PENYAKIT KUSTA
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang bersifat kronik, Penyakit ini disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat dan terjadi pada kulit dan saraf tepi, .Kuman pertama kali menyerang syaraf perifer, kemudian mengenai otot, tulang , testis kulit dan mukosa mulut, sistem retikulo endotel pengidap, mata, saluran nafas bagian atas,
masa inkubasi berkaitan dengan pembelahan sel yang lama, yaitu antara 2 sampai 3 minggu, masa inkubasi kusta bermacam macam antara 40 hari sampai 40 tahun, rata-rata inkubasi 3 sampai 5 tahun, di luar tubuh pasien (keadaan suhu lingkungan tropis) maka kuman kusta bisa bertahan hanya sampai 9 hari saja ,Kuman mycobacterium leprae juga bisa disalurkan secara transplasental terutama pada pasien anak yang berumur kurang dari 1 tahun, melalui air susu ibu ,Pemberian Imunisasi BCG berperan dalam penurunan kusta,
Pemberian kuman kuman mycobacterium leprae yang sudah pernah dimatikan pada obat obatan vaksinasi BCG pada pasien dewasa belum mampu meningkatkan perlindungan , efek kesembuhan dari vaksin BCG dapat maksimal apabila diberikan sebelum usia 15 tahun,
pasien anak kusta subklinis masih saja terlihat sehat dan tidak
memperlihatkan gejala penyakit, namun pada pemeriksaan serologisnya,
ternyata kadar IgM anti PGL-1 di atas 605 U/ml,
Salah satu pemicu terjadinya kerusakan fungsi saraf adalah reaksi kusta, Pada masa masa reaksi terjadi proses inflamasi akut yang memicu kerusakan saraf, Kerusakan saraf yang terjadi kurang dari 6 bulan sejak saat pertama penularan penyakit , namun bila diobati prednison dengan tepat, tidak akan terjadi kerusakan saraf yang permanen sebab fungsi saraf masih refersibel , namun Bila ternyata kerusakan saraf sudah terlanjur menjadi cacat permanen maka yang bisa dilakukan adalah usaha pencegahan cacat agar tidak bertambah berat , Kuman kusta yang berada di luar tubuh pasien bisa hidup 1 hari sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca di luar tubuh pasien itu. Makin panas cuaca makin cepat kuman kusta mati.sangat penting agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah guna menghindari terjadinya lingkungan yang lembab, Penyakit kusta bisa memicu kecacatan, Cacat akibat kusta terjadi akibat adanya gangguan pada fungsi saraf mata, saraf tangan atau saraf kaki, Semakin lama penundaan pengobatan, makin besar risiko munculnya
kecacatan , kerusakan saraf juga bisa saja terjadi selama masa masa pengobatan namun ini menurun bertahap sesudah 3 tahun sejak pengobatan
berikutnya, pengobatan MDT tetap merupakan cara terbaik dalam mencegah kecacatan, Namun karena banyak pengidap yang terlambat dalam usaha melakukan pemeriksaan sehingga banyak pengidap yang mengalami kerusakan saraf ,
Vaksinasi imunisasi Bacillus Calmette Guerin( BCG ) adalah suatu vaksin untuk meningkatkan kekebalan tubuh penyakit BCG, vaksin ini mampu memperlihatkan kesembuhan pada pasien penyakit kusta, Vaksinasi BCG mungkin juga mampu memutus rantai penularan kusta,
satu dosis vaksinasi BCG memberikan perlindungan sebesar 40% dua dosis memberikan perlindungan sebesar 80%,namun Vaksinasi BCG hanya cuma sekedar bisa memberikan perlindungan optimal apabila diberikan pada pasien sebelum berusia 14 tahun,
Faktor genetik memiliki peran terhadap terjadinya penyakit kusta
pada golongan pasien pasien tertentu, namun mekanisme genetik dengan
penyakit kusta belum diketahui secara pasti, Faktor genetik yang
berperan salah satunya adalah berada di bawah sistem Human
Leucocyte Antigen (HLA),
penyakit kusta memicu cacat tubuh, namun tidak mengakibatkan kematian juga tidak menampakan gejala yang menonjol , tanda gejala tahap pertama yaitu kelainan warna kulit, terjadi eritematosa, hipopigmentasi, hiperpigmentasi , lesi kulit yang berupa bercak hipopigmentasi atau lesi kulit kemerahan dengan berkurangnya sensasi ,adanya basil tahan asam (BTA) di lapisan kulit, adanya keterlibatan syaraf perifer, seperti penebalan berbatas tegas dengan hilangnya sensasi,
adanya bercak tipis seperti panu pada tubuh pasien, bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, namun lama lama semakin melebar dan banyak, adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit ,rambut alis mendadak tiba tiba rontok , adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf peroneus, ulnaris, medianus, aulicularis magnus , kelenjar keringat tidak aktif sehingga kulit menjadi mengkilat tipis , panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil, anoreksia, nausea, kadang-kadang ditambah vomitus,cephalgia,neuritis,iritasi, orchitis , pleuritis,nephrosia, nepritis ,hepatospleenomegali ,pemeriksaan penyakit kusta berdasar pemeriksaan klinis , pemeriksaan slit skin smear , pemeriksaan kusta dilakukan bila memenuhi satu atau lebih dari tanda kardinal ,antaralain:
lesi kulit ditambah anestesi lesi kulit bisa berupa makula atau plak eritema berwarna seperti infiltrasi,edema,tembaga, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, jumlah lesi bisa multipel atau tunggal ,hilangnya fungsi kelenjar memicu permukaan lesi tampak berkeringat,berkilap ,kering, kasar , folikel rambut bisa menghilang, anestesi atau gangguan hingga hilangnya fungsi sensorik pada suhu ,rasa raba, nyeri, adanya lesi dan area yang dipersarafi oleh saraf perifer. pada kusta tipe lepromatosa bisa juga mengenai area di luar persarafan yang terlibat, pembesaran saraf tepi biasanya baru terdeteksi sesudah adanya lesi kulit, paling sering mengenai nervus peroneus komunis dan nervus ulnaris , pembesaran saraf multipel ada pada kusta tipe MB,
pemeriksaan saraf antaralain : pemeriksaan nervus supraorbital, nervus tibialis posterior ,nervus peroneus, nevus poplitea lateralis, nervus aurikularis magnus, nervus ulnaris, nervus radialis, nervus medianus,
pada pemeriksaan slit skin smear terdaoat adanya basil tahan asam ,
hapusan kulit bisa diambil dari bagian dorsum digiti i pedis ,kedua lobus telinga, lesi kulit, bagian dorsum interfalang digiti iii manus, pemeriksaan slit skin smear memiliki spesifisitas 100% , dengan kepekaan lebih rendah 10 sampai 50%.
