Rabu, 25 November 2020

obat huruf R





RADIUM


Radium sebagai  salah satu zat kimia radioaktif dari unsur logam bernama    radium Ra 223 dichloride. untuk mengatasi   kanker prostat yang  menyebar ke tulang,
 radium suntik  antitumor mampu membantu pasien menyerang sel kanker yang menguasai  tulang tulang ,
merek dagang: xofigo,
golongan zat radioaktif,
kategori obat resep,
untuk    dewasa,
bentuk                suntikan,
hasil penelitian      ada   efek samping  pada  janin,   namun belum ada penelitian   pada wanita hamil ,  obat hanya  digunakan bila  besarnya manfaat melebihi besarnya risiko terhadap janin,  belum diketahui apakah   obat ini   bisa diserap ke dalam asi  atau tidak ,bila anda sedang menyusui, jangan mengonsumsi  obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter, sebelum  mengonsumsi obat ini ,
ibu hamil, menyusui, sedang merencanakan kehamilan disarankan tidak mengonsumsi obat ini ,
sebelum  mengonsumsi obat ini  konsultasikan dengan dokter jika  pasien  ternyata berusia lanjut   atau anak anak ,
sebelum  mengonsumsi obat ini  konsultasikan dengan dokter jika  pasien sedang menjalani kemoterapi,mengalami  penurunan produksi sel darah (myelosuppresion),
sedang  menderita gangguan sumsum tulang, gangguan fungsi ginjal, memiliki  penyakit di hati,
pasien menjalani  tes darah sesudah  mengonsumsi  obat ini, untuk memantau efek dan kerja obat ,
 obat radium Ra 223 ini  menimbulkan cacat pada janin , oleh sebab itu gunakan selalu alat kontrasepsi saat berhubungan seksual,
sebelum  mengonsumsi obat ini  konsultasikan dengan dokter jika pasien  mengonsumsi suplemen jamu herbal,
oleh  karena radium menekan jumlah sel darah putih sel darah putih berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh (antibodi) secara  sementara ,maka segera  hindari  orang yang sakit sakitan ,
belum ada penelitian interaksi obat  radium bersama dengan obat-obatan lainnya,
Dosis Radium
untuk  kanker prostat yang sudah pernah    ke tulang, dosis radium  melalui suntikan ke pembuluh darah vena (intravena) yaitu  50 kilobecquerel per kilogram berat badan (kbq/kg beratbadan ), dengan interval 4 minggu, hingga 6 kali suntikan,
efek samping radium Ra 223 :
demam , sakit punggung , nyeri saat buang air kecil,
kulit  pucat, bintik merah pada kulit, berat badan naik,
sesak napas, sariawan ,  sakit tenggorokan, gusi berdarah,
 lelah , wajah, lengan, tangan, tungkai,  kaki.membengkak , kesemutan ,
nyeri dada, batuk,




ROPINIROLE

Ropiniole menyeimbangkan kadar zat dopamine di dalam otak,  untuk mengatasi  gangguan saraf motorik tubuh, seperti penyakit sindrom kaki gelisah (restless legs syndrome/RLS)  dan parkinson,
obat ini mampu membantu pasien dalam usaha  mengurangi rasa tidak nyaman pada kaki saat bergerak atau tidur, dalam mengembalikan keseimbangan dan kemampuan pergerakan tubuh, menurunkan tingkat tremor,
merek dagang: requip pd 24 hour,
golongan agonis dopamin,
kategori obat resep,
untuk    dewasa,
bentuk      tablet,
hasil penelitian      ada   efek samping  pada  janin,   namun belum ada penelitian   pada wanita hamil ,  obat hanya  digunakan bila  besarnya manfaat melebihi besarnya risiko terhadap janin,
sebelum  mengonsumsi obat ini  konsultasikan dengan dokter jika  pasien sering  kesulitan berjalan jalan , gangguan tidur, tekanan darah tidak normal, gangguan ginjal, mengidap gangguan jantung, gangguan psikologis, gangguan hati,
sebelum  mengonsumsi obat ini  konsultasikan dengan dokter jika  pasien lanjut usia  kadang bisa mengalami  efek samping pingsan  linglung, halusinasi,
Dosis Ropinirole
untuk  sindrom kaki gelisah dimulai  0,25 mg per hari selama 2 hari,  dikonsumsi 1-3 jam sebelum tidur. maksimal dosis per hari  0,50 mg , dosis dapat dinaikan  hingga maksimal 3 atau 4 mg,
untuk  penyakit parkinson dosis pertama   0,25 mg   3  kali sehari,
dosis  dinaikkan tiap minggunya  0,75 mg secara bertahap selama 4 minggu  , antara 3-9 mg per hari,  maksimal dosis 24 mg per hari ,
 efek samping  ropinirole:
sering buang angin, berkeringat ,
mulut  kering,tubuh  lemas, jantung berdebar-debar
pingsan, reaksi alergi.mual,muntah,pusing,sulit berkonsentrasi,
konstipasi,nyeri perut,




REDOXON

Redoxon yaitu  suplemen memgandung  vitamin dan mineral seperti pada makanan,
produk redoxon
redoxon terdiri atas   redoxon double action dan redoxon fortimun:
Redoxon Double Action
ini mengandung  zinc 10 mg (83% AKG) dan vitamin C 1.000 mg (1.111% AKG)  untuk mempertahankan daya tahan tubuh  , Kekurangan vitamin C menyebabkan   penyakit skorbut dengan gejala penyembuhan luka terhambat , sariawan, gusi berdarah,  kekurangan atau defisiensi zinc menyebabkan   penurunan daya tahan tubuh , gangguan saluran pencernaan seperti kolitis ulseratif dan crohn’s disease, sindrom malabsorbsi,
penyakit kronis  gagal ginjal  dan diabetes , menyebabkan  kekurangan  Vitamin C dan zinc ,
tablet hisap  untuk anak (Redoxon Double Action Kids)  mengandung zinc 5 mg dan  vitamin C 250 mg ,
Redoxon Fortimun ,mengandung :
Vitamin D 400 IU (100% AKG),
Vitamin E 45 mg (300% AKG),
Vitamin B6 6,5 mg (500% AKG),
Asam Folat 400 mcg (100% AKG),
Vitamin B12 9,6 mcg (400% AKG),
Zat besi 5 mg (19% AKG),
Tembaga 900 mcg,
Selenium 110 mcg (366,5 % AKG),
zinc 10 mg,
vitamin C 1000 mg,
Vitamin A 2.333 IU (116,6% AKG),
vitamin A, C,  E,  Mineral  zinc dan selenium  dalam Redoxon Fortimun  menjaga daya tahan tubuh,
persen angka kecukupan gizi (AKG)  tertera  berapa persen kandungan vitamin dan mineral dalam Redoxon ,  contoh  kandungan vitamin E dalam Redoxon Fortimun yaitu  45 mg (300% AKG), artinya dalam 1 hari asupan vitamin E yang disarankan  adalah 15 mg,
hasil penelitian      ada   efek samping  pada  janin,   namun belum ada penelitian   pada wanita hamil ,  obat hanya  digunakan bila  besarnya manfaat melebihi besarnya risiko terhadap janin,
Redoxon tidak untuk-anak-anak di bawah 6 tahun,
sebelum  mengonsumsi obat ini  konsultasikan dengan dokter jika  pasien  tiba tiba hamil dan  memiliki kadar fenilalanin tinggi, gangguan kelenjar paratiroid,
menderita fenilketonuria, penyakit jantung, batu ginjal, hemokromatosis,
hentikan  pemakaian jika  mengalami gangguan ginjal,
dosis redoxon
untuk  redoxon fortimun  , redoxon double action kids anak-anak ≥ 6 th: 1-2 tablet per hari,
untuk  redoxon double action tablet effervescent atau tablet isap dewasa: 1 tablet effervescent per hari,
Interaksi Redoxon
jika   Redoxon  diminum bersamaan dengan susu atau makanan lain yang mengandung kalsium  maka akan menyulitkan tubuh untuk menyerap mineral lain,
jika   Redoxon  diminum bersamaan dengan Isotretinoin.
Obat maag antasida ,Antibiotik sulfonamida,  Diuretik,  Obat hipertensi,
 Obat antiinflamasi nonsteroid  maka akan  mengurangi penyerapan vitamin dan mineral,   mengganggu efektivitas obat-obatan lainnya
efek samping  Redoxon Fortimun:
 Vitamin B6 : sensasi tertusuk di tangan dan kaki, sensitif terhadap cahaya matahari , sakit kepala, nafsu makan berkurang,
 Vitamin B12: volume darah dan sel darah merah meningkat,  kesulitan menelan, selenium. demam, mual, bau mulut, gangguan jantung, ginjal,  hati,timbul jerawat, peningkatan tekanan darah, ruam pada kulit, kulit terasa gatal atau terbakar, mual, kadar kalium menurun,
 Vitamin A: sensitif dengan cahaya matahari, sering buang air kecil ,muncul tiba tiba   area area  berwarna  kuning di kulit  kaki , sekitar hidung, bibir, telapak tangan,   demam, nyeri otot atau tulang, bibir pecah-pecah, mulut kering, sakit maag,
 Vitamin E:  diare,  memar, hidung, gusi berdarah,sakit kepala, lelah, ruam kulit, mual, kram perut, efek samping redoxon :
diare, konstipasi, muntah, sakit perut ,

kusta

 

 

 

   



