciri  Pulang 
Pertimbangan untuk memulangkan  penderita di layanan primer:
Bila APE sesudah  pengobatan  awal > 60% nilai terbaik/ prediksi dan pasien bisa  memakai  obat inhalasi atau oral dengan patuh.Penderita dirawat inap, 
. Bila terjadi perbaikan klinis, yaitu: keluhan berkurang, frekuensi napas kembali normal, mengi menghilang, nadi dan tekanan darah kembali normal, pasien bisa  bernapas tanpa otot-otot bantu napas, pasien bisa  berbicara lebih lancar 
atau berjalan, atau kesadaran membaik.
. Bila APE sesudah  pengobatan  awal 40-60% nilai terbaik/ prediksi dengan pengawasan ketat di komunitas.
ciri-ciri  Rujukan :
1. tidak menanggapi  dengan pengobatan, ditandai dengan:
Tanda dan gejala tidak jelas (atipik), atau masalah dalam Diagnosa  banding: , atau komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid); seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis (ABPA), rinitis berat, disfungsi pita suara, refluks gastroesofagus dan PPOK.
diperlukan  pemeriksaan lainnya di luar pemeriksaan standar, seperti uji kulit (uji alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih (kardiopulmonary exercise test), bronkoskopi dan sebagainya.
. Tidak terjadi perbaikan klinis, . Bila APE sebelum pengobatan awal < 25% nilai terbaik/ prediksi; atau APE sesudah  pengobatan  < 40% nilai terbaik/ prediksi.Serangan akut yang mengancam jiwa
Konseling :
. berolahraga renang . Menghindari pemicu  di lingkungan sehari-har, Berhenti merokok
peralatan medis :
Analisis gas darah, Tensimeter. Tabung oksigen. Kanul hidung. Sungkup sederhana. Sungkup inhalasi. Nebulizer. Peak flow meter. Pulse oxymeter,  



PNEUMONIA ASPIRASI
Pneumonia aspirasi (Aspiration pneumonia) yaitu  pneumonia yang dipicu  oleh terbawanya bahan yang ada diorofaring saat  respirasi ke saluran napas bawah dan bisa  memicu  kerusakan parenkim paru. , pneumonia aspirasi diartikan  dengan muncul nya bukti radiografi berwujud  
penambahan infiltrat di paru pada pasien dengan pemicu keparahan:  aspirasi orofaring.
Anamnesis Keluhan  :
Kejadian aspiration pneumonia biasanya tidak bisa  diketahui waktu terjadinya dan 
paling sering pada orang tua. Keluhannya berwujud  :Tanda-tanda dari pneumonia, Batuk, Takipnea, 
pemicu keparahan: :
ada   ketidaknormalan  anatomis dari traktus aerodigestifus atas.. Pasien dengan disfagi neurologis.. Pasien dengan irupsi dari gastroesophageal junction.
Pemeriksaan fisik  mirip  pada pneumonia biasanya . Temuan pemeriksaan fisik  
dada tergantung dari luas lesi di paru. 
Inspeksi : bisa  terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
Palpasi : fremitus bisa  mengeras pada bagian yang sakit
Perkusi : redup di bagian yang sakit
Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
 ditambah  ronki basah halus, yang lalu  menjadi ronki basah kasar  pada stadium resolusi.
Pemeriksaan Penunjang :
 Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, Foto toraks
diagnosa   berdasar  anamnesis, pemeriksaan fisik , dan penunjang.
Pengobatan : 
 Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila cairan parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, peningkatan suhu dan derajat dehidrasi.Pemberian oksigen . Pemberian antibiotik tergantung pada kondisi :
--. Pneumonia komunitas : levofloksasin (500mg/hari) atau seftriakson (1-2 gr/hari)
--. Pasien dalam perawatan di rumah sakit : levofloksasin (500 mg/hari)atau piperasilin tazobaktam (3, 375 gr/6 jam) atau seftazidim (2 gr/8 jam)
--. Penyakit periodontal berat, dahak yang busuk atau alkoholisme : piperasilin￾tazobaktam (3, 375 gr/6 jam) atau imipenem (500 mg/8 jam sampai 1 gr/6 jam) atau campuran  dua obat : levofloksasin (500 mg/hari) atau siprofloksasin (400 mg/12 jam) atau seftriakson (1-2 gr/hari) ditambah 
klindamisin (600 mg/8 jam) atau metronidazol (500 mg/8jam)
ciri-ciri  Rujukan :
Penilaian status keparahan mirip  dengan pneumonia biasa.
peralatan medis :
Tabung oksigen bedan  nasal kanul atau masker



PNEUMONIA, BRONKOPNEUMONIA
Pneumonia yaitu  peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang meliputi  bronkiolus respiratorius dan alveoli, dan memicu  konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. kebanyakan  dipicu  oleh mikroorganisme virus atau bakteri  dan sebagian kecil dipicu  oleh  hal lain (aspirasi, radiasi ). Pneumonia yang dimaksud di sini tidak termasuk dengan pneumonia yang dipicu  oleh Mycobacterium tuberculosis. Pneumonia 
yaitu  pemicu  utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita).  2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, kebanyakan  terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. 
a. Pneumonia pada Pasien Dewasa
Anamnesis Keluhan  :
gejala  biasanya ditandai dengan :
Nyeri dada, Sesaknapas, Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat bisa melebihi 40°C. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang  ditambah  darah, 
Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisik  dada tergantung dari luas lesi di paru. 
Inspeksi : bisa  terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
Palpasi : fremitus bisa  mengeras pada bagian yang sakit
Perkusi : redup di bagian yang sakit
Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang 
mungkin ditambah  ronki basah halus, yang lalu  menjadi ronki 
basah kasar pada stadium resolusi.
Pemeriksaan Penunjang :
. Kultur sputum jika fasilitas tersedia, . Kultur darah jika fasilitas tersedia. Pewarnaan gram
. Pemeriksaan lekosit. Pemeriksaan foto toraks jika fasilitas tersedia
Diagnosa  :
diagnosa  dilakukan  berdasar  anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk diagnosa   defenitif dilakukan Pemeriksaan Penunjang :. diagnosa   pasti pneumonia komuniti dilakukan  jika pada foto toraks ada   infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
Pemeriksaan fisik  : muncul  tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki. Leukosit > 10.000 atau < 4500,. Batuk-batuk bertambah. Perubahan sifat  dahak / purulen
. Suhu tubuh > 38°C (aksila) / riwayat demam, 
Komplikasi
gagal napas, sepsis.Efusi pleura, Empiema, Abses paru, Pneumotoraks, 
Pengobatan : 
 perlu diperhatikan kondisi  klinisnya. Bila kondisi  klinis baik dan tidak ada indikasi rawat bisa  diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor rekayasa  yaitu kondisi  yang bisa  memicu  infeksi dengan mikroorganisme patogen yang khusus .