ciri ciri kusta untuk menentukan komplikasi, perencanaan operasional, regimen ,pengobatan, prognosis dan untuk identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan mengidap cacat, ciri ciri kusta yang dipakai yaitu ciri ciri berdasar atas Ridley dan Jopling yang membagi kusta menjadi
5 spektrum berdasar pada imunologis,histopatologis, kriteria klinis, bakteriologis, Pewarnaan dilakukan dengan metode Ziehl-Neelsen, berdasar pemeriksaan slit skin smear bisa ditentukan indeks morfologis (IM) dan IB (indeks bakteriologi) yang membantu menentukan analisa ulang dan tipe kusta ,
Indeks bakteriologi merupakan ukuran semi kuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus yang dihitung menurut skala logaritma Ridley. Nilai IB berkisar dari terendah +1 yang mengandung jumlah bakteri paling sedikit, hingga +6 yang mengandung jumlah bakteri paling banyak pada setiap lapang pandang ,
Penyakit kusta dibedakan menjadi beberapa ciri ,
1. ciri ciri Internasional menurut Madrid pada tahun 1953:
a. Bordeline ( B ) yaitu Kelainan kulit bercak tersebar, menebal, tidak teratur
Beberapa masalah timbul dari bentuk tuberculoid sebagai hasil reaksi ulangan. Tipe Borderline hampir selalu memberikan hasil positif pada pemeriksaan bakteriologis , pada reaksi lepromin umumnya memberikan hasil negatif,
b. Lepromatosa ( L ) yaitu bentuk tidak jelas, berbentuk bintil-bintil (nodule), makula tipis di seluruh badan dan simetris,Kelainan kulit berupa bercak-bercak tebal dan difus,
c. Interdeterminate ( I ) yaitu Kelainan kulit berupa makula berbentuk bulat yang berjumlah 1 atau 2, pada pemeriksaan bakteriologis jarang ada hasil yang positif, lesi kulit berbentuk datar yang mana bisa berupa erythematous atau hipopigmentasi dan pada reaksi lepromin bisa memberikan hasil negatif atau positif ,
d. Tuberkuloid ( T ) yaitu adanya makula atau bercak tipis bulat tidak teratur
dengan jumlah lesi 1 atau banyak , Permukaan kering, kasar sering dengan penyembuhan di tengah, Tipe Tuberculoid (T) memberikan hasil negatif pada
pemeriksaan bakteriologis, banyak pada masalah erythematous skin lession, dan positif pada lepromin,
Tipe Lepromatous memberikan hasil positif pada pemeriksaan bakteriologis,
infiltrasi pada lesi kulit bisa ditemui pada jumlah sedikit sampai banyak dan negatif pada pemeriksaan pada lepromin,
2. ciri ciri menurut Ridley-Jopling pada tahun 1962 :
a. Tuberkuloid –tuberkuloid ( TT )
b. Bordeline – tuberkuloid ( BT )
c. Bordeline – bordeline ( BB )
d. Bordeline – lepramatosa ( BL ) i
e. Lepramatosa – lepramatosa ( LL )
Tabel ciri ciri Kusta Ridley dan Jopling
Lesi : Pertumbuhan rambut
TT : absen
BT : menurun dengan jelas
BB : menurun sedang
BL: sedikit menurun
LL :normal pada tahap pertama
Lesi : BTA
TT :negatif
BT :negatif atau sedikit
BB : jumlah sedang
BL:banyak
LL :banyak sekali termasuk globi
Lesi : Reaktivitas lepromin
TT :positif kuat (+++)
BT : positif lemah (+ atau ++)
BB : negatif atau positif lemah
BL: negatif
LL :negatif
lesi : jumlah
TT : biasanya tunggal (sampai dengan 3 lesi)
BT : sedikit (sampai dengan 10 lesi)
BB : beberapa (10-30 lesi)
BL : banyak asimetris (>30 lesi)
LL : tidak terhitung, simetris
lesi : Ukuran
TT : bermacam macam umumnya besar
BT : bermacam macam, beberapa besar
BB : Bervariasi
BL : kecil, beberapa bisa besar
LL : kecil
Lesi : Permukaan
TT : kering dengan skuama
BT : kering dengan skuama terlihat cerah infiltrasi ,
BB : kusam atau sedikit mengkilap ,
BL: mengkilap
LL : mengkilap
Lesi : Sensasi
TT : absen
BT : menurun dengan jelas
BB : menurun sedang
BL: sedikit menurun
LL : menurun minimal atau normal
Tabel ciri ciri Penyakit Kusta berdasar WHO
ciri ciri klinis : Kerusakan saraf
PB: Hanya 1 saraf dibadan yang terlibat
MB :Banyak saraf dibadan yang terlibat
SLPB: Saraf dibadan tidak terlibat
ciri ciri klinis : Korelasi dengan Ridley dan Jopling
PB: TT, kebanyakan BT
MB : Beberapa BT, BB, BL, LL
SLPB: I, TT, BT
ciri ciri klinis : Jumlah lesi kulit
PB: 2- 5 lesi
MB :6 atau lebih lesi
SLPB: Hanya 1 lesi
ciri ciri klinis : Sediaan hapusan
PB: Negatif pada semua area
MB :Positif pada semua area
SLPB: Negatif pada semua area
ciri ciri klinis : penyebaran
PB: Asimetris
MB : Lebih simetris
SLPB: -
ciri ciri klinis : Hilangnya sensasi
PB: Terbatas
MB : Luas
SLPB: Terbatas
Tabel bentuk Tipe PB
ciri ciri Lesi :Sensibilitas
Borderline tuberculoid (BT) : Hilang