 PENYAKIT KUSTA



Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang   bersifat kronik,  Penyakit ini disebabkan oleh kuman  Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat dan   terjadi pada kulit dan saraf tepi, .Kuman  pertama kali menyerang  syaraf perifer,  kemudian mengenai otot, tulang , testis kulit dan mukosa mulut, sistem retikulo endotel pengidap, mata,  saluran nafas bagian atas,
masa inkubasi  berkaitan dengan pembelahan sel yang lama, yaitu antara 2 sampai 3 minggu, masa inkubasi kusta bermacam macam antara 40 hari sampai 40   tahun,  rata-rata inkubasi 3 sampai   5 tahun,  di luar tubuh pasien (keadaan  suhu  lingkungan  tropis) maka  kuman kusta bisa  bertahan hanya  sampai 9 hari saja ,Kuman mycobacterium leprae juga bisa disalurkan secara transplasental terutama   pada pasien  anak yang berumur  kurang dari 1 tahun,  melalui air susu ibu ,Pemberian  Imunisasi  BCG  berperan dalam penurunan  kusta,  
Pemberian   kuman kuman  mycobacterium leprae yang  sudah pernah  dimatikan pada obat obatan  vaksinasi BCG pada pasien dewasa  belum mampu  meningkatkan perlindungan  , efek kesembuhan dari  vaksin BCG dapat   maksimal apabila diberikan sebelum usia  15  tahun,
pasien  anak  kusta subklinis   masih  saja   terlihat sehat dan tidak
memperlihatkan gejala penyakit, namun pada pemeriksaan serologisnya,
ternyata   kadar IgM anti PGL-1 di atas 605 U/ml,
Salah satu pemicu terjadinya kerusakan  fungsi saraf  adalah reaksi kusta,  Pada  masa masa   reaksi terjadi proses inflamasi akut yang  memicu kerusakan saraf, Kerusakan saraf yang terjadi kurang dari 6 bulan sejak saat pertama penularan penyakit , namun  bila  diobati prednison dengan tepat, tidak akan terjadi kerusakan saraf  yang permanen  sebab  fungsi saraf masih refersibel  , namun  Bila ternyata   kerusakan  saraf  sudah terlanjur menjadi cacat permanen maka yang bisa  dilakukan adalah usaha pencegahan cacat agar tidak bertambah  berat , Kuman kusta  yang berada di luar tubuh pasien bisa hidup  1 hari  sampai 7 hari,  ini tergantung dari  suhu dan cuaca di luar tubuh pasien itu. Makin panas cuaca  makin cepat  kuman kusta mati.sangat  penting agar  sinar matahari  dapat   masuk ke dalam rumah guna  menghindari  terjadinya lingkungan  yang lembab, Penyakit kusta  bisa memicu kecacatan, Cacat akibat  kusta terjadi akibat  adanya  gangguan  pada  fungsi saraf  mata, saraf tangan atau saraf  kaki, Semakin  lama    penundaan  pengobatan, makin besar risiko munculnya
kecacatan ,  kerusakan saraf juga bisa saja   terjadi  selama masa masa   pengobatan  namun   ini menurun bertahap sesudah 3 tahun sejak  pengobatan
berikutnya, pengobatan MDT tetap merupakan cara terbaik dalam mencegah kecacatan, Namun  karena  banyak pengidap yang  terlambat  dalam usaha  melakukan pemeriksaan sehingga banyak pengidap yang   mengalami kerusakan saraf ,
Vaksinasi imunisasi Bacillus Calmette Guerin( BCG ) adalah suatu vaksin  untuk  meningkatkan kekebalan tubuh  penyakit BCG, vaksin ini mampu    memperlihatkan  kesembuhan  pada  pasien penyakit kusta, Vaksinasi BCG  mungkin  juga  mampu  memutus rantai penularan kusta,
satu dosis  vaksinasi BCG   memberikan perlindungan  sebesar 40%  dua dosis memberikan perlindungan sebesar  80%,namun  Vaksinasi BCG  hanya cuma sekedar  bisa memberikan perlindungan optimal apabila diberikan pada pasien  sebelum berusia 14 tahun,
Faktor genetik  memiliki peran terhadap  terjadinya penyakit kusta
pada golongan pasien pasien  tertentu, namun mekanisme   genetik dengan  
penyakit kusta belum diketahui  secara pasti, Faktor genetik yang
berperan salah satunya adalah berada di bawah sistem Human
Leucocyte Antigen (HLA),
penyakit kusta  memicu  cacat tubuh, namun  tidak mengakibatkan kematian juga tidak  menampakan gejala yang menonjol , tanda gejala tahap pertama yaitu  kelainan  warna kulit,  terjadi  eritematosa, hipopigmentasi, hiperpigmentasi , lesi kulit yang berupa bercak hipopigmentasi atau lesi kulit  kemerahan dengan berkurangnya sensasi ,adanya  basil tahan asam (BTA) di lapisan kulit, adanya keterlibatan syaraf perifer, seperti  penebalan berbatas tegas dengan hilangnya sensasi,
adanya bercak tipis seperti panu pada  tubuh pasien,  bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, namun lama lama semakin melebar dan banyak, adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar  pada kulit ,rambut  alis  mendadak tiba tiba rontok , adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf peroneus, ulnaris, medianus, aulicularis magnus , kelenjar keringat tidak aktif  sehingga kulit menjadi mengkilat tipis , panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil, anoreksia, nausea, kadang-kadang ditambah vomitus,cephalgia,neuritis,iritasi, orchitis , pleuritis,nephrosia, nepritis ,hepatospleenomegali ,pemeriksaan penyakit kusta  berdasar  pemeriksaan klinis , pemeriksaan slit skin  smear , pemeriksaan kusta dilakukan  bila memenuhi satu atau lebih  dari tanda kardinal ,antaralain:
lesi kulit ditambah anestesi  lesi kulit bisa berupa makula atau plak eritema berwarna  seperti  infiltrasi,edema,tembaga, hipopigmentasi, hiperpigmentasi,  jumlah lesi bisa  multipel atau tunggal ,hilangnya fungsi kelenjar memicu permukaan  lesi tampak berkeringat,berkilap ,kering, kasar , folikel  rambut bisa menghilang, anestesi atau gangguan hingga  hilangnya fungsi sensorik pada suhu ,rasa raba, nyeri,  adanya    lesi dan area yang dipersarafi oleh saraf  perifer. pada kusta tipe lepromatosa bisa juga mengenai area  di luar persarafan yang terlibat, pembesaran saraf tepi biasanya baru terdeteksi  sesudah  adanya lesi kulit, paling sering mengenai nervus peroneus komunis dan  nervus ulnaris ,  pembesaran saraf multipel  ada  pada kusta tipe MB,
pemeriksaan saraf antaralain :  pemeriksaan nervus supraorbital, nervus tibialis posterior ,nervus peroneus, nevus poplitea lateralis,  nervus aurikularis magnus, nervus ulnaris, nervus radialis,  nervus medianus,
pada  pemeriksaan slit skin smear terdaoat adanya   basil tahan asam ,
hapusan kulit  bisa diambil dari bagian dorsum digiti i  pedis ,kedua lobus telinga, lesi kulit, bagian  dorsum interfalang digiti iii manus,  pemeriksaan slit skin smear memiliki spesifisitas 100% ,  dengan kepekaan lebih rendah  10 sampai  50%.  
ciri ciri kusta untuk   menentukan komplikasi, perencanaan operasional, regimen  ,pengobatan, prognosis   dan  untuk identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan mengidap  cacat,  ciri ciri kusta yang  dipakai yaitu  ciri ciri  berdasar atas Ridley dan Jopling yang membagi kusta menjadi
5  spektrum berdasar pada imunologis,histopatologis, kriteria klinis, bakteriologis, Pewarnaan dilakukan dengan metode Ziehl-Neelsen, berdasar pemeriksaan slit skin smear bisa ditentukan indeks morfologis (IM)  dan  IB  (indeks bakteriologi)  yang  membantu   menentukan analisa ulang dan  tipe kusta ,
Indeks bakteriologi merupakan ukuran semi kuantitatif  kepadatan BTA dalam sediaan hapus yang dihitung menurut  skala logaritma Ridley. Nilai IB berkisar dari terendah +1 yang  mengandung jumlah bakteri paling sedikit, hingga +6 yang mengandung jumlah bakteri paling banyak pada setiap lapang pandang ,
Penyakit kusta  dibedakan menjadi  beberapa ciri ,
1. ciri ciri Internasional menurut Madrid pada tahun 1953:
a. Bordeline ( B ) yaitu  Kelainan kulit bercak tersebar,  menebal, tidak teratur
 Beberapa masalah  timbul dari bentuk  tuberculoid sebagai hasil reaksi ulangan. Tipe Borderline  hampir selalu memberikan hasil positif pada pemeriksaan  bakteriologis , pada reaksi lepromin umumnya memberikan hasil negatif,
b. Lepromatosa ( L ) yaitu  bentuk tidak jelas, berbentuk bintil-bintil (nodule), makula  tipis di seluruh badan dan simetris,Kelainan kulit berupa bercak-bercak tebal dan difus,
c. Interdeterminate ( I )  yaitu  Kelainan kulit berupa makula berbentuk bulat yang  berjumlah 1 atau 2, pada pemeriksaan bakteriologis jarang  ada hasil yang positif, lesi kulit berbentuk datar  yang mana bisa berupa erythematous atau  hipopigmentasi  dan pada reaksi lepromin bisa memberikan  hasil negatif  atau positif ,
d. Tuberkuloid ( T )  yaitu adanya  makula atau bercak tipis bulat tidak teratur
dengan jumlah lesi 1 atau banyak ,  Permukaan kering, kasar sering dengan penyembuhan di tengah, Tipe Tuberculoid (T) memberikan hasil negatif pada
pemeriksaan bakteriologis, banyak pada masalah   erythematous skin lession, dan positif pada lepromin,
Tipe Lepromatous  memberikan hasil positif pada pemeriksaan bakteriologis,
infiltrasi pada lesi kulit bisa ditemui  pada jumlah sedikit sampai  banyak dan negatif pada pemeriksaan  pada lepromin,

2. ciri ciri menurut Ridley-Jopling pada tahun 1962 :
a. Tuberkuloid –tuberkuloid ( TT )
b. Bordeline – tuberkuloid ( BT )
c. Bordeline – bordeline ( BB )
d. Bordeline – lepramatosa ( BL ) i
e. Lepramatosa – lepramatosa ( LL )

Tabel ciri ciri Kusta Ridley dan Jopling

Lesi : Pertumbuhan rambut
TT :   absen
BT :    menurun   dengan jelas
BB : menurun  sedang
BL:  sedikit menurun
LL :normal pada tahap pertama

Lesi :    BTA
TT :negatif
BT :negatif atau sedikit
BB :  jumlah sedang
BL:banyak
LL :banyak sekali termasuk globi

Lesi :  Reaktivitas lepromin
TT :positif kuat (+++)
BT :  positif  lemah (+ atau ++)
BB :   negatif atau positif lemah
BL:  negatif   
LL :negatif

lesi :    jumlah
TT  :   biasanya tunggal  (sampai  dengan 3 lesi)
BT :  sedikit (sampai  dengan 10 lesi)
BB :   beberapa (10-30 lesi)
BL  :    banyak  asimetris (>30 lesi)
LL :    tidak terhitung, simetris

lesi :   Ukuran
TT :    bermacam macam umumnya besar
BT :   bermacam macam, beberapa besar
BB  :   Bervariasi
BL   :      kecil, beberapa  bisa besar
LL    :   kecil

Lesi :  Permukaan
TT :  kering dengan skuama
BT :  kering dengan  skuama  terlihat cerah infiltrasi ,
BB : kusam atau  sedikit  mengkilap ,
BL:  mengkilap
LL : mengkilap

Lesi :  Sensasi
TT :  absen
BT : menurun dengan jelas
BB :  menurun  sedang
BL:    sedikit  menurun
LL :  menurun minimal  atau  normal


Tabel  ciri ciri Penyakit Kusta berdasar WHO

ciri ciri klinis : Kerusakan  saraf
PB: Hanya 1 saraf dibadan yang  terlibat
MB :Banyak saraf  dibadan yang terlibat
SLPB:   Saraf dibadan   tidak terlibat

ciri ciri klinis :   Korelasi dengan Ridley dan  Jopling
PB:  TT, kebanyakan BT
MB :  Beberapa BT, BB, BL, LL
SLPB:  I, TT, BT

ciri ciri klinis :   Jumlah lesi kulit
PB:  2- 5 lesi   
MB :6 atau lebih lesi
SLPB:  Hanya 1 lesi

ciri ciri klinis : Sediaan  hapusan
PB:  Negatif pada  semua area
MB :Positif pada semua  area
SLPB: Negatif pada semua area

ciri ciri klinis :   penyebaran
PB:  Asimetris
MB : Lebih simetris
SLPB:   -

ciri ciri klinis : Hilangnya  sensasi
PB:   Terbatas
MB : Luas
SLPB:   Terbatas


Tabel  bentuk   Tipe PB

ciri ciri Lesi  :Sensibilitas
Borderline  tuberculoid (BT) :  Hilang
Indeterminate (I) :Agak terganggu
Tuberkuloid  (TT) :  Hilang

ciri ciri Lesi  : pada lesi kulit  tes lepromin
Borderline  tuberculoid (BT) :  Positif (2 +)
Indeterminate (I) :Meragukan  (1 +)
Tuberkuloid  (TT) :  Positif kuat  (3+)

ciri ciri Lesi  :BTA
Borderline  tuberculoid (BT) :  Negatif atau 1 +
Indeterminate (I) :Biasanya negatif
Tuberkuloid  (TT) :  Negatif

ciri ciri Lesi  :Tipe
Borderline  tuberculoid (BT) :   Makula dibatasi infiltrat saja
Indeterminate (I) :Makula
Tuberkuloid  (TT) :  Makula dibatasi infiltrat

ciri ciri Lesi  :Jumlah
Borderline  tuberculoid (BT) :  Satu dengan lesi  satelit
Indeterminate (I) :Satu atau  beberapa
Tuberkuloid  (TT) :   Satu atau beberapa

ciri ciri Lesi  :penyebaran
Borderline  tuberculoid (BT) :  Asimetris
Indeterminate (I) :bermacam ragam
Tuberkuloid  (TT) :  Terlokalisasi & asimetris

ciri ciri Lesi  :Permukaan
Borderline  tuberculoid (BT) :  Kering, skuama
Indeterminate (I) :bisa halus agak  berkilat
Tuberkuloid  (TT) :  Kering  skuama