1. Pengobatan pendukung  / simptomatik
. Istirahat di tempat tidur, Dalam hal mengobati penderita pneumonia. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas, 
2. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik yang harus diberikan kurang dari 8 jam.
Pasien Rawat Jalan
. Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak ada risiko kebal obat ; Makrolid: azitromisin, klaritromisin atau eritromisin (rekomendasi kuat)
 Doksisiklin (rekomendasi lemah). ada   komorbid seperti penyakit jantung kronik, paru, hati atau penyakit ginjal, diabetes mellitus, alkoholisme, keganasan, kondisi imunosupresif atau 
pemakaian  obat imunosupresif, antibiotik lebih dari 3 bulan atau faktor  risiko lain infeksi pneumonia :
 Florokuinolon respirasi : moksifloksasisn, gemfloksasin atau  levofloksasin (750 mg) (rekomendasi kuat) β-lactam + makrolid : Amoksisilin dosis tinggi (1 gram, 3x1/hari) atau 
amoksisilin-klavulanat (2 gram, 2x1/hari) (rekomendasi kuat) Alternatif obat lainnya termasuk ceftriakson, cefpodoxime dan 
cefuroxime (500 mg, 2x1/hari), doksisiklin
Pasien perawatan, tanpa rawat ICU
--. Florokuinolon respirasi (rekomendasi kuat)
--. β-laktam+makrolid (rekomendasi kuat)
Agen β-laktam termasuk sefotaksim, seftriakson, dan ampisilin; ertapenem untuk pasien tertentu; dengan doksisiklin sebagai alternatif untuk makrolid. Florokuinolon respirasi sebaikanya dipakai  untuk pasien alergi penisilin.
Konseling :
Vaksinasi influenza dan pneumokokal, terutama bagi golongan risiko tinggi (orang usia lanjut atau penderita penyakit kronis). nasihat  diberikan kepada setiap  pasien  dan keluarga  mengenai pencegahan infeksi  berulang, pola hidup sehat termasuk tidak merokok dan sanitasi lingkungan.
1. ciri-ciri  CURB
(Conciousness, kadar Ureum, Respiratory rate>30 x/menit, tekanan darah: sistolik<90 mmHg dan diastolik <60 mmHg; masing masing bila ada kelainan  bernilai 1). 
Dirujuk bila total nilai 2.
2. ciri-ciri  PORT (patient outcome research team)
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti bisa  dilakukan dengan  memakai  sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT).
Berdasar kesepakatan PDPI, ciri-ciri  yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti yaitu  :
1.Pneumonia pada pemakai  NAPZA
2. Skor PORT > 70
3. Bila skor PORT < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila ditemukan  salah 
satudari ciri-ciri  dibawah ini :
. Foto toraks paru mengikutsertakan  > 2 lobus. Tekanan diastolik < 60 mmHg . Tekanan sistolik < 90 mmHg
. Frekuensi napas > 30/menit. Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg. Foto toraks paru menandakan  kelainan bilateral
4. Menurut ATS (American Thoracic Society) ciri-ciri  pneumonia berat bila ditemukan  salah satu atau lebih' ciri-ciri  di bawah ini.
a. ciri-ciri  minor:
Foto toraks paru mengikutsertakan  > 2 lobus,  Tekanan sistolik < 90 mmHg,  Tekanan diastolik < 60 mmHg
 Frekuensi napas > 30/menit,  Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg,  Foto toraks paru menandakan  kelainan bilateral
 b. ciri-ciri  mayor yaitu  antaralain : :
  memerlukan  vasopresor > 4 jam (septik syok)
 Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, memerlukan  ventilasi mekanik
 Infiltrat bertambah > 50%pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang memerlukan  dialisis, Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif yaitu  penderita yang memiliki :
1. Satu dari dua gejala mayor tertentu (memerlukan  ventalasi mekanik dan 
memerlukan  vasopressor >4 jam [syok sptik]) atau
2. Dua dari tiga gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks parumenandakan  kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). ciri-ciri  minor dan mayor yang lain bukan yaitu  indikasi untuk perawatan 
Ruang Rawat Intensif.
. Bronkopneumonia pada Pasien Anak
Anamnesis Keluhan  :
kebanyakan  gejala  pneumonia pada anak rata-rata  antara ringan hingga sedang, sehingga bisa  berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin ada   komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit. faktor  yang mempengaruhi  gejala  pneumonia pada anak yaitu :
golongan  usia pada anak yaitu  faktor utama  yang memicu  sifat  penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam 
pengobatan  pneumonia.. Imaturitas anatomik dan imunologik. Mikroorganisme pemicu  yang luas, gejala klinis yang kadang  tidak  khas terutama pada bayi. Etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering. Faktor patogenesis, 
gejala  pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, namun  secara umum yaitu  antaralain : 
1. Gejala infeksi umum, yaitu muntah,  diare; kadang  muncul  gejala infeksi ekstrapulmoner. demam, pusing  resah, cemas , malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, 
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih,  sianosis, batuk, sesak napas, retraksi dada, 
Pada pemeriksaan fisik bisa  muncul  tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah, dan ronki. namun  pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru biasanya  tidak muncul  kelainan.
Pemeriksaan Penunjang :
pemeriksaan foto toraks, kultur sputum,   
kultur darah,Pewarnaan gram, pemeriksaan lekosit, 
Diagnosa  :
diagnosa   etiologik berdasar  pemeriksaan mikrobiologis dan atau  serologis  sebagai dasar terapi yang optimal. namun , penemuan bakteri pemicu  tidak selalu mudah sebab  memerlukan laboratorium penunjang yang mencukupi . Oleh 
sebab  itu, pneumonia pada anak biasanya  didiagnosa   berdasar  gambaran klinis yang menandakan  keterlibatan sistem respiratori, dan  gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia yaitu  demam, sianosis,  lebih dari satu gejala respiratori antaralain : takipnea, ronki,  suara napas melemah.batuk, napas cuping hidung, retraksi, WHO membuat  pedoman diagnosa   dan pengobatan  yang sederhana. 