Indeterminate (I) :Agak terganggu
Tuberkuloid (TT) : Hilang
ciri ciri Lesi : pada lesi kulit tes lepromin
Borderline tuberculoid (BT) : Positif (2 +)
Indeterminate (I) :Meragukan (1 +)
Tuberkuloid (TT) : Positif kuat (3+)
ciri ciri Lesi :BTA
Borderline tuberculoid (BT) : Negatif atau 1 +
Indeterminate (I) :Biasanya negatif
Tuberkuloid (TT) : Negatif
ciri ciri Lesi :Tipe
Borderline tuberculoid (BT) : Makula dibatasi infiltrat saja
Indeterminate (I) :Makula
Tuberkuloid (TT) : Makula dibatasi infiltrat
ciri ciri Lesi :Jumlah
Borderline tuberculoid (BT) : Satu dengan lesi satelit
Indeterminate (I) :Satu atau beberapa
Tuberkuloid (TT) : Satu atau beberapa
ciri ciri Lesi :penyebaran
Borderline tuberculoid (BT) : Asimetris
Indeterminate (I) :bermacam ragam
Tuberkuloid (TT) : Terlokalisasi & asimetris
ciri ciri Lesi :Permukaan
Borderline tuberculoid (BT) : Kering, skuama
Indeterminate (I) :bisa halus agak berkilat
Tuberkuloid (TT) : Kering skuama
Tabel bentuk Tipe MB
ciri ciri Lesi : Pada hembusan hidung
Mid-borderline (BB) : Tidak ada
Lepromatosa (LL) : Banyak (globi)
Borderline lepromatosa (BL) : Biasanya tidak ada
ciri ciri Lesi : Tes lepromin
Mid-borderline (BB) : Biasanya negatif, bisa juga (±)
Lepromatosa (LL) : Negatif
Borderline lepromatosa (BL) : Negatif
ciri ciri Lesi : BTA Pada lesi kulit
Mid-borderline (BB) : Agak banyak
Lepromatosa (LL) : Halus dan berkilap Tidak terganggu
Borderline lepromatosa (BL) : Banyak
ciri ciri Lesi : Tipe
Mid-borderline (BB) : Plak, lesi berbntuk kubah, lesi punched-out
Lepromatosa (LL) : Makula, infiltrat difus, papul, nodus
Borderline lepromatosa (BL) : Makula, plak, papul
ciri ciri Lesi : Jumlah
Mid-borderline (BB) : Beberapa, kulit sehat (+)
Lepromatosa (LL) : Banyak,
Borderline lepromatosa (BL) : Banyak, tapi kulit sehat masih ada
ciri ciri Lesi : penyebaran
Mid-borderline (BB) : Asimetris
Lepromatosa (LL) : penyebaran luas, praktis tidak ada kulit sehat
Borderline lepromatosa (BL) : Cenderung simetris
ciri ciri Lesi : Permukaan
Mid-borderline (BB) : Sedikit berkilap, beberapa lesi kering
Lepromatosa (LL) : Simetris
Borderline lepromatosa (BL) : Halus dan berkilap
ciri ciri Lesi : Sensibilitas
Mid-borderline (BB) : Berkurang
Lepromatosa (LL) : Kering, skuama
Borderline lepromatosa (BL) : Sedikit berkurang
Imunitas humoral diperantarai oleh antibodi yang dihasilkan oleh sel B. Antigen protein ditelan oleh sel B khusus antigen, kemudian protein diproses dan peptide dipresentasikan pada sel T CD4 efektor, Limfosit T pembantu ini
kemudian mengekspresikan CD 40L, yang mengikat pada CD40 pada sel B , Sel T juga mengekspresikan berbagai sitokin yang mengikat pada reseptor sitokin sel B, Sinyal yang dihasilkan oleh reseptor sitokin dan CD40 memicu
proliferasi sel B menjadi penghasil antibodi, sedang tanggapan antibodi pada antigen non protein seperti polisakarida kapsul bakteri, berkembang tanpa bantuan sel T 13,
antibodi mampu membantu pasien dalam rangka mengatasi infeksi melalui beberapa cara, Antibodi memiliki afinitas yang tinggi untuk mengikat erat mikroba sekaligus menetralisir daya infeksi dari mikroba, Beberapa jenis antibodi mengopsonisasi mikroba dan ditemukan oleh reseptor fc fagosit yang kemudian terjadi degradasi intraseluler mikroba atau penelanan,
Antibodi atau immunoglobulin (Ig) merupakan glikoprotein yang dihasilkan sel plasma dan ada dalam fraksi γ globulin serum, pengaktifan sel B memicu
maturasi dan pembelahan sel B menjadi sel plasma yang akan mensekresi antibodi secara khusus, Imunoglobulin sendiri terdiri dari 2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang masing masing mirip serupa dan dihubungkan oleh ikatan disulfide, 5 kelas Ig (IgE,IgD,IgA, IgG, IgM dan IgE ) ditentukan oleh urutan asam amino region konstan dari rantai berat, Imunoglobulin M merupakan molekul Ig yang pertama diekspresikan selama perkembangan sel B , Kebanyakan sel B mengandung IgM pada permukaannya sebagai reseptor
antigen, Nama M berasal dari kata macroglobulin dan berat molekul IgM adalah 900.000 dalton. Makromolekul ini bisa membuat aglutinasi berbagai fiksasi komplemen dan partikel dengan efisiensi yang sangat tinggi,
Antibodi IgM cenderung memperlihatkan afinitas rendah pada antigen dengan
determinan tunggal (hapten) namun karena molekul IgM multivalent maka molekul ini bisa memperlihatkan afinitas yang tinggi pada antigen yang memiliki banyak epitop,