Tabel  bentuk  Tipe MB

ciri ciri Lesi  : Pada hembusan  hidung
Mid-borderline  (BB) :  Tidak ada
Lepromatosa  (LL)  : Banyak (globi)
Borderline lepromatosa (BL)  :  Biasanya tidak ada

ciri ciri Lesi  : Tes lepromin
Mid-borderline  (BB) :  Biasanya negatif, bisa juga (±)
Lepromatosa  (LL)  : Negatif
Borderline lepromatosa (BL)  :  Negatif

ciri ciri Lesi  : BTA Pada lesi kulit
Mid-borderline  (BB) :  Agak banyak
Lepromatosa  (LL)  : Halus dan  berkilap Tidak terganggu
Borderline lepromatosa (BL)  :  Banyak

ciri ciri Lesi  : Tipe
Mid-borderline  (BB) :  Plak, lesi berbntuk kubah, lesi punched-out
Lepromatosa  (LL)  : Makula, infiltrat difus, papul, nodus
Borderline lepromatosa (BL)  :  Makula, plak, papul

ciri ciri Lesi  : Jumlah
Mid-borderline  (BB) :  Beberapa, kulit  sehat (+)
Lepromatosa  (LL)  : Banyak,
Borderline lepromatosa (BL)  :  Banyak, tapi kulit sehat masih ada

ciri ciri Lesi  : penyebaran
Mid-borderline  (BB) :  Asimetris
Lepromatosa  (LL)  : penyebaran luas, praktis  tidak ada kulit sehat
Borderline lepromatosa (BL)  :  Cenderung simetris

ciri ciri Lesi  : Permukaan
Mid-borderline  (BB) :  Sedikit berkilap, beberapa lesi kering
Lepromatosa  (LL)  : Simetris
Borderline lepromatosa (BL)  :  Halus dan berkilap

ciri ciri Lesi  : Sensibilitas
Mid-borderline  (BB) :  Berkurang
Lepromatosa  (LL)  : Kering, skuama
Borderline lepromatosa (BL)  :  Sedikit berkurang

Imunitas humoral diperantarai oleh antibodi yang  dihasilkan oleh sel B. Antigen protein ditelan oleh sel B  khusus antigen, kemudian protein diproses dan peptide   dipresentasikan pada sel T CD4 efektor, Limfosit T pembantu  ini
kemudian mengekspresikan CD 40L, yang mengikat pada CD40 pada sel B ,  Sel T juga mengekspresikan berbagai sitokin  yang mengikat pada reseptor sitokin sel B,  Sinyal yang  dihasilkan oleh  reseptor sitokin  dan  CD40  memicu  
proliferasi sel B menjadi penghasil antibodi, sedang  tanggapan  antibodi pada antigen non protein seperti  polisakarida kapsul bakteri, berkembang tanpa bantuan sel T 13,
 antibodi mampu membantu pasien dalam rangka  mengatasi  infeksi melalui beberapa cara, Antibodi memiliki afinitas yang tinggi untuk mengikat erat  mikroba sekaligus  menetralisir   daya infeksi dari mikroba,  Beberapa  jenis antibodi mengopsonisasi   mikroba dan ditemukan  oleh reseptor fc fagosit yang kemudian  terjadi  degradasi intraseluler mikroba atau  penelanan,
Antibodi atau immunoglobulin (Ig) merupakan  glikoprotein yang dihasilkan sel plasma dan ada dalam  fraksi γ globulin serum, pengaktifan  sel B memicu
maturasi dan  pembelahan  sel B menjadi sel plasma yang akan  mensekresi antibodi secara  khusus, Imunoglobulin sendiri terdiri dari   2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang masing masing   mirip serupa   dan dihubungkan oleh ikatan disulfide,  5 kelas Ig   (IgE,IgD,IgA, IgG, IgM dan   IgE  ) ditentukan oleh urutan asam amino region konstan dari rantai berat,  Imunoglobulin M merupakan molekul Ig yang pertama  diekspresikan selama perkembangan sel B , Kebanyakan sel  B mengandung IgM pada permukaannya sebagai reseptor
antigen, Nama M berasal dari kata macroglobulin dan berat  molekul IgM adalah 900.000 dalton. Makromolekul ini bisa  membuat aglutinasi berbagai fiksasi komplemen dan  partikel  dengan efisiensi yang sangat tinggi,
 Antibodi IgM cenderung  memperlihatkan afinitas rendah pada antigen dengan
determinan tunggal (hapten) namun karena molekul IgM  multivalent maka molekul ini bisa memperlihatkan afinitas yang  tinggi pada antigen yang memiliki banyak epitop,
mycobacterium leprae ESAT 6 memiliki kesamaan sebesar 36% dari  M.tuberculosis ESAT 6,
L-ESAT 6 adalah suatu protein yang disekresi  ekstraseluler oleh mycobacterium leprae dengan berat molekul 6 kDa,  jadi perbedaan antara dua molekul ini  adalah sebesar 64% ,  Anti-mycobacterium leprae ESAT-6  yang berjenis    T-cell hybridomas , poliklonal atau  monoklonal  bereaksi hanya  dengan protein yang homolog dan bisa mengidentifikasi    T cell epitope dan  B  berdasar kenyataan di atas L-ESAT-6   , mycobacterium leprae bisa dianggap sebagai antigen yang khusus untuk .pemeriksaan penyakit kusta. Geluk mengidentifikasi ciri ciri  dari L-ESAT-6 yang homolog dengan M.tuberculosis ESAT-6
Protein L-ESAT 6 yang disekresi oleh mycobacterium leprae sudah  diketahui  berperan  pada pathogenesis  penyakit kusta. Protein ini disandi oleh gen RD-1 yang hanya
didapat  pada strain yang virulen. Regio N-terminus yang  ada  di bagian luar dari molekul L-ESAT 6, merupakan  bagian imunogenik yang berinteraksi dengan berbagai sel  imunokompeten,  paparan  pada protein ESAT 6 ini bisa membangkitkan tanggapan  kekebalan  tubuh pasien,
(T-ESAT-6) M.tuberculosis memperlihatkan paling sedikit 11  gen (Rv3867 sampai dengan Rv3877) diperlukan untuk bisa  mensekresi ESAT-6. Rv3870 dan Rv3871 adalah AAA+class  ATPases, sedang Rv3877 adalah transmembrane protein yang  besar. 11  gen itu kecuali Rv3872, yang 10 ada di M.  leprae genome pada susunan genetik yang sama,  bahwa mycobacterium leprae menghasilkan  ESAT-6 seperti  M.tuberculosis. Terbukti, transcripts untuk L-ESAT-6 ada
dengan reverse transcription-PCR pada nu/nu mouse-derived  mycobacterium leprae dengan memakai  strains Thai-53 dan 4089 pada  biopsi pasien kusta, Fungsi protein ini walaupun masih belum  jelas namun keduanya memberi  tanggapan  kekebalan  mediasi  seluler selama infeksi

Cell-Mediated Immunity: IL-2 dan IFN-γ
Imunitas seluler sebagai  bentuk  pertahanan terbaik   dalam melawan serangan  dari mikroba intraseluler seperti  mycobacterium leprae,  ada 2  tipe reaksi kekebalan  seluler,
pertama,  sel T memberikan spesifisitas dan merangsang fagosit untuk
mengeliminasi antigen. Reaksi ini dimulai  saat  sel T efektor  yang terdiri dari  CD8 atau  subset CD4   mengenali peptide antigen yang  difagosit oleh makrofag,  Sel T ini memiliki  pengaktifan  untuk  mengekspresikan CD40 ligand (CD40L) yang nantinya akan   mensekresi  sitokin terutama IFN-γ yang akan mengaktifasi makrofag  juga   akan  berikatan dengan CD40 pada makrofag
Bagian kedua adalah limfosit T sitolitik (CTL atau cytolytic T  lymphocytes) yang akan mengenali peptide antigen mikroba yang memiliki kemampuan intraseluler seperti mycobacterium leprae, Sebagai akibat pengenalan oleh antigen, CTL akan
mensekresikan protein granula dan mengekspresikan molekul  permukaan untuk membunuh sel terinfeksi, yang kemudian  akan mengeliminasi sel yang terinfeksi,  Sel T CD4 berdiferensiasi menjadi 4 jenis  subtype sel efektor yaitu  T regulator,Th1, Th2 dan  Th17  ,  Keempat sel T itu dibedakan  atas dasar sitokin yang dihasilkan. Sel Th2  menghasilkan IL-13 , IL-4, IL-5, IL-10 , namun Th1   menghasilkan  sitokin IL-2   dan  IFN-γ ,IFN-γ merupakan protein yang dihasilkan oleh sel Th1 CD4+ ,sel T CD8+  dan   sel NK,  
IFN-γ merupakan sitokin yang  berfungsi  sebagai pengaktivasi makrofag dan memiliki  fungsi   penting pada imunitas selular pada  mikroba intraseluler seperti mycobacterium leprae , IFN-γ  merupakan  suatu sitokin pengaktifasi makrofag, dimana sel   NK   dan   limfosit T   mengaktivasi makrofag untuk menyerang  mikroba yang  difagosit,  Sitokin ini aktif   meningkatkan fungsi mikrobisidal makrofag dengan cara  merangsang pembentukan nitric oxide dan   reactive oxygen intermidiates , Molekul yang sangat  aktif   ini dihasilkan di dalam lisosom dan akan   menyerang   mikroba yang ada dalam fagolisosom,
IFN-γ merangsang ekspresi molekul  MHC  kelas II  , MHC kelas I  dan kostimulatori pada sel penyaji antigen,   IFN-γ menginduksi  diferensiasi sel T CD4+ naïf menjadi subset Th1  dan menghambat proliferasi sel Th2. Efek penginduksi Th1  diperantarai secara tidak langsung melalui aktivasi fagosit
mononuclear untuk menghasilkan  IL-12, dimana sitokin ini  merupakan penginduksi Th1,  IFN-γ bekerja pada sel B untuk  menginduksi switching immunoglobulin subkelas tertentu,  IFN-γ   merangsang aktivasi  sitolitik sel NK dan mengaktifasi netrofil ,
IL-2  berperan dalam deferensiasi  dan  pertumbuhan   limfosit T.
 IL-2 mampu  mendukung proliferasi sel T yang sudah  distimulasi oleh  antigen, oleh karena itu   IL-2 dinamakan  pemicu  pertumbuhan sel T,  Sitokin IL-2  ini  dihasilkan oleh   limfosit T CD4+, karena adanya aktivasi sel T dari   antigen
yang menstimulasi transkripsi gen IL-2  sehingga  Sekresi IL-2 mencapai
puncaknya  8  sampai  12 jam sesudah aktivasi  mycobacterium leprae yang masuk ke dala.  tubuh pasien bisa menjadi  kusta manifet melalui jalur sistem kekebalan  tubuh, Perjalanan tanggapan    kekebalan  ini  dilihat dari