Pedoman ini  untuk rumahsakit ,  meliputi napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumahsakit . Napas cepat dinilai dengan 
menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh saat  bayi dalam kondisi  tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat  menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan–5 tahun yaitu  tidak bisa  minum, kejang, kesadaran  menurun, stridor, dan gizi rendah ; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan yaitu  malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi,  demam , penggolongan  pneumonia berdasar  pedoman WHO yaitu : 
1. Bayi dan anak berusia 2 bulan–5 tahun 
a. Pneumonia berat 
 Ada sesak napas 
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik. 
b. Pneumonia 
 Tidak ada sesak napas 
 Ada napas cepat dengan laju napas: 
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan–1 tahun 
>40 x/menit untuk anak >1–5 tahun 
 Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral. 
c. Bukan pneumonia 
 Tidak ada napas cepat dan sesak napas 
 Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan 
pengobatan simptomatis seperti penurun panas 
2. Bayi berusia di bawah 2 bulan 
a. Pneumonia 
 Ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas 
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik. 
b. Bukan pneumonia 
 Tidak ada napas cepat atau sesak napas 
 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis. 
Pengobatan : 
kebanyakan  pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasar  berat-ringannya penyakit, contoh  toksis, distres pernapasan, tidak mau makan dan minum  atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi,  
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan  kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.Dasar pengobatan  pneumonia rawat inap yaitu  pengobatan kausal dengan  antibiotik yang sesuai dan pengobatan pendukung  yang meliputi :
-Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan kuat 
-Komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi, 
-Pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, gangguan keseimbangan elektrolit, gangguan keseimbangan gula darah
- Untuk nyeri dan demam bisa  diberikan analgetik/antipiretik
-Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif, 
Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan bisa  diberikan antibiotik lini pertama secara oral, contoh  amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, bisa  diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, 
pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol 2 kali sehari memiliki  efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan yaitu  25 mg/kg BeratBadan , sedang  kotrimoksazol yaitu  4 mg/kg BeratBadan  TMP − 20 mg/kg BeratBadan  sulfametoksazol.
Penumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik lini pertama bisa  memakai  antibiotik golongan beta-laktam  atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak menanggapi  if terhadap beta-laktam dan 
kloramfenikol, bisa  diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang muncul . Sebaiknya segera dirujuk jika tidak tersedia antibiotik yang sesuai. ciri-ciri  Rujukan :: 
Pneumonia rawat inap, Pneumonia berat, 
Pencegahan
Pemberian ASI, Menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA,  Pemberian imunisasi Pemberian vitamin A. Menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara Membiasakan cuci tangan. Isolasi penderita, Menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum,  
Komplikasi
Empiema torakis, Perikarditis purulenta, Pneumotoraks, Infeksi ekstrapulmoner 
seperti meningitis purulenta, 
peralatan medis :
. Pemeriksaan darah rutin, . Radiologi  . Oksigen
Termometer, tensimeter. Pulse oxymeter  
. Pemeriksaan pewarnaan gram, 
Prognosis tergantung pada beratnya penyakit dan kecepatan pengobatan 




PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks yaitu  adanya udara bebas dalam rongga pleura. Insiden pneumotoraks sulit diketahui sebab  periode nya banyak yang tidak 
diketahui. biasanya  laki-laki  lebih banyak dari wanita. ada   2 jenis pneumotoraks, yaitu: 
Pneumotoraks spontan sekunder yaitu  pneumotoraks yang terjadi pada penderita yang memiliki riwayat penyakit paru sebelumnya seperti PPOK, TB paru dan lain-lain.
Pneumotoraks spontan primer yaitu  pneumotoraks yang terjadi tanpa riwayat 
penyakit paru sebelumnya ataupun trauma, dan bisa  terjadi pada masing-masing  yang sehat. Terutama lebih sering pada laki, tinggi  kurus,  perokok.
Anamnesis Keluhan  :
pemicu keparahan: , di antaranya:
Merokok, Infeksi, contoh : tuberkulosis, pneumonia
 Trauma, 
Pneumotoraks bisa  memicu  keluhan atau tidak. Keluhan yang bisa  muncul  yaitu  sesak napas, ditambah  nyeri dada pada sisi yang sakit. Nyeri dada tajam, muncul  secara tiba-tiba,  semakin nyeri jika menarik napas  dalam atau terbatuk. Keluhan muncul  mendadak saat  tidak sedang aktivitas.
Gejala klinis :
Hiperkapnia,  Hipotensi, Takikardi, Perubahan status mental, 
 Pemeriksaan fisik paru :
Perkusi paru, muncul  suara hipersonor dan pergeseran mediastinum ke arah yang sehat
Auskultasi paru, diperoleh suara napas yang melemah dan jauh,  Inspeksi paru, tampak sisi yang sakit lebih menonjol dan tertinggal pada 
pernapasan, Palpasi paru, suara fremitus menurun di sisi yang sakit, 
Pemeriksaan Penunjang :
-Pulse oxymetry. Pemeriksaan ini tidak untuk melakukan  diagnosa  , namun untuk menilai apakah sudah  terjadi gagal napas.diagnosa 
-Foto toraks, diperoleh garis penguncupan paru yang sangat halus , dan gambaran avaskuler di sisi yang sakit. Bila ditambah  darah atau cairan 
lainnya, akan tampak garis mendatar yaitu   batas udara dan cairan 
diagnosa  dilakukan  berdasar  anamnesis, pemeriksaan fisik, dan untuk diagnosa   definitif dengan Pemeriksaan Penunjang :.
Komplikasi :
Kematian, Kegagalan respirasi. Kegagalan sirkulasi, 
Pengobatan : 
Jika ada tanda kegagalan sirkulasi, dilakukan pemasangan IV line dengan cairan kristaloid, Oksigen_
Konseling :
Menjelaskan kepada pasien pasien dan keluarga  mengenai: Perlunya rujukan segera ke RS
Bahaya dan komplikasi pneumotoraks, Pertolongan kegawatdaruratan pada 
pneumotoraks, Segera rujuk pasien yang terdiagnosa   pneumotoraks, Sesudah  dilakukan 
penanggulangan awal. peralatan medis :
. Sungkup sederhana. Lidocaine 2% . Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc, 20 cc, 50 cc. Three-way. Botol bervolume 500 cc. Infus set. A BeratBadan ocath 14. Tabung oksigen. Kanul hidung



PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS)
PPOK yaitu  penyakit paru kronik yang bisa  dicegah dan diobati, dicirikan  dengan hambatan aliran udara yang persisten, progresif,  berkaitan  dengan peningkatan tanggapan  inflamasi kronis di paru terhadap partikel dan gas berbahaya. 
Eksaserbasi dan komorbid menyumbang  pada keseluruhan keparahan tiap masing-masing .  PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan. Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada para pasien  dengan pendidikan rendah, 
Anamnesis Keluhan  :
. Keluhan Rasa berat di dada, Sesak napas Batuk kering atau dengan dahak yang produktif, kadang  ditambah  mengi
. pemicu keparahan: 
Polusi udara dalam rumah dari pemanas atau biomassa rumah tangga dengan ventilasi yang rendah . Genetik. terpapar  partikel Asap rokok
 Debu kerja, organik dan inorganik
 Polusi udara bebas. Pertumbuhan dan perkembangan paru. Stres oksidatif Jenis kelamin
. usia . Infeksi paru. Status sosial-ekonomi, 
. Nutrisi. . Komorbiditas, 
. Penilaian severitas  dilakukan dengan kuesioner COPD Assesment Test (CAT) yang  terdiri atas 8 pertanyaan untuk mengukur pengaruh PPOK terhadap status kesehatan pasien.