mycobacterium leprae ESAT 6 memiliki kesamaan sebesar 36% dari M.tuberculosis ESAT 6,
L-ESAT 6 adalah suatu protein yang disekresi ekstraseluler oleh mycobacterium leprae dengan berat molekul 6 kDa, jadi perbedaan antara dua molekul ini adalah sebesar 64% , Anti-mycobacterium leprae ESAT-6 yang berjenis T-cell hybridomas , poliklonal atau monoklonal bereaksi hanya dengan protein yang homolog dan bisa mengidentifikasi T cell epitope dan B berdasar kenyataan di atas L-ESAT-6 , mycobacterium leprae bisa dianggap sebagai antigen yang khusus untuk .pemeriksaan penyakit kusta. Geluk mengidentifikasi ciri ciri dari L-ESAT-6 yang homolog dengan M.tuberculosis ESAT-6
Protein L-ESAT 6 yang disekresi oleh mycobacterium leprae sudah diketahui berperan pada pathogenesis penyakit kusta. Protein ini disandi oleh gen RD-1 yang hanya
didapat pada strain yang virulen. Regio N-terminus yang ada di bagian luar dari molekul L-ESAT 6, merupakan bagian imunogenik yang berinteraksi dengan berbagai sel imunokompeten, paparan pada protein ESAT 6 ini bisa membangkitkan tanggapan kekebalan tubuh pasien,
(T-ESAT-6) M.tuberculosis memperlihatkan paling sedikit 11 gen (Rv3867 sampai dengan Rv3877) diperlukan untuk bisa mensekresi ESAT-6. Rv3870 dan Rv3871 adalah AAA+class ATPases, sedang Rv3877 adalah transmembrane protein yang besar. 11 gen itu kecuali Rv3872, yang 10 ada di M. leprae genome pada susunan genetik yang sama, bahwa mycobacterium leprae menghasilkan ESAT-6 seperti M.tuberculosis. Terbukti, transcripts untuk L-ESAT-6 ada
dengan reverse transcription-PCR pada nu/nu mouse-derived mycobacterium leprae dengan memakai strains Thai-53 dan 4089 pada biopsi pasien kusta, Fungsi protein ini walaupun masih belum jelas namun keduanya memberi tanggapan kekebalan mediasi seluler selama infeksi
Cell-Mediated Immunity: IL-2 dan IFN-γ
Imunitas seluler sebagai bentuk pertahanan terbaik dalam melawan serangan dari mikroba intraseluler seperti mycobacterium leprae, ada 2 tipe reaksi kekebalan seluler,
pertama, sel T memberikan spesifisitas dan merangsang fagosit untuk
mengeliminasi antigen. Reaksi ini dimulai saat sel T efektor yang terdiri dari CD8 atau subset CD4 mengenali peptide antigen yang difagosit oleh makrofag, Sel T ini memiliki pengaktifan untuk mengekspresikan CD40 ligand (CD40L) yang nantinya akan mensekresi sitokin terutama IFN-γ yang akan mengaktifasi makrofag juga akan berikatan dengan CD40 pada makrofag
Bagian kedua adalah limfosit T sitolitik (CTL atau cytolytic T lymphocytes) yang akan mengenali peptide antigen mikroba yang memiliki kemampuan intraseluler seperti mycobacterium leprae, Sebagai akibat pengenalan oleh antigen, CTL akan
mensekresikan protein granula dan mengekspresikan molekul permukaan untuk membunuh sel terinfeksi, yang kemudian akan mengeliminasi sel yang terinfeksi, Sel T CD4 berdiferensiasi menjadi 4 jenis subtype sel efektor yaitu T regulator,Th1, Th2 dan Th17 , Keempat sel T itu dibedakan atas dasar sitokin yang dihasilkan. Sel Th2 menghasilkan IL-13 , IL-4, IL-5, IL-10 , namun Th1 menghasilkan sitokin IL-2 dan IFN-γ ,IFN-γ merupakan protein yang dihasilkan oleh sel Th1 CD4+ ,sel T CD8+ dan sel NK,
IFN-γ merupakan sitokin yang berfungsi sebagai pengaktivasi makrofag dan memiliki fungsi penting pada imunitas selular pada mikroba intraseluler seperti mycobacterium leprae , IFN-γ merupakan suatu sitokin pengaktifasi makrofag, dimana sel NK dan limfosit T mengaktivasi makrofag untuk menyerang mikroba yang difagosit, Sitokin ini aktif meningkatkan fungsi mikrobisidal makrofag dengan cara merangsang pembentukan nitric oxide dan reactive oxygen intermidiates , Molekul yang sangat aktif ini dihasilkan di dalam lisosom dan akan menyerang mikroba yang ada dalam fagolisosom,
IFN-γ merangsang ekspresi molekul MHC kelas II , MHC kelas I dan kostimulatori pada sel penyaji antigen, IFN-γ menginduksi diferensiasi sel T CD4+ naïf menjadi subset Th1 dan menghambat proliferasi sel Th2. Efek penginduksi Th1 diperantarai secara tidak langsung melalui aktivasi fagosit
mononuclear untuk menghasilkan IL-12, dimana sitokin ini merupakan penginduksi Th1, IFN-γ bekerja pada sel B untuk menginduksi switching immunoglobulin subkelas tertentu, IFN-γ merangsang aktivasi sitolitik sel NK dan mengaktifasi netrofil ,
IL-2 berperan dalam deferensiasi dan pertumbuhan limfosit T.