FOTO   jalur metabolik respon kekebalan  pada kusta


pemeriksaan serologis kusta
Pemeriksaan serologis dilakukan dengan cara  melihat lihat  pembentukan  antibodi pada tubuh pasien yang sudah terinfeksi  oleh mycobacterium leprae,
Antibodi yang terbentuk bisa bersifat khusus maupun bersifat non khusus,
Antibodi yang terbentuk tergantung  antigennya,   Antibodi yang bersifat khusus untuk mycobacterium leprae antara lain anti L ESAT 6 kD, antibodi  anti protein 35 kD , 16 kD  , anti phenolicglycolipid-1 (PGL-1) , namun  antibodi yang tidak khusus antara lain adalah antibodi anti  lipoarabinomanan (LAM) yang  dihasilkan oleh kuman  M.tuberculosis ,
penularan penyakit kusta
Sumber penularan kusta  belum diketahui,  penularannya yaitu  melalui  kuman pada lesi kulit nodular yang pecah, atau  mukosa hidung  pengidap kusta tipe lepromatous yang belum pernah  diobati ,
pasien yang tinggal serumah dengan pengidap tipe  multibasiler (MB) terutama lepromatous yang belum memperoleh  pengobatan berpotensi  tertular
dibandingkan dengan yang tidak tinggal serumah,
pasien  anak lebih mudah tertular dibandingkan dengan pasien pasien dewasa.
pintu keluar kuman kusta yaitu  selaput lendir hidung, penularan bisa
melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung  pengidap yang sudah mengering, diluar masih bisa hidup seminggu,
syarat-syarat penularan  adalah harus ada lesi baik makroskopis atau mikoskopis ditambah adanya kontak  langsung bersentuhan  lama dan berulang-ulang,
 sumber infeksi  mycobacterium leprae berasal  dari     pasien-pasien yang memiliki kadar
tinggi bakteri mycobacterium leprae dalam tubuhnya dengan atau tanpa tanda   gejala  kusta atau dinamakan subklinis kusta. golongan   subklinis adalah pasien-pasien sehat yang tidak memperlihatkan dan  menampakan gejala tanda kusta  ditubuhnya  sedikitpun , namun memiliki kadar IgM anti PGL-1 > 650 U/ml saat  
 dilakukan  pemeriksaan di laboratorium secara mendadak tiba tiba ,
IgM anti PGL-1 merupakan antibodi khusus untuk M. leprae,  Dengan ditemukannya  DNA mycobacterium leprae yang dideteksi pada   darah dan apusan hidung pasien  dari golongan pasien   subklinis maka para   pengidap kusta memperlihatkan bahwa proses infeksi oleh mycobacterium leprae sedang terjadi ,
kusta subklinis
Kusta subklinis adalah suatu kondisi  jika  pasien  pasien terbukti sudah pernah terinfeksi oleh mycobacterium leprae, namun belum  bisa mampu  menunjukkan  adanya tanda  gejala penyakit . Pada keadaan subklinis ini tidak ditemukan  adanya lesi sehingga  pasien  pasien tampaknya  terlihat sehat sehat saja  , namun ternyata terdapat   antibodi khusus  saat dilakukan  pemeriksaan serologisnya dengan kadar IgM anti  PGL-1 di atas 605 U/ml26,27, Stadium kusta subklinis dinamakan stadium  bahaya  laten  stadium   inkubasi atau  stadium asimtomatik , Pada stadium bahaya  laten   ini para  kuman kuman  sudah pernah keluar   masuk  dalam tubuh pasien tipe  stadium  bahaya  laten,  namun tanda  gejala penyakit dari  penyakit kusta tidak diperlihatkan kepada masyarakat luas,
epidemiologi kusta subklinis
Prevalensi kusta subklinis terlalu  besar  dibandingkan  dengan kusta klinis,  
para   pengidap kusta  subklinis semakin lama  semakin   meningkat, mekanisme kusta subklinis
mekanisme  pasti bagaimana penyaluran penularan  ,belum  diketahui,mungkin akibat   infeksi  melalui inhalasi karena banyaknya jumlah bakteri dalam nasal
pengidap Lepromatous, kemampuan mycobacterium leprae bertahan hidup di dalam sel
makrofag, Beberapa saat sesudah terjadi infeksi tidak terlihat  adanya lesi yang merupakan tanda infeksi,  ini yang  dinamakan dengan infeksi subklinis, suatu tahap yang akan  menjadi tahap klinis atau berhenti tanpa adanya gejala penyakit,
pasien yang positif terkena kusta sub klinis tidak semuanya  berubah menjadi kusta yang berwujud , walaupun kemungkinan besar dapat  berubah menjadi kusta yang  berwujud ,
Pada   kusta subklinis, sistem kekebalan yang dimiliki mereka masih berfungsi baik aktifitasnya    sehingga bisa saja suatu saat  pasien  berubah  menjadi kusta  yang  berwujud   akibat   sistem kekebalan   mengalami  penurunan , namun bisa juga  pasien   justru  berubah menjadi seronegatif/ bebas kusta karena sistem kekebalan nya mengalami  peningkatan fungsi, terutama pada  sistem kekebalan selulernya ,
Kusta stadium subklinis biasa terjadi pada pasien   narakontak,  Narakontak adalah pasien yang sudah  pernah terpapar atau sudah pernah melakukan
kontak khusus  dengan pengidap kusta yang asli,
 kusta subklinis  lebih sering  dan banyak  terjadi saat serumah   dengan pengidap kusta yang asli  dibandingkan dengan  nonkontak,  lamanya terjadi    kontak merupakan hal yang  penting sebagai faktor risiko penularan karena berhubungan  dengan dosis paparan ,

 



FOTO  skema perjalanan klinis penyakit kusta


pemeriksaan kusta stadium subklinis
Deteksi infeksi kusta subklinis  dilakukan  untuk melakukan imuno-kemoprofilaksis agar  perluasan penyakit ini bisa dicegah  dan  untuk menilai perluasan infeksi, perjalanan penyakit,
cara cara   melakukan deteksi   kusta subklinis ,antaralain
-Pemeriksaan Imunologis
Imunitas seluler bisa dimulai  dengan pemeriksaan in vitro dan  in vivo,  test serologis  dipakai  untuk mengetahui antibodi  tubuh akibat  kuman mycobacterium leprae ,
-Pemeriksaan bakteriologis
banyak terdapat  BTA pada sediaan kulit dari pasien  yang terlihat sehat
Basil tahan asam  BTA bisa ada pada kulit  maupun urin pasien,  BTA yang ada pada sediaan  apus kulit masalah  kusta subklinis menandakan bahwa  pasien  sangat berperan dalam kasus kasus  penularaan penyakit,
-Pemeriksaan Epidemiologis
Pemeriksaan epidemiologis ini  dilakukan untuk  menentukan peningkatan proporsi BTA positif dari cuping  telinga pasien  yang tampak  sehat,