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
pemakaian  otot bantu napas yaitu  indikasi gangguan pernapasan. Bila sudah  terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai, 
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), laju ekspirasi 
lebih lambat memungkinkan pengosongan paru yang lebih efisien, . Sianosis sentral pada membran mukosa mungkin muncul . ketidaknormalan  dinding dada yang menandakan  hiper inflasi paru termasuk iga  yang tampak horizontal, barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) dan perut  yang menonjol keluar. Hemidiafragma mendatar. Laju respirasi istirahat meningkat lebih dari 20 kali/menit dan pola napas lebih dangkal
2. Palpasi dan Perkusi
Hiperinflasi memicu  hati letak rendah dan mudah di palpasi. Sering tidak muncul  kelainan pada PPOK. Irama jantung di apeks mungkin sulit muncul  sebab  hiperinflasi paru, 
3. Auskultasi
. Ronki basah kasar saat inspirasi bisa  muncul  
. Bunyi jantung terdengar lebih keras di area xiphoideus. Pasien dengan PPOK sering mengalami penurunan suara napas tapi tidak 
khusus  untuk PPOK. Mengi selama pernapasan biasa menandakan  keterbatasan aliran udara. 
namun  mengi yang hanya terdengar Sesudah  ekspirasi paksa tidak khusus  untuk PPOK
Pemeriksaan Penunjang : yang bisa  dilakukan yaitu  uji jalan 6 menit yang direkayasa . Untuk di Puskesmas dengan sarana terbatas, evaluasi yang bisa  dipakai  yaitu  keluhan lelah yang muncul  atau bertambah sesak.pemeriksaan  ini bisa  dilakukan bila fasilitas tersedia:
Foto toraks. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit). Spirometri . Peak flow meter (arus puncak respirasi). Pulse oxymetry. Analisis gas darah . 
diagnosa  dilakukan  berdasar  anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Tujuan Pengobatan :  
. Mengurangi laju beratnya penyakit Mempertahankan PPOK yang stabil
. Mengatasi eksaserbasi ringan. Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit, Kortikosteroid dipakai  dalam bentuk inhalasi, bila tersedia.. Ekspektoran dengan obat batuk hitam (OBH)
. Mukolitik (ambroxol) bisa  diberikan bila sputum mukoid. . Obat-obatan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan mempertahankan kondisi  stabil.2. Bronkodilator dalam bentuk oral, campuran  golongan β2 agonis (salbutamol) 
dengan golongan xantin (aminofilin dan teofilin). Masing-masing dalam dosis suboptimal, sesuai dengan berat badan dan beratnya penyakit. Untuk dosis pemeliharaan, aminofilin/teofilin 100-150 mg campuran  dengn salbutamol 1 mg.
Pengobatan :  PPOK eksaserbasi akut ringan
-. Oksigen (bila tersedia)-. Bronkodilator, 
Pada kondisi eksaserbasi, dosis dan atau frekuensi bronkodilator kerja pendek ditingkatkan dan dicampuran kan dengan antikolinergik. Bronkodilator yang disarankan yaitu  dalam sediaan inhalasi. Jika tidak tersedia, obat bisa  
diberikan secara injeksi, subkutan, intravena atau perdrip, contoh : Adrenalin 0, 3 mg subkutan, dipakai  dengan hati-hati Aminofilin bolus 5 mg/kg BeratBadan  (dengan pengenceran) harus perlahan (10 menit) untuk  menghindari efek samping.dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8 mg/kg BeratBadan /jam.
-. Kortikosteroid diberikan dalam dosis 30 mg/hari diberikan maksimal selama 2 minggu. 
Pemberian selama 2 minggu tidak perlu tapering off.
-. Antibiotik yang tersedia di Puskesmas
-. Pada kondisi sudah  terjadi kor pulmonale, bisa  diberikan diuretik dan perlu  berhati-hati dalam pemberian cairan.
Konseling :
. nasihat   untuk mencegah penyakit bertambah berat dengan cara memakai  obat-obatan yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan 
keterbatasan aktivitas dan  mencegah eksaserbasi.
. Pengurangan terpapar  pemicu keparahan: 
. Berhenti merokok. Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat, bisa  diberikan 
dalam porsi kecil namun  sering.Latihan otot pernapasan dan ekstremitas, . Terapi oksigen jangka panjang. Latihan bernapas dengan pursed lip breathing. Latihan ekspektorasi
ciri-ciri  Rujukan :: 
. Untuk memastikan diagnosa   dan menentukan derajat PPOK. PPOK eksaserbasi sedang - berat
. Rujukan Pengobatan :  jangka panjang
peralatan medis :
. Kanul hidung. Sungkup sederhana
. Sungkup inhalasi. Nebulizer. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin. Spirometer. Peak flow meter. Pulse oxymeter. Tabung oksigen







EPISTAKSIS
Epistaksis yaitu  perdarahan yang mengalir keluar dari hidung yang berasal dari rongga hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala  dari suatu kelainan. Hampir 90% epistaksis bisa  berhenti sendiri. Perdarahan dari 
hidung bisa  yaitu  gejala yang  mengganggu. Faktor etiologi bisa  lokal atau sistemik. Sumber perdarahan harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif
penggolongan 
1. Epistaksis Anterior
Epistaksis anterior paling sering berasal dari pleksus Kiesselbach, yaitu  sumber perdarahan paling sering ditemukan  pada anak-anak. Selain 
itu juga bisa  berasal dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan bisa  berhenti sendiri (spontan) dan bisa  dikendalikan dengan tindakan sederhana.
2. Epistaksis Posterior
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina atau arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien dewasa yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Anamnesis Keluhan  :
  Keluar darah dari hidung atau riwayat keluar darah dari hidung.. Harus ditanyakan  mengenai :
Lamanya perdarahan, Lokasi keluarnya darah (depan rongga hidung atau ke tenggorok). Banyaknya perdarahan, . Frekuensi, 
pemicu keparahan: 
Adanya deviasi septum.. Pengaruh lingkungan, contoh  tinggal di area  yang sangat tinggi, tekanan udara rendah, atau lingkungan dengan udara yang sangat kering.. Kebiasaan, 
 Riwayat pemakaian  obat-obatan sepertiNSAID, aspirin, warfarin, heparin, tiklodipin, semprot hidung kortikosteroid.. Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal, atau nasofaring.. Kelainan kongenital, contoh : hereditary hemorrhagic telangiectasia / Osler's disease.. Trauma. Adanya penyakit di hidung yang mendasari, contoh : rinosinusitis, rinitis alergi.