IL-2 mampu mendukung proliferasi sel T yang sudah distimulasi oleh antigen, oleh karena itu IL-2 dinamakan pemicu pertumbuhan sel T, Sitokin IL-2 ini dihasilkan oleh limfosit T CD4+, karena adanya aktivasi sel T dari antigen
yang menstimulasi transkripsi gen IL-2 sehingga Sekresi IL-2 mencapai
puncaknya 8 sampai 12 jam sesudah aktivasi mycobacterium leprae yang masuk ke dala. tubuh pasien bisa menjadi kusta manifet melalui jalur sistem kekebalan tubuh, Perjalanan tanggapan kekebalan ini dilihat dari
FOTO jalur metabolik respon kekebalan pada kusta
pemeriksaan serologis kusta
Pemeriksaan serologis dilakukan dengan cara melihat lihat pembentukan antibodi pada tubuh pasien yang sudah terinfeksi oleh mycobacterium leprae,
Antibodi yang terbentuk bisa bersifat khusus maupun bersifat non khusus,
Antibodi yang terbentuk tergantung antigennya, Antibodi yang bersifat khusus untuk mycobacterium leprae antara lain anti L ESAT 6 kD, antibodi anti protein 35 kD , 16 kD , anti phenolicglycolipid-1 (PGL-1) , namun antibodi yang tidak khusus antara lain adalah antibodi anti lipoarabinomanan (LAM) yang dihasilkan oleh kuman M.tuberculosis ,
penularan penyakit kusta
Sumber penularan kusta belum diketahui, penularannya yaitu melalui kuman pada lesi kulit nodular yang pecah, atau mukosa hidung pengidap kusta tipe lepromatous yang belum pernah diobati ,
pasien yang tinggal serumah dengan pengidap tipe multibasiler (MB) terutama lepromatous yang belum memperoleh pengobatan berpotensi tertular
dibandingkan dengan yang tidak tinggal serumah,
pasien anak lebih mudah tertular dibandingkan dengan pasien pasien dewasa.
pintu keluar kuman kusta yaitu selaput lendir hidung, penularan bisa
melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung pengidap yang sudah mengering, diluar masih bisa hidup seminggu,
syarat-syarat penularan adalah harus ada lesi baik makroskopis atau mikoskopis ditambah adanya kontak langsung bersentuhan lama dan berulang-ulang,
sumber infeksi mycobacterium leprae berasal dari pasien-pasien yang memiliki kadar
tinggi bakteri mycobacterium leprae dalam tubuhnya dengan atau tanpa tanda gejala kusta atau dinamakan subklinis kusta. golongan subklinis adalah pasien-pasien sehat yang tidak memperlihatkan dan menampakan gejala tanda kusta ditubuhnya sedikitpun , namun memiliki kadar IgM anti PGL-1 > 650 U/ml saat
dilakukan pemeriksaan di laboratorium secara mendadak tiba tiba ,
IgM anti PGL-1 merupakan antibodi khusus untuk M. leprae, Dengan ditemukannya DNA mycobacterium leprae yang dideteksi pada darah dan apusan hidung pasien dari golongan pasien subklinis maka para pengidap kusta memperlihatkan bahwa proses infeksi oleh mycobacterium leprae sedang terjadi ,
kusta subklinis
Kusta subklinis adalah suatu kondisi jika pasien pasien terbukti sudah pernah terinfeksi oleh mycobacterium leprae, namun belum bisa mampu menunjukkan adanya tanda gejala penyakit . Pada keadaan subklinis ini tidak ditemukan adanya lesi sehingga pasien pasien tampaknya terlihat sehat sehat saja , namun ternyata terdapat antibodi khusus saat dilakukan pemeriksaan serologisnya dengan kadar IgM anti PGL-1 di atas 605 U/ml26,27, Stadium kusta subklinis dinamakan stadium bahaya laten stadium inkubasi atau stadium asimtomatik , Pada stadium bahaya laten ini para kuman kuman sudah pernah keluar masuk dalam tubuh pasien tipe stadium bahaya laten, namun tanda gejala penyakit dari penyakit kusta tidak diperlihatkan kepada masyarakat luas,
epidemiologi kusta subklinis
Prevalensi kusta subklinis terlalu besar dibandingkan dengan kusta klinis,
para pengidap kusta subklinis semakin lama semakin meningkat, mekanisme kusta subklinis
mekanisme pasti bagaimana penyaluran penularan ,belum diketahui,mungkin akibat infeksi melalui inhalasi karena banyaknya jumlah bakteri dalam nasal
pengidap Lepromatous, kemampuan mycobacterium leprae bertahan hidup di dalam sel
makrofag, Beberapa saat sesudah terjadi infeksi tidak terlihat adanya lesi yang merupakan tanda infeksi, ini yang dinamakan dengan infeksi subklinis, suatu tahap yang akan menjadi tahap klinis atau berhenti tanpa adanya gejala penyakit,
pasien yang positif terkena kusta sub klinis tidak semuanya berubah menjadi kusta yang berwujud , walaupun kemungkinan besar dapat berubah menjadi kusta yang berwujud ,
Pada kusta subklinis, sistem kekebalan yang dimiliki mereka masih berfungsi baik aktifitasnya sehingga bisa saja suatu saat pasien berubah menjadi kusta yang berwujud akibat sistem kekebalan mengalami penurunan , namun bisa juga pasien justru berubah menjadi seronegatif/ bebas kusta karena sistem kekebalan nya mengalami peningkatan fungsi, terutama pada sistem kekebalan selulernya ,
Kusta stadium subklinis biasa terjadi pada pasien narakontak, Narakontak adalah pasien yang sudah pernah terpapar atau sudah pernah melakukan
kontak khusus dengan pengidap kusta yang asli,