a. Tes Pemeriksaan  Mycobacterium Leprae Particle Aglutination (MLPA)
 tes  model   ini  lebih sederhana  dibandingkan model lainnya dan lebih mudah dilakukan sebab  tidak memerlukan   laboratorium  laboratorium  khusus,  Tes ini memakai  antigen  partikel NT-P-BSA (Natural Trisacharide-Phenyl
propiobat-Bovine Serum Albumin). Antigen ini direaksikan  dengan serum darah pengidap kusta dengan pengenceran  tertentu dan merupakan reaksi antara antibodi khusus  PGL-1 dengan antigen khusus, spesifisitas dan  Sensitifitas dari tes ini hampir sama  dengan tes ELISA. tidak hanya itu tetapi prosesnya lebih mudah  sehingga  dipakai untuk skrining populasi besar,
Tes MPLPA bisa  untuk  mengetahui kadar  antibodi khusus pada tes kusta, mendeteksi  infeksi subklinik, menganalisa ulang respon pengobatan,
mendeteksi adanya kekambuhan , Tes ini   memperlihatkan  korelasi positif dengan kadar antibodi IgM, Hasil tesnya   setara dengan pemeriksaan antibodi anti PGL-1 secara ELISA
b. Tes Pemeriksaan  Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay (ELISA)
 tehnik ini yang paling banyak  dipakai  karena prosesnya yang  lebih
mudah murah  sederhana, walaupun Kekurangan dari tes kali  ini adalah  angka spesifisitas  dan kepekaannya lebih kecil dibandingkan tes FLAABS , namun
 tes  kali   ini terjadi reaksi reaksi  antigen dan antibodi khusus  dari serum pasien  pasien  sehat yang  tergolong  kusta subklinis  yang kemudian   diberikan  label berupa  enzim yang terkait dengan anti human antibodi,  Sustrat
yang tidak berwarna apabila ditambahkan ke dalam enzim  yang terkait akan diuraikan sehingga menjadi berwarna  dan kemudian dibaca baca  dengan peralatan peralatan medis spektrofotometer ,
Hasill positif serum antibodi  PGL-1   dan   Ig-M  pada  pasien tanpa wujud penyakit  memperlihatkan hasil hasil  kemungkinan infeksi kusta subklinis,  diperoleh  hasil  positif  100% pada borderline lepromatosa (BL) dan  lepromatosa murni (LL) , namun pada masalah   tuberkuloid murni (TT)  dan  borderline tuberkuloid (BT)  diperoleh hasil  30%.   pasien  pasien  sehat yang  tergolong  kusta subklinis  pada  area  area endemik rata-rata menunjukan  hasil seropositif  sebesar  35% ,
c.Tes  Pemeriksaan   Polymerase Chain Reaction (PCR)
model seperti ini   banyak dipakai   untuk mempelajari DNA, spesifisitas  kepekaan  tes  kali  ini tergolong    tinggi dalam mendeteksi  keberadaan kuman mycobacterium leprae yang ada di dalam contoh biologik,  Bahan  Bahan pemeriksaan bisa berasal dari kerokan kulit ,biopsi kulit,hapusan mukosa hidung dan  skin smear ,
d. Pemeriksaan Lymphocyte transformation test (LTT)
LTT merupakan test in vitro yang dipakai untuk  menguji   keaktifan sel limfosit T. Apabila kekebalan   pasien baik,  maka limfosit yang dirangsang dengan
antigen nonkhusus phytohaemagglutinin (PHA) akan  mengalami perubahan bentuk  menjadi sel-sel blas yang  berukuran besar,
e. Pemeriksaan  test lepromin
test ini merupakan suatu test in vivo yang dipakai  untuk menilai keaktifan limfosit T yang berupa reaksi  hipersensitif tipe lambat pada antigen mycobacterium leprae,
test lepromin kurang sensitif karena bisa  memberi  hasil positif pada pasien yang terinfeksi oleh  organisme lainnya yang memiliki  antigen yang sama. test ini tidak bisa dipakai untuk  mengetestn,  hanya cuma  sekedar   untuk melihat lihat  ciri cirinya    saja,
test  dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml  reagen lepromin (antigen mycobacterium leprae) secara intradermal  pada lengan bawah bagian fleksor beberapa cm di bawah   lipat siku. Penilaian reaksi dilakukan sesudah 3 hari,  dilakukan  tes Fernandez   dan sesudah 4 minggu  dilakukan  tes Mitsuda,  Reaksi tes Fernandez positif memperlihatkan adanya  hiper kepekaan tipe lambat pada mycobacterium leprae. Reaksi  Mitsuda menilai kemampuan memicu respon  imunitasseluler pada mycobacterium leprae,  Reaksi Mitsuda tidak  untuk pemeriksaan kusta karena hasilnya sering  selalu  positif pada  pasien  pasien  sehat yang tinggal di area endemik,
f. Tes Pemeriksaan  Fluorecent Leprosy Antibodi Absorption (FLA-ABS)
Tes  Pemeriksaan   ini dipakai untuk memeriksa  serotest  pertama pada  pasien  pasien  penyakit kusta,  pada tes kali  ini  berdasar reaksi antigen mycobacterium leprae yang utuh dari  armadilo dengan serum pengidap yang mengandung
antibodi khusus pada antigen itu,   tingkat spesifisitas  dan kepekaan tes FLA-ABS untuk penyakit kusta sebesar  90.%,  sehingga tes   kali  ini baik untuk
mendeteksi   pasien  pasien  sehat yang  tergolong  kusta subklinis,namun Kekurangan dari tes ini adalah  membutuhkan tenaga khusus  yang terlatih,memerlukan peralatan peralatan medis  yang luarbiasa  mahal, proses yang rumit ,
beberapa faktor risiko yang memicu  pasien  pasien  sehat yang  tergolong  kusta subklinis menjadi  kusta manifes atau  kusta berwujud ,
atau pasien  pasien  sehat yang menjadi kusta subklinis  atau   kusta manifes atau  kusta berwujud ,antaralain :  
Terjadinya kusta stadium subklinik dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, antara lain :
pasien merupakan reservoir  penularan kuman morbus Hansen  dan  
 Mycobacterium tuberculosis , kuman itu bisa menularkan ke pada 15 pasien sehat  sekaligus dalam sehari  ,  namun  Apabila ventilasi rumah sangat   baik,maka  kuman ini  bisa  tiba tiba  lenyap  hilang terbang  terbawa angin ,
Host pasien  pembawa kuman    ini memiliki ciri ciri yang bisa dilihat berdasar   faktor umur, jenis kelamin, pekerjaan , keturunan, pengobatan, pekejaan, ras , pola gaya makan , pola gaya hidup,  pola gizi , daya tahan tubuh,  kemampuan pertahanan tubuh, hygiene pribadi, gejala dan tanda penyakit yang dimiliki,
Agen khusus dalam masalah   penyakit kusta adalah kuman mycobacteri
leprae  , Kuman  ini   satu genus dengan kuman tuberculosis  TB   bisa  bertahan hidup pada tempat yang gelap ,sejuk, lembab dengan kelembaban yang tinggi  tanpa  sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Kuman  tuberculosis dan leprae bila terkena cahaya matahari akan mati  hanya  dalam waktu 2 jam  saja, Kuman  tuberculosis dan leprae  merupakan bakteri  mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang  suhu   25 sampai  40 ° C,   tumbuh secara optimal pada suhu 31 sampai  37 °C,
Lingkungan adalah segala  yang ada di luar diri   host pasien pembawa kuman   baik itu   benda benda  sudah  mati, benda benda  masih  hidup, nyata atau tidak  nyata abstrak, seperti  suasana pemandngan  yang terbentuk akibat interaksi semua pendukung seperti  pemeran aktor pelaku ,  keadaan geografis,
kelembaban udara, suhu , lingkungan tempat tinggal, pendidikan, perilaku,kebiasaan sehari hari, cara hidup, pekerjaan, budaya  adat, kebiasaan turun temurun, ekonomi  kebijakan mikro dan local politik kebijakan pencegahan
dan penanggulangan suatu penyakit,
 Hampir semua kejadian  penyakit dipengaruhi oleh  umur,  penyakit kronik seperti kusta  bisa  terjadi pada semua umur, mulai  antara bayi sampai umur
tua  lebih dari 70 tahun. Namun  yang  terbanyak adalah  dialami oleh pasien pada umur muda yang  produktif,  dikarenakan sulit untuk mengetahui waktu
dimulainya penyakit kusta, pasien  anak  lebih rentan terkena penyakit kusta
dibandingkan dengan pasien pasien dewasa, .Selain angka prevalensi yang menjadi tolok ukur dari  program pemberantasan kusta, parameter lain  yang
penting adalah angka penemuan masalah  baru (CDR),  berdasar hasil dari penemuan masalah  baru (CDR) bisa  diketahui bahwa program pemberantasan  dari penyakit kusta  dengan pengobatan rejimen “MDT” dari WHO belum  mencapai hasil yang maksimal , Karena  apabila pengidap sudah memperoleh  pengobatan, seharusnya  pasien  tidak lagi menjadi  penular   
kuman mycobacterium leprae ,
pasien Laki-laki lebih banyak  terkena dibandingkan dengan pasien wanita, dengan perbandingan  2:1, ini  memperlihatkan bahwa laki-laki lebih banyak
terserang kusta dibandingkan   pasien wanita. Rendahnya kejadian kusta
pada pasien wanita disebabkan karena  faktor  lingkungan dan faktor biologis
 tingkat  kecacatan pada pasien  laki-laki lebih besar  dibandingkan  pasien wanita, ini  berkaitan dengan faktor pekerjaan, kebiasaan keluar rumah, merokok,berorganisasi,bergaul,aktifitas berkelompok bermasyarakat yang lebih tinggi,  Tingkat pendidikan yang rendah  memicu pasien menjadi lebih lambat dalam usaha  usaha    memeriksakan  penyakit dan mencari pengobatan,
sehingga  memiliki risiko terkena  kusta  beberapa  kali lebih besar dibandingkan dengan yang  memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,
Personal Hygiene kebersihan  merupakan usaha usaha sederhana  pencegahan   segala macam penyakit  pola gaya hidup ini yang menyangkut tanggung  jawab masing  masing pasien  guna  meningkatkan kualitas  kesehatan dan hal ini sangat berperan dalam   membatasi menyebaran penyakit menular terutama yang  ditularkan melalui kontak langsung seperti  kusta,  sebab  kuman kuman  mycobacterium leprae  cuma hanya  sekedar  bisa memicu penyakit kusta  pada pasien manusia  dan tidak pernah  memicu pada hewan binatang serangga   kecuali hewan  armadillo  ,
Penularannya adalah cuma hanya  sekedar   melalui kontak yang  terlalu lama karena adanya akibat terjadi   pergaulan yang berdekatan  rapat dan berulang–ulang,
Penularan penyakit kusta kemungkinan  melalui saluran pernafasan dan kontak bersentuhan bersalaman  antara  kulit pasien penderita dengan pasien pasien sehat , kuman mampu  mencapai  permukaan kulit   pasien pasien sehat  melalui air susu ibu ,folikel rambut, kelenjar keringat, pori pori,  
Penyakit kusta cenderung  banyak menyerang rakyat yang memiliki  
taraf  sosial ekonomi yang rendah karena berkaitan dengan gizi  yang kurang baik dan lingkungan yang tidak baik, faktor nutrisi juga  bisa berperan dalam penularan kusta karena  dikaitkan dengan rendahnya  makanan bergizi  yang dikonsumsi oleh penderita,
 Kadar Seng Serum  atau   Zn adalah mikronutrien  esensial  pada banyak enzim, kekurangan  zat ini  bisa memicu terganggunya fungsi pertahanan tubuh penderita, baik pertahanan yang sifatnya non-khusus maupun yang  khusus. Pada pertahanan yang non-khusus, gangguan yang  muncul, contohnya kerusakan pada sel epidermal,  terganggunya fungsi aktifitas sel Natural Killer (NK),  fagositosis dari makrofag dan neutrofil  Innate immunity merupakan pertahanan tubuh terpenting    dalam menghadapi infeksi dari luar tubuh pasien ,  aktifitas  sel  Natural Killer  NK, fagositosis sel makrofag dan neutrofil dan  pembangkitan oxidatife burst dapat  terganggu gara gara   adanya   peristiwa  penurunan kadar seng,  Jumlah granulocytes juga tampak  berkurang selama peristiwa   penurunan kadar   seng, Jumlah dan aktifitas sel  Natural Killer  NK  sangat  dipengaruhi oleh kandungan   serum seng dalam tubuh pasien , Selain sel Natural Killer NK, seng  juga berperan dalam perkembangan, maturasi dan fungsi  natural killer T cell cytotoxycity , adanya  Seng  juga  sangat  diperlukan  oleh  bakteri pathogen  atau  pasien untuk melakukan proses  proliferasi. Jadi  penurunan kadar seng plasma selama infeksi tahap akut  merupakan suatu bentuk  mekanisme pertahanan tubuh pasien ,
Sel B lymphocytes dan prekusornya (terutama   sel B immature  dan  pre- B ) berkurang jumlahnya selama pasien mengalami  kekurangan   seng,  namun perubahan  perubahan pada sel B lymphocytes yang  matang hanya sedikit,  Kadar seng yang rendah  pada  pasien tidak  berpengaruh pada status siklus sel precursor B dan hanya  sedikit berpengaruh pada siklus sel pro- B. Jadi lebih
sedikit sel B naïve selama kekurangan  seng yang bisa  berinteraksi pada neoantigen, berkaitan  dengan jumlah  sel T yang juga berkurang selama kekurangan  seng dan  sebagian besar antigen bergantung pada sel T, sangatlah
mungkin bila   pada keadaan kekurangan   seng tubuh pasien  tidak bisa
menghasilkan  antibodi sebagai tanggapan  pada neoantigen,  bahwa
produksi antibody B-lyphocytes terganggu selama  terjadi   kekurangan
seng,  produksi  antibodi sebagai tanggapan  pada antigen yang tergantung
pada sel T lebih peka  pada saat terjadi     kekurangan   seng dibandingkan produksi antibodi sebagai tanggapan  pada  antigen yang tidak tergantung pada sel T ,
banyak dan sedikitnya  kandungan  Seng sangat   berpengaruh  pada  kesehatan   aktifitas cytolytic T cells,   namun   juga berpengaruh  pada  kesehatan  sel Natural Killer   NK ,
 Jumlah  CD73+ T  lymphocytes dan   CD8+   menurun pada saat terjadi     kekurangan   seng  , sebab  Sel itu  merupakan precursor cytotoxic T lymphocytes dan CD73+  yang   berperan dalam   pengenalan proliferasi dan  antigen ,  banyak dan sedikitnya  kandungan  Seng  berperan pada perkembangan sel T sebab kekurangan    seng bertanggung jawab pada atropi timus,  Thymulin  adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh   timus dan dikeluarkan  melalui sel epitel timus,  Seng merupakan kofaktor penting
dari thymulin,  itu tidak saja mengatur diferensiasi  pengidap sel-sel T yang  matang di perifer   dan  sel-sel T belum matang di timus ,  namun juga memodulasi pengeluaran  sitokin peripheral blood mononuclear cells (PBMC),
menginduksi proliferasi sel T CD8+  dalam percampuran   dengan IL-2 dan memastikan ekspresi reseptor berafinitas  tinggi dari IL-2 pada sel T yang matang , selain sel T sitotoksik, sel T helper (CD4+) dipengaruhi   oleh  
sedikitnya  kandungan  Seng  yang memicu ketidakseimbangan  fungsi Th2 dan  Th1 , Produk Produk  Th2 seperti IL-10  ,IL-4 dan   IL-6  tidak berubah selama peristiwa     kekurangan   seng, namun IL-2   dan  IFN-γ   yang dihasilkan Th1 menurun  selama terjadi   peristiwa     kekurangan   seng,  Produksi  IL-2 dan   IFN-γ   bisa dipulihkan  dengan suplement. khusus  seng,  Pada pasien  pasien   kusta subklinis yang mengalami peristiwa     kekurangan   seng  di  area area yang endemis kusta belum  bisa meningkatkan kadar  IL-2 dan   IFN-γ ,Namun  suplement khusus  seng  hanya mampu memodulasi sel limfosit untuk   mempertahankan kadar  IL-2 dan   IFN-γ ,  agar tidak semakin  menurun ,




 

 



.

.




 




.

sel punca limbal

 