 Penyakit sistemik, seperti kelainan pembuluh darah, nefritis kronik, demam berdarah dengue.
Pemeriksaan Fisik
-- Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk mengabaikan  diagnosa   hipertensi, sebab  hipertensi bisa  memicu  epistaksis posterior yang hebat dan sering berulang, 
-- Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan secara berurutan dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat untuk mengetahui sumber perdarahan.
--Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan 
epistaksis berulang untuk mengabaikan  neoplasma.
Pemeriksaan Penunjang :
 Skrining terhadap koagulopati (bleeding time, clotting time), Darah perifer lengkap
 diagnosa  dilakukan  berdasar  anamnesis, pemeriksaan fisik,  pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Diagnosa  banding: 
Karsinoma nasofaring, Angiofibroma hidung,
Hemoptisis, Varises oesofagus yang berdarah, Perdarahan di basis cranii, 
Komplikasi 
--Akibat perdarahan hebat bisa  terjadi syok dan anemia.
-- Akibat pemasangan tampon anterior bisa  muncul  sinusitis (sebab  ostium sinus 
tersumbat) dan sumbatan duktus lakrimal.
--Akibat pemasangan tampon posterior bisa  muncul  otitis media, haemotympanum, dan  laserasi palatum mole dan sudut bibir bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.
Pengobatan : 
 prinsip  mengatasi  epistaksis, yaitu :
Mencegah berulangnya epistaksis Menghentikan perdarahan. Mencegah komplikasi
Pengobatan : 
--Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan bisa  dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan lidi kapas yang dibasahi larutan Nitras Argenti 15 –25% atau asam Trikloroasetat 10%. Sesudahnya area ini  diberi salep antibiotik. 
-- Bila perdarahan tidak berhenti, masukkan kapas yang dibasahi ke dalam hidung dengan larutan anestesi lokal yaitu 2 cc larutan Pantokain 2% atau 2 cc larutan Lidokain 2% yang ditetesi 0,2 cc larutan Adrenalin 1/1000. ini  bertujuan untuk 
melenyapkan  rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga 
perdarahan bisa  berhenti sementara untuk mencari sumber perdarahan. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
--. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan bisa  dihentikan dengan cara duduk dengan kepala dilakukan , lalu  cuping 
hidung ditekan ke arah septum selama 3-5 menit (prinsip  Trotter).. Bila perdarahan berhenti, dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat 
pengisap (suction) dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku, 
--. Perbaiki kondisi  penderita,penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok, pasien bisa berbaring 
dengan kepala dimiringkan.
--. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi Vaselin  yang dicampur betadin atau zat antibiotika. bisa  juga dipakai tampon rol yang 
dibuat dari kasa sehingga mirip  pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. 
Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan bisa  dipertahankan selama 2 x 24 jam. Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan 
penunjang untuk mencari faktor pemicu  epistaksis. Selama pemakaian tampon, diberikan antibiotik sistemik dan analgetik Untuk perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang dinamakan  tampon Bellocq. Tampon ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus berdiameter kira-kira 3 cm. Pada tampon ini ada   3 buah benang, yaitu 
2 buah pada satu sisi dan sebuah pada sisi lainnya. Tampon harus bisa  menutupi koana (nares posterior). Teknik pemasangan tampon posterior, yaitu:
--. Masukkan kateter karet melalui nares anterior dari hidung yang berdarah sampai tampak di orofaring, lalu tarik keluar melalui mulut. 
--. Ikatkan ujung kateter pada 2 buah benang tampon Bellocq, lalu  tarik kembali kateter itu melalui hidung. 
--. Tarik kedua ujung benang yang sudah keluar melalui nares anterior dengan bantuan jari telunjuk, dorong tampon ke nasofaring. Jika dianggap perlu, jika masih tampak perdarahan keluar dari rongga hidung, maka bisa  pula 
dimasukkan tampon anterior ke dalam kavum nasi.
--. Ikat kedua benang yang keluar dari nares anterior pada sebuah gulungan  kain kasa di depan lubang hidung, supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak. 
--. Lekatkan benang yang ada   di rongga mulut dan terikat pada sisi lain dari tampon Bellocq pada pipi pasien. Gunanya yaitu  untuk menarik tampon keluar melalui mulut Sesudah  2-3 hari. 
--. Berikan juga obat hemostatik selain dari tindakan penghentian perdarahan itu
Pengobatan  lanjutan:
Sesudah  perdarahan bisa  diatasi, langkah selanjutnya yaitu  mencari sumber perdarahan atau pemicu  epistaksis.
Konseling :
Memberitahu pasien pasien dan keluarga  untuk:
Menghindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari sehingga diperlukan  pengawasan yang lebih ketat pada pasien anak. Membatasi pemakaian  obat-obatan yang bisa  meningkatkan perdarahan seperti aspirin atau ibuprofen.. Mengidentifikasi pemicu  epistaksis, sebab  ini  yaitu  gejala suatu penyakit, sehingga bisa  mencegah muncul nya kembali epistaksis.
. mengendalikan  tekanan darah pada penderita dengan hipertensi.. Menghindari membuang lendir melalui hidung terlalu keras.
Pemeriksaan Penunjang : lanjutan
Pemeriksaan radiologi: Foto sinus paranasal bila dicurigai sinusitis. 
. Bila perlu mencari sumber perdarahan dengan modalitas yang tidak tersedia di layanan primer, contoh  naso-endoskopi.. Pasien dengan epistaksis yang curiga akibat tumor di rongga hidung atau  nasofaring.. Epistaksis yang terus berulang atau masif
peralatan medis : 
. Nelaton kateter. Benang kasur. Larutan Adrenalin 1/1000. Larutan Pantokain 2% atau Lidokain 2%
. Larutan Nitras Argenti 15 – 25%. Salep vaselin, Salep antibiotik. Lampu kepala. Spekulum hidung
. Alat penghisap (suction). Pinset bayonet
. Tampon anterior, Tampon posterior. Kaca rinoskopi posterior. Kapas dan kain kassa. Lidi kapas





BENDA ASING DI HIDUNG
masalah  benda asing di hidung sering ditemui oleh tenaga medis  di rumahsakit  
primer. masalah  ini paling sering dialami oleh anak dan balita. ada   dua jenis 
benda asing, yaitu benda hidup (organik) dan benda mati (anorganik). Contoh benda 
asing organik, antara lain lintah, lalat, larva, sedang  benda asing anorganik, 
contoh  manik-manik, kertas, tisu, logam, baterai kecil, selai kacangtanah , dan lain￾lain. 