kusta subklinis lebih sering dan banyak terjadi saat serumah dengan pengidap kusta yang asli dibandingkan dengan nonkontak, lamanya terjadi kontak merupakan hal yang penting sebagai faktor risiko penularan karena berhubungan dengan dosis paparan ,
FOTO skema perjalanan klinis penyakit kusta
pemeriksaan kusta stadium subklinis
Deteksi infeksi kusta subklinis dilakukan untuk melakukan imuno-kemoprofilaksis agar perluasan penyakit ini bisa dicegah dan untuk menilai perluasan infeksi, perjalanan penyakit,
cara cara melakukan deteksi kusta subklinis ,antaralain
-Pemeriksaan Imunologis
Imunitas seluler bisa dimulai dengan pemeriksaan in vitro dan in vivo, test serologis dipakai untuk mengetahui antibodi tubuh akibat kuman mycobacterium leprae ,
-Pemeriksaan bakteriologis
banyak terdapat BTA pada sediaan kulit dari pasien yang terlihat sehat
Basil tahan asam BTA bisa ada pada kulit maupun urin pasien, BTA yang ada pada sediaan apus kulit masalah kusta subklinis menandakan bahwa pasien sangat berperan dalam kasus kasus penularaan penyakit,
-Pemeriksaan Epidemiologis
Pemeriksaan epidemiologis ini dilakukan untuk menentukan peningkatan proporsi BTA positif dari cuping telinga pasien yang tampak sehat,
a. Tes Pemeriksaan Mycobacterium Leprae Particle Aglutination (MLPA)
tes model ini lebih sederhana dibandingkan model lainnya dan lebih mudah dilakukan sebab tidak memerlukan laboratorium laboratorium khusus, Tes ini memakai antigen partikel NT-P-BSA (Natural Trisacharide-Phenyl
propiobat-Bovine Serum Albumin). Antigen ini direaksikan dengan serum darah pengidap kusta dengan pengenceran tertentu dan merupakan reaksi antara antibodi khusus PGL-1 dengan antigen khusus, spesifisitas dan Sensitifitas dari tes ini hampir sama dengan tes ELISA. tidak hanya itu tetapi prosesnya lebih mudah sehingga dipakai untuk skrining populasi besar,
Tes MPLPA bisa untuk mengetahui kadar antibodi khusus pada tes kusta, mendeteksi infeksi subklinik, menganalisa ulang respon pengobatan,
mendeteksi adanya kekambuhan , Tes ini memperlihatkan korelasi positif dengan kadar antibodi IgM, Hasil tesnya setara dengan pemeriksaan antibodi anti PGL-1 secara ELISA
b. Tes Pemeriksaan Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay (ELISA)
tehnik ini yang paling banyak dipakai karena prosesnya yang lebih
mudah murah sederhana, walaupun Kekurangan dari tes kali ini adalah angka spesifisitas dan kepekaannya lebih kecil dibandingkan tes FLAABS , namun
tes kali ini terjadi reaksi reaksi antigen dan antibodi khusus dari serum pasien pasien sehat yang tergolong kusta subklinis yang kemudian diberikan label berupa enzim yang terkait dengan anti human antibodi, Sustrat
yang tidak berwarna apabila ditambahkan ke dalam enzim yang terkait akan diuraikan sehingga menjadi berwarna dan kemudian dibaca baca dengan peralatan peralatan medis spektrofotometer ,
Hasill positif serum antibodi PGL-1 dan Ig-M pada pasien tanpa wujud penyakit memperlihatkan hasil hasil kemungkinan infeksi kusta subklinis, diperoleh hasil positif 100% pada borderline lepromatosa (BL) dan lepromatosa murni (LL) , namun pada masalah tuberkuloid murni (TT) dan borderline tuberkuloid (BT) diperoleh hasil 30%. pasien pasien sehat yang tergolong kusta subklinis pada area area endemik rata-rata menunjukan hasil seropositif sebesar 35% ,
c.Tes Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
model seperti ini banyak dipakai untuk mempelajari DNA, spesifisitas kepekaan tes kali ini tergolong tinggi dalam mendeteksi keberadaan kuman mycobacterium leprae yang ada di dalam contoh biologik, Bahan Bahan pemeriksaan bisa berasal dari kerokan kulit ,biopsi kulit,hapusan mukosa hidung dan skin smear ,
d. Pemeriksaan Lymphocyte transformation test (LTT)
LTT merupakan test in vitro yang dipakai untuk menguji keaktifan sel limfosit T. Apabila kekebalan pasien baik, maka limfosit yang dirangsang dengan
antigen nonkhusus phytohaemagglutinin (PHA) akan mengalami perubahan bentuk menjadi sel-sel blas yang berukuran besar,
e. Pemeriksaan test lepromin
test ini merupakan suatu test in vivo yang dipakai untuk menilai keaktifan limfosit T yang berupa reaksi hipersensitif tipe lambat pada antigen mycobacterium leprae,
test lepromin kurang sensitif karena bisa memberi hasil positif pada pasien yang terinfeksi oleh organisme lainnya yang memiliki antigen yang sama. test ini tidak bisa dipakai untuk mengetestn, hanya cuma sekedar untuk melihat lihat ciri cirinya saja,
test dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml reagen lepromin (antigen mycobacterium leprae) secara intradermal pada lengan bawah bagian fleksor beberapa cm di bawah lipat siku. Penilaian reaksi dilakukan sesudah 3 hari, dilakukan tes Fernandez dan sesudah 4 minggu dilakukan tes Mitsuda, Reaksi tes Fernandez positif memperlihatkan adanya hiper kepekaan tipe lambat pada mycobacterium leprae. Reaksi Mitsuda menilai kemampuan memicu respon imunitasseluler pada mycobacterium leprae, Reaksi Mitsuda tidak untuk pemeriksaan kusta karena hasilnya sering selalu positif pada pasien pasien sehat yang tinggal di area endemik,