SEL PUNCA  LIMBAL

bermacam macam  kerusakan jaringan itu bisa  disebabkan oleh trauma oleh zat kimia atau mekanik , defisiensi sel punca  limbal, transplantasi sel punca limbal (SPL) bisa dipakai untuk memperbaiki struktur dan fungsi pada kerusakan  jaringan limbus atau kornea, pengobatan secara autologus   dilakukan dengan mentransplantasi mengisolasi SPL  dari jaringan pasien  sendiri,  ada  pasien yang harus memperoleh pengobatan secara allogenik,
 SPL juga bisa  diproduksi dari jaringan limbus donor, produksi SPL secara in vitro memerlukan  beberapa faktor lingkungan yang mendukung proliferasi SPL.
faktor-faktor  itu antara lain sitokin yang diperlukan untuk komunikasi antar sel,
faktor perkembangbiakan , komponen matriks ekstraseluler, asosiasi molekul-molekul membran sel,
Produksi SPL bisa dilakukan dengan mengurangi diferensiasi SPL dari
mesenchymal stem cell (MSC) yang  berasal  dari embryonic stem cell (ESC),
jaringan lemak dan talipusat (Wharton’s Jelly),
terbatasnya jumlah donor menjadi kendala untuk penyediaan SPL Pada pengobatan allogenik ,maka perlu  pengembangan bermacam macam medium kultur  untuk memproduksi SPL untuk menjaga ketersersediaan SPL,
 matriks  berperan sebagai fasilitator terhadap  regulasi sel seperti diferensiasi,tranduksi sinyal, adesi, perpindahan ,Pada  kultur sel epitel kornea dan SPL,
Matriks merupakan tempat melekatnya sel  dimana sel akan memulai  proses
proliferasi atau pembelahan sel, Matriks ekstraseluler berperan  dalam menjaga karakterisasi sel punca pada saat kultur,
harus diperhatikan dalam pemilihan jenis  matriks adalah manfaat matriks pada saat sel ditransplantasi dan kemampuannya untuk  mendukung perkembangbiakan sel saat kultur,
Matriks  ektraseluler seperti bovine serum albumin (BSA), membran amnion  fibrin, gel, gelatin,  fibronectin, kolagen, merupakan matriks yang bisa dipakai
dalam kultur sel punca,
Membran amnion mempunyai  kemiripan struktur dengan matriks basal
konjungtiva, Membran amnion  bisa diserap  tubuh secara  bertahap dan aman karena tidak  memicu  penolakan kekebalan  pasien ,Matriks esktraseluler yang bisa  dipakai pada saat transplantasi adalah membran amnion,  Membran amnion  merupakan biomartriks ekstraseluler yang  bisa menghambat inflamasi,
pemakaian  membran amnion dalam  bentuk beku atau  segar sudah ada  , di
sediaan membran amnion dalam bentuk  simpan beku kering  setelah
proses deselulerisasi  belum ada ,
 ketersediaan  membran amnion  simpan kering beku diperlukan matriks
ekstraseluler tambahan seperti  glikoprotein atau kolagen ,
Fibronectin merupakan  matriks ekstraseluler golongan  glikoprotein yang ada pada kornea fetus, jaringan limbus yang  bisa mengurangi aktifitas mitogen,
 Fibronectin (FN) sudah  dipakai untuk kultur MSC namun  belum ada yang mengatakan bukti adanya  pemakaian FN untuk kultur SPL,
 pemakaian matriks ekstraseluler untuk produksi SPL  secara in vitro terus dilakukan untuk  memperoleh metode dalam memproduksi .SPL yang efektif mengingat pada setiap  sumber dan jenis sel membutuhkan matriks
ekstraseluler yang berbeda-beda. maka  perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui ekspresi genetik SPL tikus secara in vitro dan efektifitas FN sebagai matriks  ekstraseluler terhadap proliferasi ,
Bahan dan Metode  Isolasi Sel Punca limbal Sel punca limba (SPL) yang
dipakai dalam penelitian ini merupakan  SPL tikus strain Wistar berumur 3-4 bulan jantan atau betina  ,Tikus  yang diambil organ mata diterminasi
dengan melakukan anasthesi  memakai ketamin dengan dosis 11mg/kg beratbadan  dan xylasine dosis 0,05mg/kg  beratbadan ,kemudian dilakukan dislocatio cervicalis. Organ mata dibawa ke laboratorium  memakai medium transport (posphat buffer saline/PBS yang mengandung 1% penstrep). Isolasi SPL dilakukan di  laboratorium dalam Biosafety Cabinet /BSC II. Organ mata dimasukkan kedalam  iodine 1% selama 2 menit kemudian dilakukan isolasi SPL dengan menginisiasi  bagian konjungtiva melingkar kornea terlebih dahulu. setelah itu dilakukan  isolasi SPL yang ada  diperbatasan .antara kornea dan konjungtiva , Tikus yang sudah diambil organ matanya  dimasukkan ke dalam insenerator,  Sel punca limbal yang didapat  dicacah memakai gunting kemudian  dicuci dalam PBS 1% penstrep sebelum  dikultur. Sel punca limbal yang sudah  dipotong kecil dikultur dengan dieksplan  pada plate dengan 4 well memakai  medium kultur,  
dengan metode  Burman dan Sangwan (2000) dan   sedikit modifikasi dilakukan Kultur sel punca limbal  . Medium kultur yang  dipakai medium α-MEM/F12 dengan  suplementasi pensterp 1% ITS (insulin 0,1 mg, transferin 55µg/ml, selenium 5 ng/l) dan 10% FBS, hidrocortisone 0,1  mg/ml) ,EGF/epidermal growth  factor (0,01 mg/l),  pada suhu 370C, 5% CO2.  Penggantian medium kultur dilakukan  setiap 2 sampai 3 hari kultur, setelah 13 sampai 15 hari  kultur dilakukan passase,  saat passase , perhitungan sel dan penanaman
kembali pada cawan yang baru.  setelah pasase ke 2, , SPL dikultur  dengan memakai membran amnion  yang diproduksi oleh BATAN. Membran
amnion direndam PBS. kemudian  PBS  diganti dengan fibronectin dan dilakukan  inkubasi   selama 18 jam di dalam inkubator  37 ° C. Keesokan harinya, fibronectin  dibuang, diganti dengan suspensi SPL  dengan jumlah sel 5x105 untuk luas  permukaan membran amnion ± 4,5cm2.  Penambahan medium dilakukan setelah  SPL menempel pada membran amnion,  4 jam setelah sel ditambahkan  pada membran,  Menghitung population doubling (PD)  dan population doubling time (PDT) SPL  Penghitungan dilakukan PD dan PDT  dilakukan 6 kali pengulangan (3  rangkap). PD merupakan kemampuan SPL  pasase 2 melakukan penggandaan dan  dihitung deengan persamaan (1). PDT  dihitung berdasarkan persamaan (2).  waktu kultur adalah 6  hari (104 jam). golongan  perlakuan  adalah Sel punca limbal (SPL) yang  ditanam dalam cawan dengan FN sebagai  matriks ekstraseluler sedang sedang  kelompok  kendali  adalah SPL yang ditanam dalam cawan tidak dengan penambahan fibronectin(FN).

 FOTO
1x


FOTO 2x







Karakterisasi Sel Punca Limbal  Tahap ini dimulai  dengan tahapan  isolasi material genetik berbentuk  RNA  (Ribonucleid Acid),  ini  untuk melihat ekspresi ABCG2   ,gen CD90, p63 dan  Krt/12     pada contoh. contoh yang dilakukan isolasi RNA yaitu  Sel punca limbal yang sudah dikultur selama 7 hari  dengan memakai dan tidak dengan  fibronectin. Proses isolasi RNA dilakukan
dengan memakai manual kit (Qiagen, #52906). Hasil isolasi RNA diteruskan  
dengan tes  kualitas memakai  spektrofotometri yaitu memakai  NanodropTM, untuk  evaluasi hasil isolasi baik kemurnian dan  konsentrasinya , test   kemurnian RNA keseluruhan  dilakukan dengan cara membanding bandingkan nilai A280 dan  A260 , Rasio A260/A280 yang baik yaitu  1.88-2.00 artinya RNA hasil isolasi bebas dari  kontaminasi protein. Hasil  spektrofotometri yang positif dilanjutkan  dengan proses perkembangbiakan.  perkembangbiakan material genetik RNA dilakukan dalam  3 tahap antaralain  :
 tahap 1  pengubahan  RNA menjadi  RT-PCR  (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction)  atau  cDNA  memakai kit (Invitrogen, 12574-026)
Tahap 1  dilakukan denaturasi RNA  pada suhu 70 °C selama 5 menit,
tahap 2  perkembangbiakan cDNA  memakai realtime PCR dengan SYBR
Green PCR Master Mix (AB, #4385610).
tahap 2 dilakukn  sintesis komplementari  DNA (cDNA) dengan inkubasi pada suhu  25°C selama 5 menit, 42° C selama 60  menit dan 80°C selama 5 meni
 Tahap  3  tambahkan 50µl NFW,
perkembangbiakan cDNA memakai  mesin Applied Biosystem 7500 fast
Realtime PCR system (AB 7500 realtime PCR) dengan tahapan aktifasi enzim 95áµ’C  selama 3 menit, denaturasi 95áµ’C selama 1 sampai  3 detik dan aneling/ektensi 60áµ’C selama 20  detik (40 cycle). PCR dilakukan dengan .primer spesifik gen ABCG2,CD90, p63 dan Krt/12 .
Primer yang dipakai primer  khusus  yang di rekayasa  dan sudah dibuktikan
dengan pengujian  BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) pada gene bank
(www.ncbi.nlm.nih.gov) ,
Metode threshold cycle (Ct)  dipakai untuk mengetahui kuat  lemahnya ekspresi gem, selain itu sistem  mesin sudah dilengkapi dengan kalibrator
dye ROX sebagai internal quality kontrol  pada setiap reaksi dan 18SS sebagai
housekeeping gene.  Pengolahan dan Analisis Data Data dari penelitian ini akan diteliti  dan data PD, PD/hari,  CT dari ekspresi gen CD 90,Krt12, ABCG2, p63
 diteliti dengan test  T-test independent. Sedang  data PDT  diteliti dengan test  Mann Whitney  memakai SPSS 16.
Hasil  penelitian mikroskopis, sel  punca limbal bisa tumbuh di sekitar  eksplan dari jaringan yang dikultur secara  in vitro setelah hari ke 2 kultur lihat foto
Metode ekplan pada kultur sel punca limbal (SPL) tikus. Kultur

menggunakan (A) dan tanpa fibronectin (FN) (B) keduanya menunjukkan

adanya pertumbuhan sel (tanda panah).
Morfologi sel yang tumbuh masih  bermacam macam  (heterogen) dengan bentuk  fibroblastik dan  heksagonal , Hasil eksplan  limbus pada pemakaian  dan tidak dengan  fibronectin sebagai matriks ekstraseluler  menunjukkan adanya proliferasi sel punca  limbal,  ini  dapat dilihat dengan  mikroskopis adanya perpindahan sel punca  limbus disekitar eksplan pada kedua
perlakuan.Kultur dan pasase SPL secara in vitro bisa dilakukan 4 sampai dengan 5 kali  untuk memperoleh jumlah sel yang cukup ,  transplantsi maka SPL bisa ditanam pada matriks ekstraseluler seperti membran  amnion. membran  amnion didapat dari Bank Jaringan  BATAN
Kultur sel punca limbal (SPL) tikus secara in vitro pada hari ke 3. SPL