Anamnesis Keluhan  : 
Bila benda asing organik, terasa ada yang bergerak-gerak di dalam rongga hidung. Khusus untuk lintah, sumbatan pada hidung semakin memberat setiap hari.. Adanya laporan dari pasien atau orang tua mengenai adanya benda yang masuk atau dimasukkan ke rongga hidung.
. Hidung tersumbat. Onset tiba-tiba. biasanya  unilateral. Hiposmia atau anosmia. Sesudah  2 – 3 hari, keluar sekret mukoid / mukopurulen dan berbau di satu sisi hidung. . bisa  muncul  rasa nyeri, 
pemicu keparahan: 
faktor yang memicu  masuknya benda asing ke dalam rongga hidung:
Adanya masalah kejiwaan, emosi, dan gangguan psikiatrik, usia : biasanya anak ≤ 5 tahun
. Adanya kegagalan mekanisme proteksi yang normal, contoh : kondisi  tidur, kesadaran menurun, alkoholisme, epilepsi
Pemeriksaan Fisik 
Pada rinoskopi anterior, nampak:
. Benda asing,  Sekret purulen (bila sudah berlangsung 2 – 3 hari), 
Pemeriksaan Penunjang :
Foto Rontgen kranium (Schedel) posisi AP dan lateral, bila diperlukan dan fasilitas tersedia.
diagnosa  dilakukan  berdasar  anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosa  banding:  Rinolit
Komplikasi 
Benda asing baterai cepat merusak mukosa sehingga bisa  masuk ke dalam septum atau konka inferior dalam beberapa jam dan memicu  perforasi septum.. Pada benda asing berwujud  lalat (miasis hidung), bisa  terjadi invasi ke intrakranium dan, meski  jarang, bisa  memicu  meningitis yang fatal. Obstruksi jalan napas akut akibat masuknya benda asing ke saluran napas yang lebih distal (laring, trakea).Pada benda asing organik berwujud  larva / ulat / lintah, bisa  terjadi destruksi  mukosa dan kartilago hidung.
Pengobatan :  
1. Non Medikamentosa(tanpa obat)  
Untuk lintah, sebelum ekstraksi, teteskan air tembakau ke dalam rongga hidung dan biarkan 5 menit hingga lintah terlebih dahulu terlepas dari 
mukosa hidung. Tindakan ekstraksi benda asing secara manual dengan memakai  pengait tumpul atau pinset. tenaga medis  perlu berhati-hati agar tidak sampai mendorong benda asing lebih dalam sehingga masuk ke saluran napas bawah.
2.  Medikamentosa( obat)  
Pemberian antibiotik per oral selama 5 hari bila sudah  terjadi infeksi sekunder.
Konseling :
 Sebelum tindakan dilakukan, tenaga medis  perlu menjelaskan mengenai prosedur  ekstraksi dan meminta persetujuan pasien / orang tua .Reassurance bahwa tidak ada kondisi berbahaya bila segera dilakukan ekstraksi. Sesudah  benda asing berhasil dikeluarkan, tenaga medis  bisa  memberi beberapa saran yang relevan untuk mencegah berulangnya kejadian kemasukan benda asing ke hidung di lalu  hari, contoh :
Pada pekerja yang sering terpapar larva atau benda-benda organik lain, 
 Pada orang tua, bisa  lebih berhati-hati dalam meletakkan benda-benda yang mudah atau sering dimasukkan ke dalam rongga hidung.. Pada anak, bisa  diingatkan untuk menghindari memasukkan benda-benda ke dalam hidung.
ciri-ciri  Rujukan :
Pasien tidak kooperatif.. Pengeluaran benda asing tidak berhasil sebab  perlekatan atau posisi benda 
asing sulit dilihat, 




FURUNKEL PADA HIDUNG
Furunkel yaitu  infeksi dari kelenjar sebasea atau folikel rambut hidung yang  mengikutsertakan  jaringan subkutan. Biasanya dipicu  oleh Staphylococcus aureus. Penyakit ini memiliki insidensi yang rendah. Belum ada   data khusus  yang  menandakan  prevalensi furunkel. Anamnesis Keluhan  :
Bisul di dalam hidung, ditambah  rasa nyeri dan perasaan tidak nyaman. . Kadang bisa  ditambah  gejala rinitis. 
pemicu keparahan: 
Rinitis kronis, akibat iritasi dari sekret rongga hidung.Kebiasaan mengorek rinitis bagian dalam hidung.Sosio ekonomi rendah, kebersihan  pasien  yang rendah , 
Pemeriksaan Fisik
Pada lubang hidung tampak furunkel. Paling sering ada   pada lateral vestibulum nasi yang memiliki  vibrissae (rambut hidung).
Pemeriksaan Penunjang :: 
Tidak diperlukan
diagnosa  dilakukan  berdasar  anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Komplikasi 
Vestibulitis, Abses, Penyebaran infeksi ke vena fasialis, vena oftalmika, lalu ke sinus kavernosus 
sehingga memicu  tromboflebitis sinus kavernosus.
Pengobatan : 
1. Non Medikamentosa(tanpa obat)  
Insisi dilakukan jika sudah  muncul  abses, Kompres hangat
2.  Medikamentosa( obat)  
. Antibiotik topikal, seperti salep Bacitrasin dan Polimiksin B 
Antibiotik oral selama 7-10 hari, yaitu Amoksisilin 3 x 500 mg/hari, Sefaleksin 4 x 250 – 500 mg/hari, atau Eritromisin 4 x 250 – 500 mg/hari.
Konseling :
Menghindari kebiasaan mengorek-ngorek bagian dalam hidung.Tidak memencet atau melakukan insisi padafurunkel.
peralatan medis :
Pinset Bayonet. Larutan Povidon Iodin 7,5%
. Lampu kepala. Spekulum hidung. Skalpel atau jarum suntik ukuran sedang (untuk insisi)
. Kassa steril. Klem . 



 RINITIS AKUT
Rinitis akut yaitu  peradangan pada mukosa hidung akut (<12 minggu). ini  bisa  dipicu  oleh infeksi virus, bakteri, ataupun iritan. Radang 
sering muncul  sebab  manifestasi dari rinitis simpleks (common cold), influenza, penyakit eksantem (seperti morbili, variola, varisela, pertusis), penyakit khusus ,   sekunder dari iritasi lokal atau trauma.
Anamnesis Keluhan  :
Keluar ingus dari hidung (rinorea), Hidung tersumbat, bisa  ditambah  rasa panas atau gatal pada hidung, Bersin-bersin, 
pemicu keparahan: 
Paparan dengan penderita infeksi saluran napas.