f. Tes Pemeriksaan Fluorecent Leprosy Antibodi Absorption (FLA-ABS)
Tes Pemeriksaan ini dipakai untuk memeriksa serotest pertama pada pasien pasien penyakit kusta, pada tes kali ini berdasar reaksi antigen mycobacterium leprae yang utuh dari armadilo dengan serum pengidap yang mengandung
antibodi khusus pada antigen itu, tingkat spesifisitas dan kepekaan tes FLA-ABS untuk penyakit kusta sebesar 90.%, sehingga tes kali ini baik untuk
mendeteksi pasien pasien sehat yang tergolong kusta subklinis,namun Kekurangan dari tes ini adalah membutuhkan tenaga khusus yang terlatih,memerlukan peralatan peralatan medis yang luarbiasa mahal, proses yang rumit ,
beberapa faktor risiko yang memicu pasien pasien sehat yang tergolong kusta subklinis menjadi kusta manifes atau kusta berwujud ,
atau pasien pasien sehat yang menjadi kusta subklinis atau kusta manifes atau kusta berwujud ,antaralain :
Terjadinya kusta stadium subklinik dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, antara lain :
pasien merupakan reservoir penularan kuman morbus Hansen dan
Mycobacterium tuberculosis , kuman itu bisa menularkan ke pada 15 pasien sehat sekaligus dalam sehari , namun Apabila ventilasi rumah sangat baik,maka kuman ini bisa tiba tiba lenyap hilang terbang terbawa angin ,
Host pasien pembawa kuman ini memiliki ciri ciri yang bisa dilihat berdasar faktor umur, jenis kelamin, pekerjaan , keturunan, pengobatan, pekejaan, ras , pola gaya makan , pola gaya hidup, pola gizi , daya tahan tubuh, kemampuan pertahanan tubuh, hygiene pribadi, gejala dan tanda penyakit yang dimiliki,
Agen khusus dalam masalah penyakit kusta adalah kuman mycobacteri
leprae , Kuman ini satu genus dengan kuman tuberculosis TB bisa bertahan hidup pada tempat yang gelap ,sejuk, lembab dengan kelembaban yang tinggi tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Kuman tuberculosis dan leprae bila terkena cahaya matahari akan mati hanya dalam waktu 2 jam saja, Kuman tuberculosis dan leprae merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang suhu 25 sampai 40 ° C, tumbuh secara optimal pada suhu 31 sampai 37 °C,
Lingkungan adalah segala yang ada di luar diri host pasien pembawa kuman baik itu benda benda sudah mati, benda benda masih hidup, nyata atau tidak nyata abstrak, seperti suasana pemandngan yang terbentuk akibat interaksi semua pendukung seperti pemeran aktor pelaku , keadaan geografis,
kelembaban udara, suhu , lingkungan tempat tinggal, pendidikan, perilaku,kebiasaan sehari hari, cara hidup, pekerjaan, budaya adat, kebiasaan turun temurun, ekonomi kebijakan mikro dan local politik kebijakan pencegahan
dan penanggulangan suatu penyakit,
Hampir semua kejadian penyakit dipengaruhi oleh umur, penyakit kronik seperti kusta bisa terjadi pada semua umur, mulai antara bayi sampai umur
tua lebih dari 70 tahun. Namun yang terbanyak adalah dialami oleh pasien pada umur muda yang produktif, dikarenakan sulit untuk mengetahui waktu
dimulainya penyakit kusta, pasien anak lebih rentan terkena penyakit kusta
dibandingkan dengan pasien pasien dewasa, .Selain angka prevalensi yang menjadi tolok ukur dari program pemberantasan kusta, parameter lain yang
penting adalah angka penemuan masalah baru (CDR), berdasar hasil dari penemuan masalah baru (CDR) bisa diketahui bahwa program pemberantasan dari penyakit kusta dengan pengobatan rejimen “MDT” dari WHO belum mencapai hasil yang maksimal , Karena apabila pengidap sudah memperoleh pengobatan, seharusnya pasien tidak lagi menjadi penular
kuman mycobacterium leprae ,
pasien Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan dengan pasien wanita, dengan perbandingan 2:1, ini memperlihatkan bahwa laki-laki lebih banyak
terserang kusta dibandingkan pasien wanita. Rendahnya kejadian kusta
pada pasien wanita disebabkan karena faktor lingkungan dan faktor biologis
tingkat kecacatan pada pasien laki-laki lebih besar dibandingkan pasien wanita, ini berkaitan dengan faktor pekerjaan, kebiasaan keluar rumah, merokok,berorganisasi,bergaul,aktifitas berkelompok bermasyarakat yang lebih tinggi, Tingkat pendidikan yang rendah memicu pasien menjadi lebih lambat dalam usaha usaha memeriksakan penyakit dan mencari pengobatan,
sehingga memiliki risiko terkena kusta beberapa kali lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,
Personal Hygiene kebersihan merupakan usaha usaha sederhana pencegahan segala macam penyakit pola gaya hidup ini yang menyangkut tanggung jawab masing masing pasien guna meningkatkan kualitas kesehatan dan hal ini sangat berperan dalam membatasi menyebaran penyakit menular terutama yang ditularkan melalui kontak langsung seperti kusta, sebab kuman kuman mycobacterium leprae cuma hanya sekedar bisa memicu penyakit kusta pada pasien manusia dan tidak pernah memicu pada hewan binatang serangga kecuali hewan armadillo ,