yang dikultur di atas membran tanpa fibronetin (FN) (anak panah) (A) dan

SPL dengan FN (B).
SPL mampu tumbuh  pada membran amnion yang sudah  dicoating dengan fibronektin. yang tampak dengan  adanya perubahan  morfologi sel punca limbal di atas  permukaan membran amnion,
Tingkat proliferasi sel punca limbal tikus  secara in vitro pasase ke 2 pada kendali   dan pemakaian  fibronectin (FN) mempunyai .Jumlah RNA Krt12, ABG2 dan  p63 pada SPL yang dikultur memakai .fibronectin (FN) sebagai attachment factor tidak menunjukkan perbedaan dengan  kultur tidak dengan FN (kendali ), namun jumlah  RNA CD90 menandakan  adanya kenaikan  pada sel yang dikultur dengan  fibronektin dibandingkan dengan sel yang  dikultur tidak dengan penambahan fibronektin  (p<0,05) ,   
penambahan FN  tidak mempengaruhi laju proliferasi SPL  dengan melihat  pada nilai PDT dan PD  kelompok  kendali  dan perlakuan,   itu kemungkinan untuk meningkatkan  proliferasi SPL maka  diperlukan penambahan
faktor penginduksi pluripotensi lain ,
 matriks  ekstraseluler seperti fibrin bisa  meningkatkan  perpindahan SPL pada kultur in  vitro maupun pada uji klinis.Pada  kultur SPL tikus , pemakaian  FN sebagai  matriks ekstraseluler bisa dipakai  sebelum transplantasi SPL memakai membran amnion. Fibronectin (FN) bisa merupakan molekul adesi yang bisa  meningkatkan perpindahan sel dan berpotensi  memicu perkembangbiakan sel,  ini    membantu dalam transplantasi pada  kerusakan kornea atau jaringan limbal,  walaupun  penambahan FN tidak  meningkatkan PDT dan  PD  pada SPL  tikus, pada   pemakaian  FN,  secara kualitatif, bisa meningkatkan  jumlah SPL yang menempel pada  membran amnion , Pada
penempelan sel limbus pada  membran amnion akan meningkatkan
proliferasi sel,  ini tampak  dengan  tingkat konfluensi sel yang lebih cepat
pada membran amnion dengan fibronektin,  Membran amnion sudah dipakai pada  transplantasi bermacam macam penyakit degeneratif  dengan memakai bermacam macam tipe sel  punca,
Kultur sel punca limbal (SPL) tikus  Produksi sel punca limbal bisa  dilakukan dengan melakukan kultur pada  bagian limbus memakai metode  enzimatik maupun eksplan , 10 Kultur  limbus  dilakukan  dengan metode eksplan  menunjukkan  perkembangbiakan dan proliferasi sel pada  penampakan  hari ke 3 kultur baik pada .cawan yang tidak memakai fibronectin  maupun yang  memakai matriks   sebagai matriks ekstraseluler , diferensiasi SPL dan Proliferasi  menjadi  sel epitel kornea  tergantung konsentrasi yang optimal,keadaan  kultur, Komposisi medium kultur,  pemakaian  serum dan faktor  perkembangbiakan yang tepat   bisa  meningkatkan diferensiasi dan  proliferasi  SPL saat di kultur in vitro,
  membran  amnion didapat dari BATAN yang sudah  di simpan beku/freeze dry bisa dipakai  untuk memproliferasi SPL tikus.  ini  bisa terjadi karena reseptor integrin pada  SPL bisa berikatan dengan FN yang  mempunyai molekul adesi. Ikatan FN dengan  integri SPL merupakan permulaan   dari aktifitas sel yang lain seperti proliferasi maupun  perpindahan sel,  pemakaian  membran amnion yang  sudah mengalami proses aseluler dari sel  epitel pada membran amnion tidak  menunjukkan peningkatan proliferasi SPL  namun bisa memicu perpindahan SPL,
Membran amnion yang sudah disimpan  beku juga  bisa dipakai  untuk kultur SPL, meskipun pada  membran amnion setelah  simpan beku  mempunyai faktor perkembangbiakan lebih rendah  dibandingkan yang segar,
bahwa MSC menunjukkan SPL  yang didapat dari kultur jaringan limbus
manusia,  mengekspresikan gen p63 dan  CD90. Populasi MSC yang didapat dari jaringan limbus bisa mendukung   perkembangbiakan SPL pada kultur in vitro. pemakaianFN pada kultur SPL  tikus dari jaringan limbus tikus tidak
berpengaruh pada kuantitas CD90,RNA ABCG2 dan  p63 yang menjadi marker SPL  maupun jumlah RNA Krt12 yang  merupakan marker sel epitel kornea.
 Keberhasilan  kultur SPL bisa tampak dengan  terekspresinya gen yang menjadi marker  SPL seperti  ABSC2 dan  p63 ,  Karakteristik sel punca limbal (SPL)  tikus  Populasi SPL yang mengekspresikan  gen p63 mempelihatkan  adanya epithelialmesenchymal transition (EMT) yang  mempunyai sifat multipotensi seperti  mecenchymal stem cell (MSC),  Secara  molekuler karakter MSC harus  mengekspresikan CD73  positif ,CD105, CD90,
dan mampu berdiferensiasi menjadi sel adiposit,osteosit, kondrosit ,
 SPL yang  bisa terisolasi memakai metode .eksplan menunjukkan adanya CD90 dan RNA p63  yang tinggi ,
Penambahan serum autologus bisa  mengurangi suplemen yang berasal dari
binatang sehingga bisa mengurangi  kontaminasi dan transmisi penyakit dari
binatang,  bisa terdeteksinya RNA Krt12 menandakan  bahwa  SPL yang dikultur memakai komposisi medium  kemungkinan bisa mengalami  diferensiasi spontan. yang tampak  dengan rendahnya nilai Ct gen Krt12 pada perlakuan dan  kendali  , Penambahan  EGF pada medium bisa mengurangi  transforming growth factor-β (TGF-β) yang akan memicu diferensiasi SPL  menjadi sel epitel kornea, Kandungan  growth factor di dalam serum yang  mengandung TGF-β sebagai pemicu   diferensiasi spontan saat kultur SPL.
 pemakaian  suplemen dalam  medium kultur sangat mempengaruhi
diferensiasi dan proliferasi  SPL, suplemen pada medium  kultur yang dipakai  adalah EGF ,10% FBS,  ITS dan  hidrokortison ,  penambahan serum
autologus untuk proliferasi SPL  memperlihatkan ekspresi SPL dan  tingkat proliferasi  yang lebih baik,
 

foto  Kultur sel punca limbal (SPL) tikus secara in vitro pada hari ke 3. SPL
yang dikultur di atas membran tidak dengan fibronetin (FN) (anak panah) (A) dan
SPL dengan FN (B).

foto  Metode ekplan pada kultur sel punca limbal (SPL) tikus. Kultur
memakai (A) dan tidak dengan fibronectin (FN) (B) keduanya menunjukkan
adanya perkembangbiakan sel (tanda panah



Tabel  Kuantitasi RNA berdasarkan Ct pada kelompok kontrol dan perlakukan
                            Krt 12               ABCG2              p63                 CD90
perlakuan (FN)   18,42±1,87      17,08±1,56    19,75±2,18     17,70±2,90
kendali                  18,85±0,76     17,42±0,52     19,09±3,03     15,23±2,65



Tabel   PD dan PDT limbal tikus pasase 2 yang dikultur secara in vitro
        PD         PDT (jam)        PD/hari
perlakuan (FN)     2,11±0,44     61,46±18,3       0,42±0,11
kendali       2,13±0,48     57,65±18,3      0,44±0,09





pernafasan

 

 

  ASMA




Asma yaitu  penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran napas dan  spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus.
Asma terjadi pada pasien  tertentu yang berespon secara agresif terhadap berbagai  jenis iritan di jalan napas. Faktor risiko untuk salah satu jenis gangguan hiper-reponsif ini   adalah riwayat asma atau alergi dalam keluarga, yang mengisyaratkan adanya kecenderungan genetik.
Gejalanya yaitu
Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan kondisi, napas cuping hidung.
Dispnea ,Batuk, terutama di malam hari,Pernapasan yang dangkal dan cepat.
 Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar
hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.


 Langkah pertama dalam pengobatan adalah mengevaluasi derajat asma yang Asma dibagi dalam empat stadium, bergantung pada frekuensi
gejala dan frekuensi penggunaan obat
Stadium asma, yaitu  1. ringan dan intermiten, 2.ringan dan persisten, 3.
moderat atau sedang,  4 berat. Tetapi yang diberikan berdasarkan stadium
asma yang diderita ,  keempat stadium asma, pencegahan terpajan allergen yang telah diketahui adalah tindakan yang penting. Tindakan ini termasuk barang-barang di  rumah yang di ketahui memicu alergi seperti mengeluarkan
binatang peliharaan,   menghindari asap rokok ,air conditioner
pemakaian kortikosteroid oral atau inhalasi di awal periode serangan atau
sebagai terapi pencegahan. Kortikosteroid bekerja sebagai agents anti-inflamasi obat-obat inhalasi yang menstabilkan sel mast
digunakan untuk mencegah serangan asma. Efek dari obat yang diinhalasi ini
 terbatas di sistem pernapasan, sehingga obat-obat tersebut aman dan efektif untuk menangani asma. Karena asma merupakan penyakit yang
progresi, mempertahankan program terapi sangat penting bahkan pada periode
di antara episode serangan asma.
Bronkodilator yang bekerja sebagai penstimulasi reseptor beta adrenergik di
jalan napas (agonis beta) merupakan terapi asma yang utama. Obat ini diinhalasi (atau diberikan dalam bentuk sirup pada anak yang masih sangat kecil) pada saat   serangan dan di antara serangan sesuai kebutuhan. Bronkodilator tidak  menghambat respon inflamasi sehingga tidak efektif jika digunakan secara  tunggal selama eksaserbasi asma sedang atau buruk, penggunaan terlalu sering  atau penggunaan  tunggal bronkodilator menyebabkan  kematian ,Saat ini telah tersedia agnosis beta adrenergik jangka panjang yang dapat menurunkan penggunaan inhaler ,
-Kombinasi produk yang mengandung kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan
agnosis beta-2 lepas lambat tampaknya memperbaiki tingkat kepatuhan dan
menurunkan eksaserbasi.
- Agnosis-beta juga dapat digunakan sebelum olahraga pada individu pengidap
asma yang dipicu aktivitas fisik berat.
 Leukotriene  adalah produk metabolism asam arakidonat dan berperan dalam proses  inflamasi. Produk leukotrien dapat dicegah dengan penggunaan inhibitor 5-lipoksigenase (zileuton) atau dengan menghambat reseptor leukotrien spesifik menggunakan leukotriene receptor antagonist (LTRA) seperti montelukast atau  zafirlukast. Menifestasi obat LTRA memiliki sifat bronkodilator dan anti-inflamasi,  serta mungkin digunakan untuk menunjang kortikosteroid.
 Obat antikolinergik dapat diberikan untuk mengurangi efek parasimpatis
sehingga melemaskan otot polos bronkiolus.  tetapi, obat ini mempunyai  
rentang keamanan terapeutik yang sempit sehingga jarang digunakan dalam
praktik umum.
Intervensi perilaku, yang ditujukan untuk menenangkan pasien agar stimulus
perasimpatis ke jalan napas berkurang, juga merupakan tindakan yang penting.
Jika individu berhenti menangis akan memungkinkan aliran udara yang lambat
dan sempat dihangatkan, sehingga rangsangan terhadap jalan napas berkurang.


2. Bronkitis Akut
a. Pengertian bronkitis akut
Bronkitis adalah penyakit pernapasan obstruktif yang sering dijumpai yang disebabkan
inflamasi pada bronkus. Penyakit ini biasanya berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri
atau inhalasi iritan seperti asap rokok dan zat-zat kimia yang ada didalam polusi udara.
Penyakit ini memiliki karakteristik produksi mukus yang berlebihan.
b. Gejala
 Batuk, biasanya produktif dengan mukus kental dan sputum purulent.
 Dispnea.
 Demam.
 Suara serak.
 Ronki (bunyi paru diskontinu yang halus atau kasar), terutama saat inspirasi.
 Nyeri dada yang kadang timbul.
c .Prinsip terapi
 Antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri primer atau sekunder.
 Peningkatan asupan cairan dan ekspektoran untuk mengencerkan sputum.
 Istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
3. Bronkitis Kronis
a. Pengertian bronkitis kronis
Bronchitis kronis adalah gangguan paru obstruktif yang ditandai produksi mukus
berlebihan di saluran napas bawah dan menyebabkan batuk kronis. Kondisi ini terjadi selama
setidaknya 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut


Mukus yang berlebihan terjadi akibat perubahan patologis (hipertrofi dan
hiperplasia)sel-sel menghasilkan mukus di bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel penghasil
mukus dan sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
akumulasi mukus kental dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat perkembangan mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulent. Proses inslamasi yang terjadi menyebabkan edema dan
pembengkakan jaringan serta perubahan arsitektur di paru. Ventilasi, terutama
ekshalasi/ekspirasi, terhambat. Hiperkapnia (peningkatan karbondioksida) terjadi, karena
ekspirasi memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya inflamasi
.penurunan ventilasi menyebabkan rasio ventilasi: perfusi, yang mengakibatkan
vasokontriksi hipoksik paru dan hipertensi paru. Walaupun alveolus normal, vasokontriksi
hipoksis dan buruknya ventilasi menyebabkan penurunan pertukaran oksigen dan hipoksia.
Risiko utama berkembangnya bronkitis kronis adalah asap rokok. Komponen asap
rokok menstimulus perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Komponen￾komponen tersebut juga menstimulasi inflamasi kronis, yang merupakan ciri khas bronkitis
kronis.
b. Gejala
 Batuk yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk dengan inhalasi
iritan, udara dingin, atau infeksi.
 Produksi mukus dalam jumlah sangat banyak.
 Sesak napas dan dispnea.
c. Prinsip terapi
 Penyuluhan kesehatan agar pasien menghindari pajanan iritan lebih lanjut,
terutama asap rokok.
 Terapi antibiotik profilaktik, terutama pada musim dingin, untuk mengurangi
insiden infeksi saluran napas bawah, karena setiap infeksi akan semakin
meningkatkan pembentukan mukus dan pembengkakan.
 Karena banyak pasien yang mengalami spasme saluran napas akibat bronkitis
kronis yang mirip dengan spasme pada asma kronis, individu sering diberikan
bronkodilator.
 Obat anti-inflamasi menurunkan produksi mukus dan mengurangi sumbatan.
 Ekspektoran dan peningkatan asupan cairan untuk mengencerkan mukus.
 Mungkin diperlukan terapi oksigen.
 Vaksinasi terhadap pneumonia pneumokokus sangat dianjurkan.

4. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
a. Pengertian penyakit obstruktif kronis
Individu yang mengidap emfisema kronis biasanya juga menderita bronkitis kronis dan
memperlihatkan tanda-tanda kedua penyakit. Keadaan ini disebut penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK, chronic obstructive pulmonary disease). Asma kronis yang berkaitan dengan
emfisema atau bronkitis keonis juga dapat menyebabkan PPOK.
b. Gejala
 akan dijumpai gejala-gejala dari kedua penyakit, emfisema dan bronkitis kronis.
 Dispnea yang konstan.
c. Prinsip terapi
 Long-acting beta-2 agonist (LABA) atau agonis beta-2 yang bekerja lebih lama
dibandingkan dengan agonis beta-2yang bekerja cepat, memiliki potensi untuk
memperbaiki bersihan mukosiliaris dan bekerja sebagai bronkodilator. Terapi
kombinasi terdiri dari LABA dan kortikosteroid inhalasi memberi aktivitas anti￾inflamasi dan memperbaiki bersihan mukosiliaris.
 Penatalaksanaan untuk PPOK pada umumnya sama seperti pada bronkitis kronis
dan emfisema, dengan pengecualian bahwa terapi oksigen harus dipantau secara
ketat. Individu pengidap PPOK mengalami hiperkapnia kronis yang menyebabkan
adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor sentral, yang dalam keadaan normal
berespon terhadap karbon dioksida. Faktor yang menyebabkan pasien terus
bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus
menstimulasi kemoreseptor-kemareseptor perifer yang relatif kurang peka.
Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila tekanan persial
oksigen arteri menurun kurang dari 50 mmHg. Dengan demikian, apabla terapi
oksigen bertujuan untuk membuat tekanan persial oksigen lebih dari 50 mmHg,
dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya
memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi oksigen
tinggi. Hal ini sangat memengaruhi kualitas hidup.
 Penghambat fosfodiesterase 4 (PDE4) merupakan kelas obat paten dan
menjanjikan yang mengendalikan proses inflamasi pada pasien pengidap PPOK
dengan menurunkan jumlah makrofag sel T CD8+ dan CD68+ serta neutrfil di
mukosa bronkus.
5. Batuk
a. Pengertian batuk
Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan untuk melawan gangguan dari luar. Salah
satunya adalah batuk. Batuk adalah respons alami yang dilakukan tubuh untuk
membersihkan lendir atau faktor penyebab iritasi, seperti debu atau asap, agar keluar dari
saluran pernapasan kita.
Batuk umumnya akan sembuh dalam waktu tiga minggu dan tidak membutuhkan
pengobatan. Keefektifan obat batuk masih belum terbukti sepenuhnya. Ramuan buatan
sendiri seperti air madu dan lemon bisa membantu meringankan batuk ringan.
b. Gejala
 Suara lengkingan di setiap tarikan napas dalam-dalam setelah batuk.
 Batuk bertubi-tubi dan intens yang mengeluarkan dahak kental.
 Kelelahan dan wajah merah karena terus batuk.
 Muntah pada bayi dan anak-anak.
c. Prinsip terapi
1. Terapi non farmakologi (tanpa menggunakan obat)
Pada umunya batuk berdahak maupun tidak berdahak daat dikurangi dengan cara
sebagai berikut:
 Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak,
mengurangi iritasi dan rasa gatal.
 Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang
tenggorokan seperti makanan yang berminyak dan minuman dingin.
 Menghindari paparan udara dingin.
 Menghindari merokok dan asap rokok karena dapat mengiritasi tenggorokan
sehingga dapat memperparah batuk.


 Menggunakan zat – zat Emoliensia seperti kembang gula, madu, atau permen
hisap pelega tenggorokan. Ini berfungsi untuk melunakkan rangsangan batuk,
dan mengurangi iritasi pada tenggorokan dan selaput lendir.
2. Terapi farmakologi (dengan menggunakan obat)
Pengobatan batuk harus diberikan berdasarkan jenis batuknya, apakah termasuk jenis
batuk berdahak atau batuk kering. Hal ini penting agar obat yang digunakan tepat
untuk sesuai dengan tujuan terapinya. Terapi farmakologi (dengan obat) pada batuk
dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obat sebagai berikut :
a. Antitusif
Antitusif digunakan untuk pengobatan batuk kering (batuk non produktoif).
Golongan obat ini bekerja sentral pada susunan saraf pusat dengan cara
menekan rangsangan batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk. Obat
golongan ini tidak sesuai bila digunakan untuk batuk yang berdahak, karena akan
menyebabkan dahak menjadi kental dan susah dikeluarkan. Contoh obat
golongan ini adalah codein, dekstrometorfan, noskapin, prometazin,
difenhidramin.
b. Ekspektoran
Ekspektoran digunakan untuk batuk berdahak. Golongan obat ini bekerja dengan
cara meningkatkan sekresi cairan saluran pernafasan sehingga kekentalan dahak
menjadi berkurang akibatnya dahak akan mudah dikeluarkan. Obat golongan ini
tidak sesuai bila digunakan untuk batuk kering karena akan menyebabkan
frekuensi batuk menjadi meningkat. Contoh obat golongan ini adalah guaifenesin
(gliseril guaikolat), Amonium klorida, OBH.
c. Mukolitik
Mukolitik digunakan untuk batuk dengan dahak yang kental sekali, seperti batuk
pada bronchitis dan emfisema. Golongan obat ini bekerja dengan jalan memutus
serat-serat mukopolisakarida atau membuka jembatan disulfide diantara
makromolekul yang terdapat pada dahak sehingga kekentalan dahak akan
menjadi berkurang, akibatnya dahak akan mudah dikeluarkan. Contoh obat
golongan ini adalah N-asetilsistein, karbosistein, ambroksol, bromheksin dan
erdostein.








F. KELAINAN, GEJALA, DAN PRINSIP TERAPI
1. Kelainan Gagal ginjal kronik (chronic kidney disease/CKD)
Pengertian gagal ginjal kronik adalah kondisi dimana saat fungsi ginjal mulai menurun
secara bertahap. Kondisi ini bersifat permanen. Status CKD berubah menjadi gagal ginjal
ketika fungsi ginjal telah menurun hingga mencapai tahap atau stadium akhir. CKD adalah
penyakit yang umumnya baru dapat dideteksi melalui tes urin dan darah.
Gejala penyakit gagal ginjal kronik antara lain:
 Berkurangnya urin saat buang air
 Mual
 Muntah
 Hilang nafsu makan
 Lelah dan lemah
 Bermasalah dalam tidur
 Penurunan mental secara tajam
 Otot berkedut dan kencang
 Bengkak pada area kaki
 Timbul rasa gatal
Penyebab gagal ginjal kronik
Ada beberapa kondisi yang lebih tidak umum, tapi juga berisiko menyebabkan
penyakit ginjal kronik yaitu:
1. Gangguan ginjal polisistik: Kondisi saat kedua ginjal berukuran lebih besar dari normal
karena pertambahan massa kista. Kondisi ini bersifat di wariskan.
2. Peradangan pada ginjal
3. Infeksi pada ginjal
4. Penyumbatan, seperti yang disebabkan batu ginjal dan gangguan prostat


5. Penggunaan rutin obat-obatan tertentu dalam jangka panjang, seperti anti-inflamasi
non-steroid (non-steroidal anti-inflammatory drugs/AIDS), termasuk asprin dan
ibuprofen.
6. Lupus eritematosus sistemik (kondisi saat sistem kekebalan tubuh menyerang dan
mengenali ginjal sebagai jaringan asing).
7. Kegagalan pertumbuhan ginjal pada janin saat dalam kandungan.
Prinsip Terapi
Terapi Farmakologi
1. Obat Tekanan Darah Tinggi
Penderita gagal ginjal kronis dapat mengalami perburukan tekanan darah tinggi,
sehingga tak jarang dokter merekomendasikan obat untuk menurunkan tekanan
darah (hipertensi) biasanya berupa angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
(contohnya captopril) atau angiotensin II receptor blocker- dan mempertahankan
fungsi ginjal. Obat tekanan darah tinggi pada awalnya dapat menurunkan fungsi ginjal
dan mengubah kadar elektrolit, sehingga diperlukan periksa darah rutin dan
pengawasan dari dokter.
Disamping itu, Penderita Gagal Ginjal juga direkomendasikan untuk diet rendah garam.
2. Obat Penurunan Kolesterol
Pasien gagal ginjal kronis sering mengalami kadar kolesterol jahat yang tinggi, untuk
membuktikan hal itu diperlukan pemeriksaan darah kolesterol lengkap. Jika memang
kolesterol tinggi dan kondisi ini dibiarkan saja, maka dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung. Oleh karena itu, diperlukan obat penurunan kolesterol , yang biasa
dipakai yatu golongan statin. Contohnya: Simvastatin
3. Obat gagal ginjal untuk mengatasi anemia
Dalam situasi tertentu, dimana pasien mengalami anemia akibat gagal ginjal kronik,
diperlukan suplemen hormon erythropoietin, kadang-kadang di tambah dengan zat
besi.
Suplemen erythropoietin dapat meninduksi dan meningkatkan produksi sel darah
merah, sehingga dapat meredakan kelelahan dan kelemahan yang disebabkan oleh
anemia.
4. Obat gagal ginjal untuk mengatasi
Pada gagal ginjal kronis terjadi penumpukan cairan dalam tubuh yang jumlah dapat
berlebihan sehingga menimbulkan, terutama pada lengan dan kaki serta dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi. Obat yang disebut Diuretik dapat membantu
menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh dengan membuang cairan tersebut
sehingga dapat menurunkan darah tinggi dan menghilangkan.
5. Obat gagal ginjal untuk melindungi tulang
Dokter mungkin meresepkan suplemen kalsium dan vitamin D untuk mencegah
pengeroposan tulang dan menurunkan risiko patah tulang. Anda juga dapat


mengambil obat untuk menurunkan jumlah fosfat dalam darah, sehingga
meningkatkan jumlah kalsium yang tersedia bagi tulang.
Terapi non-Farmakologi
1. Diet rendah protein
Diet rendah protein bertujuan untuk meminimalkan produk limbah dalam darah.
Tubuh kita akan memproses protein dari makanan, pada proses tersebut terbentuk
juga produk limbah dalam darah yang harus disaring oleh ginjal. Untuk meringankan
pekerjaan ginjal, maka dokter biasanya merekomendasikan makan lebih sedikit
protein. Dokter juga mungkin meminta Anda untuk berkonsultasi dengan ahli gizi yang
dapat menyarankan cara untuk menurunkan asupan protein dengan tidak
meninggalkan makan makanan yang sehat.
2. Penatalaksanaan penyakit ginjal stadium akhir
Jika ginjal sudah tidak mampu lagi menyaring limbah dalam tubuh sehingga produk
limbah tersebut membahayakan tubuh, dan Anda mengembangkan gagal ginjal
lengkap atau hampir lengkap, itu artinya Anda memiliki penyakit ginjal stadium akhir.
Pada saat ini obat-obat gagal ginjal tidak lagi berperan, yang di butuhkan yaitu
hemodialisis (cuci darah) atau transplantasi ginjal.
 Hemodialisis (Cuci darah)
Hemodialisis atau cuci darah pada gagal ginjal kronik bertujuan untuk
menghilangkan produk limbah dan cairan ekstra pada darah ketika ginjal tidak
mampu melakukan fungsi-fungsi normalnya ini.
 Transplantasi ginjal
Jika Anda tidak memiliki kondisi medis yang mengancam jiwa selain gagal ginjal,
maka transplantasi ginjal bisa menjadi pilihan untuk Anda. Transplantasi ginjal
atau pencangkokan ginjal merupakan prosedur operasi atau pembedahan
dengan menempatkan ginjal yang sehat dari donor ke dalam tubuh sebagai
pengganti ginjal yang rusak. Transplantasi ginjal bisa berasal dari donor yang
baru meninggal atau dari donor hidup.
2. Sistitis
Sistitis adalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri (biasanya Escherichia coli) yang menyebar dari uretra atau karena respons algerik
atau akibat iritasi mekanis pada kandung kemih.
Gejala
Sering berkemih dan nyeri (disuria) yang dapat disertai darah dalam urin (hematuria).
Prinsip terapi
Pengobatan sistitis adalah dengan pemberian analgetik (anti nyeri) dan antibiotik.