 Penurunan daya tahan tubuh.Paparan debu, asap, atau gas yang bersifat iritatif.
Pemeriksaan Fisik
 Suhu bisa  meningkat
. Rinoskopi anterior:
Pada rinitis difteri tampak sekret yang bercampur darah. Membran keabu￾abuan tampak menutup konka inferior dan kavum nasi bagian bawah, membrannya lengket dan bila diangkat mudah berdarah.. Tampak kavum nasi sempit, ada   sekret serous atau mukopurulen, mukosa konka udem dan hiperemis.
diagnosa  dilakukan  berdasar  anamnesis dan pemeriksaan fisik.
penggolongan  berdasar  etiologi:
1. Rinitis Iritan
dipicu  oleh paparan debu, asap atau gas yang bersifat iritatif seperti ammonia, formalin, gas asam  trauma yang mengenai mukosa hidung selama masa manipulasi intranasal, contohnya 
pada pengangkatan corpus alienum. Pada rinitis iritan ada   reaksi yang terjadi segera yang dinamakan   “immediate catarrhalreaction” bersamaan dengan bersin, rinore,  hidung tersumbat. Gejalanya bisa  sembuh cepat 
dengan melenyapkan  faktor pemicu  atau bisa  menetap selama beberapa hari jika epitel hidung sudah  rusak. Pemulihan akan bergantung pada kerusakan epitel dan infeksi yang terjadi.
2. Rinitis Virus
--Rinitis eksantematous Morbili,varisela,variola,dan pertusis,sering berkaitan  dengan  rinitis,dimana didahului dengan eksantema sekitar 2-3 hari. Infeksi sekunder  dan komplikasi lebih sering ditemukan  dan lebih berat.
--Rinitis simplek (pilek, selesma, common cold, coryza)Rinitis simplek dipicu  oleh virus. Infeksi biasanya terjadi melalui droplet di udara. Beberapa jenis virus yang berperan antara lain, adenovirus, picovirus, dan subgrupnya seperti rhinovirus, dancoxsackievirus. Masa inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3 minggu.
-- Rinitis influenza. 
Virus influenza A, Batau C berperan dalam penyakit ini. Tanda dan gejalanya mirip dengan common cold. Komplikasi berkaitan  dengan infeksi bakteri sering terjadi.
3. Rinitis Bakteri
--. Rinitis Difteri
dipicu  oleh Corynebacterium diphteriae, bisa  berbentuk akut atau kronik dan bersifat primer pada hidung atau sekunder pada tenggorokan. 
Harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang muncul  sebab  cakupan program 
imunisasi yang semakin meningkat.
--. Infeksi non khusus 
 Rinitis bakteri primer. Infeksi ini tampak pada anak dan biasanya akibat  dari infeksi staphylococcus, pneumococcus, streptococcus 
Membran putih keabu-abuan yang lengket bisa  terbentuk di rongga hidung, dan jika  diangkat bisa  memicu  pendarahan / epistaksis.
 Rinitis bakteri sekunder yaitu  akibat dari infeksi bakteri pada rinitis viral akut.
Diagnosa  banding: 
Rinitis alergi pada serangan akut, Rinitis vasomotor pada serangan akut
Komplikasi 
Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti pneumonia,  laringitis, trakeobronkitis, 
. Rinosinusitis,  Otitis media akut.Otitis media efusi
Pengobatan :  
1. Non Medikamentosa(tanpa obat)  
Menjaga konsumsi  yang bergizi dan sehat
2.  Medikamentosa( obat)  
Untuk rinitis difteri: Penisilin sistemik dan anti-toksin difteri.. Simtomatik: analgetik dan antipiretik (Paracetamol), dekongestan topikal, 
dekongestan oral (Pseudoefedrin, Fenilpropanolamin, Fenilefrin).. Antibiotik: bila ada   komplikasi seperti infeksi sekunder bakteri, Amoksisilin, Eritromisin, Sefadroksil.
Pengobatan  lanjutan:
Jika ada   masalah  rinitis difteri dilakukan pelaporan ke health department  setempat. 
Konseling :
Menutup mulut saat  batuk dan bersin.Mengikuti program imunisasi lengkap, sepertivaksinasi influenza, vaksinasi MMR untuk mencegah terjadinya rinitis eksantematosa.Menghindari terpapar  alergen bila ada   faktor alergi sebagai pemicu.



RINITIS  VASOMOTOR
Rinitis vasomotor yaitu  salah satu bentuk rinitis kronik yang tidak diketahui pemicu nya (idiopatik), tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan 
hormonal, dan terpapar  obat (aspirin,klorpromazin,  obat topikal hidung dekongestan, kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker,). Rinitis non alergi dan mixed rhinitis  sering ditemukan  pada pasien dewasa dibandingkan anak-anak, 
lebih sering ditemukan  pada wanita dan cenderung bersifat menetap.
Keluhan :
Rinore yang bersifat serosa atau mukus, kadang  jumlahnya agak banyak. Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan rinitis alergika.
. Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur pasien, menurun   pada pagi hari dan jika terpajan lingkungan non-khusus  seperti perubahan suhu atau kelembaban udara, asap rokok, bau menyengat. 
Faktor Predisposisi
Faktor endokrin, seperti kehamilan, masa pubertas, pemakaian kontrasepsi oral, dan hipotiroidisme.
 Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang, dan stress. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis antara lain: 
Ergotamin, Klorpromazine, obat anti hipertensi, dan obat vasokonstriktor topikal. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan  bau yang menyengat (contoh , parfum).
Rinoskopi anterior:
Tampak gambaran konka inferior membesar (edema atau hipertrofi), berwarna merah gelap atau merah tua atau pucat.Untuk membedakan edema dengan hipertrofi konka, tenaga medis  bisa  memberi   arutan Epinefrin 1/10.000 melalui tampon hidung. Pada edema, konka akan 
mengecil, sedang  pada hipertrofi tidak mengecil.
 Terlihat adanya sekret serosa dan biasanya jumlahnya tidak banyak. namun  pada golongan rinore tampak sekret serosa yang jumlahnya sedikit lebih banyak dengan konka licin atau berbenjol-benjol.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengabaikan  kemungkinan rinitis alergi. 
Pemeriksaan dilakukan bila diperlukan dan fasilitas tersedia di layanan primer, yaitu:
Kadar IgE khusus, Tes cukit kulit (skin prick test)
Kadar eosinofil pada darah tepi atau sekret hidung
diagnosa  dilakukan  berdasar anamnesis,pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan 
penunjang bila diperlukan.berdasar  gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu:
-- Golongan bersin (sneezer): gejalabiasanya memberi  tanggapan  baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikoid topikal.