Penularannya adalah cuma hanya sekedar melalui kontak yang terlalu lama karena adanya akibat terjadi pergaulan yang berdekatan rapat dan berulang–ulang,
Penularan penyakit kusta kemungkinan melalui saluran pernafasan dan kontak bersentuhan bersalaman antara kulit pasien penderita dengan pasien pasien sehat , kuman mampu mencapai permukaan kulit pasien pasien sehat melalui air susu ibu ,folikel rambut, kelenjar keringat, pori pori,
Penyakit kusta cenderung banyak menyerang rakyat yang memiliki
taraf sosial ekonomi yang rendah karena berkaitan dengan gizi yang kurang baik dan lingkungan yang tidak baik, faktor nutrisi juga bisa berperan dalam penularan kusta karena dikaitkan dengan rendahnya makanan bergizi yang dikonsumsi oleh penderita,
Kadar Seng Serum atau Zn adalah mikronutrien esensial pada banyak enzim, kekurangan zat ini bisa memicu terganggunya fungsi pertahanan tubuh penderita, baik pertahanan yang sifatnya non-khusus maupun yang khusus. Pada pertahanan yang non-khusus, gangguan yang muncul, contohnya kerusakan pada sel epidermal, terganggunya fungsi aktifitas sel Natural Killer (NK), fagositosis dari makrofag dan neutrofil Innate immunity merupakan pertahanan tubuh terpenting dalam menghadapi infeksi dari luar tubuh pasien , aktifitas sel Natural Killer NK, fagositosis sel makrofag dan neutrofil dan pembangkitan oxidatife burst dapat terganggu gara gara adanya peristiwa penurunan kadar seng, Jumlah granulocytes juga tampak berkurang selama peristiwa penurunan kadar seng, Jumlah dan aktifitas sel Natural Killer NK sangat dipengaruhi oleh kandungan serum seng dalam tubuh pasien , Selain sel Natural Killer NK, seng juga berperan dalam perkembangan, maturasi dan fungsi natural killer T cell cytotoxycity , adanya Seng juga sangat diperlukan oleh bakteri pathogen atau pasien untuk melakukan proses proliferasi. Jadi penurunan kadar seng plasma selama infeksi tahap akut merupakan suatu bentuk mekanisme pertahanan tubuh pasien ,
Sel B lymphocytes dan prekusornya (terutama sel B immature dan pre- B ) berkurang jumlahnya selama pasien mengalami kekurangan seng, namun perubahan perubahan pada sel B lymphocytes yang matang hanya sedikit, Kadar seng yang rendah pada pasien tidak berpengaruh pada status siklus sel precursor B dan hanya sedikit berpengaruh pada siklus sel pro- B. Jadi lebih
sedikit sel B naïve selama kekurangan seng yang bisa berinteraksi pada neoantigen, berkaitan dengan jumlah sel T yang juga berkurang selama kekurangan seng dan sebagian besar antigen bergantung pada sel T, sangatlah
mungkin bila pada keadaan kekurangan seng tubuh pasien tidak bisa
menghasilkan antibodi sebagai tanggapan pada neoantigen, bahwa
produksi antibody B-lyphocytes terganggu selama terjadi kekurangan
seng, produksi antibodi sebagai tanggapan pada antigen yang tergantung
pada sel T lebih peka pada saat terjadi kekurangan seng dibandingkan produksi antibodi sebagai tanggapan pada antigen yang tidak tergantung pada sel T ,
banyak dan sedikitnya kandungan Seng sangat berpengaruh pada kesehatan aktifitas cytolytic T cells, namun juga berpengaruh pada kesehatan sel Natural Killer NK ,
Jumlah CD73+ T lymphocytes dan CD8+ menurun pada saat terjadi kekurangan seng , sebab Sel itu merupakan precursor cytotoxic T lymphocytes dan CD73+ yang berperan dalam pengenalan proliferasi dan antigen , banyak dan sedikitnya kandungan Seng berperan pada perkembangan sel T sebab kekurangan seng bertanggung jawab pada atropi timus, Thymulin adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh timus dan dikeluarkan melalui sel epitel timus, Seng merupakan kofaktor penting
dari thymulin, itu tidak saja mengatur diferensiasi pengidap sel-sel T yang matang di perifer dan sel-sel T belum matang di timus , namun juga memodulasi pengeluaran sitokin peripheral blood mononuclear cells (PBMC),
menginduksi proliferasi sel T CD8+ dalam percampuran dengan IL-2 dan memastikan ekspresi reseptor berafinitas tinggi dari IL-2 pada sel T yang matang , selain sel T sitotoksik, sel T helper (CD4+) dipengaruhi oleh
sedikitnya kandungan Seng yang memicu ketidakseimbangan fungsi Th2 dan Th1 , Produk Produk Th2 seperti IL-10 ,IL-4 dan IL-6 tidak berubah selama peristiwa kekurangan seng, namun IL-2 dan IFN-γ yang dihasilkan Th1 menurun selama terjadi peristiwa kekurangan seng, Produksi IL-2 dan IFN-γ bisa dipulihkan dengan suplement. khusus seng, Pada pasien pasien kusta subklinis yang mengalami peristiwa kekurangan seng di area area yang endemis kusta belum bisa meningkatkan kadar IL-2 dan IFN-γ ,Namun suplement khusus seng hanya mampu memodulasi sel limfosit untuk mempertahankan kadar IL-2 dan IFN-γ , agar tidak semakin menurun ,
.
.
.