--Golongan rinore (runners): gejala rinore yang jumlahnya banyak.
--Golongan tersumbat (blockers): gejala kongesti hidung dan hambatan aliran udara pernafasan yang dominan dengan rinore yang minimal.
Diagnosa  banding: 
Rinitis alergi, Rinitis  Medikamentosa( obat)  , Rinitis akut
Komplikasi : Anosmia, Rinosinusitis
Pengobatan : 
1. Non Medikamentosa(tanpa obat)  
Kauterisasi konka yang hipertofi bisa  memakai  larutan AgNO3 25% atau trikloroasetat pekat. 
2.  Medikamentosa( obat)  
--. pengobatan  dengan terapi oral bisa  memakai  preparat simpatomimetik golongan agonis alfa (Fenilefrin, Pseudoefedrin, Fenilpropanolamin) sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa campuran  antihistamin. 
--. pengobatan  dengan terapi kortikosteroid topikal bisa  diberikan, contoh  Budesonide 1-2 x/hari dengan dosis 100-200 mcg/hari. Dosis bisa  
ditingkatkan sampai 400 mcg/hari. Hasilnya akan terlihat Sesudah  pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini ada   kortikosteroid topikal baru 
dalam aqua seperti Fluticasone Propionate dengan pemakaian cukup 1 x/hari dengan dosis 200 mcg selama 1-2 bulan.
--. Pada masalah  dengan rinorea yang berat, bisa  ditambahkan antikolinergik topikal Ipratropium Bromide.
Konseling :
Mengidentifikasi dan menghindari faktor pemicu , yaitu iritasi terhadap lingkungan non-khusus .
peralatan medis :
Epinefrin 1/10.000, Lampu kepala, Spekulum hidung, Tampon hidung




RINITIS ALERGIK
Rinitis alergi yaitu  penyakit inflamasi yang dipicu  oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh alergen yang sama dan dilesesudah n suatu mediator kimia saat  terjadi paparan ulangan dengan alergen 
khusus  ini . Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001, rinitis alergi yaitu  kelainan pada gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat Sesudah  mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh Ig E.
Rinitis muncul  di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terjadi  terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan perempuan sama. Insidensi tertinggi ada   pada anak-anak dan dewasa muda dengan rata-rata  
pada usia 8-11 tahun, sekitar 70% masalah  rinitis alergi berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insidensi rinitis alergi pada anak-anak 50% dan menurun seiring bertambahnya usia sehingga pada usia tua rinitis alergi jarang muncul .
Anamnesis Keluhan  :
Pasien mengeluh  keluarnya ingus encer dari hidung (rinorea), bersin,hidung tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias alergi). Bersin yaitu  gejala khas, biasanya terjadi berulang, terutama pada pagi hari. Bersin lebih dari 6 kali 
sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi tahap  cepat. Gejala lain berwujud  mata gatal dan banyak air mata.
pemicu keparahan: 
Terpaparnya debu tungau biasanya karpet dan  sprai tempat tidur, suhu yang tinggi. Adanya riwayat atopi. Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi yaitu  pemicu keparahan:  untuk untuk tumbuhnya jamur, sehingga bisa  muncul  gejala alergis.
Pemeriksaan Fisik
--Perhatikan adanya allergic salute, yaitu gerakan pasien menggosok hidung dengan tangannya sebab  gatal.
--. Wajah:
Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan memicu  gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid).Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.. Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berkaitan  dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung.
--. Faring: dinding posterior faring tampak granuler dan edema (co BeratBadan lestone appearance), dan  dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).
--. Rinoskopi anterior:
Pada rongga hidung bisa  muncul  massa seperti polip dan tumor, atau bisa  juga muncul  pembesaran konka inferior yang bisa  berwujud  edema atau hipertropik. Dengan dekongestan topikal, polip dan hipertrofi konka tidak 
akan menyusut, sedang  edema konka akan menyusut. Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau kebiruan (livide), ditambah  adanya sekret encer, tipis dan banyak. Jika kental dan purulen biasanya berkaitan  dengan sinusitis. . Pada rinitis alergi kronis atau penyakit granulomatous, bisa  terlihat adanya deviasi atau perforasi septum.
--. Pada kulit kemungkinan ada   tanda dermatitis atopi.
Pemeriksaan Penunjang :
Bila diperlukan dan bisa  dilakukan di layanan primer.
Pemeriksaan Ig E total serum, Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung.
diagnosa  dilakukan  berdasar  anamnesis, pemeriksaan fisik,  pemeriksaan penunjang bila diperlukan.Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 
2001, rinitis alergi dibagi berdasar  sifat berlangsungnya menjadi:
--. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
--Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau  lebih dari 4 minggu.
sedang  untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
--. Ringan, yaitu bila tidak muncul  gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,bersantai, berolahraga berenang , belajar, bekerja dan hal  lain yang 
mengganggu.
--Sedang atau berat, yaitu bila ada   satu atau lebih dari gangguan ini  di atas.
Diagnosa  banding: 
Rinitis vasomotor, Rinitis akut
Komplikasi 
Polip hidung, Sinusitis paranasal, Otitis media
Pengobatan : 
-. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat tanggapan  tahap  
lambat tidak bisa  diatasi dengan obat lain. Obat yang sering dipakai yaitu  kortikosteroid topikal:
mometason furoat,  triamsinolon. beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, 
-. Preparat antikolinergik topikal yaitu  ipratropium bromida yang bermanfaat 
untuk mengatasi rinorea sebab  aktivitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor.
-. Menghindari alergen khusus 
-. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran olahraga berenang  sudah  diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis
-. Terapi topikal bisa  dengan dekongestan hidung topikal melalui semprot hidung. Obat yang biasa dipakai  yaitu  oxymetazolin atau xylometazolin, namun hanya bila hidung sangat tersumbat dan dipakai beberapa hari (< 2 minggu) untuk menghindari rinitis  Medikamentosa( obat)  .
-. Terapi oral sistemik
--Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa bisa  dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa campuran  antihistamin. 
Dekongestan oral: fenilefrin, pseudoefedrin, fenilpropanolamin, 
--Antihistamin
Anti histamin generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin, siproheptadin. 
Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine
-. Terapi lainnya bisa  berwujud  operasi terutama bila ada   kelainan anatomi, selain itu bisa  juga dengan imunoterapi
Konseling :
Menghindari suhu ekstrim panas maupun ekstrim dingin.mengabaikan  faktor pemicu  yang dicurigai (alergen).
Bila diperlukan, dilakukan:
Pemeriksaan radiologi dengan foto sinus paranasal.. Uji kulit atau Prick Test, dipakai  untuk menentukan alergen pemicu  rinitis alergi pada pasien.Bila perlu dilakukan tindakan operatif.
. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.